Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG MASALAH


Retensio urine adalah ketidak mampuan untuk melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth).
Retensio urine adalah sutau keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan
tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK
UNIBRAW).
Urin merupakan hasil dari ekskresi manusia yang dihasilkan dari
penyaringan darah yang dilakukan di ginjal. Urin normal berwarna kekuning-
kuningan atau terang dan transparan.Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut
berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan
dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi
urin berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekul yang penting bagi tubuh,
misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan
yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang
berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang
terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis.
Dalam urin bisa terdapat amonia. Amonia adalah suatu produk yang
dihasilkan ketika proses pencernaan protein. Hati memproduksi amonia yang
berbahaya terutama jika fungsi hati juga tidak berjalan dengan baik.
Setiap menit akan mengalir sejumlah 1060 ml darah (1/5 cardic out put)
menuju ke 2 ginjal melalui arteri renalis. Dari jumlah tersebut darah yang akan
kembali melalui vena renalis sejumlah 1059 ml sedangkan sisanya sebesar 1 ml
akan keluar sebagai urin.
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor
yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup
untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek

1
kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi
spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi
pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung
kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut-serabut para
simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah
atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf-saraf
yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh. Bila
terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin
(kencing keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).

II. RUMUSAN MASALAH


Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Retensi urine ?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi Perkemihan ?
3. Apa penyebab dari Retensi urine?
4. Apa saja faktor resiko dari Retensi urine?
5. Bagaimana klasifikasi dari Retensi urine ?
6. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari Retensi urine?
7. Apa saja manifestasi klinis dari Retensi urine?
8. Apa komplikasi yang akan ditimbulkan dari Retensi urine ?
9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Retensi urine ?
10. Bagaimana penatalaksanaan dari Retensi urine?
11. Bagaimana pencegahan dari Retensi urine?
12. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Retensi Urin ?

III. TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan ini dibedakan menjadi dua yakni :

2
A. TUJUAN UMUM
Tujuan penulisan ini secara umum adalah agar penulis dapat
memahami “LANDASAN TEORI “Retensi urine” dan bisa di terapkan dalam
praktek keperawatan nantinya.

B. TUJUAN KHUSUS
Tujuan penulisan dari makalah ini diantaranya sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Retensi urine ?
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi Perkemihan ?
3. Untuk mengetahui penyebab dari Retensi urine?
4. Untuk memahami faktor resiko dari Retensi urine?
5. Untuk memahami patofisiologi dan pathway dari Retensi urine?
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Retensi urine?
7. Untuk mengetahui komplikasi yang akan ditimbulkan dari Retensi
urine ?
8. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari Retensi
urine?
9. Untuk mengetahui dan memahami konsep Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Retensi Urin ?

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih
dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.
Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria.
(Mansjoer, 2000).
Retensio urine adalah ketidak mampuan untuk melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut.(Brunner & Suddarth).
Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih
dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK
UNIBRAW).
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung
kemih sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth,
2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. Hal 1370 ).
Deri beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan retensi urine
merupakan penumpukan dikandung kemih serta ketidak mampuan untuk
mengosongkan kandung kemih secara sempurna.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN


Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang keduanya
harus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya dalam
menyimpan (storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli merupakan
organ berongga yang terdiri atas mukosa, otot polos destrusor, dan serosa. Pada
perbatasan antara buli-buli dan uretra, terdapat sfingter uretra interna yang terdiri
atas otot polos. Sfingter interna ini selalu tertutup pada saat fase miksi atau
pengeluaran (evacuating). Di sebelah distal dari uretra posterior terdapat sfingter

4
uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris dari otot dasar panggul. Sfingters ini
membuka pada saat miksi sesuai dengan perintah dari korteks serebri.
Pada fase pengisian, terjadi relaksasi otot destrusor dan pada fase
pengeluaran urine terjadi kontraksi otot detrusor. Selama pengisian urine, buli-buli
mampu untuk melakukan akomodasi yaitu meningkatkan volumenya dengan
mempertahankan tekanannya dibawah 15 cm H2O, sampai volumenya cukup besar
(Smeltzer, Suzanne C. 2001).
Perubahan normal pada sistem renal dan urinaria akibat penuaan
dirangkum dalam tabel :

Tabel : Perubahan Normal Sistem Renal Dan Urinaria Akibat Penuaan


Perubahan Normal TerkaitUsia ImplikasiKlinis
Penebalan dasar membran Filtrasi darah kurang efisien
Penurunan area permukaan glomerular
Penurunan panjang dan volume tubulus proksimal
Penurunan aliran darah vaskuler
Penurunan masa otot yang tidak berlemak Penurunan total cairantubuh
Peningkatan total lemaktubuh Resiko dehidrasi
Penurunan cairan intra sel
Penurunan sensasi haus
Penurunan kemampuan untuk memekatkan urine Peningkatan resiko
Penurunanhormon yang penting untuk absorpsi osteoporosis
kalsium dari saluran gastrointestinal
Penurunan kapasitas kandung kemih
Peningkatan volume residu peningkatan kontraksi Peningkatan resiko
kandung kemih yang tidak disadari inkontinensia
Atropi pada otot kandung kemih secara umum

5
C. ETIOLOGI
Adapun penyebab dari penyakit retensio urine adalah sebagai berikut:
a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2
S4 setinggi T12L1.Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik
sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi
pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel,tabes doraslis, atau
spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, anatomi
pada pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
c. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur,
batu kecil,tumor pada leher vesika, atau fimosis.
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi
urethra(infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung
kemih.
e. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),
preparat anti depressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat anti histamin
(Pseudoefedrin hidroklorida= Sudafed), preparat penyekat adrenergic
(Propanolol), preparat anti hipertensi (hidralasin) (Mansyoer Arif, dkk.
2001).
Etiologo dari retensi urin juga dapat di kelompokan berdasarkan bentuk-
bentuknya :
no Bentuk-bentuk retensi Penyebab
1 ObstruksiMekanis · Struktururetha
· malformasi saluran kemih
· Malformasi sum-sum belakang
2 Kongenital · Kalkulus Inflamasi
· Trauma Tumor
· Hyperplasia kehamilan
3 Yang di dapat · disfungsi neurologic

6
· refluks ureter oversikalis
· berkurangnya aktifitas peristaltic ureter
4 Obstruksi fungsional · Atrofiobat detrusor
· Cemas, seperti takut nyeri setelah operasi
· Obat-obatan, seperti anesthesia, narkotika
sedatif, adananti, histamin

D. MANIFESTASI KLINIS
Pada retensi urin akut di tandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang
penuh dan distensi kandung keimih yan ringan. Pada retensi kronik ditandai dengan
gejala iritasi kandung kemih (frkuensi,disuria,volume sedikit) atau tanpa nyeri
retensi yang nyata.
Adapun tanda dan gejala dari pnyakit retensi urin ini adalah :
a. Di awali dengan urin mengalir lambat
b. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
c. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
d. Terasa ada tekanan, kadang trasa nyeri dan kadang ingin BAK
e. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
Tanda klinis retensi:
a. Ketidak nyamanan daerah pubis
b. Distensi vesika urinia.
c. Ketidak sanggupan untuk berkemih.
d. Ketidakseimbangan jumlah urin yang di keluarkan dengan asupannya.
Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa terjadi akibat distensi
kandung kemih yang berlebihan gangguan suplai darahpada dinding kandu kemih
dan proliferasi bakteri. Gangguan fungsi renal juga dapat terjadi, khususnya bila
terdapat obstruksi saluran kemih (Smeltzer, Suzanne C. 2001).

7
E. FATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber
penyebabnya antara lain :
1. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan
sensorik. Misalnya DM berat sehingga terjadi neuropati yang
mengakibatkan otot tidak mau berkontraksi.
2. Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih,
obat antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang
rendah) menyebabkan kelemahan pada otot detrusor.
3. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat
(kanker, prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis, stenosis meatus
uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis
leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa
sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor
lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat
miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis
sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang
mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa
hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses
BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan
patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot
perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik.

8
Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian
terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya
terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan,
salah satunya berupa kateterisasi urethra (Smeltzer, Suzanne C. 2001).

9
F. PATHWAY
Supra vesikal Vesikal Intra vesikal
(diabetes milletus) (Batu kandung kemih) (obstruksi kandung
kemih)

Kerusakan medula
Spinalis (kerusakan
Saraf simpatis dan Otot detrusor penyumbatan uretra
Para simpatis Melemah

Neuropati (otot tidak


mau kontraksi)

Distensi kandungkemih

RETENSI URINE

Perubahan Distensi Vesikaurinaria


Status kesehatan vesika urinaria penuh

Ansietas
ANSIETAS menekan gangguan neurologi
Syaraf sekitar

Gangguan eliminasi
NYERI AKUT urine

Brunner and Suddarth. (2010).

10
G. KOMPLIKASI
a. Urolitiasis atau nefrolitiasis
Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal,
sedangkan urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem
urinarius. Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus
urinarius. Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi
tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.
b. Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pada ginjal dan saluran kemih bagian atas.
Sebagian besar kasus pielonefritis adalah komplikasi dari infeksi kandung
kemih (sistitis). Bakteri masuk ke dalam tubuh dari kulit di sekitar uretra,
kemudian bergerak dari uretra ke kandung kemih. Kadang-kadang,
penyebaran bakteri berlanjut dari kandung kemih dan uretra sampai ke
ureter dan salah satu atau kedua ginjal. Infeksi ginjal yang dihasilkan
disebut pielonefritis.
c. Hydronefrosis merupakan penggembungan ginjal yang disebabkan oleh
tersumbatnya aliran air kemih sehingga mengakibatkan tekanan balik
terhadap ginjal.
d. Pendarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah, biasanya akibat cedera
(Smeltzer, Suzanne C. 2001).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine
adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan specimen urine.
b. Pengambilan: steril, random, midstream.
c. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
d. Sistoskopy, BNO IVP

11
Table urinalitis
no Pemeriksaan Normal Abnormal
Merah: menunjukan hematuri (kemungikan
obstruksi urun kalkulus, renalis tumor,
1 Warna Kekuning-kuningan
kegagalan ginjal)

Keruh : terdapat kotoran , sendimen bakteri


2 Kejernihan Jernih
(infeksi urinaria)
Biasanya menunjukan intake cairan semakin
sedikit iritan cairan semakin tinggi bobot
Bobotjenis 1.003-100351
jenis
3
Bila bobot jenih tetap rendah (1.010-1.014)
di duga terdapat penyakit ginjal.
Proteinuria dapat terjadi karena diet tinggi
4 Protein 0-8 mg/dl protein dan karena banyak gerakan (terutama
yang lama)

5 Gula 0 Terlihat pada penyakit renal

Cedera jaringan ginjal


6 Eritrosit 0-4

7 Leukosit 0-5 Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran ginjal, penyakit renal


8 Cast/silinder 0

Alkali bila dibiarkan atau pada infeksi


9 PH 4.6-6.8 ( rata-rata 6.0 ) saluran Kemih .tingkat asam meningkat pada
asidosis tubulus renalis
Keton uria terjadi karena kelaparan dan keton
10 Keton 0
asidosis diabetic

12
I. PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis retensi urin sudah ditegakkan secara benar, penatalaksanaan
ditetapkan berdasarkan masalah yang berkaitan dengan penyebab retensi urinnya.
Pilihannya adalah :
1. Kateterisasi
Syarat-syarat
a. Dilakukan dengan prinsip aseptik digunakan kateter nelaton/sejenis
yang tidak terlalu besar, jenis Foley
b. Diusahakan tidak nyeri agar tidak terjadi spasme dari sfingter.
c. Diusahakan dengan sistem tertutup bila dipasang kateter tetap.
d. Diberikan antibiotika profilaksis sebelum pemasangan kateter 1 x
saja (biasanya tidak diperlukan antibiotika sama sekali). Kateter tetap
dipertahankan sesingkat mungkin, sepanjang masih dibutuhkan.

Teknik kateterisasi
a. Kateter Foley steril, untuk orang dewasa ukuran 16-18 F.
b. Desinfeksi dengan desinfektans yang efektif, tidak mengiritasi kulit
genitalia (tidak mengandung alkohol)
c. Anestesi topikal pada penderita yang peka dengan jelly xylocaine 2-
4% yang dimasukkan dengan semperit 20cc serta "nipple uretra"
diujungnya. Jelly tersebut sekaligus berperan sebagai pelicin. (Pada
batu atau striktura uretra, akan dirasakan hambatan pada saat
memasukkan jelly tersebut)
d. Kateter yang diolesi jelly K-Y steril dimasukkan kedalam uretra.
Pada penderita wanita biasanya tidak ada masalah. Pada penderita
pria, kateter dimasukkan dengan halus sampai urin mengalir (selalu
dicatat jumlah dan warna / aspek urin), kemudian balon
dikembangkan sebesar 5-10 ml.
e. Bila diputuskan untuk menetap, kateter dihubungkan dengan kantong
penampung steril dan dipertahankan sebagai sistem tertutup.

13
f. Kateter di fiksasi dengan plester pada kulit paha proksimal atau
didaerah inguinal dan diusahakan agar penis mengarah kelateral, hal
ini untuk mencegah terjadinya nekrosis akibat tekanan pada bagian
ventral uretra di daerah penoskrotal

Perawatan Kateter tetap


a. Penderita dengan kateter tetap harus minum banyak untuk menjamin
diuresis
b. Melaksanakan kegiatan sehari-hari secepatnya bila keadaan
mengijinkan Membersihkan ujung uretra dari sekrit dan darah yang
mengering agar pengaliran sekrit dan lumen uretra terjamin.
c. Mengusahakan kantong penampung urin tidak melampaui ketinggian
buli-buli agar urin tidak mengalir kembali kedalamnya
d. Mengganti kateter (nelaton) setiap dua minggu bila memang masih
diperlukan untuk mencegah pembentukan batu (kateter silikon :
penggantian setiap 6-8 minggu sekali)

2. Sistostomi suprapubik
a. Sistostomi Trokar
Indikasi :
1) Kateterisasi gagal : striktura, batu uretra yang menancap
(impacted).
2) Kateterisasi tidak dibenarkan : kerobekan uretra path trauma.
Syarat-syarat:
1) Retensi urin dan bull-buli penuh, kutub atas lebih tinggi
pertengahan jarak antara simfisis –umbilikus
2) Ukuran kateter Foley lebih kecil daripada celah dalam trokar
(< - > 20F) dorongan kelewatan sehingga trokar menembus
dinding belakang buli-buli.

14
b. Sistostomi Terbuka
Indikasi :
1) lihat sistostomi trokar
2) bila sistostomi trokar gagal
3) bila akan melakukan tindakan tambahan seperti mengambil batu
di dalam buli-buli, evaluasi gumpalan darah, memasang "drain"
di rongga Retzii, dan sebagainya.
Perawatan kateter sistostomi jauh lebih sederhana daripada
kateter tetap melalui uretra. Demikianpula penggantian kateter
sistostomi setiap dua minggu, lebih mudah dan tidak menimbulkan
nyeriyang berarti. Kadang-kadang saja urin merembes di sekitar
kateter.

3. Pungsi Buli-Buli
Merupakan tindakan darurat sementara bila keteterisasi tidak berhasil
dan fasilitas / sarana untuksistostomi baik trokar maupun terbuka tidak
tersedia. Digunakan jarum pungsi dan penderitasegera dirujuk ke pusat
pelayanan dimana dapat dilakukan sistostomi. Penderita dan keluarga
harus diberi informasi yang jelas tentang prosedur ini karena tanpatindakan
susulan sistostomi, buli-buli akan terisi penuh kembali dan sebagian urin
merembesmelalui lubang bekas pungsi.

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan Kasus Retensio Urine


A. Pengkajian
a. Identitas klien.
b. Riwayat kesehatan umum
1) Riwayat kesehatan keluarga
2) Riwayat kesehatan klien.
a) Bagaimana frekuensi miksinya,
b) Adakah kelainan waktu miksi
c) Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara
umum
d) Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit lain
e) Apakah terdapat mual mutah atau edema
f) Bagaimana keadaan urinnya
g) Adakah secret atau darah yang keluar
h) Adakah hambatan seksual
i) Bagaimana riwayat menstruasi
j) Bagaimana riwayat kehamilan
k) Adakah rasa nyeri
c. Data fisik Inpeksi
1) Seluruh tubuh dan daerah genital Palpasi
2) Pada daerah abdomen Auskultasi : kuadran atas abdomen dilakukan
untuk mendeteksi.
3) Tingkat kesadaran
4) Tinggi Badan
5) Berat Badan
6) Tanda-tanda Vital

16
d. Data Psikologis
1) Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit Tingkat adaptasi
pasien terhadap penyakit Persepsi pasien terhadap penyakit.
2) Data social, budaya, spiritual Umum :
a) Hubungan dengan orang lain
b) Kepercayaan yang dianut dan keaktifanya dalam kegiatan
Pengkajian keperawatan Tanda-tanda dan gejala retensi urine
mudah terlewatkan kecuali bila perawat melakukan pengkajian
secara sadar terhadap tanda dan gejala tersebut. Oleh karna itu
,pengkajian keperawatan harus memperhatikan masalah
berikut:
 Kapan urinasi terakhir dilakukan dan berapa banyak urine
yang dieliminasikan?
 Apakah pasien mengeluarkan urine sedikit-sedikit dengan
sering?
 Apakah urine yang keluar itu menetes?
 Apakah pasien mengeluh adanya rasa nyeri atau gangguan
rasa nyaman pada abdomen bagian bawah?
 Apakah ada massa bulat yang muncul dari pelvis?
 Apakah perkusi didaerah suprapubik menghasilkan suara
yang pekak?
 Adakah indicator lain yang menunjukan retensi kandung
kemih seperti kegelisahan dan agitasi?

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.
b. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan infeksi bladder, gangguan
neurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.
c. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra.

17
C. Intervensi Keperawatan

no Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Nyeri NOC : NIC :


 Pain Level, Pain Management
Definisi :  Pain control, - Lakukan
Sensori yang tidak  Comfort level pengkajian nyeri
menyenangkan dan Kriteria Hasil : secara
pengalaman emosional - Mampu mengontrol nyeri komprehensif
yang muncul secara aktual (tahu penyebab nyeri, mampu termasuk lokasi,
atau potensial kerusakan menggunakan tehnik karakteristik,
jaringan atau nonfarmakologi untuk durasi, frekuensi,
menggambarkan adanya mengurangi nyeri, mencari kualitas dan faktor
kerusakan (Asosiasi Studi bantuan) presipitasi
Nyeri Internasional): - Melaporkan bahwa nyeri - Observasi reaksi
serangan mendadak atau berkurang dengan nonverbal dari
pelan intensitasnya dari menggunakan manajemen ketidaknyamanan
ringan sampai berat yang nyeri - Gunakan teknik
dapat diantisipasi dengan - Mampu mengenali nyeri komunikasi
akhir yang dapat (skala, intensitas, frekuensi terapeutik untuk
diprediksi dan dengan dan tanda nyeri) mengetahui
durasi kurang dari 6 - Menyatakan rasa nyaman pengalaman nyeri
bulan. setelah nyeri berkurang pasien
- Tanda vital dalam rentang - Kaji kultur yang
Batasan karakteristik : normal mempengaruhi
- Laporan secara verbal respon nyeri
atau non verbal
- Fakta dari observasi

18
- Posisi antalgic untuk - Evaluasi
menghindari nyeri pengalaman nyeri
- Gerakan melindungi masa lampau
- Tingkah laku berhati- - Evaluasi bersama
hati pasien dan tim
- Muka topeng kesehatan lain
- Gangguan tidur (mata tentang
sayu, tampak capek, ketidakefektifan
sulit atau gerakan kontrol nyeri masa
kacau, menyeringai) lampau
- Terfokus pada diri - Bantu pasien dan
sendiri keluarga untuk
- Fokus menyempit mencari dan
(penurunan persepsi menemukan
waktu, kerusakan dukungan
proses berpikir, - Kontrol
penurunan interaksi lingkungan yang
dengan orang dan dapat
lingkungan) mempengaruhi
- Tingkah laku nyeri seperti suhu
distraksi, contoh : ruangan,
jalan-jalan, menemui pencahayaan dan
orang lain dan/atau kebisingan
aktivitas, aktivitas - Kurangi faktor
berulang-ulang) presipitasi nyeri
- Respon autonom - Pilih dan lakukan
(seperti diaphoresis, penanganan nyeri
perubahan tekanan (farmakologi, non
darah, perubahan

19
nafas, nadi dan farmakologi dan
dilatasi pupil) inter personal)
- Perubahan autonomic - Kaji tipe dan
dalam tonus otot sumber nyeri
(mungkin dalam untuk menentukan
rentang dari lemah ke intervensi
kaku) - Ajarkan tentang
- Tingkah laku teknik non
ekspresif (contoh : farmakologi
gelisah, merintih, - Berikan analgetik
menangis, waspada, untuk mengurangi
iritabel, nafas nyeri
panjang/berkeluh - Evaluasi
kesah) keefektifan
- Perubahan dalam kontrol nyeri
nafsu makan dan - Tingkatkan
minum istirahat
- Kolaborasikan
Faktor yang berhubungan dengan dokter jika
: ada keluhan dan
Agen injuri (biologi, tindakan nyeri
kimia, fisik, psikologis) tidak berhasil
- Monitor
penerimaan pasien
tentang
manajemen nyeri

20
Analgesic
Administration
- Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
- Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
- Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya nyeri
- Tentukan
analgesik pilihan,
rute pemberian,
dan dosis optimal
- Pilih rute
pemberian secara

21
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
- Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik pertama
kali
- Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
- Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)

2 Gangguan eliminasi urin NOC NIC


Definisi : Disfungsi pada Urinary Retention
 Urinary elimination
eliminasi urine Care
 Urinary Contiunence
 Lakukan penilaian
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil :
kemih yang
komprehensif
 Disuria  Kandung kemih kosong
berfokus pada
 Sering berkemih secara penuh
inkontinensia
 Anyang-anyangan  Tidak ada residu urine > 100-
(misalnya, output
 Inkontinensia 200 cc
urin, pola berkemih

22
 Nokturia  Intake cairan dalam rentang kemih, fungsi
 Retensi normal kognitif, dan
 Dorongan  Bebas dari ISK masalah kencing
 Tidak ada spasme bladder praeksisten)
Faktor Yang
 Balance cairan seimbang  Memantau
Berhubungan :
penggunaan obat
dengan sifat
 Obstruksi anatomic
antikolinergik atau
 Penyebab multiple
properti alpha
 Gangguan sensori
agonis
motorik
 Memonitor efek
 lnfeksi saluran kemih
dari obat-obatan
yang diresepkan,
seperti calcium
channel blockers
dan antikolinergik
 Menyediakan
penghapusan
privasi
 Gunakan kekuatan
sugesti dengan
menjalankan air
atau disiram toilet
 Merangsang
refleks kandung
kemih dengan
menerapkan dingin
untuk perut,

23
membelai tinggi
batin, atau air
 Sediakan waktu
yang cukup untuk
pengosongan
kandung kemih (10
menit)
 Gunakan spirit
wintergreen di
pispot atau urinal
 Menyediakan
manuver Crede,
yang diperlukan
 Gunakan double-
void teknik
 Masukkan kateter
kemih, sesuai
 Anjurkan pasien /
keluarga untuk
merekam output
urin, sesuai
 Instruksikan cara-
cara untuk
menghindari
konstipasi atau
impaksi tinja
 Memantau asupan
dan keluaran

24
 Memantau tingkat
distensi kandung
kemih dengan
palpasi dan perkusi
 Membantu dengan
toilet secara
berkala
 Memasukkan pipa
ke dalam lubang
tubuh untuk sisa
 Menerapkan
kateterisasi
intermiten
 Merujuk ke
spesialis
kontinensia kemih

3 Ansietas NOC NIC


Definisi : perasaan tidak  Anxiety level Anxiety Reduction
nyaman atau kekawatiran  Social anxieety level (penurunan
yang samar disertai Kriteria Hasil : kecemasan)
respon autonom (sumber  Klien mampu - Gunakan
sering kali tidak spesifik mengidentifikasi dan pendekatan yang
atau tidak diketahui oleh mengungkapkan gejala menenangkan
individu); perasaan takut cemas - Nyatakan dengan
yang disebabkan oleh  Mengidentifikasi, jelas harapan
antisipasi terhadap mengungkapkan dan terhadap perilaku
bahaya. Hal ini menunjukkan teknik untuk pasien
merupakan isyarat mengontrol cemas - Jelaskan semua
kewaspadaan yang prosedure dan apa

25
memperingatkan individu  Vital sign dalam batas yang dirasakan
akan adanya bahaya dan normal selama prosedure
kemampuan individu  Postur tubuh, ekspresi wjah, - Pahami perspektif
untuk bertindak bahas tubuh dan tingkat pasien terhadap
menghadapi ancaman. aktivitas menunjukkan situasi stres
Batasan karakteristik : berkurangnya kecemasan - Temani pasien
 Perilaku : untuk memberikan
- penurunan keamanan dan
aktivitas mengurangi takut
- gerakan yang - Dorong keluarga
irelevan untuk mnenmani
- gelisah anak
- melihat sepintas - Lakukan
- insomnia back/neck rub
- kontak mata yang - Dengarkan dengan
buruk penuh perhatian
- mengekspresikan - Identifikasi tingkat
kekawatiran kecemasan
karena perubahan - Bantu pasien
peristiwa hidup mengenal situasi
- agitasi yang menimbulkan
- mengintai kecemasan
- tampak waspada - Dorong pasien
 afektif untuk
- gelisah, distres mengungkapkan
- kesedihan yang perasaan,
mendalam ketakutan, persepsi
- ketakutan

26
- perasaan tidak - Instruksikan pasien
adekuat menggunakan
- berfokus pada diri teknik relaksiasi
sendiri - Berikan obat untuk
- peningkatan mengurangi
kewaspadaan kecemasan
- iritabilitas Relaxation therapy
- gugup senang - Jelaskan alasan
berlebihan untuk relaksasi dan
- rasa nyeri yang manfaat, batas, dan
meningkatkan jenis relaksasi
ketidakberdayaan yang tersedia
- peningkatan rasa - Menciptakan
ketidakberdayaan lingkungan yang
yang peresisten tenang dengan
- bingung, menyesal cahaya redup dan
- ragu atau tidak suhu yang nyaman
percaya diri senyaman
- khawatir mungkin
 fisiologis - Ajak pasien untuk
- wajah tegang, bersantai dan
tremor tangan membiarkan
- peningkatan sensasi terjadi
keringat - Menunjukkan dan
- peningkatan berlatih teknik
ketegangan relaksasi dengan
- gemetar, tremor pasien
- suara bergetar
 simpatik :

27
- anoreksia
- eksitasi
kardiovaskuler
- diare, mulut
kering
- wajah merah
- jantung berdebar-
debar
- peningkatan
tekanan darah
- peningkatan
denyut nadi
- peningkatan
refleks
- peningkatan
frekuensi
pernafasan, pupil
melebar
- kesulitan bernafas
- vasokonstriksi
superfisial
- lemah, kedutan
pada otot
 Parasimpatik
- Nyeri abdomen
- Penurunan
tekanan darah
- Penurunan denyut
nadi

28
- Diare, mual,
vertigo
- Letih, gangguan
tidur
- Kesemutan pada
ekstremitas
- Sering berkemih
- Ayang-ayangan
- Dorongan segera
berkemih
 Kognitif
- Menyadari gejala
fisiologis
- Bloking fikiran,
konfusi
- Penurunan lapang
persepsi
- Kesulitan
berkonsentrasi
- Penurunan
kemampuan
belajar
- Penurunan
kemampuan untuk
memecahkan
masalah
- Ketakutan
terhadap

29
konsekuensi yang
tidak spesifik
- Lupa, gangguan
perhatian
- Khawatir,
melamun
- Cenderung
menyalahkan
orang lain
Faktor yang
berhubungan :
 Perubahan dalam
(status ekonomi,
lingkungan, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi
peran, status peran)
 Pemajanan toksin
 Terkait keluarga
 Herediter
 Infeksi/kontaminan
interpersonal
 Penularan penyakit
interpersonal
 Krisis maturasi,
krisis situasional
 Stres, ancaman
kematian

30
 Penyalahgunaan
obat
 Ancaman pada
(status ekonomi,
lingkungan, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi
peran, status peran,
konsep diri)
 Konflik tidak
disadari mengenai
tujuan penting
hidup
 Konflik tidak
disadari mengenai
nilai yang
esensial/penting
 Kebutuhan yang
tidak terpenuhi

4 Resiko infeksi NOC NIC


Definisi : mengalami  Immune status Infection Control
peningkatan resiko  Knowledge : infection (kontrol infeksi)
terserang organisme control - Bersihkan
patogenik  Risk control lingkungan setelah
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : dipakai pasien lain
 Penyakit kronis  Klien bebas dari tanda dan - Pertahankan teknik
- Diabetes militus gejala infeksi isolasi
- Obesitas

31
 Pengetahuan yang  Mendiskripsikan proses - Batasi pengunjung
tidak cukup untuk penularan penyakit, faktor bila perlu
menghindari yang mempengaruhi - Instruksikan pada
pemejanan patogen penularan serta pengunjung untuk
 Pertahanan tubuh penatalaksananaannya mencuci tangan
primer yang tidak  Menunjukkan kemampuan saat berkunjung
adekuat untuk mencegah timbulnya dan setelah
- Gangguan infeksi berkunjung
peritalsis  Jumlah leukosit dalam batas meninggalkan
- Kerusakan normal pasien
integeritas kulit  Menunjukkan perilaku hidup - Gunakan sabun
(pemasangan sehat antimikroba untuk
kateter intravena, cuci tangan
prosedure invasif ) - Cuci tangan setiap
- Perubahan sekresi sebelum dan
pH sesudah tindakan
- Penurunan kerja keperawatan
siliaris - Gunakan baju,
- Pecah ketuban sarung tangan
dini sebagai alat
- Pecah ketuban pelindung
lama - Pertahankan
- Merokok lingkungan aseptik
- Stasis cairan tubuh selama
- Trauma jaringan pemasangan alat
(misalnya trauma - Ganti letak IV
destruksi jaringan) perifer dan line
 Ketidakadekuatan central dan dresing
pertahanan sekunder

32
- Penurunan sesuai dengan
hemoglobin petunjuk umum
- Imunosupresi - Guunakan kateter
(misalnya intermiten untuk
imunitas didapat menurunkan
tidak adekuat, infeksi kandung
agen kemih
farmaseutikal - Tingkatkan intake
termasuk nutrisi
imunosupresan, - Berikan terapi
steroid, antibodi antibiotik bila
monoklonial, perlu infection
imunomodulator) protection
- Supresi respon (proteksi terhadap
inflamasi infeksi)
 Vaksinasi tidak - Monitor tanda dan
adekuat gejala infeksi
 Pemajanan terhadap sistemik dan lokal
patogen lingkungan - Monitor hitung
meningkat granulosit, WBC
- Wabah - Monitor
 Prosedur invasif kerentanan
Malnutrisi terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Sharing
pengunjung dari
penyakit menular

33
- Pertahankan teknik
asepsis pada pasien
yang beresiko
- Pertahankan teknik
isolasi k/p
- Berikan perawtan
kulit pada epidema
- Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase
- Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
- Dorong masukan
nutrisi yang cukup
- Dorong masukan
cairan
- Dorong istrirahat
- Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara
menghindari
infeksi

34
- Laporkan
kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

35
D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun.

E. Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.
 Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol
 Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas dengan tepat
2. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan infeksi bladder, gangguan
neurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.
 Berkemih dengan jumlah yang cukup
 Tidak teraba distensi kandung kemih
3. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
 Mengakui dan mendiskusikan takut/masalah
 Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah
tampak rileks/istirahat
 Menyatakan pemahaman proses penyakit.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra.
 Mencapai waktu penyembuhan dan tidak mengalami tanda infeksi.

36
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan hasil analisa dari bab I sampai pada bab III dapat
disimpulkan bahwa: Retensio urine adalah ketidakmampuan melakukan urinasi
meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut atau tertahanya
urine didalam kandung kemih.
Klien dengan retensio urine dapat terjadi karena berbagai factor seperti:
Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, Terjadinya prolap
Uteri, dan kelainan patologi urethra.
Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan dan Penatalaksanaan pada kasus
retensio urine dengan cara : Kateterisasi urethra, Dilatasi urethra dengan boudy,
dan Drainage suprapubik.

37
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th
Edition. China : LWW.

Depkes RI Pusdiknakes. 1995. Asuhan Keperawatan Pasiendengan Gangguan


dan Penyakit Urogenital. Jakarta: Depkes RI.

Doenges E. Maril ynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C


Alice.(2000). RencanaAsuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Mansyoer Arif, dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran Jilid 1 Edisi ke tiga. Jakarta:
Media Aesculapius.

Raha, vast. 2013. Retensi urin. Diakses melalui


https://www.slideshare.net/septianraha/retensi-urine?from_action=save
Vast Raha . tanggal 31 agustus 2018

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner &


Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

38

Anda mungkin juga menyukai