Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLELITIASIS

A. Definisi kolelitiasis
Kololitiasis adalah material atau kristal yang terbentuk dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada keduanya (Tuuk,
Panelewen, & Noersasongko, 2016). Menurut gambaran makroskopis dan
komposisi kimianya, batu empedu digolongkan menjadi 3 golongan :
1. Batu kolestrol
Berbentuk oval, multivokal, dan mengandung lebih daro 70% kolestrol.
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi (Williams, 2003).
B. Etiologi kolelitiasis
Penyebab pasti kolelitiasis belum diketahui secara pasti. Satu teori
menyatakan bahwa kolelitiasis dapat menyebabkan supersaturasi empedu di
kandung empedu, setelah beberapa lama, empedu yang sudah mengalami
supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu (William,
2003). Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu diantaranya usia, jenis
kelamin perempuan, kehamilan, kontrasepsi, obesitas, genetik, Tuuk,
Panelewen, Noersasongko: Profil pasien batu empedu. penurunan berat
badan yang cepat, diet rendah serat, sindrom metabolik, dan sirosis hepatis
(Tuuk, Panelewen, & Noersasongko, 2016).
C. Menifestasi klinis
1. Sebagian bersifat asimtomatik
2. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar
ke punggung atau region bahu kanan
3. Sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kilik melainkan persistem

1
4. Mual dan muntah serta demam
5. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu di dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas seperti : getah empedu tidak dibawa lagi
ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
membuat kulit dan mukosa berwarna kuning. Keadaan ini biasa disertai
dengan gejala gatal-gatal pada kulit
6. Perubahan warna urine dan fesesregurgitasi gas : flatus dan sendawa
7. Penurunan jumlak vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal
D. Patofisiologi kolelitiasis
Patogenesis terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan
kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol terbentuk
ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan
empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal
yang selanjutnya membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan
tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh
(supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses
pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi
kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya (Gustawan, 2007
di kutip oleh Amelia, 2013).
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis
empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim b-
glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam
patogenesis batu pigmen pada pasien dinegara Timur. Hidrolisis bilirubin
oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan
mengendap sebagai calcium bilirubinate. enzim b-glucuronidase bakteri
berasal kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat
dihambat glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien dengan diet
rendah protein dan rendah lemak (Lesmana, 2006 di kutip oleh Amelia,
2013).

2
Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien
sirosis, penyakit hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu
pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin tak terkonyugasi dalam
cairan empedu. Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan sekresi
bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna
(penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi ini
kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas membentuk
kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses adifikasi
yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini
merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk
terikat dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal
proses terbentuknya batu (Gustawan, 2007 di kutip oleh Amelia, 2013).
Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus
biliaris yang terinfeksi. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak
kolesterol dibanding batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu
mengandung empedu dan kolesterol yang sangat jenuh. Garam asam lemak
merupakan komponen penting dalam batu pigmen coklat. Palmitat dan stearat
yang merupakan komponen utama garam tersebut tidak dijumpai bebas dalam
empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Kondisi stasis dan
infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat (Gustawan, 2007 di
kutip oleh Amelia, 2013). Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu
dalam saluran empedu, bakteri memproduksi enzim b-glucuronidase yang
kemudian memecah bilirubin glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi.
Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam
empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh dan
enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi asam
empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan
kalsium membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat, garam
kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol membentuk
suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin
(Gustawan, 2007 di kutip oleh Amelia, 2013).

3
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiologis
3. USG, Kolesistografioral, ERC
4. Foto polos abdomen
F. Penatalaksanaan
1. Non bedah
a. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti
terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat
menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama
batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%,
terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya
harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu
kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
b. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah
batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. ESWL sangat
populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-manfaat
pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.

4
c. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di
dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak
lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil
dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita
yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur
ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya
efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua,
yang kandung empedunya telah diangkat
2. Bedah
a. Kolesistomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
dengan kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik bililaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut
b. Kolesistektomi laparoskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau
kendung empedu dengan batu besar derdiameter lebih dari 2 cm.
kelebihan yang diperoleh pasien luka operasi kecil (2-10 mm)
sehingga nyeri pasca bedah minimal
G. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.

5
2. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien
merasakan nyeri/gatal tersebut.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis
4. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : kelemahan
Obyektif : kelelahan
b. Sirkulasi
Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
c. Eliminasi :
Subyektif : Perubahan pada warna urine dan feces

6
Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran
kanan atas, urine pekat .
d. Makan / minum (cairan)
Subjektif : Anoreksia, Nausea/vomit, Tidak ada toleransi makanan
lunak dan mengandung gas, Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi,
Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn), Ada peristaltik,
kembung dan dyspepsia.
Obyektif : Kegemukan, Kehilangan berat badan (kurus).
e. Nyeri/ Kenyamanan
Subjektif : Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu,
Nyeri apigastrium setelah makan, Nyeri tiba-tiba dan mencapai
puncak setelah 30 menit.
Objektif : Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot
meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan
menunjukan tanda marfin (+).
f. Respirasi
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal,
rasa tak nyaman.
g. Keamanan
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus ,
cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).
h. Belajar mengajar
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami
batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan /
peradangan pada saluran cerna bagian bawah.
5. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan / nekrisis.
b. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi terhadap) berhubungan
dengan muntah, distensi dan hipermotilitas gaster, gangguan proses
pembekuan.

7
c. Resiko tinggi perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, mual muntah,
dispepsia, nyeri.
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosa, pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
6. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan / nekrisis
Tujuan : Nyeri terkontrol, teradaptasi Kriteria hasil :
1) Penurunan respon terhadap nyeri (ekspresi)
2) Laporan nyeri terkontrol
Intervensi :
1) Observasi catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri.
Rasional :membantu mengidentifikasi nyeri dan memberi
informasi tentang terjadinya perkembangannya.
2) Catat respon terhadap obat nyeri.
Rasional :nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin
dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.
3) Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman.
Rasional :posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intra
abdominal.
4) Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam).
Rasional :meningkatkan istirahat dan koping.
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan).
Rasional :mendukung mental psikologik dalam persepsi tentang
nyeri
6) Kompres hangat
Rasional :dilatasi dingin empedu spasme menurun
7) Kolaborasi :
Antibiotik, Analgetik, Sedatif, Relaksasi otot halus

8
b. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi terhadap) berhubungan
dengan muntah, distensi dan hipermotilitas gaster, gangguan proses
pembekuan.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit yang baik
2) Membran mukosa lembab
3) Pengisian kapiler baik
4) Urine cukup
5) TTV stabil
6) Tidak ada muntah
Intervensi :
1) Pertahankan intakke dan output cairan.
Rasional : mempertahankan volume sirkulasi.
2) Awasi tanda rangsangan muntah.
Rasional : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan
pembatasan pemasukan oral menimbulkan degfisit natrium,
kalium dan klorida.
3) Anjurkan cukup minum (1 botol aqua 1500 ml/hr).
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.
4) Kolaborasi :
Pemberian antiemetik, Pemberian cairan IV.
c. Resiko tinggi perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, mual muntah,
dispepsia, nyeri.
Tujuan : Menunjukkan kestabilan BB
Krieteria hasil : BB stabil, laporan tidak mual muntah
Intervensi :
1) Kaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh.
Rasional : mengidentifikasi jumlah intake kalori yang
diperlukan tiap hari.

9
2) Timbang BB sesuai indikasi.
Rasional : mengawali keseimbangan diet.
3) Diskusi menu yang disukai dan ditoleransi.
Rasional : meningkatkan toleransi intake makanan.
4) Anjurkan gosok gigi sebelum atau sesudah makan.
Rasional : menjaga kebersihan mulut agar tidak bau dan
meningkatkan nafsu makan.
5) Konsultasi pada ahli gizi untuk menetapkan diit yang tepat.
Rasional : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual
melalui rute yang paling tepat.
6) Anjurkan mengurangi makan na berlemak dan menghasilkan
gas.
Rasional : pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada
kandung empedu dan nyeri.
7) Berikan diit rendah lemak.
Rasional : mencegah mual dan spasme.
8) Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak.
Rasional : menunjukkan ketidaknyamanan berhubungan dengan
gangguan pencernaan, nyeri gas.
9) Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan
distensi abdomen.
10) Kolaborasi :
Nutrisi total, garam empedu.
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosa, pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
Tujuan : menyatakan pemahaman klien
Kriteria hasil :
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam
pengobatan
Intervensi :

10
1) Kaji informasi yang pernah didapat.
Rasional : mengkaji tingkat pemahaman klien.
2) Beri penjelasan tentang penyakit, prognosa, dan tindakan
diagnostik.
Rasional : memungkinkan terjadinya partisipasi aktif.
3) Beritahukan diet yang tepat, teknik relaksasi, untuk persiapan
operasi.
4) Anjurkan untuk menghindari makanan atau minuman tinggi
lemak.
Rasional : mencegah / membatasi terulangnya serangan kandung
empedu.
5) Diskusikan program penurunan berat badan.
Rasional : kegemukan adalah faktor resiko terjadinya
colesistitis.
6) Kaji ulang program obat, kemungkinan efek samping.
Rasional : batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka
panjang

11
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, S. (2013 ). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Perkotaan pada Pasien Kolelitiasis Di ruang Bedah lantai 5 RSPAD Gatot
Soebroto. FIK UI.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Mediaaction.

Amelia, S. (2013 ). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


pada Pasien Kolelitiasis Di ruang Bedah lantai 5 RSPAD Gatot Soebroto. FIK UI.

Tuuk, A. L., Panelewen, J., & Noersasongko, D. (2016). Prifil kasus batu empedu Di RSUD
Prof. Dr. R. D. Kandao Manado periode Oktober 2015 - Oktober 2016. Jurnal e-
Clinic (eCI), volume 4, nomor 2.

12

Anda mungkin juga menyukai