Anda di halaman 1dari 26

PEMENUHAN TUGAS KEPERAWATAN DEWASA SISTEM ENDOKRIN,

PENCERNAAN,PERKEMIHAN DAN IMUNOLOGI

ASUHAN KEPERAWATAN KOLELIATIASIS

Dosen perngampu : Dwi Retnaningsih S.Kep.,Ns.,M.Kes.,K.Kep

Disusun Oleh :

Nama : FAIZ LUTFI HAKIM

Nim : 2107066

Prodi : S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

TAHUN 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya yang berjudul “Asuhan Keperawatan Ileus Obstruktif” Di susun untuk memenuhi
syarat salah satu tugas Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Perencanaan, Perkemihan dan
imunologi Tahun Ajaran 2022-2023.

Makalah ini berisikan penjelasan mengenai Teori dan Asuhan Keperawatan pada
kasus Ileus Obstruktif

Semoga Makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada kita
semua. Adapun, penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami
mohon maaf apabila terdapat keselahan dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca
makalah ini dapat memberikan kritik dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami
bisa menyusun makalah yang lebih baik lagi.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan dalam usus. Fungsi dari
empedu sendiri sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu
proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu. Selain
membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari tubuh, seperti pembuangan
hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
Garam empedu bersifat digestif dan memperlancar kerja enzim lipase dalam memecah
lemak yang telah di cernakan (gliseril dan asam lemak) dengan cara menurunkan
tegangan permukaan endothelium yang menutupi vili.
Faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang terkena kolelitiasis adalah usia, jenis
kelamin perempuan, berat badan, kehamilan, kebiasaan makan dan perubahan gaya hidup
masyarakat. Orang di atas usia 40 lebih mungkin untuk mengembangkan kolelitiasis
daripada orang yang lebih muda. (Rahayu, 2019). Kolelitiasis atau batu empedu
merupakan penyakit yang memiliki batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu atau keduanya. Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang menyerang
kandung empedu dan salurannya adalah kolelitiasis.
Peran perawat yaitu sebagai pemberi layanan asuhan keperawatan kepada pasien, yaitu
peran sebagai pelaksana dan pendidik. Saat perawat berperan sebagai pelaksana yaitu
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara professional seperti memberikan
dukungan positif kepada pasien supaya memiliki perasaan yang baik kepada diri sendiri.
Hal inilah yang menjadi dasar bagi perawat untuk memberikanintervensi keperawatan
secara komprehensif seperti: biologi, psikologis, sosial, dan spiritual melalui proses
asuhan keperawatan meliputi pengkajian, analisis data, intervensi, implementasi, dan
evaluasi.

1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mendeskripsikan asuhan keperawatan untuk pemenuhan kebutuhan aman nyaman nyeri
pada pasien post op kolelitiasis.

b. Tujuan Khusus
a) Mendeskripsikan pengkajian keperawatan pada kebutuhan aman nyaman nyeri
pada pasien post op kolelitiasis.
b) Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada kebutuhan aman nyaman nyeri pada
pasien post op kolelitiasis.
c) Mendeskripsikan perencanaan keperawatan pada kebutuhan aman nyaman nyeri
pada pasien post op kolelitiasis.
d) Mendeskripsikan tindakan keperawatan pada kebutuhan aman nyaman nyeri pada
pasien post op kolelitiasis.
e) Mendeskripsikan evaluasi tindakan keperawatan pada kebutuhan aman nyaman
nyeri pada pasien post op kolelitiasis.

BAB II
TINJAUAN MASALAH

2.1. Definisi

Kolelitiasis (batu empedu) adalah kristal yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu,
saluran empedu, atau keduanya. Batu empedu terbagi menjadi tiga jenis yaitu batu kolestrol,
batu pigmen (batu bilirubin), dan batu campuran. Batu pigmen terdiri dari pigmen coklat dan
pigmen hitam, dan batu kolestrol adalah jenis yang paling sering dijumpai. Batu kolestrol
umumnya berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Batu pigmen kalsium bilirubunan (pigmen coklat) umumnya berwarna coklar atau
coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium bilirubinat sebagai
komponen utama, batu pigmen coklat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Batu pigmen hitam biasanya ditemukan pada pasien hemolisis kronik atau
sirosis hati dan terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Batu campuran merupakan
campuran kolestrol yang mengandung kalsium. Jumlah pasien kolelitiasis di Indonesia
mengalami peningkatan disebabkan oleh hal yang berhubungan dengan kebiasaan sehari hari
seperti mengkonsumsi makanan tinggi lemak, merokok, makanan berserat rendah, minuman
alkohol, program penurunan berat badan yang cepat, dan kurang mengkonsumsi makanan
berprotein.

Kolesterol bersifat tidak larut air sehingga dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam
empedu yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu, jika konsentrasi kolesterol
melebihi kapasitas solubilasi empedu atau supersaturasi maka kolesterol akan menggumpal
menjadi kristal kristal kolesterol yang padat kemudian kristal tersebut lama kelamaan akan
bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu.

2.2. Anatomi fisiologis hepar & empedu

a. Anatomi Kandung empedu

Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran berotot.
Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati, sampai di pinggiran
depannya. Panjangnya 8-12 cm dan dapat berisi kira-kira 60 cm. Kandung empedu terbagi
dalam sebuah fundus, badan, dan leher serta terdiri atas tiga pembungkus:

a. Disebelah luar pembungkus serosa peritoneal

b. Disebelah tengah jaringan berorot tak bergaris.

c. Disebelah dalam membrane mukosa, yang bersambung dengan lapisan saluran empedu/
membran mukosanya memuat sel epitel silinder yang mengeluarkan secret musin dan cepat
mengabsorpsi air dan elektrolit tetapi tidak garam empedu atau pigmen, karena itu
empedunya menjadi pekat. Duktus sistikus kira-kira 3,5 cm panjangnya. Berjalan dari leher
kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus sambil membentuk saluran
empedu ke duodenum (Pearce, 2016). Suplai darah ke kandung empedu berasal dari arteri
sistika yang berasal dari arteri hepatikus kanan. Aliran vena pada kandung empedu biasanya
melalui hubungan antara vena vena kecil. Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu
langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan
akhirnya menuju vena portal. Aliran limfatik dari kandung empedu menyerupai aliran
venanya. Cairan limfa mengalir dari kandung empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan
masuk ke sebuah nodus atau sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada akhirnya
akan masuk ke nodus pada vena portal.

b. Fisiologi Kandung empedu

Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu. Juga melakukan fungsi
penting yaitu getah empedu yang tersimpan didalamnya dibuat pekat. Cairan empedu
dibentuk oleh hepatosit, sekitar 600 mL per hari, terdiri dari air, elektrolit, garam empedu,
kolesterol, fosfolipid, bilirubin, dan senyawa organik terlarut lainnya. Kandung empedu
bertugas menyimpan dan menkonsentrasikan empedu pada saat puasa. Kira-kira 90% air dan
elektrolit direasorbsi oleh epitel kandung empedu, yang menyebabkan empedu kaya akan
konstituen organic. Kandung empedu dapat menyimpan 40-60 ml empedu. Empedu disimpan
dalam kantung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah
rangsangan makanan. Aliran cairan empedu diatur 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan juga sfingter koledokus. Empedu memiliki fungsi,
yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, juga berperan membantu pembuangan
limbah tubuh, salah satunya ialah hemoglobin yang berasal dari penghancuran eritrosit dan
kolesterol yang berlebih, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan
vitamin yang larut didalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu
melepas pelepasan air oleh usus besar untuk menggerakan billirubin (pigmen utama dari
empedu) dibuang kedalam empedu sebagai limbah dari eritrosit yang dihancurkan, serta obat
dan limbah lainnya dibuang dalam empedu. dan selanjutnya dibuang dari tubuh. Garam
empedu kembali diserap kedalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali
kedalam empedu.

c. Fisiologis hepar
Hati adalah organ penting dalam tubuh manusia yang bertanggung jawab untuk
berbagai fungsi yang membantu mendukung metabolisme, kekebalan, pencernaan,
detoksifikasi, penyimpanan vitamin di antara fungsi lainnya. Ini terdiri dari sekitar 2%
dari berat badan orang dewasa. Hati adalah organ yang unik karena suplai darah
ganda dari vena portal (sekitar 75%) dan arteri hepatik (sekitar 25%). Penting untuk
diketahui bahwa empedu dan aliran darah berlawanan arah satu sama lain. Ini masuk
akal karena hati menghasilkan empedu, jadi empedu di saluran meninggalkan
hati; sedangkan, suplai darah ganda memasuki hati untuk mengalirkannya. Darah
mengalir ke cabang vena hepatik yang terletak di tengah lobulus melalui lumen
sinusoidal lobulus. Hati sebagai penghasil Empedu,karena empedu adalah adalah
cairan penting karena membantu mengeluarkan bahan yang tidak dikeluarkan oleh
ginjal dan membantu penyerapan dan pencernaan lipid melalui sekresi garam dan
asam empedu. Empedu diproduksi oleh hepatosit dan terutama terdiri dari air,
elektrolit, garam empedu, asam empedu, kolesterol, pigmen empedu, bilirubin, dan
fosfolipid selain zat lainnya. Empedu disekresikan dari hepatosit ke dalam kanalikuli
empedu di mana ia bergerak dari saluran yang lebih kecil ke saluran yang lebih besar
yang akhirnya berakhir di duodenum atau disimpan di kantong empedu untuk
penyimpanan dan konsentrasi sebagaimana ditentukan oleh saluran dan sfingter
tekanan Oddi. Setelah sekresi empedu ke dalam duodenum, ia mengalami sirkulasi
enterohepatik, di mana ia melakukan tugasnya di usus.(Arjun et.al)

2.3. Etiologi
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk
pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu
teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di
kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi
menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor
predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Berbagai
faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu, diantaranya:
a. Eksresi garam empedu. Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam
empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau dihydroxy bile
acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi dengan bertambahnya kadar
asam empedu dihidroksi mungkin menyebabkan terbentuknya batu empedu.
b. Kolesterol empedu Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol,
sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi batu
empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol empedu dapat di jumpai pada
orang gemuk, dan diet kaya lemak.
c. Substansia mukus Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.
d. Pigmen empedu Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi karena
hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa larutan bilirubin glukorunid.
e. Infeksi Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian menaikan pembentukan
batu.

2.4. Patofisiologi
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu.
Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang
disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian
disekresikan kembali ke dalam empedu sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa
oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat
menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan
bersamasama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas
solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam
keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol
monohidrat yang padat. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna.
Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi
karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan
menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras
untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam
kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya. Patogenesis batu
berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang
sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah
suatu produk penguraian sel darah merah. Batu empedu yang ditemukan pada
kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu
kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah
kolesterol (batu yang mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang
mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang
mana mengandung Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu,
lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu
menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol,
kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan
batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal
tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor
motilitas kandung 16 empedu, billiary statis, dan kandungan empedu merupakan
predisposisi pembentukan batu kandung empedu.
a. Batu kolesterol Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:
1) Supersaturasi kolesterol
2) Hipomotilitas kandung empedu
3) Nukleasi/pembentukan nidus cepat Khusus mengenai nukleasi cepat,
sekarang telah terbukti bahwa empedu pasien dengan kolelitiasis mempunyai zat yang
mempercepat waktu nukleasi kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang normal
mengandung zat yang menghalangi terjadinya nukleasi. (Heuman D, 2017)
2.5. Pathway

Cedera tulang belakang,


puasa berkepanjangan
atau pemberian diet
nutrisi total parenteral

Statis bilier

Penurunan garam empedu

Batu Kolesterol

Batu Empedu

Oklusi dan
ostruksi dari batu

Intervensi pembedahan Obstruksi duktus sistikus

Pasca Operasi GANGGUAN Tekanan di biliaris duktus


INTEGRITAS akan meningkat dan
KULIT
2.6. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala Cholelitiasis pre operasi

a. Sebagian bersifat asimtomatik.

b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang. menjalar ke punggung atau
region bahu kanan.

c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.

d. Mual dan muntah serta demam.

e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh
darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit.

f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine
berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay colored”.

g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa. h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga
akan membantu absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier
berlangsumg lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.

2. Tanda dan gelaja Cholelitiasis Post Operasi

a. Rasa nyeri karena sayatan pada kulit.

b. Gangguan integritas kulit.

c. Reaksi alergi. Bagi beberapa orang, ada kemungkinan reaksi alergi terjadi setelah operasi.

d. Infeksi pada luka operasi.

e. Demam. Kadang-kadang terjadi setelah operasi laparoskopi, disertai dengan muntah dan
mual.

2.7. Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada kolelitiasis antara lain :

1. Kolesistitis Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu


tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.

2. Kolangitis Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran menjadi terhalang oleh
sebuah batu empedu.

3. Hidrops Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan
dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat
diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.

4. Empiema Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

2.8. Pemeriksaan Penunjang

pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Cholelitiasis yaitu :

1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur


diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan
dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG
tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang
paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara
yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung
empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.

2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil
USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan
mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien
jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang
mengalami obstruksi. 3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah
dinding kandung empedu telah menebal. 4. Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi
(ERCP) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang
fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula
dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan
memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.

5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kenaikan serum kolesterol.


b. Kenaikan fosfolipid.

c. Penurunan ester kolesterol.

d. Kenaikan protrombin serum time.

e. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl).

f. Penurunan urobilirubin.

g. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu).

h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama
(Normal: 17 - 115 unit/100ml).

2.9. Tindakan (Penatalaksanaan)

Sasaran utama terapi medis adalah untuk mengurangi insidensi episode nyeri akut kantung
empedu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan diet dan, jika memungkinkan,
menghilangkan penyebabnya dengan menggunakan farmakoterapi, prosedur endoskopik, atau
intervensi bedah.

1. Terapi Nutrisi dan Suportif

a. Capai remisi dengan istirahat, cairan IV, pengisapan nasogatrik, analgesik, dan
antibiotic.

b. Diet segera setelah episode biasanya berupa cairan rendah lemak dengan protein
dan karbohidrat tinggi dilanjutkan dengan makanan padat lembut, hinadri telur, krim,
babi, makanan gorengan, keju, rich dressings, sayuran pembentuk gas, dan alkohol.

2. Terapi Farmakologis

a. Asam ursodeoksikolat (UDCA [Urso, Actigall]) dan asam kenodeoksikolat


(kenodiol atau CDCA [Chenix]) efektif dalam melarutkan batu kolesterol primer.

b. Pasien dengan gejala signifikan dan sering sumbatan duktus kisitk atau batu
pigmen bukan merupakan kandidat untuk terapi dengan UDCA.

1. Pengangkatan Batu Empedu Secara Non-Bedah Selain dengan melarutkan batu


empedu, batu empedu dapat dikeluarkan dengan instrument lain (mis, kateter dan
instrument yang dilengkapi keranjang disusupkan ke saluran slang T atau fistula yang
dibentuk pada saat pemasangan slang T, endoskopi ERCP), litotripsi intrakorporeal
(denyut nadi laser), atau terapi gelombang syok ekstrakorporal (litotripsi atau litotripsi
gelombang syok ekstrakorporal [ESWL]).

2. Penatalaksanaan Bedah Tujuan pembedahan adalah untuk meredakan gejala yang


persisten, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier, dan untuk mengatasi
kolesistitis akut. a. Kolesistektomi laparoskopik: Dilakukan melalui insisi atau
tusukan kecil yang dibuat menembus dinding abdomen di umbilicus.

b. Kolesistektomi: Kantung empedu dikeluarkan melallui sebuah insisi abdomen


(biasanya subkosta kanan) setelah ligasi duktus kistik dan arteri.

c. Minikolesistektomi: Kantung emepdu dikeluarkan melalui sebuah insisi keci.

d. Kolesistostomi (bedah atau perkutan): Kantung empedu dibuka, dan batu, empedu,
atau drainase purulen dikeluarkan.

Menurut Inayah (2004) penatalaksanaan medis pada pembedahan yaitu :

a. Analgesik, antibiotik dan vitamin k

b. Penghisapan selang nasogastrik, puasa

c. Cairan parenteral dengan elektrolit

d. Terapi oksigen, spirometer insentif

e. Drainase dan klem selang T

f. Diet, aktivitas dan instirahat

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pembedahan pada cholelithiasis diantaranya :

a. Kolesistektomi per Laparoskopik Indikasi pembedahan karena menandakan


stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm.
Kelebihan yang diperoleh pasien, luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca
bedah minimal.
b. Kolesistektomi per Laparatomi Operasi ini merupakan standar terbaik untuk
penanganan pasien dengan cholelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik billiaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Kolesistektomi terbuka/ laparatomi dilakukan dengan melakukan insisi sekitar 8 – 12
cm pada bagian abdomen kanan atas menembus lemak dan otot hingga ke kandung
empedu. Duktus-duktus lainnya diklem, kemudian kandung empedu diangkat.

2.10. Asuhan Keperawatan Kolelitiasis

A. PENGKAJIAN

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

a. Keluhan saat ini : Klien diantar keruangan Anggrek kembali pada pukul 13.00
WIB. Klien mengeluh nyeri pada bagian Post Operasi. Klien mengeluh perasaan
mual, klien mengatakan tidak muntah. Terdapat luka Post Operasi sepanjang 12 cm
dengan 9 jahitan luar. Klien mengatakan takut luka bekas operasinya terbuka. Klien
mengatakan nyeri saat bergerak. Klien mengatakan takut bergerak karena operasi.
Klien tampak lemah. Klien tampak gelisah. Klien tampak meringis.

P : Klien mengeluh nyeri pada bagian post operasi

Q : Klien mengatakan nyeri seperti disayat-sayat

R : Dibagian abdomen tengah

S : 5 (sedang)

T : Saat bergerak, 2 menit

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Fisik Umum

a. Keadaan umum : Lemah,Sianosis

b. Tingkat kesadaran : Composmentis

c. GCS : 15 (E4V5M6)
d. Berat badan : 47

e. Tinggi badan : 154

f. Tekanan darah : 110/90 mmHg

g. Nadi : 80x/menit

h. Frekuensi nafas : 22x/menit

i. Suhu tubu : 36,1

2. Sistem pencernaan

a. Keadaan mulut : bersih

b. Mokusa bibir : kering

c. Muntah : tidak ada

d. Nyeri daerah perut : Nyeri bagian post op di bagian abdomen

e. Bising usus : 8x/menit

f. Konsistensi feses : tidak ada

g. Konstipasi : tidak ada

h. Hepar dan limfa : Tidak ada pembesaran

i. Abdomen : Terdapat nyeri post operasi.

3. Sistem muskuloskeletal

a. Kesulitan dalam pergerakan : Klien kesulitan bergerak karena nyeri

b. Sakit tulang, sendi, kulit : klien sakit di bagian post operasi

c. Fraktur : tidak ada

d. Keadaan tonus : baik

e. Kekuatan otot : 4 4

4 4
C. ANALISA DATA
Nama : Ny.M
Ruangan : Anggrek
Umur : 45 tahun
No RM : 236242
Post Operas

N Hari/Tanggal Data masalah etiologi


O
1 Rabu, 25 Mei Ds : - Klien mengeluh Agen pencedera Nyeri akut
2022 nyeri pada bagian post fisik (D.0077)
operasi Do : - Klien
tampak gelisah - Klien
tampak meringis -
Tampak luka post
operasi pada bagian
perut kanan atas -
TTV TD : 110/90
HR : 80x/m RR :
22x/m T : 36,1c P :
Klien mengeluh nyeri
pada bagian post
operasi Q : Klien
mengatakan nyeri
seperti disayat-sayat R
: Dibagian abdomen
kanan atas S : 5 T :
Saat bergerak, 2 menit
2 Rabu,25 mei Ds : - Klien Penurunan mobilitas Gangguan
2022 mengatakan terdapat integritas kulit
luka operasi di perut (D.0129)
kanan atas - Klien
mengeluh nyeri pada
bagian post op Do : -
Tampak luka post
operasi pada bagiann
perut kanan atas -
Terdapat luka dengan
panjang 12 cm dengan
9 jaitan luar - Klien
tampak meringis
3 Rabu,25 mei Ds : - Klien mengeluh Keengganan Gangguan
2022 nyeri saat bergerak - melakukan mobilitas fisik
Klien mengeluh takut pergerakan (D.0054)
bergerak karena ada
luka operasi pada
bagian perut - Klien
mengatakan enggan
bergerak Do: - Klien
tampak meringis saat
bergerak - Klien
tampak lemah - Klien
tampak terbatas dalam
bergerak - Klien
tampak berhati-hati
saat melakukan
aktivitas atau
melakukan pergerakan
- Klien selalu dibantu
oleh kelurga dalam
aktivitas - Kekuatan
otot

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN (TIM POKJA SDKI DPP PPNI, 2017)

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)

Gejala dan tanda mayor :


Subyektif :

1. mengeluh nyeri

obyektif :

1. tampak meringis
2. bersikap protektif (mis,waspada,menghindari nyeri)
3. gelisah
4. frekuensi nadi meneingkat
5. sulit tidur

gejala dan tanda minor :

subyektif :

(tidak tersedia)

Obyektif :

1. tekanana darah meningkat


2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggui
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. diafonesis
2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan mobilitas (D.0129)
Gejala dan tanda mayor :
Subyektif :
(tidak tersedia)
Obyektif :
1. kerusakan jaringan dan lapisan kulit

Gejala dan tanda minor :

Subyektif : (tidak tersedia)

Obyektif :

1. nyeri
2. perdarahan
3. kemerahan
4. hematoma

3. Gangguan mobilitas fisik b.d ketidakbugaran fisik (D.0054)


Gejala dan tanda mayor :
Subyektif :
1. Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas

Obyektif :

1. Kekuatan otot menurun


2. Rentang gerak (ROM) menurun

Gejala dan tanda minor :

Subyektif :

1. Nyeri saat bergerak


2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak

Obyektif :

1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkondisikan
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

E. INTERVENSI KEPERAWATAN (TIM POKJA SIKI DPP PPNI, 2018)

Hari/Tanggal Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
Rabu/25 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi :
agen pencedera tindakan asuhan a) Identifikasi
fisik (D.0077) keperawatan selama lokasi,karakteristik,durasi,
3x24 jam Pasien frekuensi, kualitas,
menyatakan nyeri intensitas nyeri
hilang berkurang b) Identifikasi skala nyeri
atau menurun c) Identifikasi respons
dengan kriteria nyeri non verbal
hasil: a) Keluhan d) Identifikasi faktor yang
nyeri menurun memperberat dan
b) Meringis memperingan nyeri
menurun e) Identifikasi
c) Sikap protektif pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri f)
d) Gelisah menurun Identifikasi pengaruh
e) Kesulitan tidur budaya terhadap respon
menurun nyeri
f) Menarik diri g) Identifikasi pengaruh
menurun nyeri pada kualitas hidup
g) Berfokus pada h) Monitor keberhasilan
diri sendiri menurun terapi komplementer yang
h) Diaforesis sudah diberikan
menurun i) Monitor efek samping
i) Perasaan depresi penggunaan analgetik
(tertekan) menurun
j) Perasaan takut Terapeutik :
mengalami cedera a) Berikan teknik
berulang menurun nonfarmakologis untuk
k) Anoreksia mengurangi rasa nyeri
menurun b) Kontrol lingkungan
l) Perineum terasa yang memperberat rasa
tertekan m)Uterus nyeri
teraba membulat c) Fasilitasi istirahat dan
menurun tidur
n) Ketegangan otot d) Pertimbangkan jenis
menurun o) Pupil dan sumber nyeri dalam
dilatasi menurun pemilihan strategi
p) Muntah menurun meredakan nyeri
q) Mual menurun
r) Frekuensi nadi Edukasi :
membaik a) Jelaskan penyebab,
s) Pola nafas periode, dan pemicu nyeri
membaik b) Jelaskan strategi
t) Tekanan darah meredakan nyeri
membaik c) Anjurkan memonitor
u) Proses berfikir nyeri secara mandiri
membaik
v) Fungsi berkemih
membaik w)Prilaku
membaik
Rabu/25 Gangguan Setelah dilakukan Observasi a) Monitor
integritas kulit tindakan asuhan karakteristik luka b)
(D.0129) keperawatan selama Monitor tanda –tanda
3x24 jam pasien inveksi Terapeutik
tidak mengalami a) Lepaskan balutan dan
Integritas kulit dan plester secara perlahan b)
jaringan dengan Cukur rambut di sekitar
kriteria hasil: daerah luka, jika perlu
a) Elastisitas c) Bersihkan dengan
meningkat cairan NACL atau
b) Hidrasi pembersih non
meningkat toksik,sesuai kebutuhan d)
c) Perfusi jaringa Bersihkan jaringan
meningkat nekrotik
d) Kerusakan e) Berikan salep yang
jaringan menurun sesuai di kulit /lesi, jika
e) Kerusakan perlu
jaringan menurun f) Pasang balutan sesuai
f) Nyeri menurun jenis luka
g) Perdarahan g) Pertahan kan teknik
menurun seteril saaat perawatan
h) Kemerahan luka
menurun h) Ganti balutan sesuai
i) Hematoma jumlah eksudat dan
menurun drainase
j) Pigmentasi i) Jadwalkan perubahan
abnormal menurun posisi setiap dua jam atau
k) Jaringan parut sesuai kondisi pasien j)
menurun l) Nekrosis Berikan diet dengan kalori
menurun m)Abrasi 30- 35 kkal/kgBB/hari dan
kornea menurun n) protein1,25-1,5
Suhu kulit membaik g/kgBB/hari
o) Sensasi membaik k) Berikan suplemen
p) Tekstur membaik vitamin dan mineral (mis
q) Tekstur membaik vitamin A,vitamin
r) Pertumbuhan C,Zinc,Asam
rambut membaik amino),sesuai indikasi
l) Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous),
jika perlu Edukasi :
a) Jelaskan tandan dan
gejala infeksi
b) Anjurkan mengonsumsi
makan tinggi kalium dan
protein c) Ajarkan
prosedur perawatan luka
secara mandiri

Kolaborasi :
a) Kolaborasi
prosedur
debridement(mis:
enzimatik biologis
mekanis,autolotik),
b) jika perlu
Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu.
Rabu/25 Gangguan Setelah dilakukan Observasi :
mobilitas fisik tindakan asuhan a) Identifikasi adanya
b.d keperawatan selama nyeri atau keluhan fisik
ketidakbugaran 3x24 jam pasien lainnya. b) Identifikasi
fisik (D.0054) tidak mengalami toleransi fisik melakukan
mobilitas fisik pergerakan.
dengan kriteria c) Monitor frekuensi
hasil: jantung dan tekanan darah
a) Pergerakan sebelum memulai
ekstremitas mobilisasi
meningkat d) Monitor kondisi umum
b) Kekuatan otot selama melakukan
meningkat ambulasi
c) ROM meningkat Terapeutik :
d) Nyeri menurun a) Fasilitasi aktivitas
e) Kecemasan ambulasi dengan alat
menurun bantu
f) Kaku sendi b) Fasilitasi melakukan
menurun mobilitas fisik
g) Gerakan tidak c) Libatkan keluarga
terkoordinasi untuk membantu pasien
menurun dalam meningkatkan
h) Gerakan terbatas ambulasi Edukasi :
menurun a) Jelaskan tujuan dan
i) Kelemahan fisik prosedur mobilisasi
menurun b) Anjurkan melalukan
ambulasi diri
c) Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Arjun Kalra; Ekrem Yetiskul; Chase J. Wehrle; Faiz Tuma. (no date) ‘Physiology, Liver’.

Heuman D (2017) ‘Gallstones (Cholelithiasis): Practice Essentials, Background,


Pathophysiology’.

TIM POKJA SDKI DPP PPNI (2017) Strandar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi
dan Indikator Diagnostik. EDISI 1. JAKARTA SELATAN: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

TIM POKJA SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,Definisi dan
tindakan keperawatan. EDISI 1. JAKARTA SELATAN: DEWAN PENGURUS PUSAT
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA.

Anda mungkin juga menyukai