Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN MELENA

DI RUANG FLAMBOYAN 8
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah
Clinical Teacher : Rendi Editya D, S Kep., Ns.M.Kep
Clinical Instructure : Prita Indrayani, S.Kep.,Ns

Disusun oleh :
Suzahra Khoirunisya
P27220023320

PROGRAM TUGAS PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2023
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam
seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian
atas. BAB darah atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan
keluarnya darah berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk
gumpalan atau telah bercampur dengan tinja. Sebagian besar BAB darah
berasal dari luka di usus besar, rektum, atau anus. Warna darah pada tinja
tergantung dari lokasi perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber
perdarahan dengan anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh karena
itu, perdarahan di anus, rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna
merah terang dibandingkan dengan perdarahan di kolon transversa dan
kolon kanan (lebih jauh dari anus) yang berwarna merah gelap atau merah
tua (Syafitri & Auliya Andriyati, 2022)
Melena adalah tinja hitam karena darah dalam saluran cerna yang
menjadi hitam dibawah pengaruh hitam dibawah pengaruh asam klorida
lambung, lalu asam klorida lambung, lalu dikeluarkan pada hajat besar
atau dimuntahkan. dimuntahkan. Melena adalah pengeluaran pengeluaran
feses atau tinja yang berwarna hitam yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas (diatas ligamentum teres hepatis).
Melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.
Melena terjadi terjadi bila ada perdarahan perdarahan di daerah proksimal
proksimal jejunum. jejunum. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100
ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama melena
sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran
makan (Nurarif & Kusuma, 2018).

2. ETIOLOGI
- MELENA
a) Adanya luka atau pendarahan di lambung atau usus
b) Tukak lambung
c) Wasir
d) Disentri
e) Minuman beralkohol

3. PATOFISIOLOGI
- MELENA
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya
terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esopagus dan rektum
serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari
sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya teklanan
dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan
membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah,
mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena
ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi
berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan
mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang
terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan,
penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel
akan berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam
laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh
sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut
akan mengalami kegagalan (Irwandi & Harahap, 2022)
4. PATHWAY

Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif


5. MANIFESTASI KLINIK
- MELENA
a) Syok (denyut Jantung, Suhu Tubuh)
b) Penyakit hati kronis (sirosis hepatis)
c) Demam ringan 38-39°C
d) Nyeri di perut
e) Hiperperistaltik
f) Penurunan Hb dan Hmt yang terlihat setelah beberapa jam
g) Peningkatan kadar urea darah setelah 24-48 jam karena pemecahan
protein darah oleh bakteri usus

6. PENATALAKSANAAN
- MELENA
1) Medis
a) Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita
perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan
SB tube dilakukan sesudaah penderita tenang dan kooperatif,
sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tsb, cara pemasangannya cara dan
kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan
selama pemasangan.
b) Tindakan operasi Bila usaha penanggulangan perdarahan diatas
mengalami kegagalaan dan perdarahan tetap berlangsung,
maka dapat dilakukan tindakan operasi.
2) Keperawatan Pengobatan
penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk
mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih
baik. Pengobatan meliputi :
a) Tirah baaring
b) Diit makanan lunak
c) Pemeriksaan Hb, Ht
d) Pemberian transfusi darah bila terjadi perdarahan luas
e) Pemberian cairan IV untuk mencegah dehidrasi 6) Pengawasan
thd TD, N dan kesadaran bila perlu pasang CVP
f) Pertahankan kadar Hb 50-70 % nilai normal
g) Pemberian obat hemostatik seperti Vit K
h) Dilakukan klisma dengan air biasa dan pemberian antibiotik
yang tidak diserap usus.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- MELENA
a) Pemeriksaan tinja
Makroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula,
biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi
terhadap berbagai antibiotika (pada diare terhadap berbagai
antibiotika (pada diare persisten persisten).
b) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan
darah rutin berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit,
pemeriksaan hemostasis lengkap untuk mengetahui adanya
kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang
adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan
adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi
Helicobacter pylori.
c) Pemeriksaan esofago gastro duodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena
dapat memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau
penyebab perdarahan lainnya dari esofagus, lambung dan
duodenum
d) Kontras Barium (radiografi)
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini
dilakukan atas dasar dilakukan atas dasar urgensinya dan keadaan
kegawatan.
e) Angiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna
yang tersembunyi dari visual endoskopik.

8. KOMPLIKASI
- MELENA
a. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yng ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume
intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel.
Gagal ginjal akut terjadi sebagai akibat dari syok dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka
setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
b. Anemia
Anemia karena perdarahan adalah berkurangnya jumlah sel darah
merah sel darah merah atau jumlah hemog jumlah hemoglobin.
Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia. Jika
kehilangan darah, tubuh segera menarik cairan dari jaringan diluar
pembuluh jaringan diluar pembuluh darah sebagai usaha untuk
menjaga agar pembuluh darah tetap terisi. Akibatnya darah menjadi
encer dan persentase sel darah merah berkurang.
c. Koma hepatik
Suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditndai dengn perubahan
kesadaran, intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai
kelainan parenkimbhati.
d. Aspirasi
pneumoni Infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk ke
saluran napas. saluran napas.
e. Anemi posthemoragik Cepat lelah Intoleransi Aktivitas Resiko
syok Kurang Volume cairan Kehilangan Kehilangan darah yang
mendadak mendadak dan tidak disadari.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN MELENA


1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa
laki-laki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan,
Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat kesehatan sekarang
keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang
datang secara tiba-tiba.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis,
sirosis hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran
pencernaan bagian atas, riwayat penyakit darah (misal: DM),
riwayat penggunaan obat ulser orgenik, kebiasaan / gaya hidup
(alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan
makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat
mempengaruhi anggota keluarga yang lain.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
a. Rambut
I : bentuk kepala (bulat/lonjong/besar/kecil,simetris/tidak),
kulit kapala (ada luka/tidak luka/bersih/kotor,beruban/tidak,ada
ketombe/ ketombe/tidak)
P : adakah benjolan/tidak, ada nyeri tekan/tidak
b. Mata
I : kesimetrisan mata klien (simetris/tidak), adakah edema,
konjungtiva (pucat/tidak), sklera (ikterik/tidak), refleks pupil
terhadap cahaya (baik/tidak), gerakan bola mata (normal/tidak).
P : Ada nyeri tekan (iya/tidak)
c. Telinga
I : Bentuk telinga (simetris/tidak), ada serumen/tidak, ada
benda asing/tidak, ada perdarahan/tidak, pendengaran
baik/tidak
P : ada nyeri tekan (iya/tidak)
d. Hidung
I : Hidung tampak simetris/tidak, bersih/tidak ada secret,
ada polip /tidak, ada perdarahan/tidak, penciuman baik/ uman
baik/tidak.
P : Ada nyeri tekan (iya/tidak)
e. Mulut dan Gigi
I : Keadaan bibir pasien cyanosis/tidak, kering, tidak, ada
luka/tidak, adakah labioschizis /tidak, mulut pasien
bersih/tidak, pasien menggunakan gigi palsu/tidak, ada radang
gusi/tidak, ada perdarahan/tidak.
2. Leher
I : Posisi trachea simetris/tidak, warna kulit leher merata/tidak
P : Ada pembesaran kelenjer tyroid/tidak, ada pembesaran kelenjer
limfe/tidak
3. Thorak
a. Paru-paru
I : Mungkin Bentuk dada pada pasien dengan hematemesis
temesis melena normal, kaji pernafasan pasien, frekuensi
normal, kaji pernafasan pasien, frekuensi adanya tanda-tanda
dispneu, reaksi intercostae, suprasternal, pernafasan cuping
hidung, ortopnea.
P : Kaji Ada nyeri tekan (iya,tidak), ada tanda-tanda
peradangan (ada/tidak), ekspansi simetris/tidak, taktil vremitus
teraba/tidak.
P : Perkusi pertama dilakukan di atas kalvikula dengarkan
apakah terjadi suara resonan (sonor), dullnes (pekak), timpani,
hiper resonan, suara paru yang normal resonan/sonor.
A : Bunyi nafas normal/tidak, ada bunyi nafas tambahan/tidak,
ada wheezing/tidak, ada ronchi/tidak
b. Jantung
I : Bentuk dan postur dada simetris/tidak, ada Bentuk dan postur
dada simetris/tidak, ada tanda-tanda distress pernafasan/tidak,
warna kulit sama dengan yang lain/tidak, edema ada/tidak
P : Denyutan apex cordis teraba/tidak
P : Biasanya Suara pekak
A : Biasanya Terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi
jantung II/S2 (dup), tidak ada bunyi jantung tambahan S3/S4.
c. Abdomen
I : Ada lesi/tidak, ada bekas operasi/tidak, warna kulit
merata/tidak
P : Terdapat nyeri tekan ada/tidak
P : Biasanya terdengar Tympani
A : Biasanya Bising usus normal
4. Punggung
I : Punggung simetris/tidak, ada lesi/tidak, dan warna kulit
merata/tidak, ada bekas luka/tidak
P : Ada nyeri tekan/tidak
5. Ektremitas
a. Atas
I : Simetris kiri dan kanan atau tidak, integritas kulit
baik/tidak, kekuatan otot penuh/tidak, ada lesi atau tidak,
ada edema atau tidak
b. Bawah
I : Simetris kiri dan kanan atau tidak, integritas kulit baik
atau tidak, kekuatan otot penuh atau tidak, ada lesi atau
tidak, ada edema atau edema atau tidak
6. Genetalia
I : Apakah pasien terpasang kateter atau tidak, Apakah pasien
terpasang kateter atau tidak, untuk mengetahui adanya
abnormalitas pada genetalia misalnya varises, edema,
tumor/benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pegeluaran cairan atau
darah.
7. Integumen
I : Warna atau adanya perubahan pigmentasi pada kulit, warna
kulit merata atau tidak, ada lesi kulit merata atau tidak, ada lesi
atau tidak, ada ruam pada kulit atau tidak, dan ada jejas tidak.

e. Pengkajian Pola Fungsional


1) Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan
obat-obat ulseroge.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual,
muntah, kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi
harus dalam bentuk makanan yang lunak yang mudah dicerna.
3) Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein
(hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada
pasien berupa kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas
sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti
bekerja
4) Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB.
Pada BAB terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses
menjadi hitam seperti petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada
BAK, warna gelap dan konsistensi pekat.
5) Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi
kurus, perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik
agak kehitaman.
6) Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan
dalam menjalankan perannya seperti semula.
7) Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon,
androgen dan estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat
menyebabkan penurunan libido dan impoten, bila terjadi pada
wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus haid atau dapat
terjadi aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien sebagai
pasangan suami dan istri.
8) Pola penaggulangan stress
Biasanya dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi
masalahnya namun sebaliknya bagi yang tidak bagus kopingnya
maka dapat destruktif lingkungan sekitarnya.
9) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien

9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Darah : Hb menurun / rendah
2) SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran
dari sel yang mengalami kerusakan.
3) Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan
kemampuan sel hati yang kurang.
4) Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai
kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan kadar CHE akan
turun.
5) Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan
diuretik dan pembatasan garam dalam diet.
6) Peninggian kadar gula darah.
7) Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti
HBSAg/HBSAB, HBeAg, dll
b. Radiologi
1) USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan
splenomegali, acites
2) Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus
3) Angiografi untuk pengukuran vena portal

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen (D.0077)
b. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif b.d Perdarahan
gastrointestinal (D.0009)
c. Hypovolemia b.d kehilangan cairan aktif (D.0003)
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
(D.0019)
e. Risiko syok berhubungan dengan hypovolemia (D.0039)
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
g. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d ketidakseimbangan
cairan (D.0037)
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Untuk intervensi pada masalah keperawatan yang ditemukan pada klien Tumor
Mammae, intervensi dapat disesuaikan denganmenggunakan acuan SLKI dan
SIKI.
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN HASIL
Nyeri (akut) b.d Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
agen pencedera Setelah dilakukan asuhan Observasi
fisiologis (D.0077) keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi lokasi,
jam, diharapkan nyeri akut karakteristik, durasi,
teratasi dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan
1. Nyeri berkurang dari 4 intensitas nyeri (PQRST)
menjadi 2 2. Identifikasi respon nyeri non
2. Meringis berkurang dari 4 verbal
menjadi 2 Teraupetik
3. Sikap protektif berkurang 1. Ajarkan teknik non-
dari 4 menjadi 2 farmakologi untuk
4. Gelisah berkurang dari 5 mengurangi nyeri (teknik
menjadi 2 relaksasi nafas dala
5. Frekuensi nadi normal 70- Edukasi
120x/menit 1. Edukasi pada klien dan keluarga
terkait penyebab, periode dan
pemicu nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter terkait
pemberian analgetik
Risiko perfusi Perfusi perifer (L.02011) Perawatan sirkulasi (I.02079)
gastrointestinal
Setelah dilakukan asuhan Observasi
tidak efektif b.d Keperawatan selama 3x8jam,
Perdarahan diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi
gastrointestinal teratasi dengan kriteria hasil: perifer, edema, pengisian kapiler,
1. Denyut nadi perifer warna, suhu, ankle brachial index)
meningkat skala 5 2. Identifikasi faktor risiko gangguan
2. Warna kulit pucat menurun sirkulasi (mis: diabetes, perokok,
skala 5 orang tua, hipertensi, dan kadar
3. Akral cukup membaik skala 5 kolesterol tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
4. Turgor kulit cukup membaik
atau bengkak pada ekstremitas
kala 5
5. Tekanan darah sistolik cukup Terapeutik
membaik skala 5
Tekanan darah diastolic
membaik skala 5
1. Hindari pemasangan infus, atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi

1. Anjurkan berhenti merokok


2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
6. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat beta
7. Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat (mis:
melembabkan kulit kering pada
kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi
vaskular
9. Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis:
rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
10. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis: rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
Hypovolemia b.d Status cairan (L.03028)
Manajemen hipovolemia (I.03116).
kehilangan Setelah dilakukan Tindakan
cairan aktif keperawatan 3x8 jam Observasi
status cairan dapat teratasi
dengan kriteria hasil: • Periksa tanda dan gejala
1. Kekuatan nadi hipovolemia (mis: frekuensi nadi
meningkat meningkat, nadi teraba lemah,
2. Output urin meningkat tekanan darah menurun, tekanan
3. Membran mukosa nadi menyempit, turgor kulit
lembab meningkat menurun, membran mukosa
4. Ortopnea menurun kering, volume urin menurun,
5. Dispnea menurun hematokrit meningkat, haus,
6. Paroxysmal nocturnal lemah)
dyspnea (PND) menurun • Monitor intake dan output cairan
7. Edema anasarka
Terapeutik
menurun
8. Edema perifer menurun • Hitung kebutuhan cairan
9. Frekuensi nadi membaik • Berikan posisi modified
10. Tekanan darah membaik Trendelenburg
11. Turgor kulit membaik • Berikan asupan cairan oral
12. Jugular venous pressure
Edukasi
membaik
13. Hemoglobin membaik • Anjurkan memperbanyak asupan
14. Hematokrit membaik cairan oral
• Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak

Kolaborasi

• Kolaborasi pemberian cairan IV


isotonis (mis: NaCL, RL)
• Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
• Kolaborasi pemberian cairan
koloid (albumin, plasmanate)
• Kolaborasi pemberian produk
darah
Defisit nutrisi b.d Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
perdarahan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
(D.0019) keperawatan 3x8 jam 1. Identifikasi status nutrisi
defisit nutrisi dapat 2. Identifikasi alergi dan intoleransi

teratasi dengan kriteria makanan


3. Identifikasi kebutuhan kalori dan
hasil:
jenis nutrien
1. Pengetahuan tentang
4. Identifikasi perlunya penggunaan
pilihan makanan yang
selang nasogastric
sehat meningkat skala
5. Monitor asupan makanan
5
6. Monitor berat badan
2. Pengetahuan tentang
7. Monitor hasil pemeriksaan
pilihan minuman yang
laboratorium
sehat meningkat skala
Terapeutik:
5
1. Lakukan oral hygiene sebelum
3. Pengetahuan tentang
makan, Jika perlu
standar asupan nutrisi
2. Sajikan makanan secara menarik
yang tepat meningkat
dan suhu yang sesuai
skala 5
3. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
4. Edukasi:
5. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
6. Ajarkan diet yang diprogramkan
7. Kolaborasi:
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan
Risiko syok b.d Tingkat Syok (L.03032) Pencegahan Syok (I.14545)
hypovolemia Setelah dilakukan tindakan Observasi :
(D.0039) keperawatan 3x8 jam tingkat 1. Monitor status kardiopulmonal
syok dapat teratasi dengan (frekuensi dan kekuatan nadi,
kriteria hasil: frekuensi napas, TD, MAP)
1. Kekuatan nadi 2. Monitor status oksigenasi
meningkat skala 5 (oksimetri nadi, AGD)
2. Output urine 3. Monitor status cairan (masukan
meningkat skala 5 cairan haluaaran, turgr kulit,
3. Akral dingin menurun CRT)
skala 1 4. Monitor tingkat kesadaran dan
4. Pucat menurun skala respon pupil
1 5. Periksa Riwayat alergi
5. Tekanan darah Teraupetik :
sistolik membaik 1. Berikan oksigen untuk
skala 5 mempertahankan saturasi
6. Tekanan darah oksigen
diastolic membaik 2. Pasang jalur IV, jika perlu
skala 5 3. Pasang kateter urine untuk
7. Tekanan nad menilai produksi urine, jika
membaik skala 5 perlu
8. Frekuensi nadi Edukasi :
membaik skala 5 1. Jelaskan penyebab dan factor
9. Frekuensi napas resiko syok
membaik skala 5 2. Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
3. Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian tranfusi
darah jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu
Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047) I.05178 Manajemen Energi
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan kelemahan keperawatan 3x8 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
(D.0056) toleransi aktifitas dapat yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan
teratasi dengan kriteria hasil:
emosional
1. Frekuensi nadi meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
skala 5 4. Monitor lokasi dan
2. Kekuatan tubuh bagian atas ketidaknyamanan selama
meningkat skala 5 melakukan aktivitas
3. Kekuatan tubuh bagian Terapeutik
bwah meningkat skala 5 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
4. Keluhan Lelah menurun rendah stimulus (mis. cahaya,
skala 5 suara, kunjungan)
5. Dispnea setelah aktifitas 2. Lakukan latihan rentang gerak
menurun skala 5 pasif dan atau aktif
6. Perasaan lemah menurun 3. Berikan aktivitas distraksi yang
skala 5 menenangkan
7. Aritmia setelah aktivitas 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
menurun skala 5 tidur, jika tidak dapat berpindah
8. Sianosis menurun skala 5 atau berjalan
9. Warna kulit menurun skala Edukasi
5 1. Anjurkan tirah baring
10. Tekanan darah menurun 2. Anjurkan melakukan aktivitas
skala 5 secara bertahap
11. Frekuensi napas menurun 3. Anjurkan menghubungi perawat
skala 5 jika tanda dan gejala kelelahan
12. EKG lskemia menurun tidak berkurang
skala 5 4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan
Resiko ketidak “keseimbangan elektrolit
seimbangan cairan Pemantauan Elektrolit (I.03122)
meningkat.” L.03021
elektrolit b.d
kehilangan cairan
aktif (D.0037) Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 3 x 24 jam,
• Monitor kemungkinan penyebab
maka keseimbangan elektrolit
ketidakseimbangan elektrolit
meningkat, dengan kriteria
• Monitor kadar elektrolit serum
hasil:
• Monitor mual, muntah, diare
1. Serum natrium membaik • Monitor kehilangan cairan, jika
2. Serum kalium membaik perlu
3. Serum klorida membaik • Monitor tanda dan gejala
hipokalemia (mis: kelemahan otot,
interval QT memanjang,
gelombang T datar atau terbalik,
depresi segmen ST, gelombang U,
kelelahan, parestesia, penurunan
refleks, anoreksia, konstipasi,
motilitas usus menurun, pusing,
depresi pernapasan)
• Monitor tanda dan gejala
hiperkalemia (mis: peka rangsang,
gelisah, mual, muntah, takikardia
mengarah ke bradikardia,
fibrilasi/takikardia ventrikel,
gelombang T tinggi, gelombang P
datar, kompleks QRS tumpul, blok
jantung mengarah asistol)
• Monitor tanda dan gejala
hiponatremia (mis: disorientasi,
otot berkedut, sakit kepala,
membrane mukosa kering,
hipotensi postural, kejang, letargi,
penurunan kesadaran)
• Monitor tanda dan gejala
hipernatremia (mis: haus, demam,
mual, muntah, gelisah, peka
rangsang, membrane mukosa
kering, takikardia, hipotensi,
letargi, konfusi, kejang)
• Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia (mis: peka rangsang,
tanda Chvostek [spasme otot
wajah] dan tanda Trousseau
[spasme karpal], kram otot, interval
QT memanjang)
• Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia (mis: nyeri tulang,
haus, anoreksia, letargi, kelemahan
otot, segmen QT memendek,
gelombang T lebar, komplek QRS
lebar, interval PR memanjang)
• Monitor tanda dan gejala
hypomagnesemia (mis: depresi
pernapasan, apatis, tanda Chvostek,
tanda Trousseau, konfusi,
disritmia)
• Monitor tanda gan gejala
hypermagnesemia (mis: kelemahan
otot, hiporefleks, bradikardia,
depresi SSP, letargi, koma, depresi)

Terapeutik

• Atur interval waktu pemantauan


sesuai dengan kondisi pasien
• Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

• Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

4. IMPLEMENTASI

Menurut Mufidaturrohmah (2019) implementasi merupakan


pelaksanaan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan.
Tindakan tersebutmencakup tindakan mandiri keperawatan dan tindakan
kolaborasi. Tindakan mandiri dilakukan perawat sendiri dan bukan
merupakan petunjuk maupun perintah dari petugas kesehatan lain. Bentuk
dari implementasi keperawatan yaitu mulai dari pengkajian untuk
mengidentifikasi masalah, pendidikan kesehatan pada klien untuk
membantu menambah pengetahuan tentang kesehatan, konseling,
penatalaksanaan atau tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
kesehatan, membantu memandirikan klien, konsultasi dan diskusi dengan
tenaga kesehatan lainnya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
implementasi yaitu tindakan keperawatan yang dilakukan harus sesuai
dengan intervensi yang telah direncanakan, dilakukan dengan cara aman
serta sesuai dengan kondisi klien, harus dievaluasi terkait keefektifan dan
pendokumentasian keperawatan yang benar. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap implementasi dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas
masalah, menghitung alokasi tenaga, membuat intervensi keperawatan dan
melakukannya, serta mendokumentasikan tindakan beserta respon klien
terhadap tindakan yang telah dilakukan (Nasyari et al., 2020).

5. EVALUASI

Menurut Mufidaturrohmah (2019) tujuan dan evaluasi adalah untuk


mengetahuisejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan
balik terhadap asuhan keperawatan yang berikut :
a. Evaluasi Proses

Merupakan aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas


pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keparawatan diimplementasikan agar
dapat mengetahui efektifitas intervensi tersebut. Evaluasi proses
harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai.

b. Evaluasi hasil

Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan


klien padaakhir asuhan keperawatan. Evaluasi keperawatan disusun
berdasarkan S.O.A.P yang operasional:
S (Subyektif): merupakan ungkapan perasaan dan keluhan yang
dirasakan secara subjektif oleh klien setelah diberikan tindakan
keperawatan.
O (Obyektif) : merupakan keadaan objektif yang dapat dilihat dan
identifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang objektif
setelah tindakan keperawatan dilakukan.
A (Assesment): merupakan analisa perawat setelah mengetahui
respons subjektif dan objektif klien dengan membandingkan dengan
kriteria danstandar serta mengacu pada tujuan keperawatan
P (Plan) : perencanaan tindak lanjut setelah perawat melakukan
analisis.
DAFTAR PUSTAKA

A, Sylvia., M, Lorraine. 2015. Patofisiologi Edisi 6 Vo 2 Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Yogyakarta : Nuha Medika.
Kusuma Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis
dan NANDA NIC NOC. Penerbit Mediaction
SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
Fatoni, A. Z., & Kestriani, N. D. (2018). Acute Kidney Injury ( AKI ) pada Pasien
Kritis Acute Kidney Injury in Critically ill patients. Anesthesia & Critical
Care, 36(2), 64–75.
Gabarre, P., Dumas, G., Dupont, T., Darmon, M., Azoulay, E., & Zafrani, L. (2020).
Acute kidney injury in critically ill patients with COVID-19. Intensive Care
Medicine, 46(7), 1339–1348. https://doi.org/10.1007/s00134-020-06153-9
Kairupan, J. D., & Palar, S. (2020). Gangguan Ginjal Akut et Kausa Sepsis: Laporan
Kasus. Medical Scope Journal, 2(1), 36–47.
https://doi.org/10.35790/msj.v2i1.31670
Maskoen, T. T., & Akbar, D. (2023). Injuri Ginjal Akut Akibat Sepsis pada Pasien
di ICU. JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), 15(1), 69–85.
https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.49464
Fadila, M. N. (2015). Hematemesis melena dikarenakan gastritis erosif dengan anemia
dan riwayat gout atritis. Jurnal Medula, 4(2), 109–113.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/795
Irwandi, I., & Harahap, D. A. (2022). Anemia et Causa Perdarahan Saluran Makan
Bagian Atas. GALENICAL : Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Mahasiswa
Malikussaleh, 1(4), 24. https://doi.org/10.29103/jkkmm.v1i4.9039
Syafitri, H., & Auliya Andriyati. (2022). A 52 Years Old Men With Hematemesis-Melena
E.C. Ruptured Esophagal Varices: A Case Report. Cme Fk Ums, 519–534.

Anda mungkin juga menyukai