Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

DENGAN DIAGNOSAMEDIS BATU URETHER DI RUANG TULIP

RS BHAYANGKARA KOTA KENDARI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas PKK Keperawatan Medikal Bedah 1

Di Ruang Keperawatan Tulip 3 RS Bhayangkara Kota Kendari

Oleh :

GISTI SIMIN

P00320021124

CI INSTITUSI CI RUANGAN

…………………………… ……………………………
………….. …………..

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

D-III KEPERAWATAN

TAHUN 2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Batu ureter adalah proses terbentuknya kristal-kristal batu pada saluran perkemihan
(Mulyanti, 2019). Batu ureter merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di saluran
kemih. Kondisi adanya batu pada saluran kemih memberikan gangguan pada sistem perkemihan
dan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien (Harmilah, 2020). Batu ureter
merupakan suatu keadaan terjadinya terjadinya penumpukan oksalat, kalkuli (batu ginjal) pada
ureter, kandung kemih, atau pada daerah ginjal. Batu ureter merupakan obstruksi benda padat
pada saluran kemih yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu
(Silalahi, 2020).

Batu ureter terjadi ketika terdapat proses pengendapan dan kristalisasi batu. Menurut
Muttaqin, Arif & Sari (2014) pengendapan kristalisasi batu pada ureter disebabkan adanya
peningkatan pemekatan urin dan perubahan pH.
Menurut (Purnomo, 2011) penemuan kasus pasien dengan batu buli banyak ditemui di
Negara berkembang dan penyakit batu saluran bagian kemih bagian atas banyak ditemui di
Negara maju. Tingkat status gizi masing-masing individu dan kepadatan kegiatan harian
memengaruhi kejadian tersebut. Sekitar 1-12% jiwa di dunia mengalami gangguan batu saluran
kemih.
Pengendapan dari senyawa tertentu yang berangsur lama dapat menjadi hambatan benda
di saluran kemih yang disebut urolithiasis (Purnomo, 2011).
Ureterolitiasis merupakan suatu kondisi adanya batu (kalkuli) di ureter. Batu ureter
dapat menyebabkan masalah pada sistem kemih dan masalah keperawatan lainnya (Muttaqin,
Arif & Sari, 2014).

B. Etiologi

Secara epidemologis, faktor yang berpengaruh adalah (Purnomo, 2011):


1. Faktor dari dalam pasien yaitu apakah pasien mempunyai keluarga yang memiliki
penyakit yang sama, rentang usia antara tiga puluh tahun hingga lima puluh tahun, potensi
dimana pria lebih besar sebanya tiga kali lipat dibandingkan wanita.
2. Faktor dari luar pasien yaitu letak wilayah, cuaca dan temperature, tingkat konsumsi air
dan mineral, dan aktivas sehari-hari.

Menurut Zamzami (2018) terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan batu
ureter yaitu:
a. Peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu dalam urine
b. pH urine abnormal rendah atau tinggi
c. Berkurangnya zat-zat pelindung dalam urin
d. Sumbatan saluran kencing dengan stasis urine.

Disamping itu, terdapat pula tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan untuk
terjadinya batu ureter yaitu: Retensi partikel urin, supersaturasi urine, dan kekurangan
inhibitor kristalisasi urin. Kelebihan salah satu faktor ini menyebabkan batu saluran kemih.
Sedangkan menurut Harmilah (2020) pembentukan batu disaluran kemih dipengaruhi oleh
dua faktor, yakni faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen adalah faktor genetik
seperti hipersistinuria, hiperkalsiuria primer, hiperoksaluria primer, sedangkan faktor
eksogen meliputi lingkungan, makanan, infeksi, dan kejenuhan mineral didalam air minum.

C. Klasifikasi

Menurut Mulyanti (2019), berdasarkan lokasi tertahannya batu (stone), batu saluran
kemih dapat diklasifikasikan menjadi beberapa nama yaitu:
1. Nefrolithiasis (batu di ginjal)

Nefrolithiasis adalah salah satu penyakit ginjal, dimana terdapat batu didalam pelvis
atau kaliks dari ginjal yang mengandung komponen kristal dan matriks organik (Fauzi
& Putra, 2016).
2. Ureterolithiasis (batu ureter)

Ureterolithiasis adalah pembentukan batu pada saluran kemih yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti, gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi, dan keadaan lainnya (idiopatik) (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel
Ardian Soeselo, Christopher Kusumajaya, 2020).
3. Vesikolithiasis (batu kandung kemih).

Vesikolithiasis merupakan dimana terdapat endapan mineral pada kandung kemih. Hal
ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak baik sehinggal urine
mengendap dikandung kemih (Prihadi, Johannes Cansius, Daniel Ardian Soeselo,
Christopher Kusumajaya, 2020).
D. Patofisiologi

Peristaltic otot-otot pada pelvikalis berperan mendorong batu turun menuju saluran ureter,
sehingga munculah batu ureter. kemudian tenaga peristaltic ureter mendorong batu hingga
kandung kemih. Diameter batu kurang dari<5mm dapat keluar spontan namun jika lebih dari
itu biasanya berada di ureter dan menimbulkan reaksi peradangan (Muttaqin, Arif & Sari,
2014).

Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urine dan menyebabkan


obstruksi, salah satunya adalah statis urine dan menurunnya volume urine akibat dehidrasi
serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya
urolithiasis. Rendahnya aliran urine adalah gejala abnormal yang umum terjadi (Colella, J,
Kochis E, Galli B, 2005), selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis seperti
komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab
urolithiasis. Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat berbagai sebab yang disebut faktor
resiko.

Terapi dan perubahan gaya hidup merupakan intervensi yang dapat mengubah faktor resiko,
namun ada juga faktor resiko yang tidak dapat diubah seperti, jenis kelamin, pasien dengan
urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81% dibandingkan dengan perempuan 47-
60%, salah satu penyebabnya adalah adanya peningkatan kadar hormon testosteron dan
penurunan kadar hormon estrogen pada laki-laki dalam pembentukan batu (Vijaya, et al.,
2013).

E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada pasien batu ureter adalah (Hidayah et al., 2013):
a. Nyeri pada pinggang

Nyeri yang terjadi meliputi nyeri tumpul dan tidak spesifik yang bersifat akut atau kronik.

b. Nyeri kolik

Nyeri kolik disebabkan adanya peregangan pada ureter dan gerakan peristaltic
ureter.
c. Mual dan Muntah

d. Dysuria

Dysuria adalah perasaan tidak tenang hingga perasaan nyeri pada saat buang air kecil.
e. Hematuria
Terbawanya darah atau sel eritrosit yang keluar bersama urine.
F. PATWAY

Faktor endogen (genetik)

Faktor eksogen (lingkungan, makanan,


infeksi, kejenuhan mineral dalam air
minum.

Penurunan cairan ke ginjal

Urine menjadi pekat

Terjadi pengendapan mineral menjadi

Endapan kristal membentuk nukleus dan


menjadi

Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot


sistem pelviokalise dan

Batu ureter

Aliran darah
Obstruksi Terbentuknya batu keseluruh
Obstruksi
saluran pada saluran tubuh
berkurang

Hambatan Hambatan Batu tidak Kesemutan dan


aliran aliran keluar/mengendap kaku pada

Peningkatan
Gangguanpad
tekanan
masalah
hidrostatik pergeraka
n
Hidronefrosis pasien mengeluh nyeri pada perut

Distensi saluran kem Harus dulakukan pembedahan

Gangguan eliminasi urine Pasien takut

Peristaltik otot polos


ureter 
ansietas Gangguan mobilitas fisik
Batu kontak dengan mukosa epite

l Tekanan intra luminal



Trauma mukosa epitel

Hematuria

Penegangan syaraf

Nyeri kolik Mengganggu


istirahat dan
tidur
Nyeri akut
Gangguan pola
tidur

Risiko perdarahan

Gambar 2.1 Skema WOC Batu Ureter

(Mulyanti, 2019; Harmilah, 2020; Nuari, 2017; Noegroho et al., 2018)


G. Manifestasi klinis

1. Nyeri/kolik

Nyeri hebat atau kolik pada sekitar pinggang merupakan penanda penting dan paling
sering ditemukan. Nyeri biasanya muncul jika pasien kekurangan cairan tubuh entah
itu karena faktor masukan cairan yang kurang atau pengeluaran yang berlebihan. Nyeri
yang dirasakan rata-rata mencapai skala 9 atau 10 diikuti keluhan mual, wajah pucat,
dan keringat dingin. Kondisi terjadi akibat batu mengiritasi saluran kemih atau
obstruksi batu yang menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis
ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
2. Gangguan pola berkemih

Pasien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasif batu (Harmilah, 2020). Disuria, hematuria, dan
pancaran urine yang menurun merupakan gejala yang sering mengikuti nyeri.
Terkadang urine yang keluar tampak keruh dan berbau.
3. Demam

Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih,
bakteri akan terperangkap didalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan,
sehingga terjadilah infeksi (Harmilah, 2020). Sumbatan adalah batu yang menutup
aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih yang ditandai dengan
demam dan menggigil.
4. Gejala gastrointestinal

Respon dari rasa nyeri biasanya didapatkan keluhan gastrointestinal, meliputi keluhan
anoreksia, mual, dan muntah yang memberikan manifestasi penurunan asupan nutrisi
umum. Gejala gastrointestinal ini akibat refleks retrointestinal dan proksimitas
anatomis ureter ke lambung, pankreas, dan usus besar (Harmilah, 2020). Meliputi
mual, muntah, diare, dan perasaan tidak mual diperut berhubungan dengan refluks
reointestinal dan penyebaran saraf (ganglion coeliac) antara ureter dan intestinal.
H. Pemeriksaan diagnostik

Menurut (Muttaqin, Arif & Sari, 2014) beberapa pemeriksaan diagnostic yang dilakukan
adalah:
a. Pemeriksaan sedimen urine

Mengetahui adanya sel darah putih dalam urine, sel eritrosit dalam urine, dan komponen
penyusun batu.
b. Pemeriksaan kultur urine

Mengetahui adanya kuman yang bertambah sebagai perombak urea.


c. Pemeriksaan fungsi ureter mengontrol
degradasi fungsi.
d. Pemeriksaan elektrolit

Mengetahui peran kalsium darah yang meningkat.

e. Pemeriksaan foto polos abdomen, PIV, urogram dan USG

Mengintrepetasi letak, ukuran dan bentuk batu.

I. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada batu ureter adalah (Zamzami, 2018) :
 Hematuria atau buang air kecil berdarah.
 Keluar batu saluran kencing spontan.
 Gagal ginjal.
 Obstruksi aliran urine yang menimbulkan penimbunan urine pada ureter (Mulyanti, 2019) dan
refluks kebagian ginjal sehingga menyebabkan gagal ginjal (Harmilah, 2020).
 Penurunan sampai kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan
dan pengangkatan batu ginjal (Harmilah, 2020). Gangguan fungsi ginjal yang ditandai
kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah, gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan
sampai timbulnya sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut bahkan
bisa mengakibatkan kematian (Haryadi, 2020).
 Infeksi akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi (Harmilah, 2020).
 Bakteriuria asimptomatik, ISK, serta sepsis (Ruckle, Maulana, & Ghinowara, 2020).
J. Penatalaksanaan Medis

Pengeluaran batu dapat menggunakan cara sebagai berikut (Purnomo, 2011)


a) Medikamentosa

Pada batu yang berukuran kurang dari 5mm penerapan terapi medikamentosa dapat
dilakukan.Terapi ini diharapkan dapat mengeluarkan batu secara langsung sehingga
nyeri dapat berkurang, aliran urine lancar setelah diberikan obat diuretik, konsumsi
cairan yang cukup juga diupayakan dapat membantu mengeluarkan batu.

b) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Pengeluaran batu dengan tindakan ini dilakukan tanpa pembiusan. Terapi ini
bertujuan untuk memecah batu sehingga memperlancar pengeluaran batu.

c) Endurologi

Pada terapi ini, mengeluarkan batu dari saluran kemih dengan memecah batu
kemudian dikeluarkan melalui alat yang sudah terpasang pada saluran kemih.
d) Bedah Laparoskopi

Teknik bedah ini banyak diminati karena meminimalkan luka sayatan pada tindakan
operasi
e) Bedah terbuka

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Berdasarkan teori Harmilah (2020), pemeriksaan penunjang gangguan urolithiasis antara


lain:
1. Urinalisis: warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya
sel darah merah, sel darah putih, dan kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serta
serpihan, mineral, bakteri, pH urine asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat)
atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
2. Urine (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
3. Kulture urine: menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,
proteus, klebsiela, pseudomonas).
4. Survei biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein
dan elektrolit.
5. BUN/kreatinin serum dan urine: abnormal (tinggi pada serum/ rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar
bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
7. Hitung darah lengkap: sel darah putih mungkin meningkat, menunjukkan
infeksi/septikemia.
8. Sel darah merah: biasanya normal
9. Hb, Ht: abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong
presipitasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi ginjal)
10. Hormon paratiroid: meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang rabsorpsi
kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
11. Foto rontgen: menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomis pada area ginjal
dan sepanjang ureter
12. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukkan abdomen pada struktur anatomis (distensi ureter) dan garis
bentuk kalkuli.
13. Sistoureteroskopi: visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan
batu dan efek obstruksi.
14. CT Scan: mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih.
15. USG Ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Secara otomatis, faktor jenis kelamin dan usia sangat signifikan dalam proses
pembentukan batu. Namun, angka kejadian batu ureter dilapangan sering kali terjadi pada
laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini karena pola hidup, aktivitas, dan geografis.
b. Keluhan utama Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit skunder
yang menyertai. Keluhan utama biasanya yang sering muncul pada pasien dengan batu
ureter adalah nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang dan nyeri saat
berkemih.
c. Riwayat penyakit sekarang Keluhan yang sering terjadi pada pasien batu ureter ialah
nyeri pada saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan
besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik ureter sinistra.
d. Riwayat penyakit dahulu Kemungkinan adanya riwayat gangguan pola berkemih.
e. Riwayat penyakit keluarga Batu ureter bukan merupakan penyakit menular dan
menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berpengaruh pada penyakit ini.
f. Riwayat psikososial Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien memiliki
koping adaptif. Namun biasanya, hambatan dalam interaksi interaksi sosial
dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri hebat) pada pasien, sehingga fokus
perhatiannya hanya pada sakitnya.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencederaan fisiologis


2. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan keengganan melakukan pergerakan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur infasif (terdapat luka operasi pada
perut bawah)

3. Perencanaan

N Diagnosa Rencana Keperawatan


o. Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan tindakan Identifikasi skala nyeri
pencederaan keperawatan selama 2 x 24 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi
fisik jam maka tingkat nyeri kualitas dan intensitas nyeri
menurun dengan kriteria: Identifikasi respon nyeri non verbal
Keluhan nyeri berkurang Jelaskan penyebab, pemicu, dan periode
Meringis menurun nyeri
TTV membaik Jelaskan strategi meredahkan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetic sesuai
indikasi
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Monitor kelelahan fisik
mobilitas fisik keperawatan selama 2 x 24 Monitor pola jam tidur
b/d maka mobilitas fisik Anjurkan melakukan aktivitas secara
keengganan meningkat dengan kriteria bertahap
melakukan hasil: Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
pergerakan Nyeri menurun Jelaskan melakukan mobilisasi dini
Kelelahan fisik menurun Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
Gerakan terbatas menurun meningkatlkan asupsnn makannan

3 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Monitor tanda gejala infeksi local dan
b/d prosedur keperawatan selama 2 x 24 sistemik
infasif maka tingkat infeksi menurun Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
(terdapat luka dengan kriteria hasil: dengan pasien dan lingkungan pasien
operasi pada Kemerahan menurun Jelaskan tanda dan gejala infeksi
perut bawah) Nyeri menurun Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Bengkak membaik Kolaborasi imunisasi jika perlu
Nafsu makan membaik
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif
yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila
perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah
selanjutnya.
REFERENSI

http://repository.unissula.ac.id/23512/1/D3%20Ilmu%20Keperawatan_40901800006_fullpdf.pdf

https://eprints.umm.ac.id/83209/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai