Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Oleh Kelompok 1 :

1. Ari Winarsih, S.Kep


2. Bibit Megowati, S.Kep
3. Oktoberti Gadi Doke, S.Kep
4. Ranie Robiatul Adawiyah, S.Kep
5. Ratna Susilaningtias, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN
TAHUN 2021/2022
A. Pengertian
1. Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (fitria, 2009).
2. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri,
maupun orang lain (Yoseph, 2007). Ancaman atau kebutuhan yang tidak
terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah
bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang
disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain,
bahkan membakar rumah.
3. Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik dapat
membahayakan bagi diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L. Videbeck,
2008).
B. Tanda dan Gejala
Menurut Fitria,  (2009), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah
sebagai berikut:
1.    Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah, serta postur tubuh kaku.
2.    Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan
nada keras dan kasar, sikap ketus.
3.    Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, sikap menentang, dan amuk/agresif.
4.    Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan
ingin berkelahi.
5.    Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka
berdebat, dan mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6.    Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan
kekerasan, suka mengejek, dan mengkritik.
7.    Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin
orang lain memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.
a. Data subyektif
b. Data obyektif
C. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Frustasi, seseorang
yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan
cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain
tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan
kekerasan.
1. Factor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan 
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan  oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1)  Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impuls  agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori.
Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan
atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak
sesuai, dan agresif.Beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif.Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif.Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung
antara perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor
predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak,
khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal;
trauma otak, yang  menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
2)   Teori Psikologik
a).Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa  ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri.Contoh peran tersebut
ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau
jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
3) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif.Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Factor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering
kali berkaitan  dengan (Yosep, 2007):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

D. Rentang Respon Marah


Menurut Yosep (2010), rentang respon dari marah, seperti pada gambar 1
berikut:
Respon adaptif                                                
Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif


Amuk/RPK
Keterangan:
1.    Asertif, adalah perilaku yang bisa menyatakan perasaan dengan jelas
dan langsung, jarak bicara tepat, kontak mata tapi tidak mengancam,
sikap serius tapi tidak mengancam, tubuh lurus dan santai,
pembicaraan penuh percaya diri, bebas untuk menolak permintaan,
bebas mengungkapkan alasan pribadi kepada orang lain, bisa
menerima penolakan orang lain, mampu menyatakan perasaan pada
orang lain, mampu menyatakan cinta orang terdekat, mampu
menerima masukan/kritik dari orang lain. Jadi bila orang asertif
marah, dia akan menyatakan rasa marah dengan cara dan situasi yang
tepat, menyatakan ketidakpuasannya dengan memberi alasan yang
tepat.
2.    Frustasi,   merupakan respon yang terjadi akibat gagal mencapai
tujuan yang tidak realistis atau hambatan dalam pencapaian tujuan.
3.    Perilaku Pasif, orang yang pasif merasa haknya di bawah hak orang
lain. Bila marah, orang ini akan menyembunyikan marahnya sehingga
menimbulkan ketegangan bagi dirinya. Bila ada orang mulai
memperhatikan non verbal marahnya, orang ini akan menolak
dikonfrontasi sehingga semakin menimbulkan ketegangan bagi
dirinya. Sering berperilaku seperti memperhatikan, tertarik, dan
simpati walau dalam dirinya sangat berbeda.Kadang-kadang bersuara
pelan, lemah, seperti anak kecil, menghindar kontak mata, jarak
bicara jauh dan mengingkari kenyataan.Ucapan sering menyindir atau
bercanda yang keterlaluan.
4.    Agresif, merupakan perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku
yang tampak berupa muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar.
5.    Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan bermusuhan
yang kuat disertai kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Menurut Fitria (2006), adapun perbedaan perilaku pasif, asertif dan
agresif, seperti pada tabel 1, berikut:
Tabel 1 Perbandingan Antara Perilaku Pasif, Asertif, Dan Agresif
Pasif Asertif Agresif
Isi Negatif dan Positif dan Menyombongka
pembicaraa merendahkan menawarkan n diri,
n diri,contohnya diri,contohnya merendahkan
perkataan:”Dapatk perkataan: “Saya orang
ah saya” dapat….” lain,contohnya
“Dapatkah kamu” “Saya akan…” perkataan:Kamu
selalu…”
“Kamu tidak
pernah….”
Tekanan Cepat, lambat, Sedang Keras dan
suara mengeluh ngotot
Posisi Menundukkan Tegap dan Kaku, condong
badan kepala santai ke depan
Jarak Menjaga jarak Mempertahanka Siap dengan
dengan sikap n jarak yang jarak yang akan
mengabaikan nyaman menyerang

Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam,


tenang posisi
menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahanka Mata melotot
tidak n kontak mata dan
sesuai dengan dipertahankan
hubungan

1. Fase- fase perilaku kekerasan


a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien.
Beberapa faktor yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian:
provokasi, respon terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi
yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas terhadap jarak
personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien dan
keluarga baru datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan
dengan respon fight or flight.Pada fase escalasi kemarahan klien
memuncak, dan belum terjadi tindakan kekerasan. Pemicu dari
perilaku agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi misalnya:
halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan
neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de
escalation gagal mencapai tujuannya.Pada fase ini klien sudah
melakukan tindakan kekerasan.
d. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi
marahnya.Mungkin masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko
kembali ke fase awal.
e. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan
berfokus pada kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas,
depresi, dan kelelahan.
2. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,
sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine
dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta
ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang
lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat
juga untuk pengembangan diri klien
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
E. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain danlingkungan

PerilakuKekerasan/amuk Core Problem


F.

GangguanHargaDiri :HargaDiriRendah

F. Psikopatologi
Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti faktor predisposisi dan faktor presipitasi (Yosep,
2007).
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku
kekerasan.
a. Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan naluri. Freud  berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang
diekpresikan dengan seksualitas, Dan kedua insting kematian yang
diekpresikan dengan agresivitas.
b. Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut
Freud ini ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang
untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan
timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau obyek yang
menyebabkan frustasi.
c. Faktor Sosial Budaya
1) Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh
Bandura (1977) ini memgemukakan  bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain.  Agresi dapat dapat
dipelajari melalui observasi  atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan
respon yang dipelajari.
2) Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana
yang dapat diterima atau tidak dapat diterima, sehingga dapat
membantu individu untuk mengekpresikan marah dengan cara
yang asertif.
d. Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor (Montague, 1979) bahwa dalam susunan
persyarafan ada juga yang berubah pada saat orang agresif.Sistem
limbik berperan penting dalam meningkatkan dan menurunkan
agresifitas.Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku
agresif yaitu; serotonin, dopamim, norepinephrin, acetikolin, dan
asam amino GABA (gamma aminobutiric acid).GABA dapat
menurunkan agresifitas, norepinephrin dapat meningkatkan
agresifitas, serotonin dapat menurunkan agresifitas dan orang yang
epilepsi.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah
apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat
berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman
terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang marasa terancam,
mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahanya. Ancaman dapat berupa internal ataupun
eksternal.Contoh stressor internal adalah tidak berprestasi kerja,
kehilangan orang yang dicintai, respon terhadap penyakit kronis.
Contoh stressor ekternal adalah serangan fisik, putus hubungan,
dikritik orang lain. Marah juga bisa disebabkan perasaan jengkel yang
menumpuk di hati atau kehilangan kontrol terhadap situasi.Marah juga
bisa timbul pada orang yang dirawat inap.

G. Diagnose keperawatan utama


Resiko Perilaku kekerasan

H. Intervensi keperawatan
1. Mandiri
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi
pasien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat
harus mengkaji pula afek pasien yang berhubungan dengan
perilaku  agresif. Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat dalam
membina hubungan terapeutik dengan pasien, mengkaji perilaku yang
berpontensi kekerasan, mengembangkan suatu perencanaan,
mengimplementasikan perencanaan, dan mencegah perilaku kekerasan.
(Yosep, 2010).
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah
dan mengelola perilaku agresif.Intervensi dapat melalui rentang intervensi
keperawatan.
a.  Kesadaran Diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat
mempengaruhi komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut
merasa letih, cemas, marah, atau apatis maka akan sulit baginya
membuat pasien tertarik. Untuk mencegah semua itu, maka perawat
harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan
supervise dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah
pasien.
b. Pendidikan Pasien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikai dan cara
mengekpresikan marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami
kesulitan mengekpresikan perasaan, kebutuhan, hasrat, dan bahkan
kesulitan mengkomunikasikan semua ini pada orang lain. Jadi dengan
perawat berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar pasien mau
mengekpresikan perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon
yang diberikan pasien adaptif atau maladaptif.
c. Latihan Asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat
yaitu  mampu berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang,
mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan, sanggup
melakukan komplain, dan mengekpresikan penghargaan dengan tepat.
d.  Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang,
bicara lembut, bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral dengan
cara yang kongkrit, tunjukkan sikap respek, hindari kontak mata
langsung, fasilitasi pembicaraan, dengarkan pembicaraan, jangan
terburu-buru menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang
tidak dapat ditepati.
e.  Perubahan Lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti:
membaca, kelompok program yang dapat mengurangi perilaku pasien
yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi
aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan
salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok pasien yang mempunyai masalah yang sama. Aktivitas
digunakan sebagai terapi sedangkan kelompok digunakan sebagai
target sasaran (Keliat dan Akemat, 2005). TAK yang sesuai dengan
perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi: perilaku kekerasan.
f. Tindakan Perilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien
mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.
2. Kolaboratif
a. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-
hipnotics.Obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. 
BenzodiazepineS seperti lorazepam dan clonazepam, sering digunakan
dalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan perlawanan pasien.
1) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2) Obat anti depresi, amitriptyline
3) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4) Obat anti insomnia, phneobarbital
b. Terapi Kejang Listrik atau Elektro Compulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada pasien baik tonik maupun
klonik.  
c. Somatoterapi yang lain
1) Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol
10% sehingga timbul konvulsi
2) Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien
menjadi koma, kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian
dibangunkan dengan suntikan gluk
d. Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap
suatu gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui
wawancara terapi atau melalui metode-metode tertentu misalnya :
relaksasi, bermain dan sebagainya. Dapat dilakukan secara individu
atau kelompok, tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan
mental penderita, mengembankan mekanisme pertahanan diri yang
baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan keseimbangan
adaptifnya.
e. Manipulasi lingkungan
Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi
lingkungan pasien, sehingga bisa membantu dalam proses
penyembuhannya. Teknis ini terutama diberikan atau diterapkan
kepada lingkungan penderita, khususnya keluarga.Tujuan utamanya
untuk mengembangkan atau merubah/menciptakan situasi baru yang
lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan
penderita kepada lingkunmgan baru yang dipandang lebih baik dan
kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang
dilakukan.
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan
yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKnya
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab
marah, tanda dan gejala yang  dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik pertama (latihan nafas dalam) dan latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal),
Orientasi :
“Selamat pagi bapak/ibu, perkenalkan nama saya perawat Emil. Saya
senang dipanggil Emil. Siapa nama anda kemudian senang di panggil
apa ? baiklah, Saya  perawat yang dinas diruangan ini, saya dinas
diruangan ini selama 1 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7
sampai jam 14.00 siang, jadi selama 1 minggu ini saya yang merawat
bapak/ibu. Nama bapak/ibu siapa?  Dan senang nya dipanggil apa?”“
Bagaimana perasaan bapak/ibu saat ini?” masih ada perasaan kesal
atau marah? Apa yang terjadi dirumah ?’’ “ Baiklah sekarang kita akan
berbincang-bincang tentang perasaan marah bapak/ibu,”“ Berapa lama
bapak/ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 20 menit“
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang diruang tamu?”
Kerja :
“ apa yang menyebabkan bapak/ibu marah? Apakah sebelumnya
bapak/ibu pernah marah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan
yang sekarang? Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang
berantakan, makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini
penyebab marah klien), apa yang bapak/ibu rasakan?“ Apakah
bapak/ibu merasa kesal, kemudian dada bapak/ibu berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang
ibu lakukan selanjutnya”“ Apakah dengan bapak/ibu marah-marah,
keadaan jadi lebih baik?“ Menurut bapak/ibu adakah cara lain yang
lebih baik selain marah-marah?“maukah bapak/ibu belajar
mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita
belajar satu cara dulu, “ beginiya bapak/ibu, kalau tanda- marah itu
sudah di rasakan, bapak/ibu berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan
sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti
mengeluarkan kemarahan, coba lagi bapak/ibu dan lakukan sebanyak 5
kali. Bagus sekali bapak/ibu sudah dapat melakukan nya.“ nah
sebaiknya latihan ini bapak/ibu lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul, bapak/ibu sudah terbiasa
melakukannya”. “ Kalau ada yang menyebabkan bapak/ibu marah dan
muncul perasaan kesal, selain nafas dalam bapak/ibu dapat memukul
kasur dan bantal.”“ Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan
kasur mari ke kamar bapak/ibu? Jadi kalau nanti bapak/ibu kesal atau
marah,langsung kekamar dan lampiaskan marahtersebut dengan
memukul bantal dan kasur.Nah coba bapak/ibu lakukan memukul
bantal dan kasur, ya bagus sekali bapak/ibu melakukannya!”“ Nah cara
ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah,
kemudian jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”
Terminasi :
 “ Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah berbincang-bincang
tentang kemarahan bapak/ibu? ” Coba bapak/ibu sebutkan penyebab
bapak/ibu marah dan yang bapak/ibu rasakan  dan apa yang sudah
lakukan serta akibatnya. Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya
bapak/ibu, berapa kali sehari bapak/ibu mau latihan nafas dalam dan
latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua :
pukul kasur dan bantal) ?”“baik bagaimana kalau besok  kita latihan
cara lain untuk mencegah dan mengendalikan marah.” tempatnya
disini saja ya ?”Selamat Pagi.”  

SP 2 : Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu


pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan
benar dosis obat) disertai penjelasan guna minum obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur)
Orientasi :
“Selamat siang bapak/ibu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu,
sekarang kita ketemu lagi” “Bagaimana bapak/ibu, sudah dilakukan
latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta
sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?
Coba kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana kalau sekarang kita bicara
dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
ditempat tadi?.“Berapa lama bapak/ibu mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?” 
Kerja :
“Bapak/Ibu sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat
yang ibu minum?warnanya apa saja? Bagus, jam berapa bapak/ibu
minum?Bagus”“Obatnya ada 3 macam bu, yang warnanya oranye
namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP
agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP
rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak/ibu minum 3x sehari
jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum
obat mulut ibu terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak/ibu
bias mengisap-isap es batu”.“Bila terasa berkunang-kunang, sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”.
“Nanti dirumah sebelum minum obat inibapak/ibu lihat dulu label di
kotak obat apakah benar namabapak/ibu tertulis disitu, berapa dosis
yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum, baca juga
apakah nama obatnya sudah benar? Disini minta obatnya pada suster
kemudian cek lagi apakah benar obatnya”.
“Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi
dengan dokter ya, karena dapat terjadi kekambuhan.”.“Sekarang kita
masukkan waktu minum obat kedalam jadwal ya ”.

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita bercakap-cakap
tentang cara kita minum obat yang benar?”“Coba bapak/ibu sebutkan
lagi jenis jenis obat yang di minum! Bagaiman cara minum obat yang
benar?”“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari? Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum
obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik, besok
kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana bapak/ibu melaksanakan
kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat siang ,
sampai jumpa.”
SP 3 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik
mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah
secara verbal ( menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal).
Orientasi :
“Selamat siang bapak/ibu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu
sekarang kita ketemu lagi”. “Bagaimana bapak/ibu, sudah dilakukan
tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur?”“Coba saya lihat jadwal kegiatan
hariannya. “Bagus, Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri
tulis M, artinya mandiri: kalau diingatkan suster baru dilakukan ditulis
B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T,
artinya belum bisa melakukan. “Bagaiman kalau kita sekarang latihan
cara bicara untuk mencegah marah?”“Dimana enaknya kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat yang sama?”“Berapa
lama bapak/ibu mau kita berbincang-bincang?Bagaiman kalau 15
menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara  bapak/ibu baik untuk mencegah
marah. Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau
pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan
orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya: 1. Meminta dengan
baik tanpa marah dengan suara yang rendah serta tidak menggunakan
kata-kata kasar. Kemarin bapak/ibu mengatakan penyebab marahnya
karena makanan tidak tersedia, rumah berantakan, Coba bapak/ibu
minta sediakan makan dengan baik:” bapak/ibu, tolong sediakan
makan dan bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba disini untuk
meminta baju, minta obat dan lain-lain.Coba bapak/ibu praktekkan
.Bagus bu. “2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan
bapak/ibu tidak ingin melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak/ibu praktekkan
.Bagus bu.”3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan
orang lain yang membuat kesal bapak/ibu dapat mengatakan:’Saya jadi
ingin marah karena perkataan mu itu’. Coba praktekkan.Bagus.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah bercakap-cakap tentang
cara mengontrol marah dengan bicara yang baik?’ “Coba bapak/ibu
sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus
sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari
bapak/ibu mau latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, makanan dll.Bagus nanti dicoba ya!”“ Bagaimana kalau besok 
kita ketemu lagi?”. “ besok kita akan membicarakan cara lain untuk
mengatasi rasa marah bapak/ibu yaitu dengan cara ibadah, bapak/ibu
setuju? Mau dimana bapak/ibu?Disini lagi? Baik sampai nanti ya

SP 4 : Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara


spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat
jadwal latihan ibadah/ berdoa
Orientasi :
“Selamat pagi bapak/ibu, sesuai dengan janji saya kemarin
sekarang sayadatang lagi”
“Bagaiman bapak/ibu, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaiman rasa marahnya?”“Bagaimana kalau sekarang kita latihan
cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah?”“Dimana
enaknya kita berbincang-bincang?Bagaiman kalu ditempat
biasa?”“Berapa lama bapak/ibu mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?” 

Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak/ibu lakukan!
Bagus, yang mana yang mau di coba?”“Nah, kalau bapak/ibu sedang
marah coba langsung duduk dan langsung tarik nafas dalam.Jika tidak
reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”.“bapak/Ibu bisa melakukan sholat
secara teratur untuk meredakan kemarahan.” “Coba ibu sebutkan
sholat 5 waktu?Bagus, mau coba yang mana?Coba sebutkan caranya?”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita bercakap-cakap
tentang cara yang ketiga ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol
marah yang kita pelajari? Bagus” “Mari kita masukkan kegiatan ibadah
pada jadwal kegiatan bapak/ibu.Mau berapa kali bapak/ibu sholat.
Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai kesebuatan pasien).”
“Coba sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak/ibu lakukan
bilasedang marah”“Setelah ini coba lakukan sholat sesuai jadwal yang
telah kita buat tadi”
“ 2 jam lagi kita ketemu  ya ,nanti kita bicarakan cara keempat
mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat! “ “Nanti kita
akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah bapak/ibu.

DAFTAR PUSTAKA
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP& SP ) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika :
Jakarta
Townsend C. Mary , 2000, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa.Jakarta :EGC
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai