Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER PAROTIS


DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DR. SOEBANDI JEMBER

oleh

Ifka Wardaniyah, S.Kep.


NIM 192311101084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan berikut disusun oleh:

Nama : Ifka Wardaniyah, S.Kep.


NIM : 192311101084
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kanker Parotis di Ruang Mawar
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soebandi Jember

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari, tanggal :
Tempat : Ruang Mawar RSUD dr. Soebandi Jember

Jember, 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Baskoro Setioputro, S.Kep.,M.Kep Ns. Suheriyono, S.Kep


NIP. 19830505 200812 1 004 NIP. 19750101 199803 1 008

LEMBAR PENGESAHAN
ii
Laporan asuhan keperawatan disusun oleh:

Nama : Ifka Wardaniyah, S. Kep


NIM : 192311101084

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari, tanggal :
Tempat : Ruang Mawar RSUD dr. Soebandi

Jember, 2019

FAKULTAS KEPERAWATAN

Mengetahui, PJMK,
Koordinator Profesi Ners,

Ns. Erti Ikhtiarini D. S.Kep., M.Kep. Sp.Kep.J Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB
NIP. 19811028 200604 2 002 NIP. 19810319 201404 1 001

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns.Wantiyah, M. Kep
NIP. 19810712 200604 2 001

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Konsep Teori.............................................................................................................................1
1. Anatomi Fisiologi Mandibula..........................................................................................1
2. Definisi Fraktur Mandibula............................................................................................2
3. Epidemiologi.....................................................................................................................2
4. Etiologi..............................................................................................................................3
6. Patofisiologi/Patologi........................................................................................................5
7. Manifestasi Klinis.............................................................................................................5
8. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................6
9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi..................................................6
B. Clinical Pathway.......................................................................................................................8
C. Konsep Asuhan Keperawatan.................................................................................................9
D. Discharge Planning................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................16

iv
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Anatomi Fisiologi Parotis

Gambar 1.1 Kelenjar liur (Jothi, 2015)

Gambar 1.2. Anatomi kelenjar parotis (Moore dan Dalley, 2006)

Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur terbesar dan hampir seluruhnya tersusun oleh
kelenjar tipe acini serosa. Terletak dibawah meatus acusticus externus dan terletak di dalam
suatu lekukan di belakang ramus mandibulae dan di depan m. sternocleidomastoideus.
Dilihat dari permukaan superfisial, kelenjar parotis berbentuk baji, dengan dasarnya di atas
dan apeksnya di belakang angulus mandibula. Penampang horisontalnya juga berbentuk baji
dengan dasarnya di sebelah lateral dan apeksnya menghadap dinding faring. Nervus fasialis
dan cabang-cabangnya berjalan ke depan di dalam kelanjar parotis dan membaginya menjadi
lobus superfisialis dan profunda. Duktus parotis berjalan ke depan di atas permukaan lateral

1
m. masseter, 1 jari di bawah arcus zygomaticus. Pada margo anterior m. masseter, duktus
membelok tajam ke medial dan menembus bantalan lemak buccalis dan m. buccinator.
Kemudian duktus ini berjalan sedikit ke depan di antara otot dan membran mukosa, akhirnya
bermuara ke dalam vestibulum oris, pada sebuah papilla kecil, di depan gigi molar kedua atas.
(Snell, 2006).
Kelenjar parotis diperdarahi oleh arteri karotis eksterna yang berjalan di bawah venter
posterior m. digastricus, berjalan ke atas dan masuk ke dalam substansi kelenjar parotis.
Setinggi collum mandibulae, arteri ini akan bercabang menjadi arteri temporalis superfisialis
dan arteri maksilaris. Sementara, aliran darah balik kelenjar parotis akan bermuara ke dalam
vena retromandibularis. Vena ini dibentuk di dalam kelenjar parotis oleh penyatuan vena
temporalis superfisialis dan vena maksilaris. Vena ini bercabang menjadi dua, anterior dan
posterior yang keluar dari pinggir bawah kelenjar. Cabang anterior akan bergabung dengan
vena fasialis dan cabang posterior bergabung dengan vena auricularis posterior membentuk
vena jugularis externa (Snell, 2006).
Meskipun nervus fasialis berada di dalam kelenjar parotis, namun nervus fasialis tidak
terlibat dalam persarafan kelenjar parotis. Kelenjar parotis dipersarafi oleh serabut-serabut
sekremotorik parasimpatis dari nervus IX. Serabut saraf ini berjalan ke ganglion oticum
melalui ramus tympanicus nervus IX dan n. petrosus minor. Serabut postganglionik
parasimpatiskus mencapai kelenjar parotis melalui n. auriculotemporalis, yang terletak tepat
di permukaan dalam kelenjar. Stimulasi dari serabut parasimpatis memproduksi liur yang
encer dan berair. Serabut postganglionik simpatikus mencapai kelenjar parotis sebagai sebuah
plexus saraf di sekitar arteri karotis interna. Aktivitas vasomotor dari serabut ini dapat
menurunkan sekresi kelenjar. Pembuluh limfe kelenjar parotis bermuara ke dalam nodi
lymphoidei parotidei dan nodi lymphoidei cervicales profundi (Moore dan Dalley, 2006;
Snell, 2006).
Air liur (saliva) terdiri dari campuran antara elektrolit dan makromolekul. Air liur
terbentuk melalui suatu proses transpor aktif. Proses ini terjadi di bawah pengaruh sinyal
neuronal dan hormonal. Kelenjar liur terdiri dari dua bagian berbeda anatomi dan
fungsionalnya, yaitu asinus dan duktus. Asinus merupakan tempat terbentuknya air liur dan
sekitar 85% mensekresi protein eksokrin. Komponen air liur berasal dari pembuluh darah
lokal dalam bentuk cairan isotonik dan disekresikan ke dalam lumen asinar. Sekresi primer ini
melintasi sistem duktus sebelum dikeluarkan ke dalam mulut. Tidak seperti sel-sel acinus
yang dapat ditembus air (water-permeable), sel-sel duktus justru bersifat tidak tembus air
(water-impermeable). Kebanyakan natrium (Na+) dan klorida (Cl-) pada sekresi primer akan
direabsorbsi di duktus, dan sejumlah kecil kalium (K+) dan bikarbonat (HCO3-) akan
disekresikan. Beberapa protein akan ditambahkan ke air liur saat melewati duktus. Jadi,
produk akhir dari air liur ini bersifat hipotonik (sekitar 25 mEq/L NaCl), namun komposisi
elektrolit dari air liur dapat dipengaruhi oleh laju aliran air liur. Reabsorpsi natrium dan
klorida secara langsung berhubungan dengan laju aliran, sedangkan reabsorpsi kalium tidak
bergantung pada laju aliran (Cummings, 2005).
.

2. Definisi Fraktur Mandibula


Menurut kamus kedokteran Dorland, tumor didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan
baru jaringan dimana multiplikasi selnya tidak terkontrol dan progresif, yang disebut juga
2
neoplasma. Sedangkan kelenjar parotis merupakan kelenjar air liur terbesar yang berpasangan
dan terletak di depan telinga.5

3. Epidemiologi
Sekitar 2500 kasus baru dari tumor kelenjar air liur didiagnosis tiap tahunnya. Sebanyak
80% dari tumor kelenjar liur ini terjadi di kelenjar parotis, 10-15% di kelenjar submandibula,
sisanya terjadi di kelenjar sublingual dan kelenjar air liur minor. Tumor kelenjar liur lebih
banyak terjadi pada orang dewasa (95%) dan jarang pada anak-anak, tetapi frekuensi tumor
ganas pada anak lebih tinggi daripada orang dewasa. Kebanyakan tumor kelenjar parotis
adalah jinak (70-80%). Hemangioma merupakan tumor mesenkimal jinak tesering pada anak-
anak, sedangkan tumor epithelial jinak tersering adalah adenoma pleiomorfik. Tumor jinak
kelenjar parotis lebih sering terjadi di wanita kecuali tumor Warthin.2,4,6,7
4. Etiologi
a. Idiopatik adalah jenis yang paling sering dijumpai. Siklus ulserasi yang sangat nyeri
dan penyembuhan spontan dapat terjadi beberapa kali didalam setahun. Infeksi virus,
defisiensi nutrisi, dan stress emosional, adalah faktor etiologik yang umum.
b. Genetik : Resiko kanker / tumor yang paling besar diketahui ketika ada kerabat utama
dari pasien dengan kanker / tumor diturunkan dominan autososom. Onkogen
merupakan segmen DNA yang menyebabkan sel meningkatkan atau menurunkan
produk produk penting yang berkaitan dengan pertumbuhan dan difesiensi sel.
akibatnya sel memperlihatkan pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkendali
semua sifat sieat kanker fragmen fragmen genetik ini dapat merupakan bagian dari
virus virus tumor.
c. Bahan-bahan kimia obat-obatan hormonal, Kaitan hormon hormon dengan
perkembangan kanker tertentu telah terbukti. Hormon bukanlah karsinogen, tetapi
dapat mempengaruhi karsigogesis Hormon dapat mengendalikan atau menambah
pertumbuhan tumor.
d. Faktor imunologis : Kegagalan mekanisme imun dapat mampredisposisikan seseorang
untuk mendapat kan kanker tertentu. Sel sel yang mempengaruhi perubahan
(bermutasi}berbeda secara antigenis dari sel sel yang normal dan harus dikenal oleh
system imun tubuh yang kemudian memusnahannya. Dua puncak insiden yang tinggi
untuk tumbuh nya tumor pada masa kanak kanak dan lanjut usia, yaitu dua periode
ketika system imun sedang lemah.

5. Klasifikasi
Diklasifikasikan menjadi 3 jenis tumor parotis yaitu tumor jinak, tumor ganas dan mixed
tumors.
a. Tumor Jinak
1) Pleomorfik adenoma à paling sering terjadi pada kelenjar parotis. Dinamakan
pleomorfik dikarenakan terbentuk dari sel-sel epitel dan jaringan ikat.
Pertumbuhan tumor ini lambat, berbentuk bulat dan konsistensi lunak. Secara
histologist dikarakteristikkan dengan struktur beraneka ragam biasanya terletak
seperti gambaran lembaran untaian atau seperti pulau-pulau dari spindle atau
stellata.

3
2) Warthin’s tumor à tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki
kapsul apabila terletak pada kelenjar parotis dan terdiri atas kista multiple.
3) Histology Warthin’s tumor yaitu memiliki stroma limfoid dan sel epithelial asini.
b. Tumor Ganas
1) Mukoepidermoid, karsinoma à keganasan pada kelenjar parotis yang paling
banyak. Paling umum mengenai usia anak-anak dan remaja dari usia 20 tahunan.
Untuk tumor Low-grade memiliki presentasi lebih tinggi untuk terbentuk dari sel
mucinous dan prognosis yang dimiliki lebih baik. Sedangkan tumor High-grade
memiliki lebih banyak sel epitel dan prognosisnya lebih buruk.
2) Adenoid kistik à, merupakan keganasan kedua yang paling umum terjadi pada
kelenjar parotis. Tumor ini memiliki perkembangan yang lambat . adenoid kistik
karsinoma memiliki tiga perbedaan pola histology, yang berkorelasi dengan
prognosis daritumor tersebut.
3) Adenokarsinoma à adenokarsinoma yang banyak terjadi pada kelenjar parotis
adalah Karsinoma sel asinik, dimana karsinoma ini berjalan dengan lambat3.
c. Mixed Tumor
Pleomorfik adenoma dan neoplasma jinak campuran, dapat berubah menjadi
karsinoma. Perubahan ini terjadi pada sekitar 2-15% dari keganasan kelenjar saliva.

6. Patofisiologi/Patologi
a. Kelainan peradangan/inflamasi biasanya muncul sebagai pembesaran kelenjer difus
atau nyeri tekan. Infeksi bakterial adalah akibat obstruksi duktus dan infeksi retograd
oleh bakteri mulut. Parotitis bacterial akut dapat dijumpai pada penderita pascaoperasi
yang sudah tua yang mengalami dehidrasi dan biasanya disebabkan oleh
staphylococcus aureus.
b. Tumor-tumor : Dari semua tumor kelenjer saliva, 70% adalah tumor benigna, dan dari
tumor benigna 70% adalah adenoma plemorfik. Adenoma plemorfik adalah proliferasi
baik sel epitel dan mioepitel duktus sebagaimana juga disertai penigkatan komponen
stroma. Tumor-tumor ini dapat tumbuh membesar tanpa menyebabkan gejala nervus
vasialis. Adenoma plemorfik biasanya muncul sebagai masa tunggal yang tak nyeri
pada permukaan lobus parotis. Degenerasi maligna adenoma plemorfik terjadi pada
2% sampai 10%.Tumor-tumor jinak dari glandula parotis yang terletak di bagian
medialn.facialis, dapat menonjol ke dalam oropharynx, dan mendorong tonsil ke
medial.Tumor-tumor jinak bebatas tegas dan tampak bersimpai baik dengan
konsistensi padat atau kistik. Tumor parotis juga dapat disebabkan oleh infeksi telinga
yang berulang dan juga dapat menyebabkan ganguan pendengaran. Tumor parotis juga
dapat disebabkan oleh peradangan tonsil yang berulang.
Teori multiseluler: menyatakan bahwa tumor kelenjar liur berasal dari diferensiasi sel-
sel matur dari unit-unit kelenjar liur. Seperti tumor asinus berasal dari sel-sel asinar,
onkotik tumor berasal dari sel-sel duktus striated, mixed tumor berasal dari sel-sel
duktus intercalated dan mioepitel.
Teori biseluler: menerangkan bahwa sel basal dari glandula ekskretorius dan suktus
intercalated bertindak sebagai stem sel. Stem sel dari duktus intercalated dapat
menimbulkan terjadinya karsinoma acinous, karsinoma adenoid kistik, mixed tumor,
onkotik tumor dan Warthin’s tumor.
4
7. Manifestasi Klinis
Biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan kesulitan menggerakkan salah satu
sisi wajah. Pada tumor parotis benigna biasanya asimtomatis (81%), nyeri dirasakan pada
sebagian pasien (12%) dan paralisis nervus facialis (7%). Paralisis nervus fasialis lebih sering
didapatkan pada pasien dengan tumor parotis maligna. Adanya bengkak biasanya mengurangi
kepekaan wilayah tersebut terhadap rangsang (painless) dan menyebabkan pasien kesulitan
dalam menelan. Tanda pada tumor benigna benjolan bisa digerakkan, soliter dan keras.
Namun, pada pemeriksaan tumor maligna diperoleh benjolan yang terfiksasi, konsistensi
keras dan cepat bertambah besar.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
a. USG : untuk membedakan massa padat dan kistik. USG pada pemeriksaan
penunjang berguna untuk evaluasi kelainan vaskuler dan pembesaran jaringan
lunak dari leher dan wajah, termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe.
b. CT-Scan : gambaran CT-scan tumor parotis yaitu suatu penampang yang tajam
dan pada dasarnya mengelilingi lesi homogeni yang mempunyai suatu kepadatan
yang lebih tinggi dibanding glandula tissue. Tumor mempunyai intensitas yang
lebih besar ke area terang (intermediate brightness). Focus dengan intensitas
signal rendah (area gelap/rediolusen) biasanya menunjukkan area fibrosis atau
kalsifikasi distropik. Klasifikasi ditunjukkan dengan tanda kosong (signal void)
pada neoplasma parotid sebagai tanda diagnose.
c. MRI : pemeriksaan ini dapat membedakan massa parotis benigna atau maligna.
Pada massa parotis benigna, lesi biasanya memiliki tepi yang halus dengan garis
kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi maligna dengan grade rendah
terkadang mempunyai pseudokapsular dan memiliki gambaran radiografi seperti
lesi benigna. Lesi maligna dengan grade tinggi memiliki tepi dengan gambaran
infiltrasi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase,
BUN/Kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal homeostasis, untuk menilai
keadaan umum dan persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Patologi Anatomi
1) FNA : belum merupakan pemeriksaan baku.
2) Biopsy insisional : dikerjakan pada tumor yang inoperable.
3) Biopsy Eksisional : pada tumor parotis yang operable dilakukan parotidektomi
duperfisial

9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


Pengobatan tumor parotis adalah multi disiplin ilmu termasuk bedah, neurologis,
radiologi diagnostic dan inventersional, onkologi dan patologi. Factor tumor dan pasien
harus diperhitungkan termasuk keparahannnya, besarnya tumor, tingkat morbiditas serta
availibilitas tenaga ahli dalam bedah, radioterapi dan kemoterapi.
a. Tumor Operabel
5
1) Terapi utama: Terapi utama tumor operable adalah pembedahan berupa
parotidektomi superficial, dilakukan pada tumor jinak parotis lobus superficial.
Untuk parotidektomi total, dilakukan pada tumor ganas parotis yang belum ada
ektensi ektraparenkim dan n.VII. dan untuk parotidektomi total diperluas,
dilakukan pada tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim dan
n.VII.
2) Terapi tambahan : Terapi tambahan berupa radioterapi pasca bedah dan diberikan
pada tumor ganas dengan kriteria: high grade malignancy, masih ada residu
makroskopis atau mikroskopis, tumor menempel pada saraf, karsinoma residif,
dan karsinomaparotid lobus profundus.

b. Tumor inoperablea.
1) Terapi utama
Radioterapi : 65-70 Gy dalam 7-8 minggu.
Terapi tambahan Kemoterapi:
a) Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cyctic carcinoma, adenocarcinoma,
malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma) adriamisin 50 mg/miv pada hari 1,
5 fluorourasil 500 mg/m2iv pada hari 1, dan sisplatinin 100 mg/miv hari ke-2.
Diulang setiap 3 minggu.
b) Untuk jenis karsinoma skuamos sel (aquamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma) mthotrexate 50 mg/m2iv pada hari ke-1 dan 7, dan
sisplatinin pada hari ke-2. Di ulang setiap 3 minggu

6
B. Clinical Pathway

C. Faktor lingkungan
Faktor idiopatik Faktor Genetik
 Pemajanan lama radiasi
D.  Alkoholisme
 Obesitas
E.  Junk food , makanan berlemak

F.
Sel berkembang tidak terkendali
G.
Hiperplasie pada sel

Ca Parotis

Mendesak sel syaraf Mendesak


Peningkatan Menekan jaringan
H. pembuluh darah
Mensuplai nutrisi ke sekitar Aliran darah
jaringan
I. ca
Penekanan sel kanker terhambat
Peningkatan
Hipermetabolis
J. ke konsistensi parotis pada syaraf
jaringan Nyeri Hipoksia
K.
Suplai nutrisi kurang Nekrosis
L.
dari kebutuhan Ukuran parotis jaringan
tubuh membesar
M. turun
Berat badan Bakteri Patogen

N.
Ketidakseimbangan
O.
nutrisi: kurang dari Resiko Infeksi
kebutuhan tubuh

7
P. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Berisi identitas pasien berupa nama, tanggal lahir, pekerjaan, alamat, tanggal MRS,
tanggal pengkajian
b. Riwayat Kesehatan
Pada riwayat kesehatan umumnya akan ditemukan keluhan utama nyeri karena adanya
penekanan pada jaringan sekitar. Selain itu pada riwayat penyakit sekarang akan
pembengkakan di bagian parotis dan bentuk wajah yang asimetris
c. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh pasien
secara utuh terkait kondisi ca parotis. Keluhan yang didapatkan berupa benjolan yang
soliter, tidak nyeri, dipre/infra/retro aurikuler, jika terdapat rasa nyeri yang sedang
sampai berat biasanya terdapat pada keganasan. Terjadinya paralisis nervus facialis
pada 2-3% kasus keganasan parotis. Adanya disfagia, sakit tenggorokan, dan
gangguan pendengaran. Dan dapat pula terjadi pembesaran kelenjar getah bening
apabila terjadi metastasi. Selain itu dalam anamnesis perlu ditanyakan bagaimana
progresivitas penyakitnya, adakah faktor-faktor resiko yang yang mana dikhawatirkan
pasien akan mengalami berbagai hambatan terkait jalan pernafasan, sirkulasi, nutrisi,
dll. Sehingga setelah dilakukan pengkajian perawat dapat menerapkan intervensi yang
sesuai dengan keadaan klien.
Pengkajian fisik yang dapat dilakukan meliputi :
1) Kepala : apakah kondisi rambut bersih, kondisi wajah bersih, terdapat lesi atau
tidak, bentuk asimetris atau tidak
2) Mata : pengkajian terkait bentuk asimetris atau tidak, warna, lesi
3) Telinga : pengkajian terkait bentuk, warna, pembengkakan, kondisi pendengaran
4) Leher : pengkajian terkait bentuk, warna, pembengkakan, diameter pembengkakan

5) Terapi
a. Obat analgesik : untuk mengurangi nyeri pada klien. Contoh : paracetamol, antrain
ibuprofen, dll
b. Obat antibiotik : untuk mencegah terjadinya infeksi. Contoh : ceftriaxone,
gentamicine, dll

6) Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium

8
d.USG : untuk membedakan massa padat dan kistik. USG pada pemeriksaan
penunjang berguna untuk evaluasi kelainan vaskuler dan pembesaran jaringan
lunak dari leher dan wajah, termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe.
e. CT-Scan : gambaran CT-scan tumor parotis yaitu suatu penampang yang tajam
dan pada dasarnya mengelilingi lesi homogeni yang mempunyai suatu kepadatan
yang lebih tinggi dibanding glandula tissue. Tumor mempunyai intensitas yang
lebih besar ke area terang (intermediate brightness). Focus dengan intensitas
signal rendah (area gelap/rediolusen) biasanya menunjukkan area fibrosis atau
kalsifikasi distropik. Klasifikasi ditunjukkan dengan tanda kosong (signal void)
pada neoplasma parotid sebagai tanda diagnose.
f. MRI : pemeriksaan ini dapat membedakan massa parotis benigna atau maligna.
Pada massa parotis benigna, lesi biasanya memiliki tepi yang halus dengan garis
kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi maligna dengan grade rendah
terkadang mempunyai pseudokapsular dan memiliki gambaran radiografi seperti
lesi benigna. Lesi maligna dengan grade tinggi memiliki tepi dengan gambaran
infiltrasi.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase,
BUN/Kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal homeostasis, untuk menilai
keadaan umum dan persiapan operasi.
e. Pemeriksaan Patologi Anatomi
4) FNA : belum merupakan pemeriksaan baku.
5) Biopsy insisional : dikerjakan pada tumor yang inoperable.
6) Biopsy Eksisional : pada tumor parotis yang operable dilakukan parotidektomi
duperfisial

7) Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan jaringan
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (missal koyakan
atau robekan)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan proses inflamasi

9
8) Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1.Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri 1. Mengetahui karakteristik nyeri
penekanan tindakan keperawatan 2.Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan 2. Untuk mengurangi nyeri
jaringan selama 1x20 menit tirah baring
sekitar nyeri berkurang atau 3.Berikan lingkungan yang tenang dan berikan 3. Untuk menambahkan rasa nyaman
hilang dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
4.Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi 4. Untuk mengurangi nyeri
KH: 5.Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, 5. Untuk mengurangi sensasi nyeri
Klien Mengatakan contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi
nyerinya berkurang atau visualisasi, sentuhan
hilang 6.Observasi tanda-tanda vital 6. Untuk mengetahui keadaan umum
Skala nyeri (0-1) klien
7.Kolaborasi pemberian analgetik 7. Untuk mengurangi nyeri
2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap 1. Mengetahui adanya tanda2 infeksi
Integritas tindakan keperawatan tanda infeksi atau drainae
Jaringan b/d selama 1 x60 menit 2. Monitor suhu tubuh 2. Mengetahui adanya infeksi kalau
Faktor integritas kulit yang suhu tubuh naik
mekanik baik tetap terjaga 3. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah 3. Untuk mempertahankan integritas
(misal:koyaka tulang yang menonjol kulit
n/robekan) KH: 4. Lakukan alih posisi dengan sering,
Klien mengatakan 5. Pertahankan seprei tempat tidur tetap kering dan 4. Untuk mencegah dekubitus
badannya bugar bebas kerutan 5. Mencegah kerusakan integritas
Luka tampak bersih 6. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol kulit

10
7. Kolaborasi pemberian antibiotik. 6. Meningkatkan sirkulasi perifer dan
meningkatkan kelemasan kulit dan
otot terhadap tekanan yang relatif
konstan pada imobilisasi.
7. Untuk mencegah infeksi
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Observasi tanda dan gejala infeksi 1. Untuk memantau adanya tanda dan
tindakan keperawatan 2. Jelaskan tanda-tanda gejala infeksi pada pasien dan gejala infeksi
selama perawatan keluarga berupa rubor (kemerahan), kalor (panas), 2. Supaya pasien dapat mengerti dan
dolor (sakit), tumor (bengkak), fungsio laesa memantau adanya tanda dan gejala
resiko infeksi tidak
(penurunan fungsi) infeksi
terjadi. 3. Anjurkan untuk menjaga kebersihan area luka 3. Untuk menjaga kebersihan agar
4. Kolaborasi pemberian antibiotik terhindar dari infeksi
KH: 4. Untuk mencegah terjadinya infeksi
Tidak ada tanda dan
gejala infeksi
Pasien dan keluarga
memahami cara
menghindari infeksi

Sumber: (Bulechek, 2013), (Moorhead, 2013)

11
9) Evaluasi
S= Berisi respon subjektif atau keluhan yang dialami pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan
O= Berisi data hasil observasi perawat terkait kondisi pasien yang meliputi inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi
A= berisi apakah tujuan dari diagnose yang diangkat sudah tercapai atau belum
P= berisi rencana untuk tindakan keperawatan selanjutnya

D. Discharge Planning
1. Anjurkan untuk menjaga nutrisi dengan baik dengan makan makanan yang kaya akan
protein, kalsium, dan mineral untuk membantu pertumbuhan sel sel jaringan baru dan
mempercepat proses pertumbuhan
2. Anjurkan untuk menjaga kebersihan luka agar terhindar dari infeksi
3. Anjurkan untuk mobilisasi untuk melancarkan sirkulasi
4. Anjurkan untuk meminum obat sesuai dengan anjuran dokter
5. Anjurkan untuk control tepat waktu

12
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G & Butcher, H. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi


6. Elsevier.
Jothi. 2015. Head and Neck Glands.
https://medlineplus.gov/ency/imagepages/9654.htm
Moore, K. L. dan A. F. Dalley. 2006. Clinically Oriented Anatomy. USA:
Lippincote Williams & Wilkins.
Moorhead, S. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi 5. United
Kingdom: Elsevier.
Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, Harker LA, et
al. Cummings otolaryngology head and neck surgery. 4th ed. USA: Elsevier
Mosby, Inc; 2005.
Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y (editor). Kamus saku
kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: EGC; 1998.
Oh YS, Eisele DW. Salivary gland neoplasms. In: Bailey BJ, Johnson JT,
Newlands SD. Head and neck surgery – Otolaryngology. 4 th ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
Dubner S. Benign parotid tumors. [Online]. 2015 March 9 [cited on 2016 August
10]. Available from:
URL: http://emedicine.medscape.com/article/1289560-overview#showall
Hermans R. Head and neck cancer imaging. In: Baert AL, Brady LW, Heilmann
HP, Molls M, Sartor K. Medical radiology – diagnostic imaging and
radiation oncology. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.
Adams GL. Gangguan-gangguan kelenjar liur. Dalam: Adams GL, Boies LR,
Higler PH. Boies: buku ajar penyakit THT. Jakarta: EGC; 1997.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.
Bull TR. Color atlas of ENT diagnosis, revised and expanded. 4 th ed. New York:
Thieme; 2003.
Lalwani AK. Current diagnosis & treatment in otolaryngology – head & neck
surgery. USA: McGraw-Hill; 2007.
Amirlak B. Malignant parotid tumors. [Online]. 2015 March 3 [cited on 2016
August 10]. Available from:
URL: http://emedicine.medscape.com/article/1289616-overview#showall
Myers EN, Ferris RL (editors). Salivary gland disorders. New York: Springer;
2007.
Munir M. Keganasan di bidang telinga hidung tenggorok. Dalam: Soepardi EA,
ISkandar N, Bashirudin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2010.

13

Anda mungkin juga menyukai