Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HERNIA


INCISIONAL REPAIR DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL
RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Ifka Wardaniyah, S. Kep
NIM 192311101084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hernia


Incisional Repair di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) Rumah Sakit Daerah Dr.
Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Instalasi Bedah Sentral RSD dr. Soebandi

Jember, 2019

Mahasiswa

Ifka Wardaniyah, S.Kep.


NIM 192311101084

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang IBS
Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns.Siswoyo, S.Kep.,M.Kep Ns. Muhamad Syafari, S.Kep


NIP. 19800412 200604 1 002 NIP. 19780212 200501 1 010

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan disusun oleh:

Nama : Ifka Wardaniyah, S. Kep


NIM : 192311101084

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari, tanggal :
Tempat :

Jember, 2019

FAKULTAS KEPERAWATAN

Mengetahui,
PJMK,
Koordinator Profesi Ners,

Ns. Erti Ikhtiarini D. S.Kep., M.Kep. Sp.Kep.J Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB
NIP. 19811028 200604 2 002 NIP. 19810319 201404 1 001

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns.Wantiyah, M. Kep
NIP. 19810712 200604 2 001

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................................................2
A. Konsep Teori.............................................................................................................................2
1. Anatomi Fisiologi Abdomen....................................................................................................2
2. Definisi......................................................................................................................................6
3. Epidemiologi.............................................................................................................................7
4. Etiologi......................................................................................................................................7
5. Klasifikasi.................................................................................................................................7
6. Patofisiologi/Patologi...............................................................................................................8
7. Manifestasi Klinis....................................................................................................................9
8. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................................10
9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi........................................................10
B. Clinical Pathway.......................................................................................................................8
C. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................17

iv
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Anatomi Fisiologi Abdomen

Gambar 1. Anatomi rongga abdomen manusia

1. Hati
Hati adalah kelenjar yang paling besar dalam tubuh manusia dengan berat
1500 gram. Hati merupakan tempat penyimpanan utama bagi tubuh, hepar
menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dengan bantuan enzim glikogen yang
dapat diubah menjadi glukosa ketika tubuh memerlukannya. Hati juga menyimpan
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak seperti A,D,E, dan K serta mineral seperti
zat besi. Selain itu hati juga berfungsi untuk menyekresi empedu. Empedu masuk
ke duodenum membantu dalam pencernaan dan absobsi lemak dan kandungan
pigmen dalam empedu berfungsi member warna pada empedu dan feses
(Baradero dkk, 2008).

2. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di
belakang peritoneum , dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukur an panjang 11 - 12 cm,
lebar 5 - 7 cm, tebal 2,3 - 3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan
lekukan menghadap ke dalam, dan berukuran kira-kira sebesar kepalan
tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh

2
atau kurang lebih antara 120-150 gram. Ginjal merupakan alat tubuh yang
berperan penting dalam pengelolaan berbagai faal utama tubuh. Beberapa fungsi
ginjal antara lain regulasi volume dan osmolalitas cairan tubuh, regulasi
keseimbangan elektrolit, regulasi keseimbangan asam basa, ekskresi produk
metabolit dan substansi asing, fungsi endokrin, partisipasi dalam eritropoiesis,
mengatur tekanan arteri, pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3, dan
sintesa glukosa (Ariputri, 2016)

3. Usus
a. Usus halus
Merupakan tabung yang memiliki panjang kurang lebih 6-7 meter dan
terdiri atas duodenum (20 cm), jejunum(1.8 m), serta ileum. Sebagian
besar proses digesti kimia dan absorpsi terjadi di dalam usus halus. Usus
halus memiliki permukaan yang luas dengan adanya plika (lipatan
mukosa), vili (tonjolan mukosa seperti jari atau jonjot usus), serta
mikrovili atau brush border. Vili mengandung banyak kapiler dan
pembuluh limfa (central lacteal) yang memiliki peransentral dalam proses
absorbsi. Selain itu, vili juga bergerak seperti tentakel gurita yang
membantu proses pergerakan zat makanan di dalam rongga usus halus
(Basrowi, 2018).
b. Usus besar
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum yang
keseluruhannya memiliki panjang kurang lebih 5 kaki. Kolon terdiri dari
tiga segmen, yaitu kolon asenden, transversum, serta desenden. Usus
besar terhubung dengan usus halus melalui katup ileosekal yang berfungsi
untuk mengendalikan kecepatan masuknya makanan dari usus halus ke
usus besar dan mencegah refluks sisa makanan dari usus besar ke usus
halus. Fungsi utama usus besar adalah untuk menampung zat-zat yang
tidak terdigesti dan tidak diabsorpsi (feses). Sebagian kecil garam dan air
sisa pencernaan juga diserap di dalam usus besar. Apabila sisa makanan
bergerak terlalu lambat atau berada di kolon terlalu lama, akan terjadi
absorpsi air yang berlebihan sehingga feses menjadi keras dan

3
mengakibatkan konstipasi. Kurang lebih 30% berat kering feses
mengandung bakteri E. coli. Bakteri ini hidup di dalam usus besar dan
memproduksi vitamin K (Basrowi, 2018)

4. Lambung
Lambung adalah organ endokrin-eksokrin campuran yang mencerna makanan
dan mensekresi hormon. Lambung adalah bagian saluran cerna yang melebar
dengan fungsi utama menambahkan cairan asam pada makanan yang masuk,
mengubahnya melalui aktifitas otot menjadi massa kental (khimus) dan
melanjutkan proses pencernaan yang telah dimulai dalam rongga mulut dengan
menghasilkan enzim proteolitik pepsin. Lambung juga membentuk lipase
lambung yang menguraikan trigliserida dengan bantuan lipase lingual (Junqueira
dkk, 2007). Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dibedakan menjadi empat
daerah: kardia, fundus, korpus dan pilorus. Bagian fundus dan korpus memiliki
struktur mikroskopis yang identik, sehingga secara histology hanya ada tiga
daerah. Mukosa dan submukosa lambung yang tidak direnggangkan tampak
makanan, maka lipatan ini akan merata (Junqueira dkk, 2007).

5. Pankreas
Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum
dan terdapat kurang lebih 200.000-1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau
langerhans jumlah sel be ta normal pada manusia antara 60 % - 80% dari pop
ulasi sel Pulau Lan gerhans . Pankreas berwarna putih keabuan hingga
kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan
eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim -enzim
pankreas seperti amylase, peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin
menghasilkan hormon-hormon seperti insulin, glukagon dan somatostatin
(Dolensek, Rupnik & Stozer, 2015 ).

4
Gambar 2. Pembagian anatomi abdomen berdasarkan lokasi organ yang ada
didalamnya

1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu,


sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan
kelenjar suprarenal kanan.
2. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian dari hepar.
3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal
pankreas, fleksuralienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.
4. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
5. Umbilical meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejunum dan ileum.
6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureterkanan.
8. Pubica/Hipogastric meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).

5
9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.

2. Definisi
Hernia berasal dari bahasa latin yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi
suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga tersebut.
Dinding rongga yang lemah tersebut membentuk kantong dengan pintu berupa
cincin. Gangguan ini sering terjadi pada perut dengan isi yang keluar berupa
bagian usus (Mansjoer dkk dalam Suri, 2018). Menurut Nuari (2015), hernia
adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang
abnormal. Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Amin & Kusuma,
2015). Hernia insisional merupakan hernia yang terjadi didekat atau sepanjang
bekas luka bedah diperut. Hernia insisional dapat terjadi beberapa bulan atau
tahun setelah operasi abdomen yang kemudian timbul benjolan kecil atau bengkak
diarea bekas luka yang dapat menyebabkan nyeri dan membutuhkan tindakan
operasi (Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG), 2016)

Gambar 3. Hernia insisional

3. Epidemiologi
Hernia insisional merupakan komplikasi tersering pada operasi abdomen.
Hernia insisional dapat berkembang pada waktu yang berbeda, namun 90 % ornag
mengalami hernia insisional selama 3 tahun pertama setelah operasi (Mutwali,
2015). Kejadian hernia insisional tercatat sejumlah 10% dari seluruh kejadian

6
hernia dan kasus terbanyak didapat oleh hernia femoralis dan hernia inguinalis
sejumlah 75-80% (Sjamsuhidajat (2010) dan Lavelle dkk (2002) dalam
(Parmono, 2014). Faktor resiko tertinggi terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
obesitas, faktor pembedahan (peritonektomi, laparotomi, penutupan stoma,
operasi kandung kemih, dll) (Mutwali, 2015).

4. Etiologi
Hernia insisional terjadi ketika luka bedah di dinding perut tidak menutup
dengan benar setelah operasi. Hal ini dapat menyebabkan otot perut menjadi
melemah, memungkinkan jaringan dan organ membentuk hernia. Beberapa hal
dapat menyebabkan hernia insisional antara lain akibat terlalu banyak tekanan
pada perut seperti ketika mengejan terlalu keras, batuk kronis, hamil sebelum luka
sepenuhnya sembuh, kembali ke aktivitas fisik terlalu cepat setelah operasi,
pekerjaan mengangkat benda berat. Hernia lebih mungkin terjadi setelah operasi
darurat atau operasi yang membutuhkan sayatan besar. Jika tepi luka tidak selaras
dengan benar setelah operasi, sayatan mungkin tidak sembuh dengan baik,
meningkatkan kemungkinan hernia. Teknik menjahit yang digunakan untuk
menutup sayatan juga dapat berperan dalam kejadian hernia insisional (Raypole,
2019).

5. Klasifikasi
Hernia sering dikategorikan sebagai dapat direduksi atau direduksi
(Raypole, 2019):
a. Hernia reponible yaitu hernia yang dapat didorong masuk kembali. Hernia
juga dapat menyusut saat berbaring.
b. Hernia irreponible terjadi ketika bagian dari usus mendorong masuk ke
hernia, sehingga sulit untuk mendorong hernia kembali masuk. Hernia
irreponible dapat menyebabkan obstruksi usus, yang kemudian dapat
menyebabkan hernia tercekik. Hal ini membutuhkan perawatan segera.

7
6. Patofisiologi/Patologi
Hernia insisional terjadi ketika struktur jaringan dan fungsi terganggu pada
bekas luka bedah sebelumnya. Dua utama mekanisme biologis terlibat dalam
patogenesis hernia insisional: Patologi fasia primer dan kegagalan luka sekunder
atas bekas luka bedah. Molekul seluler ekstra cacat yang berkembang setelah dua
mekanisme ini mengarah ke hernia insisional. Metabolisme kolagen abnormal,
defisiensi enzim atau sintesis berlebihan adalah mekanisme awal terlibat dalam
pengembangan IH. Mengakuisisi kolagen cacat terkait dengan merokok dan
kekurangan gizi. Patologi fasia sekunder akibat kegagalan luka adalah karena
untuk pembentukan jaringan parut dan cacat di fungsi fibroblas dan struktur
kolagen. Luka kegagalan dan hilangnya proses penyembuhan normal
menginduksi penampilan fibroblas abnormal yang mengarah ke abnormal
kolagen, karena fibroblas adalah sumber utama pembentukan kolagen (Mutwali,
2015).
Mengejan saat batuk, angkat berat, distensi abdomen dan asites dapat
menginduksi sekunder perubahan pada fibroblas jaringan. Iskemia luka karena
intra syok operasi, penutupan di bawah tekanan yang tidak semestinya atau dalam
meningkatkan tekanan intraabdomen, tetapi tepat mekanisme dimana obesitas
menyebabkan hernia insisional tidak didefinisikan dengan baik, stres mekanik
bisa menjadi penyebabnya. Konsekuensinya metabolisme kolagen abnormal
tertunda, dan sintesis kolagen yang rusak, dan peningkatan aktivitas dari enzim
protease pada tingkat luka itu meningkatkan degradasi kolagen. Hasil akhirnya
adalah pengurangan dalam tipe insisional dan terjadi penurunan kolagen I ke
kolagen III. Pengurangan sintesis kolagen dan kekuatan tarik luka meningkatkan
risiko kerusakan luka mekanis. Faktor lain yang berkontribusi untuk kegagalan
luka kuantitatif dan kualitatif meliputi: Hemostasis yang tidak adekuat yang
menyebabkan pembentukan hematoma dengan efek gangguan mekanis pada luka
bedah, respons inflamasi tertunda atau rusak yang terjadi dalam kontaminasi luka
dan karenanya perpanjangan transisi ke fase proliferasi penyembuhan dan tertunda
respons fibroblast yang pada gilirannya menyebabkan keterlambatan dalam
sintesis matriks luka. Setelah infeksi luka, perbanyakan bakteri dalam luka
mempengaruhi proses penyembuhan yang menghasilkan sintesis kolagen

8
menurun dan rusak. Sintesis kolagen yang rusak ini menyebabkan dehiscence luka
dan keterlambatan pengembangan hernia insisional. Merokok terlepas dari
pengurangan mekanisme pembunuhan oksidatif neutrofil, juga bisa menurunkan
sintesis kolagen dan menghasilkan penurunan rasio kolagen I ke kolagen III.
Merokok juga meningkatkan degradasi jaringan ikat sebagai konsekuensi dari
meningkatkan ketidakseimbangan antara aktivitas protease dan aktivitasnya
inhibitor. Hipoksia jaringan akut yang disebabkan oleh merokok menyebabkan
nekrosis jaringan pada jaringan luka yang rapuh. Hal ini menunjukkan bahwa
hernia insisional dikembangkan sebagai hasil dari multiple tindakan faktor
biologis dinaikkan setelah kegagalan mengurangi kejadian hernia insisional
dengan tindakan nonbiologis lainnya (Mutwali, 2015).

7. Manifestasi Klinis
Hernia dapat muncul dalam jangka waktu 3 atau 6 bulan setelah operasi.
Gejala yang paling mencolok dari hernia insisional adalah tonjolan di dekat lokasi
sayatan. Sering kali paling terlihat ketika seseorang meregangkan otot, seperti
ketika berdiri, mengangkat sesuatu, atau batuk (Raypole, 2019). Selain tonjolan
yang terlihat, hernia insisional juga dapat menimbulkan tanda gejala sebagai
berikut (Raypole, 2019):
a. Mual dan muntah
b. Demam
c. Terbakar atau terasa sakit di dekat hernia
d. Sakit perut dan ketidaknyamanan, terutama di sekitar hernia
e. Detak jantung lebih cepat dari biasanya
f. Sembelit
g. Diare
h. Tinja yang tipis dan sempit

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi abdomen : sejumlah gas yang terdapat dalam usus, enema
barium menunjukkan tingkat obstruksi
b. CT Scan : dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi
ductus intervertebralis

9
c. Pemeriksaan darah : hematologi rutin, BUN, kreatinin, dan elektrolit darah
d. EKG : penemuan akan sesuatu yang tidak normal, memberikan prioritas
perhatian untuk memberikan anestesi (Daryanto, 2018).

9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


Penatalaksanaan Farmakologi
a. Obat
Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri dan pemberian antibiotik untuk
menyembuhkan infeksi.
b. Pembedahan
1) Herniotomi : membuka dan memotong kantong hernia serta
mengembalikan isi hernia ke kavum abdominalis
2) Hernioraphy : mengangkat leher hernia dan menggantungkannya pada
conjoint tendon (penebalan antara tepi bebas musculus obliqus intra
abdominalis dan musculus tranversus abdominalis yang berinsersio di
tuberculum pubicum)
3) Hernioplasti : menjahit conjoint tendon pada ligamentum inguinale agar
LMR (Locus Minoris Resistance) hilang/ tertutup dan dinding perut jadi
lebih kuat karena oto tertutup (Amin & Kusuma, 2018).

Penatalaksanaan Non Farmakologi


Konservatif merupakan tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahakan isi hernia yang telah direposisi.
Tindakan konservatif meliputi:
a. Reposisi : suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke dalam kavum
peritoneum atau abdomen. Reposisi dapat dilakukan pada hernia reponbilis
dengan menggunakan dua tangan. Tangan yang satu melebarkan leher hernia
sedangkan tangan yang lainnya memasukkan isi hernia melalui leher hernia.
Reposisi tidak dapat dilakukan pada pasien dengan hernia inguinalis
strangulate kecuali pada anak-anak.
b. Pemakaian sabuk hernia/penyangga yang diberikan pada pasien dengan
hernia yang masih kecil dan menolak untuk dilakukan tindakan operasi (Amin
& Kusuma, 2018).

10
B. Clinical Pathway

11
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien:

1) Nama
2) Jenis kelamin: Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk
kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras
3) Umur: hernia insisional dapat terjadi pada semua umur.
4) Status perkawinan, agama, suku bangsa, bahasa yang digunakan,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya,
dan sumber informasi.

b. Keluhan Utama: pasien dengan hernia insisional akan merasakan nyeri


karena adanya penonjolan didekat atau sekitar bekas sayatan operasi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang: pasien dengan hernia insisional akan
menuju ke palayanan kesehatan karena rasa nyeri akut pada bagian perut dan
terjadi benjolan pada bekas sayatan operasi. Pasien dapat menunjukkan gejala
mual, muntah, demam, kemerahan dan tanda-tanda infeksi lainnya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien pernah menjalani operasi dibagian
abdomen.
e. Riwayat Penyakit Keluarga: -
f. Pengkajian 11 Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Pasien umumnya tidak mengetahui tentang masalah kesehatan yang
dialami karena persepsi benjolan pada abdomen dapat berbeda-beda
bisa karena tumor, infeksi, dll. Namun bergitu mengalami gejala
biasanya pasien akan langsung pergi pusat layanan kesehatan untuk
mengobati rasa nyeri.
2) Pola Nutrisi/Metabolisme
Pasien dengan hernia insisional akan mengalami penurunan asupan nutrisi
karena rasa mual, muntah, dan rasa peuh diperut akibat tekanan pada
rongga abdomen.

12
3) Pola Eliminasi
Pola eliminasi dapat terganggu karena mungkin disebabkan oleh
peradangan akibat obstruksi usus.
4) Pola Aktivitas
Pasien dapat mengalami gangguan pola aktivitas karena merasa nyeri
dan begah akibat tekanan pada rongga abdomen.
5) Pola Istirahat Tidur
Pola istirahat dapat terganggu karena rasa nyeri dan rasa penuh di
abdomen.
6) Pola Kognitif
Pasien umumnya masih dapat mengingat terkait identitas diri dan
keluarga.
7) Pola Peran Hubungan
Peran keluarga terdekat sangat dibutuhkan untuk membantu proses
kesembuhan pasien
8) Pola Seksualitas/Reproduksi
Pasien dengan hernia insisional mungkin dapat mengalami gangguan
pola seksualitas karena rasa nyeri dan peradangan pada abdomen.
9) Pola Koping Toleransi Stress
Pasien perlu mempunyai koping yang adaptif terutama ketika akan
dilakukan tindakan pembedahan yang didukung oleh keluarga terdekat
pasien
10) Pola Keyakinan Nilai
Pasien dan keluarga pasien diusahakan selalu berdoa untuk
kesembuhan pasien.
11) Pola Konsep diri
Berkaitan mengenai body image dimana terjadi benjolan pada rongga
abdomen yang mengganggu penampilan.

k. Pemeriksaan Fisik Fokus


1) Keadaan umum: pasien akan tampak lemah.
a) Tidak tampak sakit : mandiri, tidak terpasang

13
alat medis
b) Tampak sakit ringan : bed rest ,terpasang infus
c) Tampak sakit sedang : bed rest, lemah, terpasang infus,
alat medis
d) Tampak sakit berat : menggunakan oksigen, coma
2) TTV :
a) Tekanan Darah : umunya bisa hipotensi atau hipertensi
o
b) Suhu : suhu tubuh tinggi akibat peradangan lebih dari 37 C (normal
o o
36,5 C-37,5 C)
c) Nadi : takikardi
d) RR : normal atau abnormal (normal 20-50 x/mnt)
3) Pemeriksaan Fisik Data Fokus
Abdomen
a) Inspeksi : ada bekas jahitan, ada benjolan di bekas jahitan
b) Palpasi : ada nyeri tekan dibagian atau sekitar hernia, teraba keras
karena berisi penumpukan cairan/udara karena obstruksi
usus
c ) Perkusi :-
d) Auskultasi : bising usus normal 5-30 menit. Jika kurang atau tidak ada
sama sekali kemungkinan pasien mengalami konstipasi atau
obstruksi

l. Pemeriksaan Diagnostik
1) Rontgen abdomen dan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui jenis
benjolan yang terdapat pada abdomen
2) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah lekosit pasien

2) Diagnosa keperawatan
Pre operasi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (ketidaknyamanan
abdomen)

14
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
c. Ansietas berhubungan dengan tindakan invasif

Intra operasi :
a. Resiko pendarahan berhubungan dengan tindakan invasive
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan aseptic

Post operasi :
a. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan
kesadaran karena tindakan operasi

15
3) Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Nyeri akut (00132) Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
Kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
2. Menggunakantindakan 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengurangan (nyeri) tanpa pengalaman nyeri
analgesik 4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
3. Melaporkan nyeri yang 5. Kolaborasi untuk memilih dan mengimplementasikan
terkontrol tindakan penurun nyeri
Monitor tanda-tanda vital (6680)

2. Resiko infeksi (00004) Kontrol infeksi (6540) Pencegahan infeksi (6550)


1. Pasien mengenali resiko infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Pasien memahami tanda dan 2. Monitor jumlah leukosit dan hasil lab lainnya
gejala infeksi 3. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terkait tanda dan gejala
3. Tanda-tanda vital normal infeksi
4. Lingkungan sekitar pasien bersih 4. Inspeksi kondisi luka operasi
(baju, bed, dll) 5. KIE pasien tentang cara mencegah infeksi

3 Ansietas (00146) Tingkat kecemasan (1211) Pengurangan kecemasan (5820)


Kriteria hasil : 1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan yang
1. Pasien tidak merasa gelisah mungkin akan dialami pasien selama prosedur
2. Rasa cemas berkurang yang 2. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
disampaikan secara lisan 3. Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan
3. TTV dalam rentang normal

16
5. Resiko infeksi: Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi : intraoperatif
intraoperatif keperawatan selama pembedahan 1. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20oC dan 24oC
resiko infeksi dapat dicegah 2. Pastikan bahwa personil yang akan melakukan tindakan
operatif menggunakan pakaian yang sesuai
3. Pastikan membuka peralatan steril dengan teknik aseptic
4. Bantu pemakaian jubah dan sarung tangan anggota tim
5. Pemberian antibiotic profilaksis
6. Resiko Pendarahan Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Lindungi sekitar kulit dan anatomi yang sesuai seperti
(00206) selama pembedahan resiko penggunaaan kassa untuk menghentikan pendarahan
pendarahan dapat dicegah 2. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan selama prosedur
operasi dilakukan
3. Pastikan keamanan elektrikal dan alat-alat yang digunakan
selama prosedut operasi

17
7. Resiko infeksi Kontrol infeksi Kontrol Infeksi (6540)
Kriteria hasil : 1. Kaji kondisi luka bekas insisi bedah berupa warna, suhu,
1. Tidak ada tanda pembengkakan
dan gejala infeksi 2. Lakukan enam langkah cuci tangan saat kegiatan 5 moment
2. Pasien dan dengan benar
keluarga dapat memahami tanda 3. Ajarkan cara cuci tangan kepada pasien dan keluarga pasien
dan gejala infeksi dengan benar
3. Pasien dan 4. Lakukan perawatan luka dengan baik dan benar
keluarga dapat melakukan 5. Motivasi intake cairan dan nutrisi yang tepat
pencegahan infeksi 6. Kolaborasi pemberian terapi antibiotik yang sesuai
7. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi
dan kapan harus melaporkan kepada perawat
Perlindungan Infeksi (6550)
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal
2. Observasi hasil pemeriksaan laboratorium pasien
3. Monitor TTV pasien
4. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
5. Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan dengan tepat
6. Pantau adanya perubahan tingkat energi atau malaise
8. Ketidakefektifan Status pernafasan: ventilasi 1. Monitor status pernafasan pasien
bersihan jalan nafas 1. Suara nafas bersih tidak ada 2. Berikan O2 6-8 l/menit melalui Endotracheal tube atau
(00031) sianosis dan dispnea non/rebreathing mask
2. Jalan nafas bebas dari sputum 3. Bantu keluarkan sekret melalui batuk atau dengan suction
3. Irama nafas normal 4. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret
4. Frekuensi nafas dalam rentang 5. Jelaskan pada pasien terkait penggunaan alat bantu pernafasan :
normal (12-20 x/m) O2, suction, dan inhalasi

Sumber: (Bulechek, 2013), (Moorhead, 2013)

18
D. Discharge Planning
1. Ajarkan teknik perawatan dan balutan luka yang tepat
2. Jelaskan tanda- tanda infeksi pada keluarga dan pasien
3. Anjurkan untuk menjaga kebersihan tubuh, area sekitar luka, dan lingkungan
4. Anjurkan untuk meminum obat secara teratur sesuai dengan yang diresepkan
5. Anjurkan untuk tidak melakukan pekerjaan berat terlebih dahulu supaya tidak
menimbulkan tekanan pada abdomen
6. Anjurkan untuk makan-makanan tinggi protein seperti telur, daging, sayur, dll
7. Jelaskan pentingnya kontrol ulang

19
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H N & Kusuma, Hardhi. 2015. NANDA (North American Nursing


Diagnosis Association) NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Ariputri, F. A. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak meniran (phyllanthus niruri l. )
dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopik ginjal
Basrowi, R. W. 2018. Saluran cerna yang sehat : anatomi dan fisiologi. (June)
Bulechek, G & Butcher, H. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi
6. Elsevier.
Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). 2016. Hernias:
Incisional Hernia Repair. Cologne Germany.
Moorhead, S. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi 5. United
Kingdom: Elsevier.
Mutwali, I. M. 2015. Incisional hernia management. Sudan Medical Monitor.
10(1)
Nuari, N A. 2015. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta: Trans Media Info
Parmono, H. M. 2014. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Kejadian
Hernia Inguinalis Di Poli Bedah Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Naskah Publikasi.
Raypole, C. 2019. Everything You Need to Know About Incisional Hernias.
https://www.healthline.com/health/incisional-hernia
Suri, M A. 2018. Gambaran Karakteristik Penyakit Hernia di Ruang Mawar
Kuning Bawah RSUD Sidoarjo. Karya Tulis Ilmiah. Surabaya: Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Surabaya

20

Anda mungkin juga menyukai