Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa dikatakan
adanya pertumbuhan sel-sel otot polos pada ovarium yang jinak. Walaupun
demikian tidak menutup kemungkinan untuk menjadi tumor ganas atau
kanker. Perjalanan penyakit ini sering disebut sillent killer atau secara diam
diam menyebabkan banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya
sudah terserang kista ovarium dan hanya mengetahui pada saat kista sudah
dapat teraba dari luar atau membesar. Kista ovarium itu sendiri memiliki
risiko yaitu mengalami degenerasi keganasan menjadi kanker, disamping itu
bisa mengalami torsi atau terpuntir sehingga menimbulkan nyeri akut,
perdarahan atau infeksi bahkan sampai kematian. Oleh karena itu kista
ovarium merupakan masalah penting yang menyangkut kualitas kesehatan
reproduksi wanita (Depkes RI, 2011).
Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang
banyak menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan
yang bisa dikatakan adanya pertumbuhan sel-sel otot polos pada ovarium
yang jinak. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan untuk menjadi
tumor ganas atau kanker. Perjalanan penyakit yang sillent killer atau secara
diam diam menyebabkan banyak wanita yang tidak menyadari bahwa
dirinya sudah terserang kista ovarim dan hanya mengetahui pada saat kista
sudah dapat teraba dari luar atau membesar.
Kista ovarium juga dapat menjadi ganas dan berubah menjadi kanker
ovarium. Untuk mengetahui dan mencegah agar tidak terjadi kanker
ovarium maka seharusnya dilakukan pendeteksian dini kanker ovarium
dengan pemeriksaan yang lebih lengkap. Sehingga dengan ini pencegahan
terjadinya keganasan dapat dilakukan.
WHO pada tahun 2010 melaporkan bahwa angka kejadian tertinggi
kista ovarium ditemukan pada negara maju dengan rata-rata 10 per 100.000,
kecuali di Jepang (6,4 per 100.000). Insiden di Amerika Selatan (7,7 per
100.000) relatif tinggi bila dibandingkan dengan angka kejadian di Asia dan
Afrika. Di Indonesia, sekitar 2 20-25% kematian wanita subur disebabkan
oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan serta
penyakit sistem reproduksi misalnya kista ovarium (Linawati, 2013).
Menurut Salehpour et-al (2013), penyebab penyakit kista ovarium sebagian
merupakan kista fungsional, bersifat jinak dan dapat menghilang dengan
sendirinya, sebagian memerlukan tindakan khusus antara lain pengangkatan
dengan cara operasi. Penyakit kista ovarium dapat menyebabkan komplikasi
antara lain indung telur membesar dan menjadi lebih berat dan memicu
terjadinya robekan (rupture), terpelintir (torsion) yang menyebabkan nyeri
hebat, dysplasia dan sepsis
Di Provinsi Jawa Tengah, berdasarkan laporan program dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas
tahun 2010, kasus penyakit tumor terdapat 7.345 kasus terdiri dari tumor
jinak 4.678 (68%) kasus dan tumor ganas 2.667 (42%) kasus, kasus
terbanyak ditemukan di Kota Semarang (Dinkes Jateng, 2010).
Peran perawat pada pasien dengan kista ovarium memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien yang difokuskan pada penanganan nyeri, dan
pencegahan infeksi. Peran perawat sebagai edukator yaitu memberikan
pendidikan kesehatan mengenai penyakit kista ovarium cara perawatannya
sehingga keluarga mampu merawat pasien di rumah dengan baik. Peran
perawat sebagai konselor yaitu memberikan edukasi dan memberikan
motivasi pasien agar tidak cemas dengan penyakitnya.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada Ny. E.
dengan diagnosa keperawatan yang sesuai.
2. Tujuan khusus
Setelah dilakukan pengkajian terhadap Ny. E. diharapkan
mahasiswa dapat :
a. Melakukan pengkajian data keperawatan pada pasien dengan
kistoma ovarii.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kistoma
ovarii.
c. Merencanakan suatu tindakan keperawatan yang komprehensif pada
pasien dengan kistoma ovarii.
d. Melakukan asuhan keperawatan sesuai rencana pada pasien dengan
kistoma ovarii.
e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kistoma ovarii.

C. Manfaat
1. Bagi pasien dan keluarga
Memberikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang kista ovarii.
2. Bagi penulis
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang
didapat dalam perkuliahan.
3. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan tentang asuhan keperawatan pada Ny.
E. dengan diagnosa medis Kistoma Ovarii.
4. Bagi lahan praktik
Dapat memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk
mempertahankan dan menguatkan serta meningkatkan asuhan
keperawatan secara profesional agar terhindar dari komplikasi yang
mungkin timbul.

D. Metodologi
1. Wawancara
Pengumpulan data dengan tanya jawab langsung pada pasien.
2. Observasi
Pengambilan data dengan cara menilai dan memantau perkembangan
pasien secara langsung.
3. Studi dokumen
Cara pengumpulan data dengan cara melihat buku rekam medik
pasien dan hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, usg, rontgent,
dll).
4. Studi pustaka
Teori asuhan keperawatan dari buku-buku yang membahas masalah-
masalah asuhan keperawatan.
BAB II

TINJAUAN TEORI

I. Konsep Teori
A. Pengertian
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air,
dapat tumbuh dimana saja dan jenisnya bermacam-macam
(Winkjosastro, 2007).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi
pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus
oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium
(Prawirohadrjo, 2008).
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal
pada ovarium yang membentuk seperti kantung. Kista ovarium secara
fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal
dengan siklus menstruasi (Lowdermilk, dkk, 2005).
Kista ovarium merupakan pembesaran dari indung telur yang
mengandung cairan. Besarnya bervariasi dapat kurang dari 5 cm sampai
besarnya memenuhi rongga perut, sehingga menimbulkan sesak nafas
(Manuaba, 2009). Kista ovarium adalah suatu benjolan yang berada di
ovarium yang dapat mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian
bawah dimana pada kehamilan yang disertai kista ovarium seolah-olah
terjadi perlekatan ruang bila kehamilan mulai membesar. Kista ovarium
merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering
dijumpai pada wanita di masa reproduksinya. Kista ovarium disebabkan
oleh ganguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan
ovarium. Kista ovarium yang bersifat ganas disebut kanker ovarium
(Prawirohardjo, 2008).
Kista berarti kantung yang berisi cairan. Kista ovarium (kista
indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil,
yang terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat
terbentuk kapan saja (Setyorini, 2014). Jadi, kista ovarium merupakan
tumor jinak yang menimbulkan benjolan abnormal di bagian bawah
abdomen dan berisi cairan abnormal berupa udara, nanah, dan cairan
kental yang dapat tumbuh di ovarium (indung telur).

B. Klasifikasi
Menurut Prawirohardjo (2009), Kista ovarium merupakan jenis
yang paling sering terjadi terutama yang bersifat non neoplastik atau
neoplasma seperti kista retensi yang berasal dari korpus luteum. Di
samping itu, ditemukan pula jenis yang merupakan neoplasma. Oleh
karena itu kista ovarium dibagi dalam 2 golongan:
1. Kista non neoplasma. Disebabkan karena ketidakseimbangan
hormon estrogen dan progesterone diantaranya adalah :
a) Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang
berkurang di dalam korteks.
b) Kista fungsional
1) Kista folikel
Disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur
atau folikel yang tidak matang direabsorpsi cairan folikuler
diantara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang
menarche kurang dari 12 tahun. Kista ini berasal dari folikel
yang menjadi besar semasa proses atresia foliculi. Setiap
bulan, sejumlah besar folikel menjadi mati, disertai kematian
ovum disusul dengan degenerasi dari epitel folikel. Pada
masa ini tampaknya sebagai kista-kista kecil. Tidak jarang
ruangan folikel diisi dengan cairan yang banyak sehingga
terbentuklah kista yang besar, yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan klinis. Tidak jarang terjadi perdarahan yang
masuk ke dalam rongga kista, sehingga terjadi suatu
haematoma folikuler.
2) Kista korpus luteum
Terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone
setelah ovulasi. Kista korpus luteum merupakan jenis kista
yang jarang terjadi. Kista korpus luteum berukuran ≥ 3 cm,
dan diameter kista sebesar 10 cm. Kista tersebut dapat
timbul karena waktu pelepasan sel telur terjadi perdarahan
dan bisa pecah yang sering kali perlu tindakan operasi
(kistektomi ovarii) untuk mengatasinya. Keluhan yang biasa
dirasakan dari kista tersebut yaitu rasa sakit yang berat di
rongga panggul terjadi selama 14-60 hari setelah periode
menstruasi terakhir.
3) Kista tuba lutein
Disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat
pada mola hidatidosa. Kista ini dapat terjadi pada kehamilan,
lebih jarang di luar kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari corpus luteum
haematoma. Perdarahan ke dalam ruang corpus selalu terjadi
pada masa vascularisasi. Bila perdarahan ini sangat banyak
jumlahnya, terjadilah corpus luteum haematoma, yang
berdinding tipis dan berwarna kekuning-kuningan. Secara
perlahan-lahan terjadi reabsorpsi dari unsur-unsur darah
sehingga akhirnya tinggalah cairan yang jernih atau sedikit
bercampur darah. Pada saat yang sama dibentuklah jaringan
fibroblast pada bagian dalam lapisan lutein sehingga pada
kista corpus lutein yang tua, sel-sel lutein terbenam dalam
jaringan-jaringan perut.
4) Kista stein laventhal
Disebabkan karena peningkatan kadar LH yang
menyebabkan hiperstimuli ovarium. Biasanya kedua
ovarium membesar dan bersifat polykistik, permukaan rata,
berwarna keabu-abuan dan berdinding tebal. Pada
pemeriksaan mikroskopis akan tampak tunika yang tebal dan
fibrotik. Dibawahnya tampak folikel dalam bermacam-
macam stadium, tetapi tidak di temukan korpus luteum.
Secara klinis memberikan gejala yang disebut stain –
leventhal syndrome dan kelainan ini merupakan penyakit
herediter yang autosomal dominan.
2. Kista neoplasma
a) Kistoma ovarii simpleks
Adalah suatu jenis kista deroma serosum yang kehilangan
epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.
b) Kistodenoma ovarii musinoum
Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu
teratoma yang pertumbuhanya I elemen mengalahkan elemen
yang lain. Jenis ini dapat mencapai ukuran yang besar. Ukuran
yang terbesar yang pernah dilaporkan adalah 328 pound. Tumor
ini mempunyai bentuk bulat, ovoid atau bentuk tidak teratur,
dengan permukaan yang rata dan berwarna putih atau putih
kebiru-biruan.
c) Kistadenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium).
Jenis ini lebih sering terjadi bila dibandingkan dengan
mucinosum, tetapi ukurannya jarang sampai besar sekali.
Dinding luarnya dapat menyerupai kista mucinosum. Pada
umumnya kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium
(germinal ephitelium).
d) Kista Endometreid
Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya
dengan endometroid.
e) Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.
Tumor ini merupakan bagian dari teratoma ovary bedanya ialah
bahwa tumor ini bersifat kistik, jinak dan elemen yang menonjol
ialah eksodermal. Sel-selnya pada tumor ini sudah matang. Kista
ini jarang mencapai ukuran yang besar.

C. Etiologi
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah
yang nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe
kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak
ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel
ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu rongga cairan yang
normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel yang
berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan
sel telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga
menimbulkan bendungan cairan yang nantinya akan menjadi kista.
Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar
akibat dari perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium.
Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal
tubuh seperti rambut dan gigi. Kista jenis ini disebut dengan kista
dermoid.
Faktor penyebab terjadinya kista antara lain adanya penyumbatan
pada saluran yang berisi cairan karena adanya infeksi bakteri dan virus,
adanya zat dioksin dari asap pabrik dan pembakaran gas bermotor yang
dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia, dan kemudian akan
membantu tumbuhnya kista; faktor makanan seperti lemak berlebih atau
lemak yang tidak sehat yang mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat
dipecah dalam proses metabolisme sehingga akan meningkatkan risiko
tumbuhnya kista, serta faktor genetik (Andang, 2013). Menurut
Kurniawati, dkk. (2009) ada beberapa faktor pemicu yang dapat
mungkin terjadi, yaitu:

1. Faktor internal
a. Faktor genetik
Dimana didalam tubuh manusia terdapat gen pemicu kanker
yang disebut gen protoonkogen. Protoonkogen tersebut dapat
terjadi akibat dari makanan yang bersifat karsinogen, polusi, dan
paparan radiasi.
b. Gangguan hormon
Individu yang mengalami kelebihan hormon estrogen atau
progesteron akan memicu terjadinya penyakit kista.
c. Riwayat kanker kolon
Individu yang mempunyai riwayat kanker kolon, dapat
berisiko terjadinya penyakir kista. Hal tersebut menimbulkan
kanker yang dapat menyebar secara merata ke bagian alat
reproduksi lainnya.
2. Faktor Eksternal
a. Kurang olahraga
Olahraga sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia.
Apabila jarang olahraga maka kadar lemak akan tersimpan di
dalam tubuh dan akan menumpuk di sel-sel jaringan tubuh
sehingga peredaran darah dapat terhambat oleh jaringan lemak
yang tidak dapat berfungsi dengan baik.
b. Merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dan mengkonsumsi alkohol merupakan gaya
hidup tidak sehat yang dialami oleh setiap manusia. Gaya hidup
yang tidak sehat dengan merokok dan mengkonsumsi alkohol
akan menyebabkan kesehatan tubuh manusia terganggu, terjadi
kanker, peredaran darah tersumbat, kemandulan, cacat janin, dan
lain-lain
c. Mengonsumsi makanan yang tinggi lemak dan serat
Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan serat salah
satu gaya hidup yang tidak sehat pula. Selain merokok dan
konsumsi alkohol, makanan yang tinggi serat dan lemak dapat
menyebabkan penimbunan zat-zat yang berbahaya untuk tubuh
di dalam sel-sel darah tubuh manusia, terhambatnya saluran
pencernaan di dalam peredaran darah atau sel-sel darah tubuh
manusia yang dapat mengakibatkan sistem kerja tidak dapat
berfungsi dengan baik sehingga akan terjadi obesitas, konstipasi,
dan lain-lain
d. Sosial ekonomi rendah
Sosial ekonomi yang rendah salah satu faktor pemicu
terjadinya kista, walaupun sosial ekonomi yang tinggi
memungkinkan pula terkena penyakit kista. Namun, baik sosial
ekonomi rendah atau tinggi, sebenarnya dapat menyebabkan
risiko terjadinya kista apabila setiap manusia tidak menjaga pola
hidup sehat.
e. Sering stress
Stress salah satu faktor pemicu risiko penyakit kista, karena
apabila stress manusia banyak melakukan tindakan ke hal-hal
yang tidak sehat seperti merokok, seks bebas, minum alkohol,
dan lain-lain.
D. Anatomi Fisiologi
Berdasarkan jurnal yang dikutip dari https://repository.ump.ac.id
oleh Shiyamika (2014) anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita yaitu
dibagi menjadi dua sebagai berikut:
1. Alat reproduksi eksterna
a. Mons veneris
Adalah daerah di atas simfisis yang akan ditumbuhi
rambut kemaluan (pubes), rambut ini tumbuh membentuk sudut
lengkung.

b. Labia mayora
Berada bagian kanan dan kiri, berbentuk lonjong yang
pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi juga oleh rambut
kemaluan.
c. Labia minora
Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah
jambu, disini dijumpai frenulum, klitoris, preputium, dan
prenulum prudanti.
d. Klitoris
Besarnya kira-kira sebesar kacang hijau sampai cabe rawit
dan ditutupi oleh frenulum klitoris. Glans klitoris berisi
jaringan yang dapat berereksi sifatnya sangat sensitif karena
banyak memiliki serabut saraf.
e. Vulva
Alat kandungan luar yang terbentuk lonjong berukuran
panjang mulai dari klitoris, dari kiri dibatasi bibir kecil sampai
belakang dibatasi perineum.
f. Vestibulum
Terletak di bawah selaput lendir vulva, terdiri dari bulbus
vestibula dan kiri di sini dijumpai vestibule mayor (kelenjar
bartholini) dan kelenjar vestibulum minor.
g. Hymen
Merupakan selaput yang menutupi intrabus vagina
bentuknya berlubang membentuk semilunaris, anularis tapisan.
Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau hymen
impeforata.
h. Lubang kemih
Tempat keluarnya air kemih yang terletak di bagian bawah
klitoris di sekitar lubang kemih bagian kiri dan kanan lubang
kelenjar skene.

i. Perineum
Terletak di antara vulva dan anus, anus, panjang perineum
kurang lebih 4 cm. Jaringan utama yang menopang perineum
adalah diafragma pelvis dan urogenital.
2. Alat reproduksi interna
a. Vagina
Liang atau saluran yang menghubungkan vulva dengan
rahim yang terletak di antara saluran kemih dan liang dubur. Di
bagian ujung atasnya terletak mulut Rahim. Ukuran Panjang
dinding depan 8 cm dan dinding belakang 10 cm. bentuk
dinding dalamnya berlipat-lipat disebut rugae, sedangkan di
tengahnya ada bagian yang lebih keras disebut kolumna
ruganum. Dinding vagina terdiri dari lapisan mukosa, lapisan
otot, dan lapisan jaringan ikat. Fungsi penting dari vagina
adalah saluran keluar untuk mengeluarkan darah haid dan
sekret lain dari rahim, alat untuk bersenggama, dan jalan lahir
pada waktu persalinan.
b. Uterus
Suatu struktur otot yang cukup kuat bagian luarnya
ditutupi oleh peritoneum, sedangkan rongga dalamnya dilapisi
oleh mukosa rahim. Rahim terbentuk seperti bola lampu pijar
atau buah pear mempunyai rongga yang terdiri dari tiga bagian
dasar yaitu badan rahim (korpus uteri), berbentuk segitiga;
leher rahim (service uteri); dan rongga rahim (kavum uteri).
Besarnya rahim berbeda-beda tergantung dari usia dan pernah
melahirkan anak atau belum. Ukurannya sebesar telur ayam
kampung. Pada nullipara ukurannya 5,5-8 cm x 3,5-4 cm x 2-
2,5 cm, sedangkan multipara 9-9,5 cm x 5,5-6 cm x 3-3,5 cm.
dinding rahim secara histologik terdiri dari 3 lapisan yaitu
lapisan serosa (lapisan peritoneum) di luar; lapisan otot (lapisan
myometrium) di tengah; dan lapisan mukosa (endometrium) di
dalam. Sikap dan letak rahim dalam rongga panggul terfiksasi
dengan baik karena disokong dan dipertahankan oleh tonus
rahim sendiri, tekanan intraabdominal, otot-otot dasar panggul,
dan ligament-ligamen. Fungsi utamanya adalah untuk siklus
haid, tempat tumbuh dan berkembangnya janin, dan untuk
kontraksi terutama sewaktu dan sesudah bersalin.
c. Tuba fallopi
Saluran yang keluar dari kornu rahim kanan dan kiri
panjangnya 12-13 cm, diameter 3-8 mm, bagian luarnya diliputi
oleh peritoneum visceral merupakan bagian dari ligamentum
latum. Bagian dalam saluran dilapisi silia yaitu rambut getar
yang berfungsi untuk menyalurkan telur dan hasil konsepsi.
Saluran telur terbagi 4 yaitu pars intertisialis (intranularis), pars
ismika yang merupakan bagian tengah saluran telur yang
sempit, pars ampularis dimana biasanya pembuahan (konsepsi)
terjadi, infundibulum yang merupakan ujung tuba yang terbuka
ke rongga perut di infundibulum terdapat fimbrae yang berguna
untuk menangkap sel telur yang kemudian dapat disalurkan ke
dlaam tuba. Fungsi utamanya adalah sebagai saluran telur untuk
menangkap dan membawa ovum serta tempat terjadinya
pembuahan.
d. Ovarium
Ovarium atau indung telur merupakan organ yang
berbentuk buah almond. Ukuran ovarium cukup bervariasi,
selama masa reproduksi panjang ovarium 2,5-5 cm, lebar 1,5-3
cm dan tebal 0,6-1,5 cm. Berat dari ovarium adalah 5-6 gram.
Ovarium terletak di bagian atas rongga panggul dan bersandar
pada lekukan dangkal dinding lateral pelvis diantara pembuluh
darah iliaka eksterna dan interna yang divergen. Ovarium
melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
Ligamentum utero-ovarika memanjang dari bagian lateral dan
posterior uterus, tepat di bawah insersi tuba, ke uterus atau
kutub bawah ovarium. Ovarium ditutupi oleh peritoneum dan
terdiri dari otot serta jaringan ikat yang merupakan sambungan
dari uterus. Ligamentum infundibulo pelvikum atau
ligamentum suspensorium ovari memanjang dari bagian atas
kutub tuba ke dinding pelvis yang dilewati pembuluh ovarika
dan saraf.
Ovarium terdiri dari dua bagian, korteks dan medula.
Korteks, atau lapisan luar, dalam lapisan ini terdapat ovum dan
folikel de Graaf. Korteks ovarium berbentuk kumparan yang
diantaranya tersebar folikel primodial dan folikel de Graaf
dalam berbagai tahap perkembangan. Bagian paling terluar dari
korteks, yang kusam dan keputih-putihan, dikenal sebagai
tunika albugenia, pada permukaannya terdapat epitel kuboid
yaitu epitel germinal Waldeyer. Medula atau bagian tengah dari
ovarium, terdiri dari jaringan ikat longgar yang merupakan
kelanjutan dari mesovarium. Terdapat sejumlah besar arteri dan
vena dalam medulla dan sejumlah kecil serat otot polos yang
berkesinambungan dengan yang berasal dari ligamentum
suspensorium.
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
memproduksi hormon yaitu hormon seks steroid (estrogen,
progesteron, dan androgen) yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.
Hormon estrogen bertanggung jawab atas pertumbuhan pola
rambut aksila serta pubik dan berperan dalam mempertahankan
kalsium dalam tulang. Progesteron dipengaruhi oleh estrogen
sehingga dapat menimbulkan retensi cairan dalam jaringan,
juga dapat menyebabkan penumpukkan lemak.
E. Tanda dan Gejala
Menurut Lailla, Andini, dan Dwi (2015) yang dikutip dari
www.academia.edu. Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan
gejala, atau hanya sedikit nyeri yang tidak berbahaya. Tetapi adapula
kista yang berkembang menjadi besar dan menimpulkan nyeri yang
tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja
karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti
endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau
kanker ovarium.
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau
perubahan ditubuh Anda untuk mengetahui gejala mana yang serius.
Gejala-gejala berikut mungkin muncul bila anda mempunyai kista
ovarium :
1. Perut terasa penuh, berat, kembung
2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar
ke punggung bawah dan paha
5. Nyeri senggama
6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada
saat hamil
Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan
penanganan kesehatan segera :
1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba
2. Nyeri bersamaan dengan demam
3. Rasa ingin muntah
Sedangkan manifestasi klinis kista ovarium menurut Nugroho
(2010), kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki
gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa orang dapat
mengalami gejala ini:

1. Nyeri saat menstruasi


2. Nyeri di perut bagian bawah
3. Nyeri saat berhubungan seksual
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.
Kebanyakan kista ovarium tumbuh tanpa menimbulkan gejala
atau keluhan. Keluhan biasanya muncul jika kista sudah membesar dan
mengganggu organ tubuh yang lain jika sudah kista mulai menekan
saluran kemih, usus, saraf, atau pembuluh darah besar di sekitar rongga
panggul, maka akan menimbulkan keluhan berupa susah buang air kecil
dan buang air besar, gangguan pencernaan, kesemutan atau bengkak
pada kaki (Andang, 2013). Menurut Nugroho (2014), gejala klinis kista
ovarium adalah nyeri saat menstruasi, nyeri di perut bagian bawah,
nyeri saat berhubungan badan, siklus menstruasi tidak teratur, dan nyeri
saat buang air kecil dan besar. Gejalanya tidak menentu, terkadang
hanya ketidak nyamananpada perut bagian bawah. Pasien akan merasa
perutnya membesar dan menimbulkan gejala perut terasa penuh dan
sering sesak nafas karena perut tertekan oleh besarnya kista (Manuaba,
2009).

F. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil
yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan
dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature.
Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat
matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila
tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami
fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi,
korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual
akan mengecil selama kehamilan.
Menurut Kurniawati (2009) fungsi ovarium yang normal
tergantung kepada sejumlah hormon dan kegagalan pembentukan salah
satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium
tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak
menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi
ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut
gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk
secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di
dalam ovarium.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat
distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista
fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau
sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih.
Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan
diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein.
Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan
gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat
menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih
dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak.
Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan
ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel
permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis
kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma
serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari
area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord
sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari
tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional;
ektodermal, endodermal, dan mesoderma. Endometrioma adalah kista
berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik,
ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik
berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram.

G. Pathway
H. Penatalaksanaan
Pengobatan kiste ovarii yang besar biasanya adalah pengangkatan
melalui tindakan bedah. Jika ukuran lebar kiste kurang dari 5 cm dan
tampak terisi oleh cairan atau fisiologis pada pasien muda yang sehat,
kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kiste.
Perawatan paska operatif setelah pembedahan serupa dengan
perawatan pembedahan abdomen. Penurukan tekanan intraabdomen
yang diakibatkan oleh pengangkatan kiste yang besar biasanya
mengarah pada distensi abdomen yang berat, komplikasi ini dapat
dicegah dengan pemakaian gurita abdomen yang ketat.
Menurut Prasetya., dkk (2015) sebagaimana yang dikutip dari
www.academia.edu, penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu medik
dan prinsip keperawatan.
1. Medis
Pengobatan kista ovari yang besar biasanya adalah
pengangkatan melalui tindakan bedah. Jika ukuran lebar kiste
kurang dari 5 cm dan tampak terisi oleh cairan atau fisiologis pada
pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk
menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. Pengobatan
gejala hormone androgen yang tinggi, dengan pemberian obat pil
KB (gabungan esterogen-progesteron) boleh ditambahkan obat anti
androgen progesterone cyproteronasetat. Bila tumor ovarium
disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi harus
dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada gejala akut, tindakan
operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama. Kista
berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan.
Selain itu, wanita menopause yang memiliki kista ovarium
juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir resiko
terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko
cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang
diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila
pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi,
maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak,
kondisi ovarium dan jenis kista. Kista ovarium yang menyebabkan
posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan menghentikan pasokan
darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat pembedahan
(emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium. Prinsip
pengobatan kista dengan pembedahan (operasi):
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada
pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses
keganasan, biasanya dokter melakukan operasi dengan
laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke
dalam rongga panggul dengan melakukan sayatan kecil pada
dinding perut, yaitu sayatan searah dengan garis rambut
kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan
dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan
total. Dengan cara laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah
mengalami proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah
dalam proses keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium
dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
Selain itu dengan radioterapi. Tindakan ini bertujuan agar
ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami
menopause. Tindakan ini dilakukan jika tidak ada keganasan pada
uterus. Penanganan konservatif dilakukan bila kista yang kecil pada
pra dan post menopause tanpa gejala.

2. Prinsip Keperawatan
Pada prinsipnya yang harus dilakukan perawat adalah tindakan
keperawatan seperti melakukan asuhan keperawatan yang holistik
dan sesuai dengan prioritas masalah klien. Untuk kasus seperti ini,
yang dilakukan perawat adalah melakukan pengamatan terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada klien. Perawatan
pascaoperatif setelah pembedahan serupa dengan perawatan
pembedahan abdomen. Penurukan tekanan intra abdomen yang
diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah
pada distensi abdomen yang berat, komplikasi ini dapat dicegah
dengan pemakaian gurita abdomen yang ketat.

I. Pemeriksaan penujang
Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang
dilakuan atas indikasi tertentu guna memperoleh keterangan yang lebih
lengkap. Menurut Nugroho (2014), pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan kista ovarium adalah
1. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer)
digunakan untuk mengirim dan menerima gelombang suara
frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian panggul, dan
menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor.
Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk
memastikan keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya dan
menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi cairan
cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas
tumor apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung
kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan
pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis
dimasukkan melalui pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat
melihat ovarium, menghisap cairan dari kista atau mengambil bahan
percontoh untuk biopsi.
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk
menentukan sifat-sifat tumor itu termasuk jinak atau ganas
3. Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan
sebab asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat
mencemari cavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista
tertusuk.
4. Pemeriksaan darah
Tes petanda tumor (tumor marker) CA 125 adalah suatu
protein yang konsentrasinya sangat tinggi pada sel tumor khususnya
pada kanker ovarium. Lalu, sel tersebut diproduksi oleh sel jinak
sebagai respon terhadap keganasan.
5. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.

J. Komplikasi
Menurut Sinclair (2010), komplikasi yang dapat terjadi pada kista
ovarium di antaranya:
1. Torsi
Torsi (melilit) meliputi ovarium, tuba falopii, atau ligamentum
rotundum pada uterus. Jika dipertahankan, torsi ini dapat
berkembang menjadi infark, peritonitis, dan kematian. Torsi
biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista atau karsinoma,
TAO, atau massa yang tidak melekat, atau yang dapat muncul pada
ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul di antara wanita usia
reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di
kuadran abdomen bawah, mual, dan muntah. Suatu massa nyeri
tekan terlihat pada sisi yang terkena. Dapat terjadi demam dan
leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilahan; adneksa dilepaskan
(detorsi), viabilitasnya dikaji, dan adneksa gangrene dibuang. Setiap
kista yag ada juga dibuang dan dievaluasi secara histologis
2. Rupture
Rupture kista folikuler menyebabkan timbulnya nyeri yang
akut dan singkat. Rupture pada kista korpus luteum, yang sangat
banyak memiliki pembuluh darah, dapat menyebabkan perdarahan
yang mengancam jiwa. Nyeri akut tidak dapat dibedakan dari
kehamilan ektopik yang rupture, tetapi HCG serum negative. Nyeri
tekan pelvis yang difus terdeteksi pada pemeriksaan pelvis dan
seringkali terjadi unilateral pada sisi ayng terkena. Suatu masa dapat
terdeteksi melalui palpasi. Distensi abdomen dan syok terjadi pada
perdarahan hebat. Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk
menegakan diagnosis, dan menunjukan massa adneksa kistik yang
kompleks dengan cairan bebas dalam kul de sak. Adanya kehamilan
intrauterus dapat terdeteksi dan mengurangi kemungkinan
kehamilan ektopik. Pengangkatan kista melalui upaya bedah
dibutuhkan jika pasien secara hemodinamik tidak stabil atau jika
diagnosis tidak pasti. Jika kehamilan kurang dari 12 minggu, korpus
luteum harus diangkat, suplementasi progesterone akan
mempertahankan kehamilan.
Sedangkan menurut Prawirohardjo (2011), komplikasi yang dapat
terjadi pada kista ovarium diantaranya:
a. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya
disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut.
Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan
gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak 17
bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa
berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan edema pada
tungkai.
b. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor
itu sendiri mengeluarkan hormon.
c. Akibat komplikasi kista ovarium
1) Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya
menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi
jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi
distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
2) Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai
dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba
fallopi atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika
dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark,
peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan
dengan kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau
yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini paling sering
muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri
mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan
muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi
adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya
dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista dibuang dan
dievaluasi secara histologis.
d. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman pathogen.

e. Robek dinding kista


Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada
saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam
rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus
disertai tanda-tanda abdomen akut.
f. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan
mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan
keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa
kista ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga besar
kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor
inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

II. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat, serta data penanggung jawab
2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada
massa di daerah abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-henti.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen
bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak
berhenti, rasa mual dan muntah.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Ditanyakan tentang riwayat penyakit dahulu yang dialaminya.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji tentang riwayat kesehatan keluarga, apakah ada yang
mempunyai penyakit serupa atau penyakit lainnya yang menular dan
menurun.
6. Riwayat perkawinan
Dikaji juga riwayat perkawinan, namun kawin/tidak kawin ini
tidak memberi pengaruh terhadap timbulnya kista ovarium.
7. Riwayat kehamilan dan persalinan
Dikaji juga riwayat kehamilan dan persalinan. Dengan kehamilan
dan persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi untuk
tumbuh/tidaknya suatu kista ovarium.
8. Riwayat menstruasi
Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi dismenorhea
dan bahkan sampai amenorhea.
9. Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Kebersihan rambut dan keadaan rambut
b) Mata
Sklera ikterik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, mata simetris/tidak
c) Leher
Pembengkakan kelenjar tiroid ada/tidak, tekanan vena jugularis.
d) Dada
- Pernapasan : jenis pernapasan, bunyi napas, ada suara napas
tambahan atau tidak, ada penarikan sela iga.
- Kardiovaskuler : bunyi jantung, ada bunyi tambahan atau tidak,
iramanya teratur atau tidak, letak jantung.
e) Abdomen
Ada nyeri tekan pada abdomen atau tidak, teraba massa pada
abdomen atau tidak.

f) Ekstremitas
Ada nyeri panggul saat beraktivitas atau tidak, ada kelemahan
atau tidak, jumlah jari lengkap atau tidak, ada kelainan pada jari
tangan dan kaki atau tidak, capillary refill time baik atau tidak,
turgor kulit baik atau tidak
g) Eliminasi dan urinasi
Susah BAB atau tidak, frekuensi BAB, konsistensi feses, susah
BAK atau tidak, frekuensi BAK, konsistensi urin.
10. Data sosial ekonomi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan
berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum
menopause.
11. Data spiritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan
kepercayaannya atau tidak.
12. Data psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana
ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium
tersebut sementara pada klien dengan kista ovarium yang ovariumnya
diangkat maka hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin
hamil/punya keturunan.
13. Pola kebiasaan sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam
aktivitas dan tidur karena merasa nyeri
14. Pemeriksaan penunjang
a. Data laboratorium : pemeriksaan Hb
b. Ultrasonografi : untuk mengetahui letak batas kista

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
b. Cemas berhubungan dengan diagnosis dan rencana pembedahan
c. PK perdarahan
2. Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif dan
pembedahan
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilitas (nyeri pasca
pembedahan)
C. Rencana Keperawatan
1. Pre operasi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Pain Management
dengan agen injuri biologi nyeri pasien berkurang atau hilang 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
NOC : komprehensif termasuk lokasi,
- Pain level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
- Pain control dan faktor presipitasi
- Comfort level 2. Observasi reaksi non verbal dari
Kriteria hasil :
ketidaknyamanan
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
a. Gunakan teknik komunikasi teraupetik
nyeri, mampu menggunakan teknik non
untuk mengetahui pengalaman nyeri
farmakologis untuk mengurangi nyeri,
pasien
mencari bantuan) b. Kaji kultur yang mempengaruhi
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang
respon nyeri
dengan menggunakan manajemen nyeri c. Evaluasi pengalaman nyeri masa
- Mampu mengenali nyeri (skala,
lampau
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) d. Evaluasi bersama pasien dan tim
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
kesehatan lain tentang
berkurang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa
- Tanda vital dalam rentang normal
lampau
e. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
f. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
g. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi, dan inter
personal)
a. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
b. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
c. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
d. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
e. Tingkatkan istirahat
f. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
2. Cemas berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Anxiety Reduction (Penurunan kecemasan)
diagnosis dan rencana cemas klien terkontrol 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
pembedahan NOC : 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
- Anxiety control pelaku pelaku
- Coping 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
Kriteria Hasil : dirasakan selama prosedur
- Klien mampu mengidentifikasi dan 4. Temani pasien untuk memberikan
mengungkapkan gejala cemas keamanan dan mengurangi takut
- Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan 5. Berikan informasi faktual mengenai
menunjukan teknik untuk mengontrol
cemas diagnosis, tindakan prognosis
- Vital sign dalam batas normal 6. Dorong keluarga untuk menemani anak
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa 7. Lakukan back/neck rub
tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
berkurangnya kecemasan 9. Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
12. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan
3. PK perdarahan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, 1. Monitor tanda-tanda perdarahan
perdarahan dapat diminimalkan gastrointestinal
2. Awasi petekie, ekimosis, perdarahan dari
suatu tempat
3. Monitor vital sign
4. Catat perubahan mental
5. Hindari aspirin
6. Awasi Hb dan faktor pembekuan
7. Berikan vitamin tambahan dan pelunak
feses
2. Post operasi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan


1. Nyeri akut berhubungan Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan agen injuri fisik fisik
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Infection Control
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
dengan tindakan invasif dan infeksi tidak terjadi
NOC : pasien lain
pembedahan
- Immune Status 2. Pertahankan teknik isolasi
- Knowledge : Infection control 3. Batasi pengunjung bila perlu
- Risk control 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
Kriteria hasil :
mencuci tangan saat berkunjung dan
- Klien bebeas dari tanda dan gejala
setelah berkunjung meninggalkan pasien
infeksi
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
- Mendeskripsikan proses penularan
penyakit, factor yang mempengaruhi tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
penularan serta penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal pelindung
- Menunjukkan perilaku hidup sehat 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
6. Pertahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
3. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Personal hygiene management
1. Kaji keterbatasan pasien dalam perawatan
berhubungan dengan pasien menunjukkan kebersihan diri
NOC : diri
imobilitas (nyeri pasca
- Knowledge : disease process 2. Berikan kenyamanan pada pasien dengan
pembedahan) - Knowledge : health behavior
membersihkan tubuh pasien (oral, tubuh,
Kriteria Hasil :
- Pasien bebas dari bau genital)
- Pasien tampak menunjukan kebersihan 3. Ajarkan kepada pasien pentingnya
- Pasien nyaman
menjaga kebersihan diri
4. Ajarkan kepada keluarga pasien dalam
menjaga kebersihan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Andang, Tantrini. 2013. 45 Penyakit Musuh Kaum Perempuan. Yogyakarta :


Rapha Publishing.
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Kurniawati, dkk. 2009. Obgynacea (Obgyn dan Ginekologi). Yogyakarta :
TOSCA.
Lowdermilk & Jensen, 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Manuaba, Ida., dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta :
EGC.
Muslihatun, dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.
Nugroho, dkk. 2014. Buku Ajar Askeb 1 Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Penerbit Yayasan Bina
Pustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka.
Saleh pour et-al. 2013. Konseptual Asuhan Keperawatan Obstetri. Jakarta : Cipta
Pustaka.
Setyorini, Aniek. 2014. Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan Keluarga
Berencana. Bogor : IN MEDIA.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil Kesehatan Indonesia
2011.
Lailla, Alfi., Andini., Dwi. 2015. Makalah Asuhan Keperawatan Maternitas pada
Klien dengan Kista Ovarium. (www.academia.edu) diakses 19 Agustus
2019.
Linawati, Lely. 2013. Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Kista
Ovarium di Desa Jabung Sragen Tahun 2013. Jurnal Kebidanan Sekolah
Tinggi Kesehatan Poltekkes Yk.
Prasetya, Dicki Nanda., dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Kista Ovarium.
(www.academia.edu) diakses 9 September 2019.
Shiyamika, Dhiya Niisi. 2014. Asuhan Keperawatan pada Nn. F dengan Post
Operasi Kistektomi Oleh Karena Kista Coklat Hari ke-2 di Ruang Anggrek
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. (https://repository.ump.ac.id)
diakses 9 September 2019.
Susianti, Ita. 2017. Aplikasi Teori Model Calista Roy dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan pada Ny. S dengan Kista Ovarium di Sukamaju Kota
Bengkulu. (https://jurnal.unived.ac.id) diakses 9 September 2019.
Wirniaty, Dona., dkk. 2012. Analisa Kasus Kista Ovarium di Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan Periode 1 Januari 2010-31
Desember 2012. (https://usu.ac.id) diakses 9 September 2019.

Anda mungkin juga menyukai