Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

1. KONSEP DASAR MEDIK


A. Defenisi

BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) atau juga disebut hiperplasia prostat jinak
merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. Insidennya terkait
pertambahan usia, prevelensi yang meningkat dari 20% pada laki-laki berusia 41-50 tahun
menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia lebih dari 80 tahun (Tanto, 2014).

Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) adalah suatu keadaan diaman kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang keatas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2013).

Hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan jumlah
sel. BPH merupakan suatu kodisi patologis yang paling umum diderita oleh laki-laki
dengan usia rata-rata 50 tahun (Prabowo dkk, 2014).

B. Klasifikasi

Derajat berat BPH menurut Tanto (2014) adalah :

1. Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.

2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak
sampai habis dan masih tersisa kira-kira 60-50 cc. Ada rasa tidak enak saat BAK atau
disuria dan menjadi nokturia.

3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh, dan pasien tampak kesakitan. Urine menetes secara
periodik.

C. Etiologi

Saat ini etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat banyak pendapat
tentang hal ini. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah :

1. Peningkatan dehidrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.

2. Ketidakseimbangan antara esterogen-testosteron

Ketidakseimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada
pria terjadi peningkatan hormon esterogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini
yang memicu terjadinya hyperplasia sroma pada prostat.

3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat


Peningkatan kadar epidermal growth factor dan penurunan transforming growth factor
beta menyebabkan hyperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.

4. Berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis)

Esterogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat

5. Teori stem sel

Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu terjadi
BPH.

D. Patofisiologi

Pertama kali BHP terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, dimana
terjadi perubahan keseimbangan testosteron, esterogen, karena produksi testosteron
menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi esterogen
pada jaringan adipose di perifer.

Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen ureter pars prostatika


dan menghambat aliran urine sehingga menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk
dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat untuk melawan tekanan,
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi buli-buli, yakni : hipertropi otot destrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, dan diventrikel buli-buli. Perubahan struktur buli-buli
tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah.

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini menimbulkan aliran balik
dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal

E. Manifestasi Klinis

Menurut Tanto (2014), pada umunya pasien BPH datang dengan gejala-gejala truktus
urinarius bawah yang terdiri dari gejala obstruksi dan iritasi.

Gejala obstruksi :

1. Miksi terputus

2. Hesistancy : saat miksi pasien harus menunggu sebelum urine keluar

3. Harus mengedan saat mulai miksi

4. Kurangnya kekuatan dan pancaran urine

5. Sensasi tidak/belum selesai berkemih

6. Miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya dalam waktu < 2 jam setelah miksi
sebelumnya)

7. Menetes pada akhir miksi

Gejala iritasi :

1. Frekuensi sering miksi


2. Urgensi : rasa tidak dapat menahan lagi, rasa ingin segera miksi

3. Nokturia : terbangun di malam hari untuk miksi

4. Inkotinensia : urine keluar di luar kehendak

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Prostat spesifik anti gen (PSA) : Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk menilai
bagaimana perjalanan penyakit BPH selanjutnya

2. Flowmetri : Laju pancaran urine maksimal biasanya turun menjadi <15cc

3. USH/ Kateter : Untuk menilai volume urine residual

4. Traansabdominal Ultrasonografi : Untuk mengukur volume prostat dan menemukan


gambaran hipoekonik

5. Pemeriksaan atas indikasi : Intravenous

G. Penatalaksanaan

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah untuk mengembalikan kualitas hidup pasien.
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan. Keadaan pasien
maupun kondisi objektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Terapi
spesifik berupa obesrvasi pada penderita gejala ringan hingga tindakan operasi pada
penderita dengan gejala berat. (Cooperberg, 2013).

1. Observasi (Watchful Waiting) : Merupakan penatalaksanaan terbaik untuk pasien BPH.


Penderita dengan gelaja LUTS sedang juga dapat dilakukan observasi atas kehendak
pasien.

2. Medikamentosa : Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi


resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik.

3. Operatif : Tindakan operatif dilakukan apabila pasien BPH mengalami retensi urine
yang menetap atau berulang.
H. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain :

1. Semakin beratnya BPH

2. Dapat terjadi obstruksi saluran kemih karena urine tidak mampu melewati prostat

3. Kerusakan traktus urinarius bagian atas aklibat obstruksi kronik mengakibatkan


penderita harus mengejan saat miksi

4. Stasis urine dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme


yang dapat menyebabkan sistitis.

5. Impoten

6. Aterosklerosis atau penumpukan lemak di dinding arteri


2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Identitas
Identitas klien terdiri dari : nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, nomor
rekam medik, tanggal masuk dan tanggal pengkajian.
2) Riwayat Kesehatan
Terdiri dari keluhan utama dan riwayat keluhan utama.
3) Pemeriksaan Fisik
Terdiri dari pengkajian tanda-tanda vital, pengkajian tingkat kesadaran (GCS) dan
pengkajian fisik dari kepala sampai kaki (head to toe)
B. Diagnose Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
2) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih
3) Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan
4) Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
C. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
Intervensi NIC :
1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
dan frekuensi
2. Monitor tanda-tanda vital
3. Ajarkan tentang teknik non farmakologis
4. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik untuk mengurangi nyeri
2) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih
Intervensi NIC :
1. Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi, bau, volume dan warna
2. Anjurkan pasien untuk minum 200ml cairan pada saat makan.
3. Pasang kateter dalam kandung kemih sementara atau permanen
3) Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan
Intervensi NIC :
1. Pantau tanda dan gejala infeksi
2. Instruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh terhadap
infeksi
3. Anjurkan klien untuk mencuci tangan yang benar
4) Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
Intervensi NIC :
1. Pantau tanda-tanda vital
2. Anjurkan asupan cairan oral
3. Lepaskan pakaian yang berlebihan
4. Berikan obat antipiretik jika perlu
PENYIMPANGAN KDM
BPH

Esterogen dan Growth Berkurangnya Proliferasi


testosteron tidak Hormon abnormal sel stem
sel yang mati
seimbang

Pertumbuhan sel Produksi sel stroma


stroma berpacu dan epitel berlebihan

Pembesaran
kelenjar prostat

BPH

Penyempitan
lumen ureter

Menghambat aliran urine

Peningkatan intravesikal

Peningkatan kontraksi
otot detrusor

Hipertrofi otot detrusor

Distensi vesika urinaria Nyeri akut

Luka
Tindakan sistomi Retensi urine
sayatan

Inkotinesia urine Gangguan


Kuman, Resiko eliminasi urine
bakteri masuk infeksi
Infeksi saluran Proses
kemih inflamasi Hipertermia
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

https:/dokumen.tips/documents/patofisiologi-bph-563db64eec651.html

Wulandari, Tresna. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Tn.M dengan Benigt Prostat
Hyperplasiadi Ruang Kelas Utama Dahlia RSUD H Hanafie Muara Bungo Tahun 2019.

Azizah, Lailatul. 2018. Asuhan Keperawatan Klien Post Operasi BPH (Benigna Prostatic
Hyperplasia) Dengan Maslasah Nyeri Akut Di Rs Panti Waluya Malang

Anda mungkin juga menyukai