Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN BPH

Oleh Kelompok 2

1. Amelia Ulfa
2. Ela Anjelina
3. Kintan Yulia Permata
4. Lia Indriani Rambe
5. Maharani Lubis
6. Nurhofifah Hidayati
7. Novita Mainurhalizah

Dosen Pembimbing: Ns.Siska Sakti Anggraini, M.Kep

PROGAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Kami panjatkan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan maternitas tentang
“Asuhan Keperawatan BPH”.
Kami mengucapkan terimakasih kepadadosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, ide, dan saran dalam kesempatan ini dan bantuan dari semua pihak yang ikut
berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah yang kami susun dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah ini.

Medan, 27 April 2020

penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar belakang ...................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................................. 2
BAB II............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
A. Pengertian ............................................................................................................................ 3
B. Etiologi................................................................................................................................. 6
C. Tanda dan Gejala ................................................................................................................. 7
D. Patofisiologi ......................................................................................................................... 8
E. Pathway .............................................................................................................................. 11
F. Komplikasi ......................................................................................................................... 12
G. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................................... 12
H. Penatalaksanaan Medis ...................................................................................................... 13
I. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................................... 14
BAB III ......................................................................................................................................... 15
ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................................................... 15
A. Pengkajian .......................................................................................................................... 15
B. Diagnosa ............................................................................................................................ 17
C. Intervensi............................................................................................................................ 18
BAB IV ......................................................................................................................................... 21
PENUTUP..................................................................................................................................... 21
A. Kesimpulan........................................................................................................................... 21
B. Saran ..................................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit prostat merupakan penyebab yang sering terjadi pada berbagai masalah
saluran kemih pada pria, insidennya menunjukan peningkatan sesuai dengan umur,
terutama mereka yang berusia 60 tahun. Sebagian besar penyakit prostat
menyebabkan pembesaran organ yang mengakibatkan terjadinya
penekanan/pendesakan uretra pars intraprostatik, keadaan ini menyebabkan gangguan
aliran urine, retensi akut dari infeksi traktus urinarius memerlukan tindakan
kateterlisasi segera. Penyebab penting dan sering dari timbulnya gejala dan tanda ini
adalah hiperlasia prostat dan karsinoma prostat. Radang prostat yang mengenai
sebagian kecil prostat sering ditemukan secara tidak sengaja pada jaringan prostat
yang diambil dari penderita hiperlasia prostat atau karsinoma prostat (J.C.E
Underwood, 1999).
Beranekaragamnya penyebab dan bervariasinya gejala penyakit yang
ditimbulkannya sering menimbulkan kesulitan dalam penatalaksanaan BPH, sehingga
pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak tepat sesuai dengan etiologinya.
Terapi yang tidak tepat bisa mengakibatkan terjadinya BPH berkepanjangan. Oleh
karena itu, mengetahui secara lebih mendalam faktor-faktor penyebab (etiologi) BPH
akan sangat membantu upaya penatalaksanaan BPH secara tepat dan terarah.
Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan pada klien
tentang penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi yang akan
terjadi bila tidak segera ditangani. Kemudian pada aspek preventif perawat
memberikan penjelasan bagaimana cara penyebaran penyakit BPH, misalnya cara
pembesaran prostat akan menyebabkan obstruksi uretra. Secara kuratif perawat
berperan memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter.
Aspek rehabilitatif meliputi peran perawat dalam memperkenalkan pada
anggota keluarga cara merawat klien dengan BPH dirumah, serta memberikan

1
penyuluhan tentang pentingnya cara berkemih. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas
maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat dengan judul “Asuhan Keperawatan
Benigna Prostat Hiperplasia”.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja konsep dasar asuhan keperawatan BPH?
2. Bagaiman asuhan keperawatan pada pasien BPH?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa/i mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada
pasien BPH
2. Agar mahasiswa/i mengetahui tujuan asuhan keperawatan gangguan mobilisasi.
3. Agar mahasiswa/i mengetahui bagaimana cara penerapan asuhan keperawatan
pada pasien BPH.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana Elin, 2011).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).

Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat


(secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal
671).

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,


disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang


keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002).

a. Anatomi Prostat

Kelenjar prostat merupakan organ khusus pada lokasi yang kecil, yang
hanya dimiliki oleh pria. Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih (vesika
urinaria) melekat pada dinding bawah kandung kemih di sekitar uretra bagian atas.
Biasanya ukurannya sebesar buah kenari dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan
beratnya kurang lebih 20 gram dan akan membesar sejalan dengan pertambahan
usia. Prostat mengeluarkan sekret cairan yang bercampur secret dari testis,
perbesaran prostate akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin.

3
Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang
terbagi atas 4 lobus yaitu:

a. Lobus posterior

b. Lobus lateral

c. Lobus anterior

d. Lobus medial

Batas lobus pada kelenjar prostat:

a. Batas superior: basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. Batas inferior :
apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra
meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

b. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,


dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi
vascia pelvis.

c. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan


anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.

d. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator


ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius
menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars
prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus. Lobus lateral
mengandung banyak kelenjar.

4
Gambar: Anatomi Prostat

b. Fungsi Prostat

Kelenjar prostat ditutupi oleh jaringan fibrosa, lapisan otot halus, dan
substansi glandular yang tersusun dari sel epitel kolumnar. Kelenjar prostat
menyekresi cairan seperti susu yang menusun 30% dari total cairan semen, dan
memberi tampilan susu pada semen. Sifat cairannya sedikit alkali yang member
perlindungan pada sperma di dalam vagina yang bersifat asam. Sekret prostat bersifat

5
alkali yang membantu menetralkan keasaman vagina. Cairan prostat juga
mengandung enzim pembekuan yang akan menebalkan semen dalam vagina sehingga
semen bisa bertahan dalam serviks.

B. Etiologi
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa
pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen
dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim
5-α reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam
sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor
ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk
kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek.
Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis
protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya
gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur
diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen
secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah,
lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang
mengalami hiperplasia

Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti


penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi
prostat adalah :

1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut.

2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan


stroma kelenjar prostat.

3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.

6
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi
berlebihan.

Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :

1. Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena suatu sebab
seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain.
Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi hiperplasi
kelenjar periuretral.

2. Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan bahwa jaringan
kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

3. Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa dengan
bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan terjadinya
konversi testoteron menjadi setrogen. (Kahardjo, 1995).

C. Tanda dan Gejala

1. Gejala iritatif, meluputi:

a. Peningkaan frekuesnsi berkemih.

b. Nocturia (terbangun di malam hari untuk miksi)

c. Perasaan untuk ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat di tunda


(urgensi).

d. Nyeri pada saat miksi (disuria).

2. Gejala obstruktif, meliputi:

a. Pancaran urin melemah.

b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik.

c. Jika ingin miksi harus menunggulama.

d. Volume urin menurundan harus mengedan saat berkemih.

7
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus.

f. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia
karena pernumpukan berlebih.

g. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan etensi urun kronis dan volume residu yang
besar.

3. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak
nyaman pada epigastrik.

Berdasarkan keluhan dapat menjadi menjadi:

a. Derajat 1, penderita merasakan lemahnya pancara berkemih, kencing tidak


puas, frekuensi kencing bertambah terutama di malam hari.

b. Derajat 2, adanya retensi urin mak timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
pada saat miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.

c. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul
aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar ke ginjal dan dapat
menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.

D. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang
dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona,
antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior
dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan
adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini
sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat
hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa
reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam

8
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan
kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya


perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi
yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi
uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor.
Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum,
leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya
pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan
daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan
kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke
dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut
trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor.
Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung
kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama
dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi.
Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat
akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat,
nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).

Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu
lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter
dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi
kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal
akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari
obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
9
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang
menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan
bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

10
E. Pathway

11
F. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH adalah:

Seiring dengan semakin beratnya BPH dapat terjadi obstruksi saluran kemih,
karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik


mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang mengakibatkan peningkatan
tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesiko urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme. Yang dapat menyebabkan pyelonefritis(sjamsuhidrajat, 2005).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien
dengan BPH adalah :

1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-
buli.

12
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa
urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika
dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH adalah:

1. Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien

2. Medika mentosa

Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa
disertai penyakit. Obat yang digunakan berasal dari : phitoterapi (misalnya : hipoxis
rosperi, serenoa repens, dll) gelombang alfa blocker dan golongan supresor
androgen.

3. Pembedahan

Indikasi:

a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut

b. Dengan residual urin >100 ml

c. Klien dengan pengulit

d. Terapi medika mentosa tidak berhasil

e. Flowmetri menunjukan pola obstruktif

Pembedahan dapat dilakukan dengan:

1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90-95 %).

2) Retropublic atau extravesical prostatectomy.

3) Perianal prostatectomy.

13
4) Suprapublic atau tranvesical prostatectomy.

4. Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi ,terapi


ultrasonic).

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran

kemih

b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan
kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin.

b. IVP (Intra Vena Pielografi)


Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-
buli.

c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)


Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa
urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.

d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnose medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Keluhan saat pengkajian
c. Keluhan terdahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pola fungsi kesehatan
a. Aktifitas
b. Istirahat
c. Eliminasi
d. Nutrisi
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
- Keadaan umum
- Kesadaran
- TTV
- TB dan BB
b. Pemeriksaan fisik secara head to toe
a. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering, tidak ada
ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

15
b. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris,
konjungtiva merah muda, ada reaksi terhadap cahaya (miosis) tidak mengguakan
alat bantu penglihatan, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.

c. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.

d. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak ada lesi
dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
e. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut lembab, bibir
lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
f. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri
tekan.
g. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada batuk sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
h. Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.

16
Perkusi : Batas jantung normal.
i. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah tanggal 11-07-
2014 di abdomen inguinalis kanan dengan karakteristik panjang luka 8-10 cm
jumlah hecting 7 jahitan tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor).
Terpasang drain dengan produksi ± 50cc warna merah muda.
Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di abdomen inguinalis
kanan, skala 5-6 (nyeri sedang), teraba hangat di daerah sekitar luka.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
j. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji).
k. Ekstremitas

5. Data psikologis
a. pendidikan
b. hubungan siosial
c. gaya hidup
d. peran dalam keluarga
6. Data penunjang
7. Pengobatan

B. Diagnosa
1. Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP.
2. Resiko infeksi b/d prosedur inovasif pembedahan.
3. Ansietas b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit dan pengobatanya

17
C. Intervensi

NO Diagnosa NOC NIC Aktivitas


keperawatan
1 Nyeri akut b/d 1.Kontrol nyeri Manajemen a.Lakukan pengkajian nyeri
spasmus kandung KH nyeri komprehensif yang
kemih dan insisi a.Mengenali kapan meliputi lokasi, karateristik,
sekunder pada nyeri terjadi durasi, frekuensi, kualitas,
TRUP dipertahankan pada intensitas atau beratnya
tidak pernah nyeri dan faktor pencetus
menunjukkan (1) b.Berikan informasi
ditingkatkan ke mengenai nyeri,seperti
kadang-kadang penyebab nyeri,beberapa
menunjukkan (3) lama nyeri yang akan
b.Menggambarkan dilakukan dan antisipasi
faktor penyebab dari ketidak nyamanan
dipertahankan pada akibat prosedur.
tidak pernah (1) c. Pilih dan lakukan
ditingkatkan ke penanganan nyeri
kadang-kadang d. Ajarkan tentang teknik
menunjukkan (3) non farmakolog
2. Tingkat nyeri e. Berikan analgesic untuk
a. Nyeri dilaporkan mengurangi nyeri
dipertahankan pada
berat (1) Pemberian a.Tentukan
ditingkatkan ke analgesik lokasi,karakteristik dan
sedang (3) keparahan nyeri sebelum
b.Panjangnya mengobati pasien
episode nyeri b.Cek adanya riwayat alergi
dipertahankan pada obat
berat (1) c.Pilih analgesik

18
ditingkatkan ke d.Berikan analgesik
sedang (3) e.Monitor TTV sebelum
dan sesudah analgesik

2. Resiko infeksi b/d 1. Keparahan Kontrol a. Ajarkan pasien dan


prosedur invasif infeksi infeksi keluarga mengenai tanda
pembedahan KH dan gejala infeksi dan
a. Kemerahan kapan harus melaporkannya
dipertahankan pada kepada penyedia perawatan
berat (1) di kesehatan
tingkatkan ke b.Ajarkan pasien dan
sedang (3) anggota keluarga mengenai
b. Nyeri bagaimana menghindari
dipertahankan pada infeksi
berat (1) di c.Pastikan teknik
tingkatkan ke keperawatan luka yang
sedang (3) tepat
2. Kontrol resiko d.Batasi jumlah pengunjung
KH
a. Mengidentifikasi Perawatan a.Periksa luka setiap kali
faktor resiko luka perubahan balutan
dipertahankan pada b.Anjurkan pasien atau
tidak pernah anggota keluarga pada
menunjukkan (1) prosedur perawatan luka
ditingkatkan ke c.Anjurkan pesien dan
secara konsisten keluarga untuk mengenal
menujukkan (5) tanda dan gejala infeksi.
b.Mengembangkan d.Angkat balutan dan
strategi yang plester perekat

19
efektif dalam
mengontrol resiko
dipertahankan pada
tidak pernah
menunjukkan (1)
ditingkatkan ke
secara konsisten
(5)

3. Ansietas b/d 1.Tingkat Penurunan a.Sediakan informasi


kurangnya kecemasan ansietas factual menyangkut
informasi KH diagnosis
mengenai proses a.Peningkatakan b.Instruksikan pasien
penyakit dan frekuensi nadi tantang penggunaan teknik
pengobatannya dipertahankan pada relaksasi
berat (1) c.Jelaskan semua prosedur
ditingkatkan ke yang akan dilakukan
tidak ada (5) d.Damping pasien dan
b.Wajah tegang beikan ketenangan serta
dipertahankan pada rasa nyaman.
berat ditingkatkan e.Damping pasien selama
ke tidak ada (5) prosedur untuk
meningkatkan keamanan
dan mengurasi rasa takut
f.Kolaborasikan untuk
pemberian obat
menurunkan ansietas jika
perlu

20
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Prostat merupakan sebuah kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra pars


prostatica. Semakin tua laki-laki tersebut, memiliki potensi untuk terkena pembesaran
prostat atau benign prostat hyperplasia (BPH). Pembesaran akan menyebabkan
komplikasi refluks, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal dan pionefrosis pilonefritis.
Biasanya penanganan pasti pada BPH adalah pembedahan dengan cara TURP, TUIP dan
prostatektomi terbuka.

B. Saran

Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi acuan dalam
menentukan diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum menentukan rencana
tindakannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.

Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.

22
ASUHAN KEPERAWATAN BPH

OLEH KELOMPOK 2

1. Amelia Ulfa
2.Ela Anjelina
3.Kintan Yulia Permata
4.Lia Indriani Rambe
5.Maharani Lubis
6.Nurhofifah Hidayati
7.Novita Mainurhalizah
A.Pengertian
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi
yang sering terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan
pengendalian hormon prostat (Yuliana Elin, 2011).

a.Anatomi Prostat
Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri
dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus yaitu:
1.Lobus posterior
2.Lobus lateral
3.Lobus anterior
4.Lobus medial

b.Batas lobus pada kelenjar prostat:


a. Batas superior: basis prostat melanjutkan diri sebagai
collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus
dari satu organ ke organ yang lain
b. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis
pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang
terdapat pada cavum retropubica(cavum retziuz)
c. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan
permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum
retovesicalis (vascia Denonvillier).
d. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior
m. levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
c. Fungsi Prostat
Kelenjar prostat ditutupi oleh jaringan fibrosa, lapisan otot halus, dan
substansi glandular yang tersusun dari sel epitel kolumnar.
B. Etiologi
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada
beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan
proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron
yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase
diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam
sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron
(DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan
estrogen.
C. Tanda dan Gejala
1. Gejala iritatif, meluputi:
a. Peningkaan frekuesnsi berkemih.
b. Nocturia (terbangun di malam hari untuk miksi)
c. Perasaan untuk ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat di tunda
(urgensi).
d. Nyeri pada saat miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif, meliputi:
a. Pancaran urin melemah.
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik.
c. Jika ingin miksi harus menunggulama.
d. Volume urin menurundan harus mengedan saat berkemih.
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus.
f. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan
inkontinensia karena pernumpukan berlebih.
g. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi
produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan etensi urun kronis
dan volume residu yang besar.
3. Gejala generalisata seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat menjadi menjadi:
a. Derajat 1, penderita merasakan lemahnya pancara berkemih, kencing tidak
puas, frekuensi kencing bertambah terutama di malam hari.
b. Derajat 2, adanya retensi urin mak timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh pada saat miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
c. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar ke ginjal dan
dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis
D. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang
terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra
posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal
pada orang dewasa ± 20 gram
E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH adalah:
Seiring dengan semakin beratnya BPH dapat terjadi obstruksi saluran
kemih,karena urin tidak mampu melewati prostat.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdomen yang akan
menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis dalam vesiko urinaria akan
membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria.
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH
adalah:
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2. Medika mentosa
Terapi diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat
tanpa disertai penyakit. Obat yang digunakan berasal dari : phitoterapi
(misalnya : hipoxis rosperi, serenoa repens, dll) gelombang alfa blocker
dan golongan supresor androgen.
3.Pembedahan
Indikasi:
1. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
2. Dengan residual urin >100 ml
3. Klien dengan pengulit
4. Terapi medika mentosa tidak berhasil
5. Flowmetri menunjukan pola obstruktif
Pembedahan dapat dilakukan dengan:
1. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90-95 %).
2. Retropublic atau extravesical prostatectomy.
3. Perianal prostatectomy.
4. Suprapublic atau tranvesical prostatectomy.
4.Alternatif lain (misalnya kriyoterapi, hipertermia, termoterapi ,terapi
ultrasonic).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau
kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli
yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya
kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti
difertikel, tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang
uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam
rektum.
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b.Keluhan saat pengkajian
c.Keluhan terdahulu
d.Riwayat kesehatan keluarga
3.Pola fungsi kesehatan
4.Aktifitas
5. Istirahat
6. Eliminasi
7. Nutrisi
8. Pemeriksaan fisik
a.Status kesehatan umum
b.Keadaan umum
c.Kesadaran
d.TTV
e.TB dan BB
Pemeriksaan fisik secara head to toe
1.Kepala
2.Mata
3.Hidung
4.Telinga .
5.Mulut
6.Leher
7.Thoraks (paru-paru)
8.Thoraks (jantung)
9.Abdomen
10. Genetalia
11.Ekstremitas

5. Data psikologis
a.pendidikan
b.hubungan siosial
c.gaya hidup
d.peran dalam keluarga
6.Data penunjang
7.Pengobatan
 
b. Diagnosa
1.Nyeri akut b/d spasmus kandung kemih dan
insisi sekunder pada TURP.
2.Resiko infeksi b/d prosedur inovasif
pembedahan.
3.Ansietas b/d kurangnya informasi mengenai
proses penyakit dan pengobatanya
Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut b/d spasmus kandung 1.Kontrol nyeri 1. Manajemen nyeri
kemih dan insisi sekunder pada KH a. Lakukan pengkajian
TRUP
a.Mengenali kapan nyeri nyeri komprehensif
terjadi dipertahankan pada b.Berikan informasi
tidak pernah menunjukkan (1)
ditingkatkan ke kadang- mengenai
kadang menunjukkan (3) c. Pilih dan lakukan
b.Menggambarkan faktor penanganan nyeri
penyebab dipertahankan pada d. Ajarkan tentang teknik
tidak pernah (1) ditingkatkan non farmakolog
ke kadang-kadang e. Berikan analgesic untuk
menunjukkan (3) mengurangi nyeri
2. Tingkat nyeri 2. Pemberian Analgesik
a. Nyeri dilaporkan a.Tentukan
dipertahankan pada berat (1)
ditingkatkan ke sedang (3) lokasi,karakteristik dan
b.Panjangnya episode nyeri keparahan nyeri sebelum
dipertahankan pada berat (1) mengobati pasien
ditingkatkan ke sedang (3) b.Cek adanya riwayat alergi
obat
c.Pilih analgesik
d.Berikan analgesik
e.Monitor TTV sebelum
dan sesudah analgesik
Diagnosa NOC NIC
Resiko infeksi b/d prosedur 1. Keparahan infeksi 1. Kontrol infeksi
invasif pembedahan KH a. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala infeksi
a. Kemerahan dipertahankan pada dan kapan harus melaporkannya
berat (1) di tingkatkan ke sedang kepada penyedia perawatan
kesehatan
(3) b.Ajarkan pasien dan anggota
b. Nyeri dipertahankan pada berat keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
(1) di tingkatkan ke sedang (3) c.Pastikan teknik keperawatan luka
2. Kontrol resiko yang tepat
d.Batasi jumlah pengunjung
KH
a. Mengidentifikasi faktor resiko 2. Perawatan luka
a.Periksa luka setiap kali
dipertahankan pada tidak pernah perubahan balutan
menunjukkan (1) ditingkatkan ke b.Anjurkan pasien atau anggota
keluarga pada prosedur perawatan
secara konsisten menujukkan (5) luka
b.Mengembangkan strategi yang c.Anjurkan pesien dan keluarga
untuk mengenal tanda dan gejala
efektif dalam mengontrol resiko infeksi.
dipertahankan pada tidak pernah d.Angkat balutan dan plester
perekat
menunjukkan (1) ditingkatkan ke
secara konsisten (5)
Diagnosa NOC NIC
Ansietas b/d kurangnya 1.Tingkat kecemasan 1. Penurunan kecemasan
informasi mengenai KH a.Sediakan informasi factual
proses penyakit dan a.Peningkatakan frekuensi nadi
menyangkut diagnosis
pengobatannya b.Instruksikan pasien tantang
dipertahankan pada berat (1) penggunaan teknik relaksasi
ditingkatkan ke tidak ada (5) c.Jelaskan semua prosedur
b.Wajah tegang dipertahankan pada
yang akan dilakukan
d.Damping pasien dan beikan
berat ditingkatkan ke tidak ada (5) ketenangan serta rasa nyaman.
e.Damping pasien selama
prosedur untuk meningkatkan
keamanan dan mengurasi rasa
takut
f.Kolaborasikan untuk
pemberian obat menurunkan
ansietas jika perlu
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai