Anda di halaman 1dari 71

1.

Gambaran kasus

Tn “ A “ (21 tahun) masuk ruangan kamar operasi IGD pada tanggal

13 Oktober 2021 dengan diagnosa medis Trauma Brain Injury (TBI) dan

akan dilakukan tindakan pembedahan kraniotomi. Klien sempat di rawat di

rumah sakit akibat kecelakaan lalu lintas pasien langsung tidak sadarkan

diri mual dan muntah ada tanpa darah, perdarahan dari telinga dan hidung

ada dengan kesadaran menurun GCS 12.

2. Identitas Pasien

a. Nama Pasien : Tn. A

b. Tgl Lahir / Umur :15/04/2000 (21Tahun)

c. Agama : Islam

d. Pendidikan : SMA

e. Alamat : Purwokerto

f. No RM 897504

3. Alasan tindakan operasi

Untuk keselamatan pasien

4. Tujuan tindakan operasi

Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien bedah saraf untuk

mengeluarkan hematoma yang ada di dalam kepala.


5. Pemeriksaan penunjang

a. Hasil Pemeriksaan laboratorium :

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

HEMATOLOGI

WBC 13.9 4.00-10.0 10ˆ3/ul

HGB 11.5 12.0-16.0 g/dl

PLT 195 159-400 10˄3/ul

KIMIA DARAH

Glukosa

GDS 111 140

Fungsi Ginjal mg/dl

35 10-50
Ureum
0.92 L(<1.3);P(<1.1)
Kretinin
mg/dl
Fungsi Hati
91 <38 mg/dl
SGOT
28 <41
SGPT

Elektrolit U/
144 136-145
Natrium L
3.0 3.5-5.1
Kalium U/
110 97-111
Klorida L
mmol/l

mmol/l

mmol/l

b. Hasil fhoto thoraks PA/AP ( 07/10/2019)

1) Posisi asimetris, kondisi film baik, inspirasi cukup

2) Corakan bronkovaskular dalam batas normal

3) Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru, tanda- tanda

contusion pneumothorax dan pneumomediastinum kedua paru

4) Tidak tampak pemadatan kedua hilus

5) Cor : ukuran kesan normal

6) Kedua sinus dan diafragma baik

7) Tampak fraktur pada 1/3 lateral os clavicula dextra

8) Jaringan lunak sekitar kesan baik.

Kesan : - cord an pulmo normal

- Fraktur 1/3 lateral os clavicula dextra

6. Pre operatif

a. kegiatan penerimaan pasien :

pasien dibawah keruang kamar operasi IGD pada tanggal 07

oktober 2019 pada pukul 17.00 Wita klien datang diantar oleh keluarga

dan petugas IGD bedah, kemudian dilakukan sign in :


1) mengecek identitas pasien dengan cara mencocokkan gelang yang

dipakai dengan status pasien atau menanyakan kepasiennya.

2) Mengecek kelengkapan status pasien seperti :

a) Lembar transfer antar ruangan

b) Lembar persetujuan anestesi dan bedah

c) Lembar rencana tindakan

d) Lembar persetjuan tindakan medis yang akan dilakukan

(informed consent)

3) Mengecek apakah area yang akan dioperasi sudah diberi tanda

4) Mengganti baju pasien dengan baju khusus operasi pasien Setelah

semua lengkap pasien di pindahkan ketempat

tidur ruang kamar operasi IGD dang anti pakaian pasien dengan

pakaian khusus yang disiapkan ruangan kamar operasi IGD kemudian

dorong pasien masuk keruangan operasi.

b. Data / Temuan Keluhan Pada Pasien :

a) Pasien mengeluh nyeri pada kepala bagian kanan.

b) Pasien Nampak meringis kesakitan

c) Nampak bagian ekstremitas kanan atas dibalut dengan verban.

d) Breathing : pasien bernapas secara spontan, simetris, gerakan nafas

mengikuti gerakan dada, pernapasan 18x/I dan saturasi O2 98 %


1) Blood : tekanan darah 120/70 mmhg, nadi teraba kuat 82x/I, akral

teraba hangat, suhu tubuh 36.6 ºC / aksila, warna kulit normal, CRT

<2 detik, perdarahan epidural.

2) Brain : kesadaran somnolen GCS 12 ( E3V4M5) pasien mengeluh

nyeri pada kepala sebelah kanan. Pengkajian nyeri : P : Peningkatan

tekanan intra kranial

Q : Nyeri tumpul, hilang timbul

R : Kepala sebelah kanan

S : 4 (sedang) VAS T

: terus menerus

3) Bladder : Terpasang kateter urin berwarna kuning jernih Jumlah

urine ± 500 cc

4) Bowel : TB : 155 cm dan BB: 48 kg. pasien tidak mengeluah mual

dan muntah.

5) Bone : Kulit nampak lembab, terdapat fraktur 1/3 klavikula.


c. Analisa Data

No. DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Data Subjektif : Domain 4 :

Keluarga pasien Keamanan/Perlindungan Kelas 4 :

mengatakan bahwa Cidera fisik

pasien mengalami Kode 00201

kecelakaan dan kepalanya Diagnosis keperawatan :

terbentur ke aspal Ketidakefektifan perfusi

Data Objektif : jaringan serebral

a. Penurunan kesadaran

(somnolen)

b. GCS 12 : E3 V4 M5

c. Tampak hematom pada region

temporo frontal sinistra

d. MCST scan kepala tanpa

kontras : pendarahan epidural

regio

temporoparietal dextra

2. Data subyektif : - DOMAIN 12: Kenyamanan

Data obyektif : Kelas 1 : Kenyamanan Fisik

a. Pengkajian nyeri Kode : 00132


P : Peningkatan tekanan Diagnosis keperawatan :Nyeri

intrakranial akut

Q : nyeri tumpul, hilang

timbul

R: kepala sebelah kanan S :

4 (sedang) VAS

T : terus menerus

b. Pasien nampak meringis

c. Tanda-tanda vital:

BP: 120/70 mmHg

HR: 82 x/menit RR:

18 x/menit

T: 36.6 ºc

d. Diagnosa keperawatan

1) ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah ke otak

2) Nyeri akut Berhubungan dengan agen injury

e. Intervensi keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

(NOC) (NIC)

Ketidakefektifan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan Monitor tanda-tanda vital

serebral keperawatan selama 1 x 8 jam 1. Monitor tekanan darah, nadi,

Definisi: Penurunan siekulasi darah ke maka diharapkan suplai aliran suhu, dan status pernafasan

otak yang dapat mengganggu kesehatan darah keotak lancar dengan 2. Monitor dan laporkan tanda dan

Batasan karakteristik: kriteria hasil : gejala hipotermia dan hipertemia

a. Perubahan fungsi motorik 1. Sistol dan diastole dalam 3. berikan deuretik osmotik

b. Perubahan tekanan darah rentang yang di harapkan. (manitol).

c. Perubahan karakteristik kulit 2. Tidak ada tanda-tanda Monitor neurologi

Kondisi terkait: peningkatakan tekanan 1. Pantau ukuran pupil, bentuk,

a. Hipertensi intracranial (tidak lebih kesimetrisan, dan reaktifitas

2. Monitor tingkat kesadaran


b. trauma dari 15 mmhg). 3. Monitor tingkat orientasi

3. Berkomunikasi dengan 4. Monitor kecenderungan Skala

jelas dan sesuai dengan Koma Glasgow

kemampuan. 5. Monitor reflex batuk dan muntah.

4. Menunjukkan perhatian,

konsentrasi dan

orientasi.

5. Memproses informasi.

6. Membuat keputusan

dengan benar

7. Menunjukkan fungsi

sensori motori cranial yang

utuh : tingkat

kesadaran membaik,
tidak ada gerakan

gerakan involunter.

Nyeri akut Outcomes : Manajemennyeri

Definisi: pengalaman sensorik dan 2. Control nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara

emosional tidak menyenangkan berkaitan 3. Tingkat nyeri komprehensif

dengan kerusakan jaringan actual atau 4. Tingkat 2. Observasi adanya petunjuk

potensial, atau yang di gambarkan Ketidaknyamanan nonverbal mengenai

sebagai kerusakan, Setelah dilakukan tindakan ketidaknyamanan

awitan yang tiba-tiba atau lambat keperawatan selama 1 x 6 jam, 3. Berikan posisi nyaman

dengan intensitas ringan hingga berat pasien akan 4. Ajarkan penggunaan teknik

dengan durasi kurang dari 3 bulan menunjukkan kemampuan nonfarmakologi (teknik Napas

Batasan karakteristik : mengontrol nyeri, dalam)

a. bukti nyeri dengan menggunakan menunjukkan tingkat nyeri Manajemenmedikasi

standar daftar periksa nyeri untuk 1. Tentukan lokasi, karakteristik,


pasien yang tidak dapat ringan dan menunjukkan kualitas, dan derajat nyeri

mengungkapkannya. tingkat kenyamanan dengan Sebelum pemberian obat

b. Perilaku ekspresif kriteria hasil : 2. Cek instruksi dokter tentang jenis

c. Ekspresi wajah nyeri 1. Klien mampu mengenali obat, dosis, dan frekuensi

d. Sikap tubuh melindungi area nyeri nyeri (skala, intensitas, 3. Cek riwayat alergi

e. Putus asa frekuensi dan tanda nyeri) 4. Berikan obat analgetik sesuai

f. Dilatasi pupil 2. Klien mampu mengontrol instruksi yang diberikan

Faktor yang berhubungan : nyeri (mampu menggunakan 5. Monitor tanda-tanda vital setelah

a. Agen cedera biologis tehnik non farmakologi pemberian obat

b. Agen cedera kimiawi untuk mengurangi nyeri)

c. Agen cedera fisik 3. Melaporkan

bahwa nyeri berkurang


dengan menggunakan

manajemen nyeri

4. Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri

berkurang

f. Implementasi dan evaluasi keperawatan

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Ketidakefektifan perfusi 1) Memonitor status neurologi dengan S:-

jaringan serebral pengukuran GCS. O:

Hasil : Kesadaran pasien menurun GCS a. Tauma kepala ringan

12 (E3 V4 M5) b. Kesadaran GCS 12 : E3 V4 M5

2) Mengobservasi adannya tanda-tanda c. Tampak hematom pada region

peningkatan TIK (penurunan temporo frontal dextra


kesadaran, HPT, Bradikardi, nyeri d. MCST scan kepala tanpa kontras

kepala, muntah, papiledema & palsi : pendarahan epidural regio

N. cranial VI ) temporoparietal dextra

Hasil : Pasien mengalami penurunan A:

kesadaran dan nadi 82 x / menit, nyeri Setelah dilakukan asuhan keperawatan

bagian kepala. selama 18 menit masalah penurunan

3) Mengukur Tanda-Tanda Vital kapasitas adaptif teratasi

Hasil : P : pertahankan intervensi :

TD : 120/80 mmHg, 1. Monitor status neurologi

N : 82 x/menit, 2. Monitor TTV

P : 18 x/menit, 3. Monitor status pernapasan

S : 36,6oC

O2 : 98 %

4) Mengkaji adanya reaksi pupil


Hasil: reaksi antara pupil kiri dan

kanan cepat.

Nyeri akut 1) Melakukan pengkajian nyeri secara S:

komprehensif -

Hasil : O:

P : Peningkatan tekanan intrakranial Q :  Skala nyeri 4 (sedang) VAS

Nyeri tumpul  Observasi TTV

R : kepala BP : 125/80mmHg

S : 4 (sedang) VAS T HR : 82 x/menit

: terus menerus T : 36,00 C

2) Memberikan informasi tentang RR : 20 x/menit

penyebab nyeri
A:Setelah dilakukan tindakan
Hasil : penyebab nyeri pasien karna

adanya peningkatan tekanan keperawatan selama 1x30menit,


intrakranial pasien akan menunjukkan tingkat

3) Mengobservasi tanda-tanda vital nyeri sesuai kriteria hasil:

Hasil :  Pasien merasa tenang

BP: 120/80 mmHg  Nyeri berkurang

HR :78 x/m  Tanda-tanda vital dalam batas

RR : 18 x/m normal

T : 36.6 ºc P: Lanjutkan intervensi majemen

4) Beri posisi nyaman nyeri

Hasil : telah di berikan posisi - kaji skala nyeri

terlentang - pantau TTV

6). Kolaborasi pemberian analgetik - beri posisi nyaman

Hasil : metamizole 1 gr / IV - pemberian obat analgetik


4. Intra operatif

a. Kegiatan Di dalam Kamar Operasi :

Pasien dibawa masuk ke ruang operasi pada pukul 17.20 Wita, kemudian

persiapan anestesi dimulai pada pukul 17.30 Wita dan kemudian

dilakukan persiapan operasi. Sebelum operasi dimulai di lakukan time out

pada pukul 18.08 Wita :

1) Memastikan bahwa semua anggota tim medis sudah

memperkenalkan diri (nama dan peran)

2) Memastikan dan baca ulang nama pasien, tindakan medis dan area

yang akan diinsisi.

3) Memastikan posisi pasien sudah sesuai dan benar : posisi terlentang

4) Apakah profilaksis antibiotic sudah diberikan 1jam

sebelumnya? Ya

5) Kejadian berisiko yang perlu diantisipasi

a) Untuk dokter bedah :

1) Apakah tindakan berisiko atau tindakan rutin yang akan

dilakukan? Kraniotomi

2) Berapa lama tindakan ini akan dikerjakan ? ± 1 – 2 jam

3) Apakah sudah diantisipasi perdarahan ? Ya

b) Untuk Dokter Anestesi

Apakah ada hal khusus untuk pasien ini ? Ya, General anestesi.
c) Untuk Tim Perawat :

a) Apakah sudah dipastikan kesterilitasan (ada indikator

kesterilannya) ? Ya

b) Apakah ada masalah dengan peralatan atau masalah alat

yang dikhawatirkan ? Tidak ada

c) Apakah hasil radiologi yang diperlukan sudah ada ? Ya

b. Data / Temuan Selama Operasi

a) Tampak luka pada daerah kepala sebelah kanan

b) Luka Nampak merah dan mengeluarkan darah

c) Luka pasien dibersihkan dengan larutan NaCl 0,9 %.

d) Jumlah pemasukan NaCl 0.9% sebanyak 1500 ml.

e) Jumlah perdarahan sebanyak 400 cc, jumlah pengeluaran urin

± 500 cc

f) Breathing : pasien bernapas di bantu dengan ventilator, frekuensi

napas 24x/I, saturasi O2 : 100 %

g) Blood : TD : 130/80 mmHg, HR : 98 x/i

h) Brain : Tingkat kesadaran : tidak bisa di kaji karena dalam keadaan

anastesi, Nyeri : tidak bisa di kaji karena dalam keadaan pengaruh

bius.

i) Bladder : terpasang kateter

j) Bowel : pasien tidak mengalami mual muntah

k) Bone : Integritas kulit : ada luka insisi di bagian kepala, Tulang:

terdapat luka insisi pada tulang kepala (sudah dilakukan


kraniatomi). Pasien berada di tempat tidur dan posisi berbaring dan

dalam keadaan anastesi

c. Klasifikasi Data

a) Data Objektif

a) Tampak pasien terbaring dimeja operasi dalam posisi terlentang

dan tertutup dengan linen steril.

b) Pasien bernapas dibantu dengan menggunakan ventilator

c) TTV : TD : 130/80 mmhg, HR: 98 x/m, RR: 20 x/menit, T: 36,50C

d) Kesadaran pasien tersedasi (dibawah pengaruh anestesi).

e) Integritas kulit pasien tidak utuh. Tampak dilakukan pembedahan

kraniotomi daerah kepala kanan, tampak merah dan mengeluarkan

darah.

f) Luka pembedahan tampak dibersihkan dan di tempelkan kasa

steril.

g) WBC : 13.9 10ˆ3/µl


d. Analisa Data

Data Diagnosa keperawatan

Risiko infeksi Domain 11

Faktor resiko keamanan/perlindungan

Ds:- Kelas 1. Infeksi

Do: Kode: 00004

1) Ada luka insisi di kepala Hal: 405

2) Terpasang kateter Diagnose keperawatan :

3) Terpasang infus Resiko infeksi

4) Hasil Laboratorium :

WBC : 13.9 10ˆ3/µl (4.00-

10.0)

e. Diagnosa Keperawatan

a) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


f. Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

(NOC) (NIC)

Resiko infeksi area Setelah dilakukan tindakan 1. Cuci tangan sebelum dan setelah

pembedahan keperawatan selama 1 x 6 jam pasien melakukan tindakan operasi

Definisi : Rentan terhadap mampu menunjukkan kontrol resiko, 2. Gunakan peralatan operasi yang

organism patogenik pada area dengan kriteria : steril

pembedahan yang dapat 1. Perawat mampu 3. Lakukan desinfeksi pada area

mengganggu kesehatan. mengidentifikasi faktor resiko operasi dan sekitarnya.

Faktor resiko 2. Perawat mampu mengenali 4. Pertahankan lingkungan aseptic

a. Suhu dingin di ruang faktor resiko individu selama dilakukannya operasi

operasi 3. Perawat mampu memonitor 5. Lakukan drapping

b. Jumlah personel berlebihan faktor resiko di lingkungan 6. Lakukan dressing setelah

selama prosedur bedah


c. Peningkatan pemajangan 4. Perawat mampu memonitor operasi selesai.

lingkungan terhadap faktor resiko individu

pathogen

d. Kontaminasi luka bedah.

Kondisi yang terkait

a. Masalah penyerta

b. Durasi pembedahan

c. Profilaksis antibiotic tidak

efektif

d. Infeksi pada area

pembedahan lain

e. Prosedur invasive

o
g. Implementasi dan evaluasi keperawatan

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Risiko Infeksi 1. Mencuci tangan sebelum dan setelah S:-

melakukan tindakan opersi O:

Hasil : instrument dan operator mencuci 1. Trauma tumpul pada kepala telah

tangan sebelum dan setelah melakukan di jahit dan di tutup dengan

tindakan operasi perban

2. Menggunkan peralatan operasi yang steril 2. Terdapat Luka insisi pada kepala

Hasil : operasi dilakukan dengan telah di jahit dan dan di tutup

menggunakan peralatan operasi yang dengan perban

steril. 3. Terdapat selang drainase pada

3. Melakukan desinfeksi pada area temporalis yang sudah di lakukan

operasi dan sekitarnya operasi kraniatomi

A: resiko infeksi belum terjadi


Hasil : tampak dilakukan desinfeksi P: pertahankan intervensi

menggunakan bethadine secara sirkuler 1. Kaji faktor resiko infeksi

pada area yang akan dilakukan 2. Memakai APD

pembedahan. 3. Cuci tangan

4. Melakukan drapping 4. Mengunakan alat steril

Hasil : menutup area yang akan dioperasi 5. Melakukan tindakan aseptik

mengggunakan 2 duk besar steril, 4 duk 6. Menjaga kesterilan alat

kecil steril dan 1 duk lubang steril sampai selesai operasi

5. Mempertahankan lingkungan aseptik

Hasil : lingkunga steril terjaga dan

dijauhkan dari benda yang tidak steril

6. Membatasi pengunjung didalam

kamar operasi
Hasil : petugas didalam kamar opersi

terdiri dari 1 perawat instrument, 1

perawat omlop, 2 dokter anestesi dan 3

operator.

7. Melakukan dressing setelah operasi

selesai

Hasil: dressing dilakukan setelah operasi

yaitu dengan membersihkan luka

pembedahan yang telah kraniotomi,

kemudian menutup

dengan kasa dan di plester.


5. Post Operatif

a. Kegiatan Diruang RR :

Pasien dibawa ke ruang Recovery Room (RR) pada pukul 21.15 Wita.

Tapi sebelum dipindahkan dan operasi dinyatakan selesai , dilakukan

Sign Out pukul 20.20 Wita :

Secara verbal perawat memastikan :

1) Nama tindakan

2) Kelengkapan alat, jumlah kasa dan jarum

3) Apakah ada masalah peralatan yang perlu disampaikan ?

Tidak

b. Data / Temuan Diruang RR

1) Pasien masih Nampak lemah akibat pengaruh anestesi dan belum

sadar penuh.

2) Pasien nampak dibalut verban steril pada daerah kepala.

Setelah operasi pasien harus diistirahatkan.

3) Breathing : pasien bernapas dibantu dengan menggunakan O2 Non

Rebreathing Mask 8 L/I, terdapat secret dijalan napas, frekuensi

napas : 18 x/I teratur, saturasi O2 : 99 %

4) Blood : TD: 120/85 mmHg, HR : 88 x/menit, Suhu: 36.6 0C

5) Brain : Tingkat kesadaran :tidak bisa di kaji masih dalam

keadaan pengaruh anastesi, Nyeri :tidak bisa di kaji masih

dalam keadaan anastesi

6) Bladder : terpasang kateter


7) Bowel : Ada luka insisi di bagian kepala sudah tertutup verban dan

terpasang drain disebelah kanan, tidak ada mual muntah, tidak

terpasang NGT

8) Bone : Integrtas kulit : ada luka jahitan di area kepala sebelah kanan

Tulang : Sudah dilakukan tindakan kraniatomi pada tulang kepala

Pasien berada di tempat tidur dan posisi berbaring dalam keadaan

anastesi, Terpasang pengaman tempat tidur.

c. Klasifikasi Data

1) Data Objektif

a) Pasien bernapas dibantu dengan menggunakan O2 Non

Rebreathing Mask 8 L/i.

b) Tampak terdapat secret pada jalan napas pasien

c) TTV : TD: 120/85 mmHg, HR : 88 x/menit, Suhu: 36.6 0C

d) Kesadaran pasien masih tersedasi, pasien belum sadar penuh

dan masih dibawah pengaruh general anestesi.

e) Tubuh pasien tampak tertutup selimut

f) Tampak luka pembedahan bekas operasi tampak tertutup

verban steril pada daerah kepala kanan pasien yang telah

dilakukan operasi.
d. Analisa Data

Data Diagnosa keperawatan

Data Objektif : Ketidakefektifan

a) Pasien bernapas dibantu dengan menggunakan O2 Non Rebreathing bersihan jalan

Mask 8 L/i. napas

b) Tampak terdapat secret pada jalan napas pasien

c) Kesadaran pasien masih persedasi, pasien belum sadar penuh dan

masih dibawah pengaruh general anestesi.

Faktor resiko : Resiko Jatuh

a. pasien berada di tempat tidur dengan posisi terbaring

b. Terpasang kateter

c. Terpasang pengaman di tempat tidur

d. Tingkat kesadaran tidak bisa di kaji masih dalam keadaan anastesi

e. Nyeri tidak bisa di kaji masih dalam keadaan anastesi

f. Ansietas tidak bisa di kaji masih dalam keadaan anastesi

g. Skor jatuh 70 (risiko tinggi)


e. Diagnosa keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

akumulasi sekret dijalan nafas akibat pemasangan ETT

b. Resiko jatuh.
f. Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan

(NOC) (NIC)

Resiko infeksi area Setelah dilakukan tindakan 7. Cuci tangan sebelum dan setelah

pembedahan keperawatan selama 1 x 6 jam pasien melakukan tindakan operasi

Definisi : Rentan terhadap mampu menunjukkan (1902) kontrol 8. Gunakan peralatan operasi yang

organism patogenik pada area resiko, dengan kriteria : steril

pembedahan yang dapat 4. Perawat mampu 9. Lakukan desinfeksi pada area

mengganggu kesehatan. mengidentifikasi faktor resiko operasi dan sekitarnya.

Faktor resiko 5. Perawat mampu mengenali 10. Pertahankan lingkungan aseptic

c. Suhu dingin di ruang faktor resiko individu selama dilakukannya operasi

operasi 6. Perawat mampu memonitor 11. Lakukan drapping

d. Jumlah personel berlebihan faktor resiko di lingkungan 12. Lakukan dressing setelah

selama prosedur bedah


e. Peningkatan pemajangan 4. Perawat mampu memonitor operasi selesai.

lingkungan terhadap faktor resiko individu

pathogen

f. Kontaminasi luka bedah.

Kondisi yang terkait

f. Masalah penyerta

g. Durasi pembedahan

h. Profilaksis antibiotic tidak

efektif

i. Infeksi pada area

pembedahan lain

j. Prosedur invasive

o
g. Implementasi dan evaluasi keperawatan

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Risiko Infeksi 4. Mencuci tangan sebelum dan setelah S:-

melakukan tindakan opersi O:

Hasil : instrument dan operator mencuci 4. Trauma tumpul pada kepala telah

tangan sebelum dan setelah melakukan di jahit dan di tutup dengan

tindakan operasi perban

5. Menggunkan peralatan operasi yang steril 5. Terdapat Luka insisi pada kepala

Hasil : operasi dilakukan dengan telah di jahit dan dan di tutup

menggunakan peralatan operasi yang dengan perban

steril. 6. Terdapat selang drainase pada

6. Melakukan desinfeksi pada area temporalis yang sudah di lakukan

operasi dan sekitarnya operasi kraniatomi

A: resiko infeksi belum terjadi

82
Hasil : tampak dilakukan desinfeksi P: pertahankan intervensi

menggunakan bethadine secara sirkuler 7. Kaji faktor resiko infeksi

pada area yang akan dilakukan 8. Memakai APD

pembedahan. 9. Cuci tangan

7. Melakukan drapping 10. Mengunakan alat steril

Hasil : menutup area yang akan dioperasi 11. Melakukan tindakan aseptik

mengggunakan 2 duk besar steril, 4 duk 12. Menjaga kesterilan alat

kecil steril dan 1 duk lubang steril sampai selesai operasi

8. Mempertahankan lingkungan aseptik

Hasil : lingkunga steril terjaga dan

dijauhkan dari benda yang tidak steril

9. Membatasi pengunjung didalam

kamar operasi
Hasil : petugas didalam kamar opersi

terdiri dari 1 perawat instrument, 1

perawat omlop, 2 dokter anestesi dan 3

operator.

7. Melakukan dressing setelah operasi

selesai

Hasil: dressing dilakukan setelah operasi

yaitu dengan membersihkan luka

pembedahan yang telah kraniotomi,

kemudian menutup

dengan kasa dan di plester.


BAB III

PEMBAHASAN KASUS

KELOLAAN

Dalam pelaksanaan Praktik keperawatan kegawatdaruratan dan kritis di

RS diruang kamar operasi IGD pada Tn “A” dengan Trauma Brain Injury (TBI)

yang dilakukan tindakan pembedahan kraniotomi. Telah di upayakan semaksimal

mungkin untuk mengatasi masalah keperawatan yang dialami pasien selama berada

di ruang kamar operasi IGD dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan

yang di lakukan secara komprehensif yang meliputi pengkajian, diagnose

keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi pada masing-masing tahap di

ruang kamar operasi IGD yaitu pre operatif, intra operatif dan post operatif dengan

tidak mengabaikan pendekatan medis.

Beberapa kesenjangan antara teori dan praktik ditemukan dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn “A”. Berikut ini akan dibahas beberapa

kesenjangan yang terjadi, untuk memudahkan dalam pembahasan selanjutnya

penulis menggunakan proses asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,

perencanaan, implementasi dan evaluasi.


A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan,

dimana pada tahap ini perawat melakukan pengkajian data yang di peroleh dari

hasil wawancara perawat dan kepala ruangan di ruang kamar operasi, laporan

teman sejawat, catatan keperawatan atau catatan kesehatan lainnya dan

pemeriksaan fisik. (Krisanty, 2016).

Berdasarkan teori pengkajian dengan kasus Trauma Brain Injury

(TBI) yang dilakukan tindakan kraniotomi didapatkan :

1. Riwayat Keluhan

Pada kasus ditemukan beberapa tanda gejala serta keluhan pasien

seperti nyeri pada daerah kepala, nadi teraba kuat, pernapasan teratur, pasien

tampak pucat, lemah akral teraba hangat. Pasien biasanya mengeluh nyeri

kepala yang hebat.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien Trauma Brain

Injury (TBI) diruangan kamar opersi IGD diklasifikasikan ke dalam

pemeriksaan fisik mulai untuk pasien gawat darurat yakni mulai dari

breathing (B1) yaitu pemeriksaan fisik tentang system pernapasan pasien,

blood (B2) tentang system sirkulasi atau haemodinamik, brain (B3) system

saraf atau kesadaran, bladder (B4) system perkemihan, bowel (B5) system

pencernaan dan bone (B6) system integument dan musculoskeletal, berikut

akan dipaparkan
kesenjangan antara teori dan hasil yang ditemukan pada kasus tentang

pemeriksaan fisik pada pasien Trauma Brain Injury (TBI)

a. Pre Operatif

1) Breathing

Teori :

Menurut Ulya dkk (2017), menerangkan bahwa pasien dengan

Trauma Brain Injury (TBI) biasanya menampakan gejala gangguan

irama jantung, perubahan pola napas, kedalaman, frekuensi maupun

iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing, napas

berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi),

cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

Kasus :

Dari hasil pengkajian / pemeriksaan yang didapat pada kasus

Tn.A tidak ditemukan keluhan pada gangguan pernafasan, dimana

pasien bernafas secara spontan dengan frekuensi pernafasan 20 x/mnt.

Hal ini menunjukan bahwa pasien tidak mengalami gangguan pada

sistem pernapasan, sehingga terjadi kesenjangan antara teori dan

kasus.

Analisis :

Terjadinya kesenjangan dimana yang semestinya di breathing

pasien harus mengalami perubahan pola napas, kedalaman, frekuensi

maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing,

napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing. Namun pada


hasil pengkajian / pemeriksaan pernafasan pasien normal 20 x/menit,

itu terjadi kerena pasien tidak mengalami defisit neurologis

(penurunan kesadaran), diamana tingkat kesadaran pasien sadar penuh

Composmentis, atau GCS 15 sedangkan yang bermasalah di breating

gangguan pola nafas biasa terjadi pada pasien yang mengalami

gangguan neurologis (penurunan kesadaran) akibat kecelakaan

trauma.

Gangguan neurologis (peneurunan kesadaran) progresif

disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak

dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada

batang otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan gangguan

pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah

(Dash & Chavali, 2018).

2) Blood

Teori :

Menurut Meagher, R. dkk (2011) menerangkan bahwa pasien

dengan Trauma Brain Injury (TBI) menunjukan Efek peningkatan

tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada

pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan

parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi

menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi

dengan bradikardia, disritmia).


Kasus :

Dari hasil pengkajian / pemeriksaan pada kasus Tn.A

ditemukan pasien tampak lemah, namun tekanan darah 120/70 mmHg,

nadi 82 x/menit, suhu 36,60C dan terpasang infuse RL

28 tts/mnt. Hal ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara teori

dan kasus.

Analisis :

Terjadinya kesenjangan yang harusnya pengaturan

hemodinamik atau tanda – tanda vital pasien abnormal di dalam teori,

namun pengangaturan hemodinamik atau tanda – tanda vital pasien

dalam batas normal itu terjadi karena pasien memiliki proses reparasi

yang baik dan pasien paham ketika terjadi hal yang tidak bisa di

tangani, pasien langsung melakukan pemeriksaan di rumah sakit untuk

penanganan lebih lanjut.

Jadi fase proses dimana waktu yang diperlukan untuk

penyembuhan pada perdarahan Epidural bervariasi, tergantung pada

kemampuan reparasi tubuh setiap individu itu sendiri (Greenberg MS,

2016) jadi ketika proses repasi pada pasien atau individu tidak bagus,

dapat mempengaruhi pengaturan hemodinamik atau tanda tanda vital

dalam batas normal yang akan terjadi.

Gangguan neurologis (peneurunan kesadaran) progresif

disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak

dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada

batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan


gangguan pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan

tekanan darah / tanda – tanda vital. (Ropper Samuel, 2010)

3) Brain

Teori :

Menurut Meagher, R. Dkk, (2011) menerangkan bahwa terjadi

gangguan kesadaran yang merupakan salah satu bentuk manifestasi

adanya gangguan otak akibat cidera kepala.

Kasus :

Dari hasil pengkajian / pemeriksaan pada kasus Tn.P

didapatkan kesadaran pasien Somnolen GCS 12 (E3M5V4), pasien

mengatakan nyeri kepala disisi kanan, nyeri dirasakan hilang timbul,

nyeri dirasakan berdenyut-denyut dengan skala nyeri 4 VAS. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan pada teori dengan data

yang di dapat pada pasien.

Analisis :

Tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus dimana

didalam teori menerangkan bahwa pasien mengalami penurunan

kesadaran, didalam kasus juga ditemukan pasien mengalami

penurunan kesadaran, kesadaran pasien somnolen, GCS 12

(E3M5V4), itu terjadi karena pasein mengalami perdaran Epidural

hematom tingkat sedang yang hanya memberikan gejala sakit kepala,

vertigo dan lain – lain


namun ketika tidak di tangani dengan baik, benar dan cepat dapat

berakibat fatal.

Secara umum, gejala yang nampak pada epidural hematom

seperti pada tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan

kesadaran. Pada kasus hematom epidural yang mengalami cedera

neuronal primer dapat mempengaruhi terjadi nya penurunan

kesadaran. Pada subdural hematom ringan Gejala yang timbul dari

peningkatan tekanan intrakranial seperti: sakit kepala, mual, muntah,

vertigo, papil edema, dan lainnya (Janich, Nguyen S., Patel, Shabani,

Montoure, & Doan', 2016).

4) Bladder

Teori :

Menurut Meagher, R. dkk (2011) menerangkan bahwa pasien

dengan cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,

inkontinensia urin dan ketidak mampuan menahan miksi ketika sudah

di anastesi.

Kasus :
Dari hasi pengkajian / pemeriksaan pada kasus Tn.A

ditemukan terpasang kateter tertampung ± 500 cc, warna urin

kekuningan. Hal ini menunjukkan tidak ada kesenjangan antara teori

dan kasus.

Analisis :

Tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus karena di

dalam teori dan kasus pada pasien trauma kepala tidak terdapat

gangguan pada sistem perkemihan. Pada pasien Trauma Brain Injury

(TBI) terdapat gangguan system perkemihan karena terjadi

pengeluaran urin yang menurun pada pasien yang diakibatkan

penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah keginjal

menurun dan akhirnya menyebabkan asidosis metabolic, aliran darah

gastrointestinal menurun akibat resiko ileus, begitu pula aliran darah

tidak lancar yang jika tidak segera diatasi menyebabkan nekrosis.

5) Bowel

Teori :

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah,

mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami

perubahan selera. Gangguan menelan (Subhan, 2017).

Kasus :
Dari hasil pengkajian pada kasus ditemukan pasien Tn.A

mengalami mual muntah pasca kejadian trauma dan sudah di

puasakan untuk proses pembedahan, pasien tidak mengeluh mual dan

didaptkan data tidak BAB sudah 3 hari.

Analisis :

Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara

kasus dan teori, dimana pada pasien yang mengalami cedera kepala0

cenderung mengalami mual dan muntah hal tersebut dikarenakan

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (Medika, 2017) namun

pada kasus tidak ditemukan pasien mengalami mual muntah kembali.

6) Bone

Teori :

Menurut Meagher, R. Dkk, (2011) menerangkan bahwa pasien

dengan Trauma Brain Injury (TBI) sering datang dalam keadaan

parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur

karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidak

seimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau

putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada

spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot atau lemah.

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Pada kasus Tn.A tidak

ditemukan adanya gangguan intergritas kulit pasien karena


pasien tidak lama di ruangan operasi maupun ruangan recovery room.

Pasien hanya nampak lemah sebagai akibat dari proses penyakit yang

di alami pasien.

Analisi :

Hal ini menunjukan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori

dan kasus. Di karenakan Ketidak seimbangan antara otot- otot

antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara

pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula

terjadi penurunan tonus otot atau lemah. Menurut Meagher, R. Dkk,

(2011)

b. Intra Operatif

Pada kasus tahap intra operatif data temuan yang

ditemukan pada pasien yaitu :

a) Breathing :

Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma

Brain Injury (TBI) EDH Pasien tidak sadar karena pasien dalam

pengaruh anastesi dan dilakukan evaluasi seperti pola napas, tanda-

tanda obstruksi, pernapasan cuping hidung, frekuensi napas,

pergerakan rongga dada: apakah simetris atau tidak, suara napas

tambahan: apakah tidak ada


obstruksi total, udara napas yang keluar dari hidung, sianosis pada

ekstremitas, auskultasi: adannya wheezing atau ronchi (Ulya, Ratika

dkk 2017).

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Pasien bernafas dengan

bantuan ventilator untuk mempertahankan ventilasi dan oksigenasi

yang adekuat untuk menjaga potensi jalan napas. Frekuensi

pernapasan 18 x/menit, saturasi 98%. Hal ini menunjukan bahwa

sistem pernapasan pasien saat dilakukan anastesi dan proses

pembedahan dalam batas normal dan tidak mengalami gangguan

hanya perlu pemantauan khusus terhadap breathing pola nafas.

Analisis :

Hal ini menunjukan tidak ada kesenjangan antara teori dan

kasus, pengaturan hemodinamik atau tanda – tanda vital pasien dalam

batas normal, Pasien bernafas dengan bantuan ventilator, frekuensi

pernapasan 18 x/menit, saturasi 98%. Pasien dalam keadaan pengaruh

anastesi yang perlu dilakukan oleh tim operasi yaitu, evaluasi adanya

gangguan - gangguan di pola nafas pasien.

evaluasi adanya gangguan napas, tanda-tanda obstruksi,

pernapasan cuping hidung, frekuensi napas, pergerakan rongga dada:

apakah simetris atau tidak, suara


napas tambahan: apakah tidak ada obstruksi total, udara napas yang

keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi: adannya

wheezing atau ronchi (Ulya, Ratika dkk 2017).

b) Blood

Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma

Brain Injury (TBI) EDH selama pembedahan berlangsung sehingga

ahli anastesi dapat mengkaji tekanan darah pasien. Selama operasi

berlangsung akan ada perubahan tekanan darah, frekuensi jantung

(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia)

HR, suhu (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Pengaturan TD : 120/80

mmHg, N : 98 x/menit, S : 36,6oC, terpasang cairan RL, syringe pump

yang berisi Pentanil di kaki kiri dan kaki kanan terpasang Monitol dan

Nacl 0,9 %.

Analisis :

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori

dan kasus. Pengaturan hemodinamik atau sirkulasi pasien saat

dilakukannya proses pembedahan tidak mengalami gangguan tanda

tanda vital masih dalam batas normal, meskipun terdapat perubahan

tanda tanda vital yang tidak


begitu signifikan dan masih dalam batas normal. Pasien juga di

pasangkan manset untuk pemantauan lebih lanjut..

c) Brain

Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma

Brain Injury (TBI) biasanya menampakkan kesadaran pasien

tersedasi. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pasien di pengaruhi

oleh efek dari obat anestesi umum yang dimasukkan melalui

pembuluh darah sehingga pasien tidak sadar dan tidak merasakan

nyeri. (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Kesadaran tersedasi, pasien

tampak tenang dan pasien tidak merasakan nyeri. Hal ini

menunjukkan bahwa kesadaran pasien di pengaruhi oleh efek dari

obat anastesi.

Analisis :

Hal ini menunjukan tidak ada kesenjangan antara teori dan

kasus. Pasien dalam keadaan tersedasi atau anastesi dimana jenis

anastesi yaitu general anastesi (GA), sehingga ketika tersedasi pasien

tidak merasakan nyeri dan lain - lainnya, hanya perlu pemantauan

dosis yang di perlukan oleh pasien itu sendiri.


Biasanya pasien yang melakukan tindakan operasi

menampakkan kesadaran tersedasi. Hal ini menunjukkan bahwa

kesadaran pasien di pengaruhi oleh efek dari obat anestesi umum yang

dimasukkan melalui pembuluh darah sehingga pasien tidak sadar dan

tidak merasakan nyeri. (Ulya, Ratika dkk 2017).

d) Bladder

Teori :

Dalam teori mengatakan kandung kemih harus selalu di

kosongkan (pemasangan kateter) mengingat bahwa kandung kemih

yang penuh merupakan suatu rangsangan untuk mengedan sehingga

tekanan intracranial cenderung akan meningkat (Mika, 2018)

Kasus

Dari hasil pengkajian pada Tn.A yang didapatkan pada pasien

nampak terpasang kateter urin untuk memantau jumlah produksi urin

pasien selama dilakukannya tindakan operatif. Analisis

Hal ini menunjukkan tidak terdapatnya kesenjangan antara

teori dan kasus. Pada penderita trauma kepala apabila akan menjalani

operasi craniotomy dan tidak dilakukan pengosongan kandung kemih

sebelum pembedahan maka kandung kemih akan terisi penuh dan

akan menekan sampai di


kepala dan menyebabkan terjadinya peningkatan TIK, bila terjadi

perubahan pada tekanan intrakranial akan mempengaruhi tekanan

perfusi cerebral dimana ini akan berakakibat terjadinya iskemia otak

(Medika, 2017).

e) Bowel

Teori :

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah,

mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami

perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) (Subhan, 2017)

Kasus :

Hasl pengkajian / pemeriksaan pasien tidak mengalami mual /

muntah selama operasi berlangsung karena penurunan fungsi

pencernaan pasien pengaruh anastesi.

Analisis :

Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan antara

kasus dan teori, dimana pada pasien yang sedang dalam keadaan

proses pembedahan tidak mengalami mual dan muntah karena dalam

keadaan tidak sadarkan diri, hal tersebut terjadi karena pemberian obat

anastesi untuk proses pembedahan (Medika, 2017)


f) Bone

Teori :

Pada pengkajian bone, kaji apakah ada fraktur pada tulang

tengkorak, integritas kulit, sianosis, kuku, kelembaban dan warna

(Mika, 2017).

Kasus :

Dari hasil pengkajian Tn.A didapatkan pada pasien tampak

dilakukan pembedahan pada kepala (kraniotomi), luka tampak merah

dan mengeluarkan darah.

Analisis :

Hal ini menunjukkan terjadi kesenjangan pada teori dan kasus,

pada penderita cedera kepala pada kondisi yang lama dapat terjadi

kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau

ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena

rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan

refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot

(Subhan, 2017).

c. Post operatif

Pada kasus tahap post operatif data temuan yang

ditemukan pada pasien yaitu :

1) Breathing

Teori :
Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma

Brain Injury (TBI) EDH perlu di waspadai terhadap pernafasan yang

dangkal dan lambat serta batuk yang lemah. Frekuensi, irama,

kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada,

bunyi nafas, dan membrane mukosa harus dipantau selama pasien

berada diruang pemulihan.

Kasus :

Dari hasil pengkajian yang didapatkan dalam kasus pada

Pasien bernapas dibantu dengan menggunakan O2 Non Rebreathing

Mask 8 L/I, terdapat secret dijalan napas, frekuensi napas : 18 x/I

teratur, saturasi O2 : 99 %.

Analisis

Hal ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara teori dan

kasus, dimana di dalam teori frekuensi, irama dan ventilasi simetris.

Di dalam kasus ditemukan pernafasan dalam batas normal 18x/menit

namun pada kasus ditemukan pasien bernafas di bantu dengan

pemasangan ETT pasien yang dilakukan tindakan pembedahan

craniotomy pada post operatif terjadi peningkatan sputum akibat

kelemahan refleks batuk sehingga mempengaruhi pola nafas hal

tersebut terjadi karena pasien belum sadar penuh akibat pengaruh

anastesi yang diberikan pada saat akan dilakukan proses pembedahan

(Wibowo, 2016)

2) Blood

Teori :
Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma

Brain Injury (TBI) EDH pasien mengalami kompilikasi

kardiovaskuler akibat kehilangan darah secara actual dan potensial

dari tempat pembedahan, balance cairan, efek samping anastesi,

ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi

normal. Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan

darah secara eksternal melalui drain. Perdarahan dapat menyebabkan

turunnya tekanan darah, meningkatnya kecepatan denyut jantung dan

pernafasan. Apabila perdahan terjadi eksternal, memperhatikan

adanya peningkatan drainase yang mengandung darah pada balutan

atau melalui drain (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Dari hasil pengkajian yang didapatkan dalam kasus pada

Pasien Tn.A TD: 120/85 mmHg, HR : 88 x/menit, Suhu:


0
36.6 C terpasang infus RL 24 tetes/menit dan satu buah drain.

Analisis :

Hal ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara teori dan

kasus, di dalam teori ditemukan tekanan dalrah mengalami penurunan,

sementara di kasus Tn.A ditemukan tanda – tanda vital pasien dalam

batas normal dan terpasang cairan RL untuk mengatasi terjadinya

perdarahan pada pasien setelah dilakukannya tindakan pembedahan.


3) Brain :

Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma

Brain Injury (TBI) EDH Setelah dilakukan pembedahan, pasien

melakukan tingkat kesadaran yang berbeda. Oleh karena itu, perawat

harus memonitor tingkat respon pasien dengan berbagai cara.

Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran dan penglihatan.

Apakah pasien dapat merespon dengan baik ketika diberikan stimulus

atau tidak sama sekali. Ataupun juga dapat memonotor tingkat

kesadaran dengan menentukan Alderette Score. (Ulya, Ratika dkk

2017).

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan pasien belum sadar penuh dan

masih di bawah pengaruh anastesi. Dengan Alderrette skor 6, ketika

alderette skor pasien lebih dari > 8 maka pasien bisa kembali di

ruangan perawatan.

Analisis :

Hal ini menunjukan tidak adanya kesenjngan antara teori dan

kasus Tn.A, setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus

dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room) sampai pasien

stabil, tidak mengalami kompliksi operasi dan


memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan. Pada kasus

Tn.A saat dipindahkan ke ruang recovery room, Tn.A belum sadar.

4) Bladder

Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma

Brain Injury (TBI) EDH Kandung kemih perlu dipantau selama pasien

berada diruang pemulihan. Bila produksi urine tertampung di vesika

urinaria maka dapat meningkatkan tekanan intracranial. Oleh karena

itu pasien dengan post op harus tetap menggunakan kateter. (Ulya,

Ratika dkk 2017).

Kasus :

Dari hasil pengkajian yang didapatkan dalam kasus pasien

terpasang kateter dengan pengeluaran urin sebanyak ± 200 cc.

Analisis

Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, di teori

dijelaskan bahwa pasien dengan post operatif harus tetap

menggunakan kateter urin, dan di kasus Tn.A ditemukan pasien post

operatif masih terpasang kateter karena pasien masih dalam keadaan

pengaruh anastesi dimana terjadi penurunan kesadaran


sehingga saraf simpatik dan saraf parasimpatik mengalami penurunan

fungsi. Bila terjadi perubahan pada tekanan intrakranial akan

mempengaruhi tekanan perfusi cerebral dimana ini akan berakakibat

terjadinya iskemia otak.

5) Bowel

Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma


Brain Injury (TBI) EDH Pada pasien post operasi biasanya mengalami
penurunan fungsi pencernaan seperti mual dan muntah (Ulya, Ratika
dkk 2017).

Kasus:

Pada kasus Tn.A, fungsi pencernaan belum dikaji karena


pasien belum sadar. Masih dalam pengaruh anastesi.
Analisa :

Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, dimana dalam


teori mengatakan pasien akan mengalami penurunan fungsi
perncernaan namun di kasus Tn.A belum bisa di kaji karena pasien
belum sadar penuh karena masih dalam pengaruh anestesi.
6) Bone

Teori :
Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma

Brain Injury (TBI) SDH Pasien pada post operasi pergerakannya akan

terbatas karena masih mengalami penurunan kesadaran karena

pengaruh anastesi. (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Tampak luka pembedahan

bekas operasi pada kepala, tampak tertutup kasa / verban dan

terpasang drain dari kepala pasien yang telah dilakukan operasi,

pasien masih dalam pengaruh anastesi atau tersedasi.

Analisa :

Hal ini menunjukan tidak ada kesenjangan antara teori dan

kasus. Di dalam teori mengatakan pergerakannya akan terbatas karena

masih mengalami penurunan kesadaran karena pengaruh anastesi hal

tersebut ditemukan juga di kasus Tn.A tampak luka yang ditutupi oleh

kasa.

3. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan penunjang di dalam teori menerangkan apabila

Pemeriksaan CT scan kepala untuk memastikan adanya patah tulang,

pendarahan, pembengkakan jaringan otak, dan kelainan lain di otak dan untuk

pemeriksaan laboratorium, dokter umumnya akan merekomendasikan

pemeriksaan darah tetapi lengkap, gula darah sewaktu, ureum-kreatinin,

analisis gas darah dan elektrolit. Dari


hasil pemeriksaan kasus pada pasien di dapatkan hasil pemeriksaan CT scan

didapatkan pendarahan epidural regio temporoparietal dextra dengan volume

perdarahan +/- 68 cc di sertai herniasi subfaicine, hasil laboratorium yaitu :

WBC : 13.9 10ˆ3/ul, HGB 11.5 g/dl, PLT 195 10˄3/ul. Hal ini menunjukkan

pada pasien Trauma Brain Injury (TBI) memang ditemukan pada pemeriksaan

tersebut terjadi perdarahan sehubungan dengan cedera yang dialami.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan masalah yang didapat dari data-data

yang telah ditemukan pada pengkajian. Menurut NANDA 2015- 2017 (Herdman

& Kamitsuru, 2015) :

1. Pre Operatif

Teori

Menurut (Muttaqin 2008 dalam Sugiarto V, 2017) diagnosa

keperawatan yang muncul pada pre operatif yaitu Nyeri akut berhubungan

dengan agen cedera, Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan

dengan gangguan aliran darah ke otak, Ketidakefektifan bersihan jalan napas

penumpukan sekret di jalan napas.

Kasus :

Dari hasil pengkajian pada kasus didapatkan diagnosa

ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan

aliran darah ke otak di tandai dengan penurunan kesadaran


(somnolen) dengan GCS 12 (E4V4M5), dimana klien membuka mata saat

diberi rangsangan suara, klien menjawab kacau dan melokalisir nyeri. Nyeri

akut berhubungan dengan agen cedera fisik, ditandai dengan adanya keluahan

nyeri pada kepala sebelah kanan, pasien tampak meringis, skala nyeri 4 dan

dirasakan seperti berdenyut- denyut dan hilang timbul.

Analisis

Hal ini menunjukkan terjadi kesenjangan antara teori dan kasus, dan

ada yang tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus, dimana diagnosa

pada teori ada yang tidak terdapat pada kasus seperti, bersihan jalan nafas

tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum. Adanya kesenjangan

antara teori dan kasus, penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena pasien

telah mendapatkan penanganan awal diruang IGD bedah yakni telah

dilakukan suction / pengisaan lendir dan tidak ada data yang mendukung

untuk mengangkat diagnosa tersebut, analisis penulis untuk mengangkat

diagnosa Bersihan jalan napas tidak efektif harus ditandai dengan batasan

karakterisitik seperti adanya suara napas tambahan, sianosis, sputum dalam

jumlah yang berlebihan dll.

2. Intra Operatif

Teori
Menurut (Subhan, 2017) diagnosa yang muncul pada intra operatif

yaitu resiko cedera behubungan dengan prosedur invasive dan resiko infeksi

berhubungan dengan prosedur invasive.

Kasus

Dari hasil pengkajian pada kasus Tn.A didapatkan adanya resiko

infeksi dimana adanya faktor resiko ditandai dengan yaitu terpasang infus,

pemasangan kateter urin dan dilakukan General anestesi (GA), adanya luka

insisi di kepala ± 5 cm, efek prosedur invasif, dan peningkatan paparan

organisme.

Analisis

Hal ini menunjukkan ada terdapat kesenjangan antara teori dan kasus

dan ada tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, dimana penulis

tidak mengangkat diagnosa resiko cedera dikarenakan pada pasien TBI yang

melakukan tindakan pembedahan craniotomy memang disengaja untuk

dibedah hal tersebut untuk mengangkat hematoma yang berada pada kepala,

namun tidak di dapatkan data pada pasien untuk mengangkat diagnose resiko

cedera. Untuk mengangkat resiko cedera harus memiliki batasan karakteristik

untuk menguatkan data.

3. Post Operatif

Teori

Diagnosa yang muncul pada post operatif yaitu resiko jatuh dan resiko

ketidakseimbangan suhu tubuh.


Kasus

Dari hasil pengkajian didapatkan tingkat kesedaran tidak bisa dikaji

pasien masih dalam keadaan pengaruh anastesi, pasien tampak gelisah

(banyak gerak), terpasang pengaman tempat tidur, skor resiko jatuh 70 (resiko

tinggi). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

penumpukkan sekret di jalan napas akibat pemasangan ETT pasien bernapas

di bantu dengan menggunakan O2 Non Rebreathing Mask 8 L/I.

Analisis

Hal ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, dan

ada tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, dimana penulis

mengangkat diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas karena terdapat

sekret di jalan napas akibat pemasangan ETT selama operasi berlangsung di

tandai dengan pasien bernapas di bantu dengan menggunakan O2 Non

Rebreathing Mask 8 L/I dan kesadaran pasien masih tersedasi, pasien belum

sadar penuh dan masih dibawah pengaruh general anestesi.

C. Intervensi (Rencana tindakan Keperawatan)

Pada perencanaan ini tidak ada perbedaan dengan perencanaan yang ada

pada teori. Perencanaan dibuat berdasarkan pada permasalahan yang telah

didapatkan pada pasien yaitu :

1. Pre Operatif
a) ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan agen

cedera pada otak

Analisa Teori dan Kasus :

Tindakan keperawatan secara teori yaitu monitor tingkat

kesadaran dengan GCS secara berkala, pantau tanda- tanda vital (TD, N,

P, S), respon pupil : ukuran, bentuk, reflex cahaya, cegah peningkatan

TIK, berikan deuretik osmotik (manitol).

Dalam tinjauan kasus tindakan keperawatan yang direncanakan

adalah monitor status neurologis dengan pengukuran GCS, observasi

adanya tanda- tanda peningkatan TIK, kaji adanya reaksi pupil.

Terdapat kesenjangan pada perencanaan diagnosa ini Pasien teori

TBI pemberikan deuretik osmotik (manitol) sedangkan pada kasus Tn.A

tidak di rencanakan untuk diberikan manitol. Hal ini dikarenakan klien

masuk dalam kategori Traumatic Brain Injury sedang (9-12) sehigga tidak

diindikasikan untuk pemberian deuretik osmotik (manitol). Menurut

panduan Andvance Trauma Life Support (ATLS) dalam American

College Surgeon (2018) tentang Manajemen cedera otak traumatik tidak

mencantumkan pemberian manitol pada pasien dengan Traumatic Brain

Injury sedang (9-12), tetapi pemberian manitol diindikasikan pada pasien

dengan Traumatic Brain Injury berat (3-8).

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera


Analisa Teori dan Kasus :

Tindakan keperawatan secara teori yaitu kaji nyeri secara

komprehensif, berikan informasi tentang penyebab nyeri, observasi TTV,

beri posisi yang nyaman, kolaborasi pemberian analgetik.

Dalam tinjauan kasus tindakan keperawatan yang direncanakan

adalah kaji nyeri secara komprehensif, berikan informasi tentang

penyebab nyeri, observasi TTV, beri posisi yang nyaman, kolaborasi

pemberian analgetik.

Tidak ditemukan adanya kesenjangan pada perencanaan

diagnosa ini dan tidak dapat dibandingkan dengan konsep teori karena

semua data-data yang didapatkan pada saat pengkajian sama dengan

konsep teori.

2. Intra Operatif

a) Resiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan prosedur invasive

Analisa Teori dan Kasus :

Tindakan keperawatan secara teori yaitu cuci tangan sebelum dan

setelah melakukan tindakan operasi, gunakan peralatan operasi yang

steril, lakukan desinfeksi pada area operasi dan sekitarnya, pertahankan

lingkungan aseptic selama dilakukannya operasi, lakukan drapping

bertujuan untuk menutup/ melindungi area sekitar yang akan di lakukan

tindakan pembedahan sehingga pada saat pembedahan dilakukan barah


dan cairan pasien tidak langsng mengenai bagian tubuh pasien yang lain,

lakukan dressing setelah operasi selesai.

Dalam tinjauan kasus tindakan keperawatan yang direncanakan

adalah : Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan operasi

bertujuan untuk mengurangi potensial sumber infeksi, gunakan peralatan

operasi yang steril, lakukan desinfeksi pada area operasi dan sekitarnya,

pertahankan lingkungan aseptic selama dilakukannya operasi, lakukan

drapping, lakukan dressing setelah operasi selesai.

Tidak ditemukan adanya kesenjangan pada perencanaan diagnosa

ini dan tidak dapat dibandingkan dengan konsep teori karena semua data-

data yang didapatkan pada saat pengkajian sama dengan konsep teori.

3. Post operatif

Rencana tindakan yang direncanakan pada tahap post operatif

berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu :

a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

penumpukan secret di jalan napas akibat pemasangan ETT Analisa Teori

dan Kasus :

Tindakan keperawatan secara teori yaitu observasi keadaan jalan

napas, keluarkan sekret dengan menggunakan suction, berikan terapi O2

pada pasien, anjurkan pasien untuk istirahat dan


nafas dalam setelah dilakukan suction, monitor respirasi dan status

oksigen pasien.

Dalam tinjauan kasus tindakan keperawatan yang direncanakan

adalah : observasi keadaan jalan napas, keluarkan sekret dengan

menggunakan suction, berikan terapi O2 pada pasien, anjurkan pasien

untuk istirahat dan nafas dalam setelah dilakukan suction, monitor

respirasi dan status oksigen pasien.

Tidak ditemukan adaanya kesenjangan pada perencanaan diagnosa

ini dan tidak dapat dibandingkan dengan konsep teori karena semua data-

data yang didapatkan pada saat pengkajian sama dengan konsep teori.

b) Resiko Jatuh

Faktor resiko : berhubungan dengan pasien belum sadar akibat pengaruh

anestesi (kesadaran tersedasi)

Analisa Teori dan Kasus :

Tindakan keperawatan secara teori yaitu kaji faktor resiko, kaji

skor jatuh, pasang pengaman tempat tidur, jelaskan pada keluarga pasien

untuk cara mencegah resiko jatuh, menjelaskan pada keluarga pasien

untuk menghindarkan barang- barang yang tidak di pakai disekitar temapt

tidur, menempatkan pasien dekat dengan nurse station.

Dalam tinjauan kasus tindakan keperawatan yang direncanakan

adalah : kaji faktor resiko, kaji skor jatuh, pasang


pengaman tempat tidur, jelaskan pada keluarga pasien untuk cara

mencegah resiko jatuh, menjelaskan pada keluarga pasien untuk

menghindarkan barang- barang yang tidak di pakai disekitar temapt tidur,

menempatkan pasien dekat dengan nurse station.

Tidak ditemukan adaanya kesenjangan pada perencanaan diagnosa

ini dan tidak dapat dibandingkan dengan konsep teori karena semua data-

data yang didapatkan pada saat pengkajian sama dengan konsep teori.

D. Implementasi (Pelaksanan Keperawatan)

1. Pre Operatif

a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan cedera

pada otak

Analisa Teori dan Kasus :

Dari implementasi tindakan yang dilakukan terdapat kesenjangan

antara teori dan kasus, dimana dalam teori menurut Ulya, Ratih K.,

Kartikawati N., & Drajat (2017) pasien TBI diberikan deuretik osmotik

(manitol) sedangkan pada kasus Tn.A tidak diberikan. Hal ini dikarenakan

klien masuk dalam kategori Traumatic Brain Injury sedang (9-12) sehigga

tidak diindikasikan untuk pemberian deuretik osmotik (manitol). Menurut

panduan Andvance Trauma Life Support (ATLS) dalam American

College Surgeon (2018) tentang Manajemen cedera otak traumatik tidak

mencantumkan pemberian manitol pada pasien dengan Traumatic


Brain Injury sedang (9-12), tetapi pemberian manitol diindikasikan pada

pasien dengan Traumatic Brain Injury berat (3-8).

b) Nyeri akut berhubunngan dengan agen injury

Analisa Teori dan Kasus :

Dari implementasi tindakan yang dilakukan tidak ada kesenjangan

antara teori dan kasus, karena pada pasien tindakan yang dilakukan sesuai

dengan teori menurut doengoes, Moorenhouse, & Murr (2014). Dalam

implementasi manajemen nyeri, penulis menentukan skala nyeri

menggunakan Visual Analisis Scale (VAS). Pada pasien yang mempunyai

tingkat kesadaran somnolen, kadang sulit untuk menentukan skala nyeri

karena pasien tidak mampu melaporkan nyeri secara verbal, terlebih lagi

pada pasien kritis jauh lebih rentan terhadap efek samping nyeri yang

tidak diobati dan penilaian nyeri yang tidak efektif dapat mengakibatkan

hasil yang negative pada pasien. Untuk mengatasi ini skala nyeri

observasi, seperti BPS adalah alat yang digunakan untuk mengukur nyeri

pada pasien dengan penurunan kesadaran. Menurut Dehghsni, Tavangar

& Ghandehari (2014) BPS pada pasien dengan tingkat kesadaran menurun

akibat trauma kepala memiliki reabilitas dan validasi yang kuat. Oleh

karena itu, skala ini dapat digunakan untuk pasien yang dirawat di IGD

untuk menilai tingkat nyeri.

2. Intra Operatif
Pada pelaksanaan di tahap intra operatif, tidak ada perbedaan dengan

perencanaan yang telah ada pada rencana kasus. Pelaksanaan dibuat

berdasarkan pada rencana tindakan keperawatan yang telah direncanakan dan

dilakukan sesuai dengan prosedur operasi.

a) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

Analisa Teori dan Kasus :

Dari implementasi yang dilakukan tidak terdapat kesenjangan

antara teori dan kasus karena pada pasien tindakan yang dilakukan sesuai

dengan teori menurut (Subhan, 2017), dalam implementasi penulis

mengkaji faktor resiko yaitu Mencuci tangan sebelum dan setelah

melakukan tindakan opersi, Menggunkan peralatan operasi yang steril,

Melakukan desinfeksi pada area operasi dan sekitarnya, Melakukan

drapping, Mempertahankan lingkungan aseptik, Membatasi pengunjung

didalam kamar operasi, Melakukan dressing setelah operasi selesai. Di

dalam kasus ditemukan sesuai dengan yang ada dalam teori.

3. Post operatif

Pada pelaksanaan tahap post operatif, tidak ada perbedaan dengan

perencanaan yang telah ada pada rencana kasus. Pelaksanaan dibuat

berdasarkan pada rencana tindakan keperawatan yang telah direncanakan.


a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

penumpukan secret di jalan napas akibat pemasangan ETT Analisa Teori

dan Kasus :

Dari implementasi tindakan yang dilakukan tidak terdapat

kesenjangan antara teori dan kasus pada diagnosa ketidakefektifan

bersihan jalan napas dilakukan dengan rencana yang telah direncanakan

yaitu mengobservasi keadaan jalan nafas, mengeluarkan sekret dengan

menggunakan suction, memberikan terapi O2 pada pasien, menganjurkan

pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah dilakukan suction.

a) Resiko Jatuh

Analisa Teori dan Kasus :

Dari implementasi tindakan yang dilakukan pada diagnosa resiko

jatuh tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus dilakukan sesuai

dengan rencana yang telah direncanakan yaitu mengkaji factor resiko

jatuh pasien, mengkaji skor jatuh, memasang pengaman tempat

tidur,menjelaskan pada keluarga pasien untuk cara mencegah resiko jatuh,

menempatkan pasien dekat dari nurse station.

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi

meliputi adanya kemajuan atau keberhasilan dari masalah yang dihadapi oleh

pasien. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada


pasien Tn “A” selama ± 6 jam di ruangan kamar operasi IGD masalah

keperawatan yang ditemukan pada pre, intra dan post operatif dapat teratasi

antara lain :

1. Pre Operatif

a) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhungan dengan cedera pada

otak.

Evaluasi yang di dapat dari tindakan keperawatan yang telah

dilakukan yaitu kesadaran pasien menurun (somnolen) dengan GCS 12

(E3 V4 M5), di tandai dengan adanya hematom pada temporo frontal

dextra. Masalah belum teratasi dan intervensi tidak dilanjutkan karena

pasien akan segera dilakukan operasi.

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

Evaluasi yang di dapat dari tindakan keperawatan yang telah

dilakukan yaitu pasien mengeluh nyeri pada daerah kepala di tandai

dengan pasien tampak meringis, nyeri skala sedang, masalah nyeri belum

teratasi dan intervensi tidak dilanjutkan karena operasi akan segera

dilakukan pada pasien.

2. Intra Operatif

a) Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

Evaluasi yang didapat dari tindakan keperawatan yang telah

dilakukan yaitu tampak tindakan operasi dilakukan dengan alat- alat dan

prosedur yang steril sehingga resiko infeksi tidak terjadi dan intervensi

selesai.
3. Post Operatif

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukkan

sekret di jalan nafas akibat pemasangan ETT

Evaluasi yang di dapat dari tindakan keperawatan yang telah

dilakukan yaitu jalan nafas pasien tampak bersih. Masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat teratasi dan pertahankan

intervensi untuk mengoptimalkan pernapasan pasien.

b) Resiko Jatuh

Evaluasi yang di dapat dari tindakan keperawatan yang telah

dilakukan yaitu pasien tampak tenang dan lingkungan sekitar aman, jatuh

tidak terjadi dan intervensi selesai.

Setelah ± 2 jam di ruang pemulihan pasca operasi, pasien

kemudian dipindahkan kembali ke ruang perawatan IGD Bedah untuk

mendapatkan tindakan lebih lanjut. Adapun masalah yang mungkin

ditemukan pada pasien setelah keluar dari ruangan kamar operasi IGD

yakni di ruang peawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan

terputusnya kontuinitas jaringan kulit akibat insisi (pembedahan) dan

resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka pada daerah kepala.


DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan, Jakarta : Salemba Medika.
NANDA NIC NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis. Yogyakarta. Mediaction.
Ulya, I., Ratih K., B., Kartikawati N., D., & Drajat, R. S. (2017). Buku Ajar
Keperawatan Gawat Darurat Pada Kasus Trauma. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai