Anda di halaman 1dari 17

KONSEP TEORI STRUMA DAN ASUHAN KEPERAWATAN STRUMA

Dosen pengampu : Reni Tri Subekti, M.Kes

NAMA : ANISA DWI LESTARI

NIM : 2019206203006

KELAS : 4A

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur kami ucapkan atas kehadirat allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan laporan studi
kasus dengan tepat waktu yang telah ditentukan.

Laporan makalah studi kasus ini dibuat dengan judul “Asuhan Keperawatan STRUMA”
diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.

Kelompok menyadari bahwa dalam pembuatan dan penulisan makalah kasus ini masih
banyak kekurangan baik dari segi isi maupun bahasa. Semoga makalah studi kasus ini dapat
bermanfaat bagi kelompok dan pembaca pada umumnya.

Pringsewu,16 JUNI 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................................... 2

BAB II KONSEP TEORI STRUMA


A. Pengertian struma........................................................................................ 3
B. Etiologi struma ............................................................................................ 3
C. Patofisiologis struma.................................................................................... 4
D. klasifikasi struma ........................................................................................ 5
E. Manifestasi klinis struma............................................................................. 6
F. Pemeriksaan penunjang struma ................................................................... 7

BAB III KONSEP ASKEP STRUMA


A. Pengkajian.................................................................................................... 9
B. Diagnosa Keperawatan................................................................................ 10
C. Rencana Tindakan........................................................................................ 10

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan.................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan
pembengkakan di bagian depan leher (Dorland, 2002). Kelenjar tiroid terletak tepat
dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea. Tiroid
menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta
hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan
parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2007).Kerja
kelenjar tiroid ini dipengaruhi oleh kecukupan asupan iodium. Defisiensi hormon
tiroid ini dapat menimbulkan gangguan tertentu yang spesifik. Cretinism, misalnya,
yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan dibawah normal disertai dengan
retardasi mental merupakan akibat dari hormon tiroid yang inadekuat pada saat
perkembangan janin. Kekurangan asupan yodium yang biasanya terjadi pada
daerah goiter (gondok) endemis banyak terjadi karena defisiensi yodium
menyebabkan hipotiroidisme sehingga mengakibatkan pembengkakan kelenjar.
Kelenjar tiroid termasuk salah satu kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia,
terletak tepat dibawah laring dan berada disebelah depan dari trakea. Kelenjar ini
menghasilkan dua hormon utama yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3), hormon
tersebut berperan dalam mengatur metabolism tubuh.
Pembentukan hormon tiroid diatur oleh Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang
dihasilkan oleh hipofisis anterior. Kelainan tiroid merupakan suatu kondisi dimana
seseorang mengalami perubahan fungsi maupun perubahan bentuk estetik dari kelenjar
tiroid. Perubahan fungsi dari kelenjar tiroid dapat berupa hipotiroidisme atau
hipertiroidisme. Sebagian besar dari kelainan tiroid merupakan pembesaran kelenjar yang
dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu pembesaran dalam bentuk difus (pembesaran
kelenjar yang merata) atau bentuk nodul (pembesaran kelenjar berupa benjolan).
Kelainan pada kelenjar tiroid dapat berupa pembesaran kelenjar yang bersifat jinak
maupun ganas. Untuk kasus yang jinak seperti pada nodul koloid, tiroiditis Hashimoto,
kista hemoragik, adenoma folikulare dan tiroiditis subakut. Sedangkan yang ganas yaitu
pada karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma anaplastik, karsinoma
medulare, atau metastasis.
Kelainan pada kelenjar tiroid merupakan kelainan endokrin terbanyak kedua di dunia
setelah penyakit diabetes. Di dunia dilaporkan sekitar 300 juta orang menderita kelainan
tiroid. Di Amerika Serikat dari 275 juta penduduk diperkirakan sekitar 20 juta orang
mengalami berbagai kelainan tiroid dan paling banyak pada perempuan.5 Negara dengan
kelainan tiroid paling banyak di dunia berada di India, dengan 42 juta orang menderita
kelainan tiroid.
B. Rumusan masalah
1. Apakah Pengertian Struma ?
2. Apakah Etiologi Struma ?
3. Apakah Patofisiologis Struma ?
4. Apakah Klasifikasi Struma ?
5. Apakah Manifestasi klinis Struma ?
6. Apakah Pemeriksaan penunjang Struma ?
C. Tujuan
1. Mampu mengetahui Pengertian Struma ?
2. Mampu mengetahui Etiologi Struma ?
3. Mampu mengetahui Patofisiologis Struma ?
4. Mampu mengetahui Klasifikasi Struma ?
5. Mampu mengetahui Manifestasi klinis Struma ?
6. Mampu mengetahui Pemeriksaan penunjang Struma ?
BAB II

KONSEP TEORI STRUMA


A. Pengertian
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya (syaugi m.assegaf dkk,2015).
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapatmempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial
kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga
mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan
disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi
serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang
besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia (syaugi
m.assegaf dkk,2015).
B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
a. Defisiensi Iodium
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai)
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium)
Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai massa
karena kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas, pertumbuhan,
menstruasi, kehamilan, laktasi, monepouse, infeksi atau strees lain. Pada masa-masa
tersebut dapat dijumpai hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid. Perubahan ini dapat
menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut
dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia. (Manjoer,
2002)
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium (Black and Hawks,
2009).
Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar. Hal
tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan.
TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi bertambah besar. Penyebab lainnya
karena adanya cacat genetik yang merusak metabolisme yodium, konsumsi goitrogen
yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen lingkungan, makanan, sayuran), 7 kerusakan
hormon kelenjar tiroid, gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher
(Rehman dkk, 2006).
Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic adalah respon
dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada tiap individu.
Dalam satu kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dalam folikel yang sama
terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF dan EGF) sangat bervariasi.
Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi tanpa stimulasi TSH dan sel-sel sangat
sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Selsel akan bereplikasi menghasilkan sel
dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel dengan daya replikasi yang tinggi ini tidak
tersebar merata dalam satu kelenjar tiroid sehingga akan tumbuh nodul-nodul (syaugi
m.assegaf dkk,2015).
C. Patofisiologis
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida
menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH)
kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa
yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul
triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari
seksesi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan
hormon metabolik yang tidak aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi
peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar
tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis
tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH
oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Biasanya
tiroid 8 mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat
dewasa. Karena pertumbuhannya berangsurangsur, struma dapat menjadi besar tanpa
gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat
hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak
mengganggu pernafasan karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral (syaugi m.assegaf
dkk,2015).
D. Klasifikasi
Secara klinis pemeriksaan klinis struma nodosa dapat dibedakan menjadi (Tonacchera,
dkk, 2009):
a. Struma nodosa toxic
Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa diffusa toxic
dan struma nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma nodosa diffusa toxic akan menyebar luas
ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
nodosa multinodular toxic). Struma nodosa diffusa toxic (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang
berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic struma nodosa), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak
ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari
oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk
reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan
menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
b. Struma nodosa non toxic
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic yang dibagi
menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa nodusa non toxic.
Struma nodosa non toxic disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma
nodosa ini disebut sebagai simpel struma nodosa, struma nodosa endemik, atau
struma nodosa koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang
sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat
kimia
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu (Roy, 2011):
a. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
b. Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga bentuk nodul
tiroid yaitu nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul dingin apabila penangkapan
yodium tidak ada atau kurang dibandingkan dengan bagian tiroid sekitarnya. Hal
ini menunjukkan aktivitas yang rendah. Nodul hangat apabila penangkapan
yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian
tiroid lainnya. Dan nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Berdasarkan konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat keras.
E. Manifestasi klinis
Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala sama sekali. Jika
struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan
seperti ini jantung 10 menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca
dingin, dan kelelahan. Beberapa diantaranya mengeluh adanya gangguan menelan,
gangguan pernapasan, rasa tidak nyaman di area leher, dan suara yang serak.
Pemeriksaan fisik struma nodosa non toxic berfokus pada inspeksi dan palpasi leher
untuk menentukan ukuran dan bentuk nodular. Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang
berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi
atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan
beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler
kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan
pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,
leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan
menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Struma nodosa tidak
termasuk kanker tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah untuk meminimalkan
risiko terhadap kanker tiroid (wiseman,2011).
Gejala secara umum yaitu kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa
kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah bengkak,
konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan, peningkatan sensitifitas terhadap banyak
pengobatan, menstruasi yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita
hamil (wiseman,2011).
F. Pemeriksaan penunjang
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada
posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat
pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi,
ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakanpada saat pasien
diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam
posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan
menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara testes fungsi tiroid
untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin
serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin
dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan
assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator
fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di
bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat
digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes
ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar
tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).
e. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar
TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul
yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m
dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian
berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil
pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama
adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
g. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi
kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang
kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.
BAB III

KONSEP ASKEP STRUMA


A. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, alamat, status, jenis kelamin, tgl MRS, diagnosa medis, keluarga
yang dapat dihubungi, catatan kedatangan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan, badan terasa lemas, sering
gemetaran, keringat berlebih dan jantung terasa berdetak cepat
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh gemetaran,
badan terasa lemas, mual, muntah, tidak nafsu makan, tidak bisa tidur
3) Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya penyakit ini bukan merupakan penyakit keturunan, dan bisa juga
ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti yang
dialamioleh pasien
4) Riwayat kesehatan dahulu :
Biasanya penyakit ini gejalanya timbul dalam waktu yang lama dan belum
dirasakan oleh pasien, dan merupakan penyakit yang susah disembuhkan dan
membutuhkan pengobatan yang kontinue
c. Pemeriksaan fisik
Gejala meliputi kulit kering dan dingin, rambut rontok, intoleransi dingin,
berat badan naik, konstipasi, kulit kering dan dingin, suara parau serta lamban
dalam berfikir. (Amin&Hardhi, 2015)
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan jika muncul gejala klinik, yaitu T3
naik T4 naik dan FT4I naik, pada waktu sakit T3 meningkat (indikasi ini
merupakan tes tunggal terbaik untuk skrining hipertiroid, adanya tyroid
stimulating Ig serta pemeriksaan radiologi. (Sholeh, 2013)
B. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi kurang,
disfagia
b) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi trakea, pembengkakan,
perdarahan dan spasme laryngeal
c) Gangguan rasa nyaman
d) Hambatan komunikasi verbal b.d cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan,
nyeri, ketidaknyamanan
e) Resiko infeksi b.d port de entry kuman

C. Intervensi
1) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideasesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifijasi kebutuhan nutrisi
Intervensi :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin Berikan substansi
gula
e. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
f. Berikan makanan yang terpilih (suah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
g. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
h. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
i. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
j. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi trakea, pembengkakan,
perdarahan dan spasme laryngeal
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasika n batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
b. Mampu mengidentifikasika n dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan nafas
Intervensi :
a. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
b. Berikan O2 denganmenggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
c. Monitor status oksigen pasien
d. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
e. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
f. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
g. Monitor respirasi dan status O2.
3) Gangguan rasa nyaman
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol kecemasan
b. Status lingkungan yang nyaman
c. Mengontrol nyeri
d. Kualita tidur dan istirahat adekuat
Intervensi :
a. Dorong keluarga untk menemani pasien untuk memberikan keamanan
danmengurangi takut
b. Identifikasi tingkat kecemasan
c. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
d. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
e. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
4) Hambatan komunikasi verbal b.d cedera pita suara/kerusakan laring, edema
jaringan, nyeri, ketidaknyamanan
Kriteria hasil :
a. Komunikasi Lisan, tulisan, dan non verbal meningkat
b. Mampu mengkordinasi gerakan dalam menggunakan isyarat
Intervensi :

a. Beri satu kalimat simpel setiap bertemu, jika diperlukan


b. Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara
c. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan untuk mengulangi
permintaan
d. Dengarkan dengan penuh perhatian jika pasien berbica
e. Ajarkan bicara dari esophagus, jika di perlukan
f. Berikan pujian positive jika diperlukan
5) Resiko infeksi b.d port de entry kuman
Kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit
c. Menunjukkan kemampuan untuk Infection control
Intervensi :
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b. Pertahankan teknik isolasi
c. Batasi pengunjung bila perlu
d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
e. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
f. Ajarkan cara menghindari infeksi
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelenjar tiroid mengeluarkan hormon triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4) yang
memiliki fungsi dalam mengatur metabolisme tubuh, mengatur sensitifitas tubuh terhadap
hormon lain, memiliki peran penting dalam mengontrol perkembangan embrio/fetus,
otak, jantung, dan paruparu. Hormon-hormon tersebut juga memiliki peran aktif yang
sangat penting dalam mekanisme pencernaan, termoregulasi, pertumbuhan, fungsi otot
dan daya tahan tubuh. (Shinta dkk, 2015).
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain: Defisiensi Iodium, Kelainan metabolik
kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid, Penghambatan sintesa hormon oleh
zat kimia, Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium)
Asuhan keperawatan struma dengan melakukan pengkajian dan mendirikan 5
diagnosa penyakit struma beserta intervensinya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC NOC, Yogyakarta Media Action Publhising.

Andarmoyo Sulistyo (2013). Konsep danProses Keperawatan Nyeri Yogyakarta, Ar.


Ruzz Media.

Black & Hawks (2009), Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Positif
Outcomes (8.edition) Budiono (2016), Modul Keperawatan Medikal Bedah I, untuk mahasiswa
RPL Keperawatan.

Herdman T Heather (2016) Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifiaksi.

Jakarta : EGC
Harrison (2014), Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Naga Sholeh S (2013) Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta :
DIVA Press
Nurarif Amin Huda, dkk (2015) APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction

Anda mungkin juga menyukai