Disusun Oleh :
1. Anni Safitri : 201440103
2. Ardelia Amanah : 201440104
3. Helinda Putri : 201440114
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
2.1 Definisi Emfisema.....................................................................................3
2.2 Etiologi Emfisema....................................................................................3
2.3 Tanda dan gejala .....................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis......................................................................................6
2.5 Penatalaksanaan ........................................................................................6
2.6 Komplikasi................................................................................................7
2.7 Asuhan Keperawatan ................................................................................8
BAB III PENUTUP........................................................................................18
3.1 Kesimpulan..............................................................................................18
3.2 Saran........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Untuk mengetahui komplikasi dari Gondok
5. Untuk mengetahui factor – factor dari Gondok
6. Untuk mengetahui ciri-ciri dari Gondok
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
1. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
2. Mengatur pengguanaan oksidasi
3. Mengatur pengeluaran karbondioksida
4. Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan
5. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.
5
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan
jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroiddalam jumlah banyak
sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi
gagap, diare, berat badan menurun,mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid
(graves‘disease). Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroiddapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
2.3 Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroidmerupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
1. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit strumasering terdapat
di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormone tyroid.
3. Penghambatan sintesa hormon oleh Zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
4. Penghambatan sintesa hormon oleh obat&obatan (misalnya:thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
6
kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan
peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut
sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi
bukanmencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat
dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya
rasa khawatir yang berat,mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan
menelan,koma dan dapat meninggal.
2. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi
struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan
oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma
endemik,atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang
sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh Zat
kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaranini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda&tanda
hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusanon toksik. Biasanya tiroid
sudah mulai membesar pada usia mudadan berkembang menjadi multinodular pada saat
dewasa.Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak adahipotiroidisme
atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan
akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa
nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga
dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari pre9alensi dan ekskresi
yodiumurin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalamtubuh hampir
sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteriadaerah endemis gondok yang dipakai
Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10% - 20% endemik sedang
20%- 29% Dan endemic berat diatas 30%.
2.5 Patofisiologi
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH, reseptor tiroid oleh TSH,
TSH-Resepor antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan
menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel
maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.
7
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan
produksi TSH. Meningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel
kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. jika proses ini terus menerus,
akan terbentuk struma.Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis
hormontiroid, defisiensi iodida dan goitrogen.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibody TSH, kelenjar hipofise yang resisten
terhadap hormon tiroid, adenoma dihipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang
memproduksi human chorionic gonadotropin.
8
Berfungsi untuk melihat beberapa bentuk dan yang bermasalah bentuk kelainan
dan konsistensinya
3. Biopsy aspirasi jarum halus
4. Termografi adalah suatu metode pemeriksaan bedasarkan pengukuran suhu kulit
pada suatu tempat
5. Penanda tumor berfungsi untuk mengukur peninggian tiroglubulin kadar tentang
serum normal antara 1,5-30nymle
6. X ray (foto leher)
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang muncul :
1. Obstruksi jalan napas
2. Infeksi luka
3. Hipokalsemia
4. Ketidakseimbangan hormone tiroid
2.9 Penatalaksanaan
1. Obat antitiroid:
a. Inon tiosianat mengurangi penjeratan iodide
b. Propiltiourasil (PTU) menurunkan pembentukan hormon tiroid
c. Iodida pada konsentrasi tinggi menurunkan aktivitas tiroid dan ukuran kelenjar
tiroid.
2. Tindakan Bedah:
a. Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebgaian kelenjar tiroid.Dobus kiri atau
kanan yang mengalami perbesaran diangkat dandiharapkan kelenjar yang
masihtersisa masih dapat memenuhikebutuhan tubuh akan hormon&hormon tiroid
sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormon.
b. Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klienyang menjalani
tindakan ini harus mendapat terapi hormon pengganti yang besar dosisnya
beragam pada setiap indi9idu dandapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan
aktivitas.
9
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari
diri dari berbagai faktor resiko. beberapa pencegahanyang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya struma adalah
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku
makan dan memasyarakatkan pemakaian garamyodium.
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut.
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah
dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk
menghindari hilangnya yodium dari makanan.
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkandengan garam karena dapat
terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida
diberikan dalamsaluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air
yangmengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah
endemik berat dan endemik sedang.Sasaran pemberiannya adalah semua pria
berusia 0- 35 tahun dan ,termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di
daerah endemis berat dan endemis sedang. dosis pemberiannya ber9ariasi
sesuai umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40% ) diberikan 2 tahun
sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 3 tahun sekali dengan
dosis untuk anak kurang dari 6 tahun 1cc dan anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8
cc.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,
mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh,menghambat progresifitas
penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu :
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita
yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikitfleksi atau leher
sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul , perlu
diperhatikan beberapa omponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul,
10
bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta
untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk
duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan
pada tengkuk penderita.
c. Tes fungsi hormone
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara
tes&tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya
kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan
radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin
dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma
dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi
tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan
berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun
(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien
yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif
digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid
dalammenangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen
leher Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma
telahmenekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).
e. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan
tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkanukuran gondok dan
kemungkinan adanya kista/nodul yangmungkin tidak terdeteksi
waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis
dengan USG antara lain kista,adenoma, dan kemungkinan karsinoma
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99 dan yodium 12/5 yodium 131 kedalam pembuluh
darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera
11
canggih tertentu selama beberapa menit.1asil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama
adalh fungsi bagian-bagiantiroid.
g. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi
biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental,fisik dan
sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan.
Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk
memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.
b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri,
fisik segar dan bugar serta keluarga danmasyarakat dapat menerima
kehadirannya melalui melakukanfisioterapi yaitu dengan rehabilitasi
fisik, psikoterapi yaitudengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu
denganrehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang
berhubungan dengan kecantikan
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.2 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebabdengan kondisi
fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitassehari&harinya tanpa
mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatanseluruh organ yang berada didalam
tubuh menjadi sangat pentingmengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut
terhadapkelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.
13
DAFTAR PUSTAKA
http://yudithaadiningsih.blogspot.com/
http://malakastellorios.blogspot.com/2011/11/askep-hipertrofi-kelenjar-tiroid.html
http://yulanyuliana2c09120.blogspot.com/2011/07/askep-klien-dengan-gangguan-kelenjar.html
14