Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

HIPOTIROID KONGENITAL

Oleh :

Sixtus Reza Tandisau

112020011

Pembimbing :

dr. Dewi Iriani, Sp. A

KEPANITRERAAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 18 APRIL – 26 JUNI 2022

1
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL.......................................................................................................................1

DAFTAR ISI..............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................5

2.1 Definisi.........................................................................................5

2.2 Embriologi....................................................................................5

2.3 Anatomi dan Fisiologi..................................................................7

2.4 Epidemiologi................................................................................10

2.5 Etiologi dan Patogenesis.................................................................11

2.6 Diagnosis.........................................................................................12

2.7 Penatalaksanaan..............................................................................16

2.8 Prognosis.........................................................................................18

BAB III PENUTUP....................................................................................................19

3.1 Kesimpulan....................................................................................19

3.2 Saran...............................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipotiroid kongenital adalah kurangnya produksi hormon tiroid pada bayi
baru lahir. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis kelenjar tiroid, kesalahan
metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium.1
Hipotiroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental.
Hipotiroid kongenital yang tidak diobati sejak dini dapat mengakibatkan retardasi
mental yang berat. Hormon tiroid sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin
sejak usia kehamilan 12 minggu, mempengaruhi metabolisme sel di seluruh tubuh
sehingga berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan.4
Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas, oleh
sebab itu sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program skrining
memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang lebih
baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis.4
Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid dapat mencegah terjadinya
morbiditas fisik maupun mental. Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkan
hasil pengobatan dan tumbuh kembang anak yang optimal.1
Program pendahuluan skrining hipotiroid kongenital yang dilakukan di
Bandung dan Jakarta sejak tahun 2000 terhadap lebih dari 100.000 bayi,
didapatkan angka kejadian hipotiroid congenital pertahun antara 1: 2600 dan 1 :
3800.2
Hipotiroid kongenital yang terlambat diketahui dan diobati, dapat
menyebabkan retardasi mental dan akan berdampak pada kualitas sumber daya
manusia.1
Mencermati segala kondisi yang dapat disebabkan oleh hipotiroid
kongenital, maka untuk itu perlu suatu diagnosis dini terhadap hipotiroid
kongenital ini, dan karena itu penulis merasa perlu untuk mengangkat topik
hipotiroid kongenital dalam referat ini.

3
1.2. Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
diagnosis, dan tatalaksana hipotiroid kongenital.

1.3. Tujuan Penulisan


Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
tentang hipotiroid kongenital.

1.4. Manfaat Penulisan


Referat ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai hipotiroid
pada bayi baru lahir.

1.5. Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk pada berbagai literatur.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak
adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh
yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid, kelainan genetik,
kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.2

2.2. Embriologi
Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian
bermigrasi ke inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang
terjadi selama proses migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik.
Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.1

Gambar 1. Perkembangan Kelenjar Tiroid 8

5
Gambar 4. Anatomi Kelenjar tiroid 8

Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada


neonatus saat usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormone (TSH) mulai
dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi dalam sirkulasi
pada usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai meningkat pada
usia 12 minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai mensintesis
tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada
usia kehamilan 8 sampai 10 minggu, janin dapat melakukan ambilan (trapping)
iodium dan pada usia 12 minggu dapat memproduksi T4 yang secara bertahap
kadarnya terus meningkat sampai mencapai usia 36 minggu. Produksi TRH oleh
hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang berrsamaan, tetapi
integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan mekanisme umpan
baliknya belum terjadi sampai trimester kedua kehamilan.1
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal
janin sangat bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibu
dapat melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu hamil mengalami
kelainan tiroid atau mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit
Grave’s maka, obat anti tiroid juga melewati plasenta sehingga janin beresiko
mengalami hipotiroid.1
Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang menyebabkan
peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara perlahan-lahan menurun
dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi prematur kadar T4 saat lahir

6
rendah kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6 minggu.
Semua tahap yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping, oksidasi,
organifikasi, coupling dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.1

2.3. Anatomi dan Fisiologi


Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang menyatu di
bagian tengah oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar ini tampak seperti
dasi kupu-kupu. Kelenjar ini bahkan terletak di posisi yang tepat untuk
pemasangan dasi kupu-kupu, yaitu berada di atas trakea, tepat di bawah laring.
Sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi gelembung-gelembung berongga,
yang masing-masing membentuk unit fungsional yang disebut folikel. Dengan
demikian sel-sel sekretorik ini sering disebut sebagai sel folikel. Pada potongan
mikroskopik, folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang meliputi lumen
bagian dalam yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan untuk hormon tiroid.3,4
Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang dikenal
sebagai tiroglobulin, yang didalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam
berbagai tahap pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang
mengandung iodium, yang berasal dari asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin
(T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Awalan tetra dan tri serta huruf bawaan
4 dan 3 menandakan jumlah atom Iodium yang masing-masing terdapat di dalam
setiap molekul hormon. kedua hormon ini yang secara kolektif disebut sebagai
hormon tiroid, merupakan regulator penting bagi laju metabolisme basal
keseluruhan.3,4
Di ruang interstisium di antara folikel-folikel terdapat sel sekretorik jenis
lain, yaitu sel C (disebut demikian karena mengeluarkan hormon peptida
kalsitonin), yang berperan dalam metabolisme kalsium. Kalsitonin sama sekali
tidak berkaitan dengan kedua hormon tiroid utama di atas. Seluruh langkah
sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul besar tiroglobulin, yang kemudian
menyimpan hormon-hormon tersebut. Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid
adalah tirosin dan Iodium, yang keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel
folikel. Tirosin suatu asam amino, disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh,
sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam makanan. Di pihak lain,

7
Iodium yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari
makanan.3
Sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam
koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks golgi/ retikulum
endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin
sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang
mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melaluui
eksositosis. Tiroid menangkap Iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui suatu “pompa Iodium” yang sangat aktif atau “Iodine trapping
mechanism” protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang
terletak di membran luar sel folikel. Hampir semua Iodium di tubuh dipindahkan
melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon
tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, Iodium tidak memiliki manfaat lain di
tubuh.3,4
Dalam koloid, Iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam
molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah Iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua Iodium ke tirosin menghasilkan
diiodotirosin (DIT). Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-
molekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua
DIT (masing-masing mengandung dua atom iodium) menghasilkan (T4 atau
tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat Iodium. Penggabungan satu
MIT (dengan satu iodium) dan satu DIT (dengan dua iodium) menghasilkan
triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terjadi antara
dua molekul MIT. Karena reaksi-reaksi ini berlangsung di dalam molekul
tiroglobulin, semua produk tetap melekat ke protein besar tersebut. Hormon-
hormon tiroid tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah
dan disekresikan. Diperkirakan bahwa jumlah hormon tiroid yang secara normal
disimpan di koloid cukup untuk memasok kebutuhan tubuh untuk beberapa
bulan.3,4
Pengeluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan
proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan
T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di

8
luar lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di
ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus sel folikel. Proses sekresi
hormon tiroid pada dasarnya melibatkan pemecahan sepotong koloid oleh sel
folikel, sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya, dan
pelepasan T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang
sesuai untuk mengeluarakan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukkkan sebagian
dari kompleks hormon-tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid.
Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan
lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid yang aktif
secara biologis, T4 dan T3, serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT.
Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran
luar sel folikel dan masuk kedalam darah. MIT dan DIT tidak memiliki nilai
endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang dengan cepat
mengeluarkan Iodium dari MIT dan DIT, sehingga Iodium yang dibebaskan dapat
didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon. Enzim yang sangat spesifik ini
akan mengeluarkan Iodium hanya dari MIT dan DIT yang tidak berguna, bukan
dari T4 dan T3.3,4
Sekitar 90 % produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid
adalah dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat
kali lebih baik daripada T4. Namun sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian diubah menjadi T3, atau diaktifkan melalui proses pengeluaran satu
Iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4
yang mengalami proses pengeluaran Iodium di jaringan perifer. Dengan demikian
T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel, walaupun
tiroid lebih banyak mengeluarkan T4.4
Setelah dikeluarkan ke dalam darah hormon tiroid yang sangat lipofilik
dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1 % T3 dan
kurang dari 0,1% T4 tetap berada pada bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini
memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan
hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan
suatu efek.4

9
Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon
tiroid: globulin pengikat tiroksin (TBG) yang secara selektif mengikat hormon
tiroid—55% dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi—walaupun namanya hanya
menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4) albumin yang secara nonselektif
mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan
thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T4.4

Gambar 5. Pengaturan Produksi Hormon Tiroid 8

2.4 Epidemiologi
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar 1 :
3000 – 4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering adalah, disgenesis tiroid
yang mencakup 80% kasus. Lebih sering ditemukan pada anak perempuan
daripada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Anak dengan sindrom Down
memiliki resiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita hipotiroid kongenital
dibanding anak normal. Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih
tinggi yaitu sebesar 1:1500 kelahiran hidup. Prevalensi ini lebih rendah pada
Amerika Negro (1 dalam 32.000), dan lebih tinggi pada keturunan Spanyol dan
Amerika asli (1 dalam 2000).1,2
Penyebab hiptiroid yang paling sering di dunia ialah defisiensi Iodium
yang merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan triiodotrionin (T3). Anak
yang lahir dari ibu dengan defisinsi Iodium berat akan mengalami hipotiroid yang
tidak terkompensasi karena hormon tiroid ibu tidak dapat melewati plasenta.1

10
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisnya
bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial
ekonomi, maupun iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis
tertentu. Umumnya kasus tiroid kongenital timbul secara sporadik. Faktor genetik
hanya berperan pada hipotiroid tipe tertentu yang diturunkan secara autosomal
resesif.1

2.5 Etiologi dan Patogenesis


Hipotiroid dapat terjadi melalui jalur berikut
Jalur 1
Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis dan
sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan
peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.1
Jalur 2
Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid
menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak untuk memacu
kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan
kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjer tiroid membesar
(stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat struma difusa dan
peningkatan kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila kompensasi ini
gagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma difusa,
peningktan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah.1
Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis, pasca
tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
didalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang
mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun, sehingga terjadi hipotiroid dengan
kadar TSH tinggi, dengan/tanpa struma tergantung pada penyebabnya.1

Jalur 4A

11
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat kelainan
hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH yang
sangat rendah atau tidak terukur.1
Jalur 4B
Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan yang menyebabkan
sekresi TSH ynag menurun akan menyebabkan hipotiroid dengan kadar TSH
rendah dan tanpa struma.1
Jalur 1, 2, dan 3 adalah patogenesis hipotiroid primer dengan kadar TSH
yang tinggi. Jalur 1 tanpa desertai struma, jalur 2 disertai struma, dan jalur 3
dapat dengan atau tanpa struma. Jalur 4A dan 4B adalah patogenesis hipotiroid
sekunder dengan kadar TSH yang tidak terukur atau rendah dan tidak ditemukan
struma.1

2.6 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis dan skrining.1
Anamnesis
Anamnesis yang cermat pada keluarga dapat membantu menegakkan
diagnosis dengan menanyakan apakah ibu berasal dari daerah gondok endemik,
riwayat struma pada ibu, riwayat pengobatan anti tiroid waktu hamil atau tidak,
riwayat struma pada keluarga dan perkembangan anak. 1,6

12
Gejala Klinis
Kebanyakan anak dengan hipotiroid kongenital, gejala klinis pada periode
neonatal sangatlah jarang atau ringan dan tidak spesifik, meskipun terdapat
agenesis kelenjar tiroid komplit. 2,5
Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat
sedikit meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang
berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang
terlambat, mungkin merupakan gejala paling awal. Kesulitan memberi makan,
terutama kelambanan, kurang minat, somnolen, dan serangan tersedak saat
dirawat, sering muncul selama umur bulan pertama. Kesulitan bernapas, sebagian
karena lidah yang besar, termasuk episode apnea, pernapasan berbunyi, dan
hidung tersumbat. Sindrom distres pernapasan yang khas juga dapat terjadi. Bayi
yang terkena sedikit menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan biasanya
lamban. Mungkin ada konstipasi yang biasanya tidak berespon terhadap
pengobatan. Perut besar dan biasanya ada hernia umbilikalis. Suhu badan
subnormal, sering dibawah 350C, dan kulit terutama tungkai, mungkin dingin dan
burik (mottled). Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi lambat, bising
jantung, kardiomegali, dan efusi perikardium asimptomatik biasanya ada. Anemia
makrositik sering ada dan refrakter terhadap pengobatan dengan hematinik.
Karena gejala-gejala muncul secara bertahap, diagnosis sering kali terlambat. 6
Manifestasi ini terus berkembang. Retardasi perkembangan fisik dan
mental menjadi lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia 3-6
bulan, gambaran klinis berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada defisiensi
hormon tiroid parsial, gejalanya dapat lebih ringan, dan onsetnya terlambat.
Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah hormon tiroid, terutama T3, hormon
ini tidak cukup untuk melindungi bayi yang menyusu dengan hipotiroidisme
kongenital, dan tidak mempunyai pengaruh pada uji skrining tiroid neonatus. 5,6
Pertumbuhan anak tersendat, ekstremitas pendek, dan ukuran kepala
normal atau bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka lebar.
Pengamatan tanda ini pada saat lahir dapat berperan sebagai pedoman awal untuk
mengenali hipotiroidisme kongenital. Hanya 3% bayi baru lahir normal memiliki
fontanella posterior yang lebih besar dari 0,5cm. Matanya tampak terpisah lebar,

13
dan jembatan hidung yang lebar terlihat cekung. Fisura palpebra sempit dan
kelopak mata membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar
terjulur ke luar. Pertumbuhan gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, terdapat
endapan lemak di atas klavikula dan diantara leher dan bahu. Tangan lebar dan
jari pendek. Kulit kering dan bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema tampak,
terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna.
Karotenemia dapat menyebabkan warna kulit menjadi kuning, tetapi skleranya
tetap putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah patah dan tipis. Garis
rambut menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang biasanya tampak mengerut,
terutama ketika bayi menangis. 5
Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak letargi dan
lamban dalam belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi tidak mau
belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan dengan
usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama sekali. 6
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi
pseudohipertrofi otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne sindrome).
Anak yang terkena dapat berpenampilan atletis karena pseudohipertrofi, terutama
pada otot betis. Patogenesisnya belum diketahui. Perubahan ultrastruktural dan
histokimia yang tidak spesifik tampak pada biopsi otot yang kembali normal
dengan pengobatan. Sindrom ini cenderung berkembang pada anak laki-laki, yang
telah diamati pada saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita
menderita hipotiroidisme yang lebih lama dan lebih berat. 6

Tabel 1. Gejala Klinis Hipotiroid Kongenital 6

Sistem organ Manifestasi Klinis


Kulit dan jaringan ikat Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar,
kering dan rapuh, kuku tebal, lambat
tumbuh.

14
Miksedema, carotenemia, Puffy face,
makroglosi, erupsi gigi lambat, hipoplasia
enamel.
Kardiovaskuler Bradikardi, efusi perikardial, kardiomegali,
tekanan darah rendah.
Neuromuskuler Lamban (mental dan fisik), gangguan
neurologis dan fisik, refleks tendon lambat,
hipotonia, hernia umbilikalis, retardasi ental,
disfungsi serebelum (pada bayi), tuli.
Pernafasan Efusi pleura, sindrom sleep apnoe (obstruksi
saluran nafas karena lidah besar, hipotoni
otot faring), sindrom distress nafas.
Ginjal dan metabolisme elektrolit Retensi air, edema, hiponatremia, hipokalsemia
Metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein Gemuk, intoleransi terhadap dingin, absorbsi
glukosa lambat, hiperlipidemia, sintesis
proteolipid dan protein pada susunan saraf
bayi menurun.
Saluran cerna dan hepar Obstpasi (menurunnya gerakan usus),
ikterus berkepanjangan (fungsi konjugasi
hepar menurun)
Hematopoetik Anemia karena menurunnya eritropoesis,
kemampuan absorbsi zat besi rendah.
Skelet/somatik Produksi GH dan IGF 1 menurun,
menyebabkan hambatan pertumbuhan, pusat
osifikasi sekunder terhambat, maturitas dan
aktifitas sel-sel tulang menurun.
Reproduksi Pubertas terlambat, pubertas precoks,
gangguan haid.

15
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hipotiroid kongenital ditemukan nilai TSH meningkat,
dan T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum dapat normal
dan tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada tiroid, kadar
TSH meningkat, sering diatas 100µU/mL. Kadar prolaktin serum meningkat,
berkorelasi dengan kadar TSH serum. Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi
dengan disgenesis tiroid atau defek sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak
dapat dideteksi biasanya menunjukkan aplasia tiroid.2

2.7 Penatalaksanaan
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah dan memberikan
hasil yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan dan
pengawasan yang ketat mengingat pentingnya masa depan anak, khususnya
perkembangan mentalnya. 1
Tujuan pengobatan adalah1
a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal dalam
waktu singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi, metabolisme otot
dan otot jantung yang sangat diperlukan pada masa awal kehidupan seperti
proses enzimatik di otak, perkembangan akson, dendrite, sel glia dan proses
mielinisasi neuron.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya otak

Medikamentosa
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid kongenital
ditegakkan. Orang tua pasin harus diberikan penjelasan mengenai kemungkinan
penyebab hipoiroid, pentingnya kepatuhan minum obat dan prognosisnya baik
jika terapi diberikan secara dini. Natrium L-tiroksin (sodium L-thyroxin)
merupakan obat yang tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital. Karena 80%
T3 dalam sirkulasi darah berasal dari monodeiodinasi dari T 4 maka dengan dosis
yang tepat kadar T4 dan T3 akan segera kembali normal. Dalam prakteknya
pemberian dosis inisial berkisar antara 25, 37,5 atau 50 g per hari. Tiroksin

16
sebaiknya tidak diberikan bersama-sama dengan protein kedele atau zat besi atau
makanan tinggi serat karena makanan ini akan mengikat T4 dan atau menghambat
penyerapannya.1, 2, 7
Dosis tiroksin
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan
disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar T 4.
Sebagai pedoman, dosis yang umum digunakan adalah :
0 – 3 bulan 10-15 g/kgbb/hari
3-6 bulan 8-10 g/kgbb/hari
6-12 bulan 6-8 g/kgbb/hari
1-3 tahun 4-6 g/kgbb/hari
3-10 tahun 3-4 g/kgbb/hari
10-15 tahun 2-4 g/kgbb/hari
15 tahun 2-3 g/kgbb/hari
Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan
direkomendasikan untuk diberikan dosis inisial sebesar 10-15 µg/kg/hari karena
lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH. Bayi-bayi dengan hipotiroidisme
berat ( kadar T4 sangat rendah, TSH sangat tinggi, dan hilangnya epifise femoral
distal dan tibia proksimal pada gambaran radiologi lutut) harus dimulai dengan
dosis 15 µg/kgBB/hari.1
Pemberian levotiroksin secara peroral. Tablet bisa dihancurkan dan dicampurkan
dengan air minum. Pemberian levotiroksin tidak boleh bersamaan dengan
pemberian susu kedelai, zat besi, dan kalsium. Levotiroksin bisa diberikan pagi
atau malam hari sebelum atau Bersama dengan makan asalkan diberikan dengan
cara dan waktu yang sama setiap harinya. Orang tua harus dijelaskan cara
pemberian levotiroksin dan pentingnya ketaatan minum obat.

Monitoring 1,7
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus dilakukan
pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi setiap
kasus bersifat individual.
Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:

17
Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan. Efek
samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura, percepatan
kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku.

Skrining 1
Di negara maju program skrining hipotiroid congenital pada neonatus
sudah dilakukan. Sedangkan untuk negar berkembang seperti Indonesia masih
menjadi kebijakan nasional. Tujuannya adalah untuk eradikasi retardasi retardasi
mental akibat hipotirod kogenital.
Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4 atau TSH yang dilakukan
pada kertas saring pada usia 3-4 hari. Bayi yang memiliki kadar TSH awal > 50
µU/mL memiliki kemungkinan sangat besar untuk menderita hipotiroid
kongenital permanen, sedangkan kadar TSH 20-49 µU/mL dapat menunujukkan
hipotiroid transien atau positif palsu.

2.8 Prognosis 1,2


Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiorid
kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya.
Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensinya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena. Tanpa pengobatan bayi
yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental. Bila pengobatan dimulai pada
usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program
skrinng di Quebec (AS) mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun sebesar
115, usia 18 bulan sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan
di usia 36 bulan didapatkan “hearing speech” dan “practical reasoning” lebih
rendah dari populasi control. Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat
dijumpai kelainan neurologis, antara lain gangguan koordinasi motorik kasar dan
halus, ataksia, tonus otot meningggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian
dan gangguan bicara. Tuli sensorineural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid
kongenital.

18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hipotiroid kongenital merupakan gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid
secara kongenital. Gejala klinis Hipotiroid kongenital tidak begitu jelas. Diagnosis
Hipotiroid kongenital ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan skrining. Skrining pada Hipotiroid
kongenital dilakukan pada minggu pertama bayi lahir, untuk mencegah
komplikasi lanjut.
3.2. Saran
Perlu deteksi dini kasus hipotiroid kongenital dan pemberian
penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental yang optimal bagi penderita hipotiroid kongenital

DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, Jose RL, dkk. Ganggguan Kelenjar Tiroid. Dalam : Buku Ajar
Endokrinologi Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2015. hal.205-
212.
2. La Franchi, Stephen. Hypothyroidism. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics 18th ed. Philadelphia:
Saunders, 2016.hal. 2319-25.

19
3. Sherwood, Lauralee. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem (Human Physiology: From Cells to Systems). Edisi 2. Jakarta: EGC,
2016. hal 644-651.
4. Schteingart, David E. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Price AS, Wilson
LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6, Volume
2. Jakarta: EGC, 2017. hal 1225-1234.
5. Larson, Cecilia A. Congenital Hypothyroidism. Dalam: Radovick, S, MD,
MacGilivray, MH, MD, editor. Pediatric Endocrinology : A Practical Clinical
Guide. New Jersey : Humana Press Inc. 20015.hal. 275-284.
6. Van vliet, G, Polak, M. Pediatric Endocrinology Fifth Edition volume 2.
Thyroid Disorders In Infancy. New York : Informa Healthcare USA Inc.
20016.hal. 392-8.
7. Jian, Vandana, dkk. Congenital Hypothyroidism. Di akses dari
www.newbornwhocc.org pada tanggal 11 Mei 20122 pukul 20.05 WIB.
8. Postellon DC, Bourgeouis MJ. Anatomy of Thyroid Gland.. Di akses dari
www.emedicine.medscape.com pada tanggal 20 Mei 2010 pukul 22.00 WIB.

20

Anda mungkin juga menyukai