Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

ILEUS

Penyusun:

Wan Nor Syazana binti Tun Mohd Salim 112018210

Pembimbing:

dr. Mira Fitriningsih, Sp.Rad

dr. Rosiana Anneke Sjahruddin, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 11 JANUARI-23 JANUARI 2021
BAB I

PENDAHULUAN

Ileus adalah suatu keadaan yang menghambat perjalanan isi usus melewati lumen usus
akibat kelumpuhan atau obstruksi pada lumen usus. Hal ini dapat menyebabkan akumulasi isi usus
proksimal ke lokasi penyumbatan. Berdasarkan jenisnya, ileus dibagi menjadi 2, yaitu ileus
obstruktif dan ileus paralitik. Gejala yang dapat muncul dari penyakit ini adalah nyeri abdomen,
konstipasi dan distensi abdomen, serta dapat diikuti oleh muntah yang berwarna kehijauan.1

Data statistik kejadian ileus paralitik masih belum jelas. Ini mungkin karena prognosis yang
lebih baik dibandingkan dengan ileus obstruksi. Namun, Pusat Statistik Kesehatan Nasional
Amerika Serikat 2003-2004 melaporkan 0,2% kasus ileus paralitik dalam 13 juta diagnosis. Ada
juga subjek ileus paralitik yang rentan, termasuk pasien yang menjalani operasi besar, karena ada
36% kasus yang ditemukan pada pasien yang menjalani operasi bypass jantung. Studi lain
melaporkan bahwa kekurangan cairan dalam korban kebakaran menyebabkan 9% dari kasus ileus
lumpuh pada 2.114 insiden kebakaran. Dapat disimpulkan bahwa ileus paralitik memiliki beberapa
penyebab, tetapi catatan yang lebih baik masih diperlukan tentang kemunculannya untuk
mengetahui penyebab dan epidemiologi ileus paralitik.2

Obstruksi pada neonatal terjadi pada 1/1.500 kelahiran hidup. Hasil penelitian Evans di
Amerika Serikat menunjukkan hasil ada sekitar 3.000 bayi/tahun yang dilahirkan dengan
obstruksi. Di Indonesia jumlahnya tidak jauh berbeda. Berdasarkan laporan rumah sakit di
kabupaten Cirebon pada tahun 2006, ileus obstruktif menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh
penyakit penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi 3,34%.3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi Usus

Usus Halus4

Usus halus adalah bagian terpanjang dari sistem pencernaan. Memanjang dari perut (pilorus) ke
usus besar (sekum) dan terdiri dari tiga bagian: duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum
memiliki bagian intraperitoneal dan retroperitoneal, sedangkan jejunum dan ileum seluruhnya
merupakan organ intraperitoneal.

a. Duodenum adalah bagian pertama dari usus kecil, meluas dari sfingter pilorik lambung,
membungkus di sekitar kepala pankreas dengan bentuk C dan berakhir pada fleksa
duodenojejunal. Melekat pada dinding perut posterior oleh ligamen duodenum (ligamen
Treitz). Duodenum memiliki empat bagian: superior (duodenal bulb / ampula), descending,
horizontal dan ascending.
b. Jejunum adalah bagian kedua dari usus kecil, dimulai pada fleksura duodenojejunal dan
ditemukan di kuadran kiri atas abdomen. Tidak ada batas yang jelas antara jejunum dan
ileum, tetapi ada beberapa perbedaan anatomi dan histologis yang membedakannya:
 Jejunum mewakili dua perlima proksimal dari jejunum-ileum kontinum
 Dinding jejunum lebih tebal dan lumennya lebih lebar daripada di ileum
 Jejunum berisi lipatan Kerckring yang lebih menonjol
c. Ileum adalah bagian terakhir dan terpanjang dari usus kecil. Ini ditemukan di kuadran kanan
bawah perut, meskipun ileum terminal dapat meluas ke rongga panggul. Ileum berakhir di
lubang ileum (persimpangan ileocecal) di mana sekum usus besar dimulai. Di persimpangan
ileocecal, lamina muscularis dari ileum menjorok ke dalam lumen cecum yang membentuk
struktur yang disebut lipatan ileocecal. Serat otot ini membentuk cincin otot dalam lipatan
yang disebut sfingter ileocecal yang mengontrol pengosongan konten ileum ke dalam usus
besar.
Usus Besar5

Usus besar merupakan bagian terakhir dari saluran pencernaan. Mencakup rongga perut
dan panggul, ia memiliki panjang sekitar 1,5 meter. Usus besar adalah tempat di mana tinja
terbentuk oleh penyerapan air dari isi usus yang lewat. Usus besar memanjang dari
persimpangan ileocecal ke anus. Sebagian besar usus besar terletak di dalam rongga perut,
dengan bagian terakhir berada di dalam rongga panggul. Beberapa bagian itu intraperitoneal
sementara yang lain retroperitoneal. Usus besar terdiri dari delapan bagian; sekum, apendiks,
kolon asendens, kolon transversum, kolon desendens, kolon sigmoid, rektum, dan kanal anal.
Enam pertama secara kolektif membentuk usus besar.

a. Sekum adalah bagian pertama dari usus besar, berbaring di fossa iliaka kanan perut. Sekum
berada di intraperitoneal dengan berbagai lipatan dan kantong di sekitarnya.
b. Apendiks vermiformis adalah kantung limfoid yang terletak di fossa iliaka kanan yang
muncul dari sekum. Dua bagian usus besar ini dihubungkan oleh meso-appendix. Apendiks
memiliki peran dalam pemeliharaan flora usus dan imunitas mukosa.
c. Kolon asenden berjalan melalui fossa iliaka kanan, dan daerah hypochondriac kanan. Ini
berakhir di fleksikus kolik kanan (hati). Kolon asendens banyak terlibat dalam reabsorpsi
cairan dan elektrolit, yang secara bertahap membentuk feses.
d. Kolon transversum adalah bagian utama kedua dari usus besar. Ini meluas di antara
kelenturan kolik kanan dan kiri (splenic), yang mencakup daerah hypochondriac kanan,
epigastrik dan hypochondriac kiri perut.
e. Kolon desendens memanjang antara fleksikus kolik kiri dan kolon sigmoid. Ia bergerak
melalui daerah hypochondriac kiri, sayap kiri dan fossa iliaka kiri. Selokan paracolic kiri
terletak di antara kolon desendens dan dinding perut lateral.
f. Kolon sigmoid berbentuk S bergerak dari fossa iliaka kiri hingga vertebra sakral ketiga
(persimpangan rectosigmoid). Bagian usus besar ini adalah intraperitoneal.
g. Rektum membentang antara persimpangan rektosigmoid dan saluran anus. Karakteristik
khas usus besar (taenia coli, haustra, pelengkap epiploik) berubah atau bahkan berakhir di
rektum. Peran rektum termasuk penyimpanan sementara feses dan buang air besar.
Gambar 1. Anatomi usus halus dan usus besar.

2.2 Ileus

Ileus adalah suatu keadaan yang menghambat perjalanan isi usus melewati lumen usus akibat
kelumpuhan atau obstruksi pada lumen usus. Hal ini dapat menyebabkan akumulasi isi usus
proksimal ke lokasi penyumbatan.1

2.2.1 Ileus Obstruktif6

Ileus obstruktif adalah obstruksi mekanik ditandai dengan penyumbatan usus (luminal, mural,
ekstramural), menghasilkan peningkatan kontraktilitas usus sebagai respon fisiologis untuk
meredakan halangan.

Klasifikasi

B. Klasifikasi
1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai ileum
terminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal
sampai rectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya,
antara lain :
1) Obstruksi sederhana ( simple obstruction) : obstruksi / sumbatan yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
2) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan
masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
3) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren.

Etiologi7
Berdasarkan lokasi obstruksi:
 Usus halus
Penyebab tersering adalah adesi yang terbentuk pada saat post-operasi. Adesi akan
membuat perlengketan dan akhirnya akan membentuk obstruksi. Etiologi lain, dapat
diakibatkan oleh kanker yang menyumbat atau hernia yang akhirnya menjepit segmen usus.
 Usus Besar
Penyebab tersering adalah adenokarsinoma, diikuti oleh diventrikulitis, volvulus,
hirschprung disease.

2.2.2 Ileus Paralitik

Ileus paralitik adalah suatu kondisi gangguan transportasi dari isi usus karena penurunan
aktivitas otot polos di usus kecil atau usus besar. Ileus bukan suatu penyakit primer, namun dapat
disebabkan pasca operasi, inflamasi, metabolisme, neurogenik, dan obat-diinduksi.

A. Etiologi7
Ileus paralitik dapat disebabkan oleh beberapa kondisi berikut:
 Obat-obatan: e.g. opioid
 Metabolik: e.g. gangguan elektrolit (hiponatremia)
 Sepsis: terutama disebabkan oleh bakteri gram-negatif
 Trauma abdomen
 Bedah abdomen
 Infark miokard / gagal jantung kongestif
 Trauma kepala / bedah otak
 Inflamasi intraabdomen / peritonitis
 Hematoma retroperitoneal
Penyebab ileus masih dianggap kompleks dan multifaktorial dimana melibatkan
inflamasi, inhibisi rekleks neural dan peptida dari neurohormon.

B. Ileus postoperatif vs. Ileus paralitik


Beberapa tingkatan dari ileus dianggap normal dan biasa didapatkan setelah tindakan
operatif, perbaikan secara konvensional / tanpa terapi tercatat sebagai berikut:
 Usus halus: 0-24 jam
 Lambung: 24-48 jam
 Usus Besar : 48-72 jam
Prolong ileus postoperatif (>72 jam) telah dikategorikan sebagai ileus paralitik oleh
beberapa ahli dan perlu dievaluasi lebih lanjut terhadap adanya obstruksi usus halus,
perforeasi usus, peritonitis dan abses intraabdomen. Perbaikan terhadap ileus postoperatif
dapat digambarkan secara klinis dan radiografik, dimana secara klinis dapat dinilai dari
asupan oral dan flatus.

2.3 Patofisiologi

Ileus diduga merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara aktivitas motorik simpatis dan
parasimpatis, menghasilkan atonia usus. Ileus obstruksi ataupun ileus paralitik memiliki gambaran
yang sama, yaitu kolaps pada distal dan dilatasi pada proksimal usus. Perbedaan dapat ditemukan
pada pemeriksaan auskultasi, dimana pada ileus obstruksi akan terdapat peningkatan peristaltik
sebagai mekanisme usus untuk mendorong keluar dan pada akhirnya terjadi kelemahan dan
akhirnya berhenti. Sedangkan pada ileus paralitik tidak memiliki gerakan peristaltik sejak awal,
sehingga ditemukan bising usus yang menurus atau bahkan hilang.

Dilatasi pada usus merupakan akumulasi dari gas dan cairan pada lumen usus, yang
mengakibatkan distensi abdomen. Distensi yang terjadi akan naik ke proksimal dan jika sudah
menyeluruh akan mengakibatkan iskemik sampai berujung kepada perforasi. Anatomi dinding dari
usus halus lebih tebal dan kuat dibandingkan dengan usus besar.

Hal ini dikarenakan pada usus besar memiliki fungsi utama sebagai tempat penyimpanan feses.
Maka dari itu ruptur sering kali terjadi pada usus besar dibandingkan dengan usus halus. Ceacum
merupakan bagian tertipis yang jika terjadi distensi berlebihan mengakibatkan perforasi yang akan
memperburuk keadaan pasien.8

2.4 Manifestasi Klinis9

Gambaran klinis obstruksi ileus atau usus tergantung pada lokasi usus yang terlibat. Obstruksi
usus halus atau letak tinggi (saluran lambung, duodenum) berhubungan dengan muntah bilious
yang persisten dan berlebihan, nyeri perut ringan, dan distensi abdomen minimal. Sedangkan pada
obstruksi usus besar (letak rendah) gejala muntah jarang terjadi pada, tetapi nyeri dan distensi lebih
sering terjadi. Kompetensi katup ileocecal penting dalam patofisiologi obstruksi kolon karena
katup yang kompeten mencegah dekompresi cairan dan gas ke dalam usus kecil, menghasilkan
obstruksi loop tertutup. Perkembangan nyeri yang terus menerus, terlokalisasi, dan intens
menunjukkan kemungkinan obstruksi strangulasi.

Pemeriksaan fisik abdomen merupakan suatu hal yang penting:

1. Inspeksi
Didapatkan pembesaran abdomen dan pada pasien kurus atau sedang dapat ditemukan
darm counter (kontur usus) dan darm steifung (gerakan usus). Selain itu kita juga dapat
menilai apakah adanya hernia ataupun massa pada abdomen.
2. Palpasi
Didapatkan distensi abdomen dan juga bertujuan ingin melihat apakah adanya defans
muscular atau massa di abdomen.
3. Perkusi
Didapatkan hipersonor.
4. Auskultasi
Didapatkan peningkatan bising usus pada obstruksi yang akan menghilang ketika berlanjut
ataupun pada ileus paralitik.
2.5 Radiologi10
1) Pemeriksaan foto polos

Ileus merupakan suatu keadaan kegawat darutan, maka dari itu perlu dikenali dengan
segera. Pemeriksaan awal dengan foto polos akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
ileus.

Pemeriksaan abdomen biasanya memerlukan beberapa posisi untuk menemukan kelainan


pada abdomen:

1. Posisi terlentang (Supine): Pada posisi ini sinar akan diarahkan secara ventrikal dengan
proyeksi AP, yang dapat dinilai pada posisi ini adalah:
 Dinding abdomen apakah terdapat preperitoneal fat line nampak atau menghilang.
 Psoas line baik atau menghilang.
 Kontur kedua ginjal dan apakah terdapat lesi radioopak atau tidak.
 Gambaran udara apakah distribusi dan sebarannya normal atau tidak.
2. Posisi berdiri, duduk, atau (Erect): Pada posisi ini sinar akan diarahkan secara horizontal
dengan proyeksi AP. Tujuannya adalah untuk menilai apakah terdapat gambaran udara bebas
di bawah diafragma.
3. Posisi terlentang menghadap ke kiri (Left lateral decubitus): Posisi ini sinar akan diarahkan
secara horizontal, tujuannya untuk menilai gambaran udara bebas antara hati dan dinding
abdomen.

Pemeriksaan radiografi ileus

1. Posisi supine didapatkan gambaran dilatasi usus pada proksimal sumbatan. Gambaran
Herring bone appearance, yang terjadi akibat gambungan dinding usus yang membentuk
seperti vertebra ikan dan muskulus yang berbentuk sirkuler yang membentuk kostanya.
2. Posisi Erect didapatkan gambaran air-fluid levels, gambaran air-fluid levels yang pendek
dan membentuk seperti anak tangga (stepladder sign) menandakan bahwa terjadi obstruksi
pada usus halus.
3. Posisi LLD jika didapatkan gambaran air-fluid levels, kemungkinan sudah terjadi perforasi
usus. Kemudian jika ditemukan air-fluid levels bentuk pendek menandakan terjadi pada
usus halus sedangkan jika ditemukan berbentuk panjang menandakan terjadi pada usus
besar. Selain air-fluid levels, juga dapat ditemukan gambaran udara bebas di infra
diafragma.

Ileus obstruksi letak tinggi

Jika terjadi obstruksi pada usus halus akan mengakibatkan dilatasi pada proksimal dan
kolaps pada distal dari sumbatan. Pada foto polos abdomen, dapat ditemukan gambaran stepladder
sign. Usus halus dikatakan mengalami dilatasi ketika didapatkan ukuran diameter usus lebih dari
3 cm.

Ciri yang dapat ditemuakan:

 Multiple air-fluid level dengan dilatasi usus yang terbatas pada sentral abdomen. Biasanya
berawal dari kiri atas.
 Semakin tinggi sumbatan semakin sedikit loop yang terlihat, begitupun sebaliknya.
 Lipatan sirkuler mukosa usus (valvula koniventes) membentuk gambaran coil spring
appearance.
 Tidak adanya udara di usus besar atau hanya ditemukan sedikit udara.

Gambar 2. Obstruksi Usus Kecil. Terlentang (kiri) menunjukkan beberapa loop melebar usus kecil di perut bagian
atas (panah merah). Usus kecil melebar secara tidak proporsional dibandingkan dengan usus besar yang kolaps.
Tidak ada udara di rectosigmoid (panah putih). Pandangan tegak (kanan) menunjukkan beberapa level cairan udara
dalam loop yang melebar dari obstruksi usus halus.
Ileus obstruksi letak rendah

Pada obstruksi usus besar akan memiliki gambaran dilatasi pada bagian perifer, berbeda
dengan dengan usus halus yang terdapat pada bagian sentral. Usus besar dikatakan mengalami
dilatasi jika diameter didapatkan lebih dari 6 cm dan sekum lebih dari 9 cm.

Ciri yang dapat ditemukan:

 Terdapat haustra marking, yang merupakan oleh dilatasi usus.


 Tidak adanya udara pada rectum dan sigmoid, atau bisa sedikit ditemukan.
 Tidak adanya udara pada ileus, jika katup ileosekal masih kompeten
 Didapatkan air-fluid levels yang panjang.
 Terkadang didapatkan massa yang menjadi penyebab obstruksi.

Gambar 3. Haustra marking pada ileus obstruksi letak rendah.

Ileus paralitik

Gambaran ileus paralitik/fungsional dapat dibagi menjadi 2, yaitu ileus lokalisata dan generalisata.

Ileus lokalisata
Ileus lokalisata sering kali menunjukan gambaran sentinel loops, yang merupakan segmen
pendek usus yang adinamik didekat proses inflamasi intra-abdomen. Tanda ini dapat membantu
untuk melokalisir sumber peradangan. Ileus lokalisata lebih sering mengenai usus halus
dibandingkan dengan usus besar.
Ciri yang dapat ditemukan:

 Sentinel loops.
 Dilatasi 1-2 loops usus yang selalu ada meskipun terjadi perpindahan posisi.
 Dilatasi usus yang > 3 cm, namun biasanya lebih kecil dibandingkan dengan obstruksi
 Bisa terdapat air-fluid level.
 Terdapat udara pada rectum dan sigmoid.

Gambaran ileus lokalisata dengan obstruksi usus letak tinggi sering kali tidak dapat dibedakan,
maka dari itu klinis, laboratorium, dan CT dapat digunakan untuk membedakan.

Gambar 4. Sentinel loop dari pankreatitis. Satu loop usus kecil yang dilatasi terus-menerus terlihat di kuadran kiri
atas (panah putih) pada radiografi telentang (A) dan (B) pada perut yang mewakili loop sentinel atau ileus lokal.
Ileus terlokalisasi disebut loop sentinel karena sering memberi sinyal adanya proses iritasi atau inflamasi yang
berdekatan.

Ileus generalisata

Ileus generalisata adalah aperistaltik atau hipoperistaltik pada seluruh usus. Udara yang
tertelan melebar, dan cairan mengisi sebagian besar loop usus besar dan kecil. Ileus adinamik
umum hampir selalu merupakan hasil dari operasi perut atau panggul, di mana usus dimanipulasi
selama operasi.

Ciri yang dapat ditemukan:

 Seluruh usus biasanya mengandung udara dan melebar; ini termasuk usus besar dan kecil.
Perut bisa melebar juga.
 Tidak adanya peristaltik dan berlanjutnya produksi sekresi usus biasanya menghasilkan
banyak tingkat cairan udara dalam usus.
 Karena ini bukan obstruksi mekanis, harus ada gas di rektum atau sigmoid. Tidak ada titik
transisi yang diidentifikasi pada CT abdomen.
 Bunyi usus sering tidak ada atau hipoaktif.

Gambar 5. Ileus generalisata, terlentang (A) dan tegak (B). Ada lingkaran dilatasi usus besar (panah putih solid)
dan kecil (panah putih putus-putus) dengan terdapat gas di rektum (panah hitam).

2) Colon in loop

Pemeriksann colon in loop merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan memasukan media
kontras (barium sulfat) ke dalam colon pasien. Studi kontras sangat membantu dalam membedakan
antara obstruksi dan ileus, mengidentifikasi tempat obstruksi, dan membedakan antara obstruksi
parsial dan lengkap. Jika obstruksi kolon telah dikesampingkan atau dianggap sangat tidak
mungkin, barium sulfat dapat diberikan secara oral untuk studi kontras antegrade karena sekresi
bersih dalam lumen usus menjaga barium dalam larutan. Zat kontras yang larut dalam air seperti
diatrizoat meglumine (Gastrografin) biasanya terdilusi (karena jumlah besar cairan yang ada dalam
usus yang tersumbat) dan mencegah definisi obstruksi distal. Jika dicurigai adanya obstruksi
kolon, Gastrografin atau barium enema harus dilakukan sebagai tes pertama. Perawatan diambil
untuk menghindari mendapatkan sejumlah besar barium di atas obstruksi, yang dapat menjadi
inspirasi karena penyerapan cairan bersih dalam usus besar, dan yang dapat dihapus hanya pada
saat operasi.
3) CT-Scan

Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding
usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras
ke dalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.

1. Obstruksi letak tinggi


 Dilatasi usus kecil yang berisi cairan (berdiameter 2,5 cm) proksimal dari titik obstruksi.
 Identifikasi titik transisi, di mana kaliber usus berubah dari normal menjadi dilatasi, yang
menunjukkan lokasi obstruksi. Dengan tidak adanya identifikasi massa atau penyebab
obstruktif lainnya pada titik transisi, penyebabnya hampir pasti adalah adhesi.
 Kolapsnya usus kecil dan atau usus besar distal dari titik obstruksi.
 Small bowel feces sign. Proksimal dari obstruksi dapat terkumpul puing-puing usus dan
cairan dapat menumpuk, menghasilkan penampilan bahan tinja di usus kecil.
 Close-loop obstruksi, terjadi ketika dua titik dari loop usus yang sama terhambat pada satu
lokasi yang sama. Loop tertutup biasanya tetap melebar dan dapat membentuk struktur
berbentuk U atau C.
 Strangulasi, pembuluh darah yang tertekan dapat diidentifikasi dengan penebalan
melingkar dinding usus dengan (sering) tidak adanya peningkatan warna dinding setelah
pemberian kontras intravena. Mungkin ada edema terkait mesenterium dan asites.

2. Obstruksi letak rendah


 CT diperoleh untuk mengidentifikasi penyebab obstruksi, menilai udara bebas
intraperitoneal, dan mengidentifikasi penyakit terkait, seperti metastasis ke hati atau
kelenjar getah bening, jika obstruksi dihasilkan oleh keganasan.
 Usus besar melebar dari titik obstruksi, kemudian normal pada kaliber distal dari lesi yang
menghalangi.
 Titik obstruksi, seringkali karsinoma, biasanya dapat ditemukan pada CT sebagai massa
jaringan lunak. Hernia yang berisi usus besar juga mudah diidentifikasi pada C.
 Volvulus usus besar adalah jenis obstruksi usus besar yang menghasilkan gambaran yang
mencolok dan khas (coffe bean sign).

2.6 Tatalakasana

Pada kasus ileus, untuk tatalaksana umumny bisa dilakukan pemasangan NGT, untuk
mencegah terjadinya perforasi. Setelah itu pasien dipuasakan dan diberikan resusitasi dan
elektrolit. Pemberian antibiotik juga disarankan untuk melindungi terhadap organisme gram
negatif dan anaerob.

Selanjutnya jika terdapat tanda peritonitis, perforasi ataupun setelah observasi selama 72
jam tidak terdapat perbaikan dapat dilakukan laparoskopi. Pada ileus letak tinggi, dapat
menggunakan media kontral oral larut air, namun jika tidak ada perbaikan dalam 72 jam atau pun
terdapat strangulasi dapat dilakukan laparoskopi.

2.7 Komplikasi

Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan
perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.11

2.8 Prognosis

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti usia, etiologi, tempat dan
lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap
penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan
mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus. 11
BAB III

PENUTUP

Ileus adalah suatu keadaan yang menghambat perjalanan isi usus melewati lumen usus
akibat kelumpuhan atau obstruksi pada lumen usus. Hal ini dapat menyebabkan akumulasi isi usus
proksimal ke lokasi penyumbatan. Berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi obstruksi dan
paralitik. Gejala yang paling sering didapatkan adalah nyeri abdomen dapat disertai dengan
distensi abdomen, dan muntah bilier. Pemeriksaan fisik penting dalam membedakan penyebab
terjadinya ileus.

Pemeriksaan radiologi dapat berperan penting dalam membantu menegakan diagnosis


ileus. Hasil yang dapat ditemukan mulai dari tidak adanya udara pada rektum yang menandakan
adanya obstruksi, dan gambaran khas yang dapat ditemui dalam membedakan letak obstruksi.
Selain dari radiologi, dapat dilakukan colon in loop yang sangat berguna dalam mendiagnosis
obstruksi letak rendah.

CT-scan memiliki sensivitas yang sangat tinggi untuk mendiagnosis adanya obstruksi pada
usus. Dengan didapatkannya dilatasi dari usus dan titik point transisi dari dilatasi proksimal dan
kolaps pada distal sumbatan.

Tatalaksana umum untuk kegawat daruratan ileus adalah dekompresi untuk mencegah
terjadinya perforasi pada usus. Selanjutnya tindakan laparoskopi adalah terapi terbaik dalam
mengatasi ileus.
Daftar Pustaka

1. Smith DA, Kashyap S, Nehring SM. Bowel obstruction. StatPearls Publishing [seriel
online] 2020 Aug 10 [cited 2021 Jan 14]. Available from URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441975/
2. Pridanta IPS, Kholili U, Nusi IA, Setiawan PB, Purbayu H, Sugihartono T, et al. Recent
pathophysiology and therapy for paralytic ileus. In Proceedings of Surabaya International
Physiology Seminar (SIPS 2017), pages 477-481.
3. Kemenkes RI 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Available from URL:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2018.pdf
4. Lopez PP, Gogna S, Khorasani-Zadeh A. Anatomy, abdomen and pelvis, duodenum.
StatPearls Publishing [seriel online] 2020 Aug 15 [cited 2021 Jan 14]. Available from
URL: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482390/
5. Azzouz LA, Sharma S. Physiology, large intestine. StatPearls Publishing [seriel online]
2020 July 27 [cited 2021 Jan 15]. Available from URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507857/
6. Shivakumar CR, Shoeb MFR, Reddy AP, Patil S. A clinical study of etiology and
management of acute intestinal obstruction. International Surgery Journal 2018 Sep; 5(9):
3072-7.
7. Schick MA, Kashyap S, Meseeha M. Small bowel obstruction. StatPearls Publishing
[seriel online] 2020 Nov 20 [cited 2021 Jan 15]. Available from URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448079/
8. Middlemiss JH. Radiological diagnosis of intestinal obstruction by means of direct
radiography. The British Institute of Radiology 2014 Jan 28; 22(253).
9. Sinicrope FA. Ileus and bowel obstruction. In: Kufe DW, Pollock RE, Weichselbaum
RR, et al., editors. Holland-Frei Cancer Medicine. 6th edition. Hamilton (ON): BC
Decker; 2003.
10. Herring W. Learning radiology: recognizing the basic. 3 rd ed. United States of America:
Elsevier; 2017.
11. Warsinggih. Peritonitis, ileus paralitik dan ileus obstruktif. FK Hasanudin. Makasar.
2014.

Anda mungkin juga menyukai