Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS TN.

I DENGAN
DIAGNOSA MEDIS ILEUS OBSTRUKTIF PARSIAL FASE PARALITIK EC
CA RECTL 1/3 DISTAL

Diajukan untuk memenuhi tugas Praktik Belajar Lapangan Keperawatan Medikal


Bedah II

Disusun oleh :

Awaliah Septiani Pratiwi (102018015)

Devi Nurlianti (102018017)

Hafil Faturrahaman (102018014)

Riri Mita Wulandari (102017024)

Salwa Agri Nur Syamsyiah (102018013)

PROGRAM STUDI VOKASI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKTIF

A. Konsep Dasar Medis

1. Anatomi fisiologi

a. Anatomi

Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus
sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga
abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah
garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus
dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum.

Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum. Pemisahan


duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz yaitu suatu pita
muskulo fibrosa yang berperan sebagai Ligamentum Suspensorium (penggantung).
Sekitar 2/5 dari usus halus adalah jejunum, Jejunum terletak diregio mid
abdominalis sinistra dan ileum terletak di regio mid abdominalis dextra sebelah
bawah. Tiga  perlima bagian akhir adalah ileum. Masuknya kimus kedalam usus
halus diatur oleh spingther pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna
kedalam usus besar yang diatur oleh katup ileus sekal. Katup illeus sekal juga
mencegah terjadinya refluk dari usus besar ke dalam usus halus. Apendik
fermivormis yang berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari kelingking
terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks sekum.

Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk oleh
peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang yang
terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum. Omentum
memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu mesenterium yang merupakan
lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung jejenum dan ileum
dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan
leluasa.  Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung
dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan visera abdomen.
Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu
melindungi peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan
peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian atas duodenum
menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan
ligamentum hepatoduodenale .
            Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut
longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler.
Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan
submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal
serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang berfungsi sebagai
absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler yang
disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam
lumen sekitar tiga sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan
mukosa seperti jari-jari yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di
sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan
tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm pada permukaan
luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-menambah
luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.b.      Fisiologi

            Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan  dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan makanan
menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran
gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja
ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk.
Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas
yang menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Mucus memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari
hati membantu proses pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas.

Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat, lemak dan


protein melalui dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan
oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorbsi air, elektrolit dan vitamin. Walaupun
banyak zat yang diabsorbsi disepanjang usus halus namun terdapat tempat tempat
absorbsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula, asam amino dan lemak
hampir selesai pada saat kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium
sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan jejunum. Dan absorbsi kalium
memerlukan vitamin D, larut dalam lemak (A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum
dengan bantuan garan-garam empedu. Sebagian besar vitamin yang larut dalam air
diabsorbsi dalam usus halus bagian atas. Absorbsi vitamin B12 berlangsung dalam
ileum terminalis melalui mekanisme transport usus yang membutuhkan factor
intrinsic lambung. Sebagian asam empedu yang dikeluarkan kantung empedu
kedalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak akan di reabsorbsi dalam
ileum terminalis dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi
entero hepatic garam empedu, dan sangat penting untuk mempertahankan
cadangan empedu.(Sabara, 2007)

2. Definisi

a.       Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi


usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).

b.      Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana

 merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007).

c.       Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya


aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2005).

d.      Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh
adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di
lumen usus.

3.      Etiologi

a.       Adhesi (perlekatan usus halus)  merupakan  penyebab  tersering  ileus 


obstruktif,  sekitar 50-70%  dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat
operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal.
Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang
mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.

b.      Hernia  inkarserata  eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional,  atau 


parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif,
dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat
operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan
hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.

c.       Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi


intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.

d.      Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian


usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.

e.       Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi


akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.

f.       Volvulus sering  disebabkan oleh  adhesi  atau  kelainan  kongenital, seperti 


malrotasi  usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.

g.      Batu   empedu   yang    masuk   ke  ileus.  Inflamasi   yang   berat     dari  
kantong   empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus
halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu
empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.

h.      Striktur yang  sekunder yang berhubungan dengan  iskhemia, inflamasi, 


terapi radiasi, atau trauma operasi.
i.        Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.

j.        Benda asing, seperti bezoar.

k.      Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau


hernia Littre.

l.        Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum


distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium

4.      Insiden

       Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
obstruksi

Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus obstruksi setiap


tahunnya

Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia
yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank
data Departemen Kesehatan Indonesia.

5.      Jenis – jenis Obstruksi

Terdapat 2 jenis obstruksi :

a.       Obstruksi paralitik (ileus paralitik)

Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai
darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai
3 hari.

b.      Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena
lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan
cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi)
sehingga menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik
yang berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian jaringan
dan menyebabkan gangren dinding usus.

6.      Patofisiologi

Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi
sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini  menjadi tempat perkembangan
bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan).
Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.
Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal.
Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di
usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan
volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan
kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena
mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga
aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada
usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin  sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais
akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis
dan peritonitis.

Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan
peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif
yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan
syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan
pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan
asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan
otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran
natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang
sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi
HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)

Pathway
7.      Manifestasi Klinik

a.       Mekanik sederhana – usus halus atas


Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b.      Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat,
nyeri tekan abdomen.
c.       Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan
abdomen.
d.      Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e.       Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir,
distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri
tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau
berdarah atau mengandung darah samar. (Price &Wilson, 2007)
  Gejala  ileus  obstruktif  tersebut  bervariasi  tergantung  kepada  (Winslet,2002;
Sabiston,1995).
1.      Lokasi obstruksi
2.      Lamanya obstruksi
3.      Penyebabnya
4.      Ada atau tidaknya iskemia usus

8.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b.      Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan
sigmoid yang tertutup.
c.       Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan
peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
d.      Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
9. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a.       Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b.      Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
c.       Operatif          
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan
operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi
maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam
cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1)      Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari
jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2)      Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3)      Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4)      Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif  bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. 

10.  Komplikasi
a.       Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi
selalu lama pada organ intra abdomen.
b.      Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
c.       Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
d.      Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena
absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra abdomen.
e.       Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
f.       Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit
pada usus.
g.      Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 )

B. Konsep Dasar Keperawatan

PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien

2)   Keluhan utama pasien


Nyeri pada daerah luka post operasi.
3)      Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 Wita dan langsung dilakukan
operasi cyto jam 21.00 Wita. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien mengeluh
nyeri pada daerah luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-tusuk, nyeri
terasa sampai ke samping kiri/ kanan perut nyeri lebih terasa apabila klien
melakukan pernafasan perut. Nyeri ilang apabila klien tenang dan tidak merasa
tegang pada daerah perut. Intensitas nyeri ± 3 – 5 menit.

4)      Riwayat penyakit dahulu.


Klien pernah menderita penyakit yang sama dengan riwayat operasi 2 kali yaitu
pada tahun 2001 di RSUD Ulin, 2002 di RS Islam dan yang terakhir di RSUD
Ulin, tidak ada riwayat hypertensi, penyakit menular ataupun keganasan.

5)     Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada diantara anggota keluarga yang mengalami sakit seperti klien, tidak ada
diantara keluarga yang mempunyai riwayat hypertensi, penyakit menular atau
keganasan.

  Diagnostik Test
1)      Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal   dari gas dan
cairan dalam usus.
2)      Pemeriksaan simtologi
3)      Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4)      Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5)      Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl-  rendah
6)      Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7)      Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia).
8)      Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.

Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi


1.      Inspeksi
Dapat  ditemukan  tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan  turgor  kulit  maupun  mulut  dan  lidah  kering.  Pada  abdomen
harus  dilihat  adanya distensi, parut abdomen,  hernia dan massa abdomen.
Terkadang  dapat  dilihat  gerakan  peristaltik  usus  (Gambar  2.4)  yang  bisa
bekorelasi  dengan  mulainya  nyeri  kolik  yang  disertai  mual  dan 
muntah. Penderita  tampak  gelisah  dan  menggeliat  sewaktu  serangan 
kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2.      Palpasi
Pada  palpasi  bertujuan  mencari  adanya  tanda  iritasi  peritoneum
apapun  atau  nyeri  tekan,  yang  mencakup  ‘defance  musculair’  involunter
atau  rebound  dan  pembengkakan  atau  massa  yang  abnormal 
(Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
3.      Auskultasi
Pada  ileus  obstruktif  pada  auskultasi  terdengar  kehadiran  episodik
gemerincing  logam  bernada  tinggi  dan  gelora  (rush’)  diantara  masa
tenang.  Tetapi setelah  beberapa  hari   dalam  perjalanan  penyakit dan usus
di  atas  telah  berdilatasi,  maka  aktivitas  peristaltik  (sehingga  juga  bising
usus)  bisa  tidak  ada  atau  menurun  parah.  Tidak  adanya  nyeri  usus  bisa
juga  ditemukan  dalam  ileus  paralitikus  atau  ileus  obstruksi  strangulata
(Sabiston, 1995).
 Bagian  akhir  yang  diharuskan  dari  pemeriksaan  adalah  pemeriksaan 
rektum
dan  pelvis.  Ia  bisa  membangkitkan  penemuan  massa  atau  tumor  serta 
tidak
adanya  feses  di  dalam  kubah  rektum  menggambarkan  ileus  obstruktif 
usus
halus.  Jika  darah  makroskopik  atau  feses  postif  banyak  ditemukan  di 
dalam
rektum,  maka  sangat  mungkin  bahwa  ileus  obstruktif  didasarkan  atas  lesi
intrinsik  di  dalam  usus  (Sabiston,  1995).  Apabila  isi  rektum  menyemprot;
penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan
adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
c.       Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
d.      Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
e.       Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f.       Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Perencanaan Keperawatan
a.       Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan
adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat
dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler
baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan
tepat.
        Kriteria hasil:
1.      Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80
mmHg)
2.      Intake dan output cairan seimbang
3.      Turgor kulit elastic
4.      Mukosa lembab
5.      Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L,
Cl: 94-111 mmol/L).

Intervensi Rasional
1.  Kaji kebutuhan cairan pasien 1.  Mengetahui kebutuhan cairan
pasien.

2.  Observasi tanda-tanda vital: N, 2.  Perubahan yang drastis pada


TD, P, S tanda-tanda vital merupakan
indikasi kekurangan cairan.

3.  Observasi tingkat kesadaran dan 3.  kekurangan cairan dan elektrolit
tanda-tanda syok dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok.

4.  Observasi bising usus pasien 4.  Menilai fungsi usus


tiap 1-2 jam
5.  Monitor intake dan output 5.  Menilai  keseimbangan cairan
secara ketat
6.  Pantau hasil laboratorium serum 6.  Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit, hematokrit elektrolit
7.  Beri penjelasan kepada pasien 7.  Meningkatkan  pengetahuan pasien
dan keluarga tentang tindakan dan keluarga serta kerjasama antara
Intervensi Rasional
yang dilakukan: pemasangan perawat-pasien-keluarga.
NGT dan puasa.
8.  Kolaborasi dengan medik untuk 8.  Memenuhi  kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi


nutrisi.
Tujuan :
 Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
         Kriteria hasil :
1.      Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.       
2.      Berat badan stabil.
3.      Pasien tidak mengalami mual muntah. 

Intervensi Rasional
1.  Tinjau faktor-faktor individual 1.    Mempengaruhi pilihan
yang mempengaruhi intervensi.
kemampuan untuk mencerna
makanan, mis: status puasa,
mual, ileus paralitik setelah
selang dilepas. 2.     Menentukan kembalinya
2.     Auskultasi bising usus; peristaltik ( biasanya dalam 2-4
palpasi   abdomen; catat pasase hari ).
flatus. 3.     Meningkatkan kerjasama
3.  Identifikasi kesukaan / pasien dengan aturan diet.
ketidaksukaan diet dari pasien. Protein/vitamin C adalah
Anjurkan pilihan makanan kontributor utuma untuk
tinggi protein dan vitamin C. pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4.     Sindrom malabsorbsi dapat
terjadi setelah pembedahan usus
4.  Observasi terhadap terjadinya halus, memerlukan evaluasi
diare; makanan bau busuk dan  lanjut dan perubahan diet, mis:
berminyak. diet rendah serat.
Intervensi Rasional
5.     Mencegah muntah.
Menetralkan atau menurunkan
5.  Kolaborasi dalam pemberian pembentukan asam untuk
obat-obatan sesuai indikasi: mencegah erosi mukosa dan
Antimetik, mis: proklorperazin kemungkinan ulserasi.
(Compazine). Antasida dan
inhibitor histamin, mis:
simetidin (tagamet).

c.       Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
pola nafas menjadi efektif
         Kriteria hasil :
pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-
20x/menit

Intervensi Rasional
1.  Observasi TTV: P, TD, N,S 1.      Perubahan pada pola nafas
akibat adanya distensi abdomen
dapat mempengaruhi
peningkatan hasil TTV.

2.  Kaji status pernafasan: pola, 2.      Adanya distensi pada


frekuensi, kedalaman abdomen dapat menyebabkan
perubahan pola nafas.
3.  Kaji bising usus pasien 3.      Berkurangnya/hilangnya
bising usus menyebabkan terjadi
distensi abdomen sehingga
mempengaruhi pola nafas.
4.  Tinggikan kepala tempat tidur 4.      Mengurangi penekanan pada
40-60 derajat paru akibat distensi abdomen.
5.  Observasi adanya tanda-tanda 5.      Perubahan pola nafas akibat
hipoksia jaringan perifer: adanya distensi abdomen dapat
cianosis menyebabkan oksigenasi perifer
terganggu yang dimanifestasikan
dengan adanya cianosis.
Intervensi Rasional
6.      Mendeteksi adanya asidosis
6.  Monitor hasil AGD respiratorik.
7.      Meningkatkan pengetahuan
7.  Berikan penjelasan kepada dan kerjasama dengan keluarga
keluarga pasien tentang pasien.
penyebab terjadinya distensi
abdomen yang dialami oleh
pasien 8.      Memenuhi kebutuhan
8.  Laksanakan program medic oksigenasi pasien
pemberian terapi oksigen

d.      Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi


motilitas usus.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi kembali
normal.
         Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU
normal: 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi Rasional
1.  Kaji dan catat frekuensi, warna 1. Mengetahui  ada atau tidaknya
dan konsistensi feces kelainan yang terjadi pada
eliminasi fekal.
2.  Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau
tidaknya pergerakan usus.

3.  Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan


perbaikan fungsi usus.
4.  Kaji adanya distensi abdomen 4. Gangguan motilitas usus dapat
menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga
terjadi distensi abdomen.
5.  Berikan penjelasan kepada 5. Meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga penyebab pasien dan keluarga serta untuk
terjadinya gangguan dalam meningkatkan kerjasana antara
Intervensi Rasional
BAB perawat-pasien dan keluarga.
6. Membantu dalam pemenuhan
6.  Kolaborasi dalam pemberian kebutuhan eliminasi
terapi pencahar (Laxatif)

e.  Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
rasa nyeri teratasi atau terkontrol

         Kriteria hasil:
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri
pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi Rasional
1.      Observasi TTV: N, TD, HR, P 1.      Nyeri hebat yang dirasakan
tiap shif pasien akibat adanya distensi
abdomen dapat menyebabkan
peningkatan hasih TTV.
2.      Kaji keluhan nyeri, karakteristik 2.      Mengetahui kekuatan nyeri yang
dan skala nyeri yang dirasakan dirasakan pasien dan menentukan
pesien sehubungan dengan adanya tindakan selanjutnya guna
distensi abdomen mengatasi nyeri.
3.      Berikan posisi yang nyaman: 3.      Posisi yang nyaman dapat
posisi semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4.      Ajarkan dan anjurkan tehnik 4.      Relaksasi dapat mengurangi rasa
relaksasi tarik nafas dalam saat nyeri
merasa nyeri
5.      Anjurkan pasien untuk 5.      Mengurangi nyeri yang
menggunakan tehnik pengalihan dirasakan pasien.
saat merasa nyeri hebat.
6.      Kolaborasi dengan medic untuk 6.      Analgetik dapat mengurangi rasa
terapi analgetik nyeri

f.       Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:
Kecemasan teratasi.
         Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi Rasional
1.      Observasi adanya 1.      Rasa cemas yang dirasakan
peningkatan kecemasan: wajah pasien dapat terlihat dalam
tegang, gelisah ekspresi wajah dan tingkah
laku.
2.      Kaji adanya rasa cemas yang 2.      Mengetahui  tingkat
dirasakan pasien kecemasan pasien.
3.      Berikan penjelasan kepada 3.      Dengan mengetahui tindakan
pasien dan keluarga tentang yang akan dilakukan akan
tindakan yang akan dilakukan mengurangi tingkat kecemasan
sehubungan dengan keadaan pasien dan meningkatkan
penyakit pasien kerjasama
4.      Berikan kesempatan pada 4.      Dengan mengungkapkan
pasien untuk mengungkapkan kecemasan akan mengurangi
rasa takut atau kecemasan yang rasa takut/cemas pasien
dirasakan
5.      Pertahankan lingkungan yang 5.      Lingkungan yang tenang dan
tenang dan tanpa stres. nyaman dapat mengurangi
stress pasien berhadapan
dengan penyakitnya
6.      Dorong dukungan keluarga 6.      Support system dapat
dan orang terdekat untuk mengurani rasa cemas dan
memberikan support kepada menguatkan pasien dalam
pasien memerima keadaan sakitnya.

4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan
1.      Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang
2.      Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit
3.      Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan
ketetapan jumlah dan konsistensi
4.      Mendapat nutrisi yang optimal
5.      Tidak adanya depresi pernafasan
6.      Tidur/istirahat tidak ada gangguan
7.      Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal
8.      Menunjukkan rileks dan tidak cemas
9.      Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya

LAPORAN PENDAHULUAN TINDAKAN KEPERAWATAN KOLOSTOMI

1. Pengertian
Colostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan
antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini
dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer
Schrock, MD, 1983). Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen,
1991). Colostomi dapat berupa secostomy, colostomy transversum,
colostomy sigmoid, sedangkan colon accendens dan descendens sangat
jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian
tersebut terfixir retroperitoneal. Colostomy pada bayi dan anak hampir
selalu merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa
merupakan keadaan yang pathologis. Colostomy pada bayi dan anak
biasanya bersifat sementara.
2. Jenis-jenis Kolostomi
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga
jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien.
Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun sementara. Kolostomi
Permanen Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila
pasien sudah tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena
adanya keganasan, perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau
rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi
permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung
lubang). Kolostomi temporer/ sementara Pembuatan kolostomi biasanya
untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feses sementara
dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen
ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang
yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.
Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa
kemerahan yang disebut STOMA. Pada minggu pertama post kolostomi
biasanya masih terjadi pembengkakan sehingga stoma tampak membesar.
Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan
laparotomi (pembukaan dinding abdomen). Luka laparotomi sangat
beresiko mengalami infeksi karena letaknya bersebelahan dengan lubang
stoma yang kemungkinan banyak mengeluarkan feses yang dapat
mengkontaminasi luka laparotomi, perawat harus selalu memonitor
kondisi luka dan segera merawat luka dan mengganti balutan jika balutan
terkontaminasi feses. Perawat harus segera mengganti kantong kolostomi
jika kantong kolostomi telah terisi feses atau jika kontong kolostomi bocor
dan feses cair mengotori abdomen. Perawat juga harus mempertahankan
kulit pasien disekitar stoma tetap kering, hal ini penting untuk
menghindari terjadinya iritasi pada kulit dan untuk kenyamanan pasien.
Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera diberi zink salep
atau konsultasi pada dokter ahli jika pasien alergi terhadap perekat
kantong kolostomi. Pada pasien yang alergi tersebut mungkin perlu
dipikirkan untuk memodifikasi kantong kolostomi agar kulit pasien tidak
teriritasi.
3. Indikasi
Indikasi colostomy yang permanent. Pada penyakit usus yang ganas
seperti carsinoma pada usus. Kondisi infeksi tertentu pada colon: Trauma
kolon dan sigmoid Diversi pada anus malformasi Diversi pada penyakit
Hirschsprung Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal
4. Komplikasi
Prolaps, merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari
permukaan kulit. Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan: Penonjolan seluruh
dinding colon termasuk peritonium kadangkadang sampat loop ilium.
Adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang mengalami penonjolan.
Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor peristaltik usus meningkat,
fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra
abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta
kemungkinan omentum yang pendek dan tipis. lritasi Kulit Hal ini
terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar
mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena
cara membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak
tahan akan plaster. Diare Makin ke proksimal colostominya makin encer
feces yang keluar. Pada sigmoid biasanya normal. Stenosis Stoma
Kontraktur lumen terjadi penyempitan dari celahnya yang akan
mengganggu pasase normal feses. Eviserasi Dinding stoma terlepas dari
dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar melalui celah.
Obstruksi/ penyumbatan Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya
perlengketan usus atau adanya pengerasan feses yang sulit dikeluarkan.
Untuk menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan irigasi
kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan kolostomi permanen
tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat melakukannya
sendiri di kamar mandi. Infeksi Kontaminasi feses merupakan factor yang
paling sering menjadi penyebab terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma.
Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan dan
tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolstomi
sangat bermakna untuk mencegah infeksi. Retraksi stoma/ mengkerut
Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu
sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar
stoma yang mengalami pengkerutan. Prolaps pada stoma Terjadi karena
kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma
yang kurang adekuat pada saat pembedahan. Stenosis Penyempitan dari
lumen stoma. Perdarahan stoma Hernia Paracolostomy Pendarahan Stoma
lnfeksi luka operasi Retraksi : karena fixasi yang kurang sempurna Sepsis
dan kematian Untuk mencegah komplikasi, diperlukan colostomi dengan
teknik benar serta perawatan pasca bedah yang baik, selain itu pre-operatif
yang memadai.
5. Ruang Lingkup
Lesi/ kelainan sepanjang kolon sampai ke rektum. Dalam kaitan
penegakan diagnosis dan pengobatan lebih lanjut diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait: patologi anatomi dan radiologi.
6. Kontra indikasi Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan
tindakan operasi.
7. Diagnosis Banding
Karsinoma kolon dan rektum Inflamatory bawel disease Infeksi
granulamator kolon dan rektum: TBC, amubana
8. Pemeriksaan Penunjang
polos abdomen 3 posisi Colon inloop Colonoscopy USG abdomen
9. Pendidikan pada Pasien/ Keluarga
Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai penjelasan baik
sebelum maupun setelah operasi, terutama tentang perawatan kolostomi
bagi pasien yang harus menggunakan kolostomi permanen. Berbagai hal
yang harus diajarkan pada pasien/ keluarga adalah: Teknik penggantian/
pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar. Teknik perawatan
stoma dan kulit sekitar stoma. Waktu penggantian kantong kolostomi.
Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien. Jadwal makan atau
pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan. Pengeluaran feses
agar tidak mengganggu aktifitas pasien. Berbagai jenis makanan bergizi
yang harus dikonsumsi. Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh pasien. Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera
pada dokter ( jika pasien sudah dirawat dirumah). Berobat/ control ke
dokter secara teratur. Makanan yang tinggi serat.
10. Teknik Operasi Secara singkat teknik operasi kolostomi dapat dijelaskan
sebagai berikut. Setelah penderita diberi narkose dengan endotracheal
tube, penderita dalam posisi terlentang. Desinfeksi lapangan pembedahan
dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan linen steril.
Dibuat insisi tranversal setinggi pertengahan antara arcus costa dan
umbilikus kanan maupun kiri. Dibuka lapis demi lapis sehingga
peritoneum kemudian dilakukan identifikasi kolon tranversum. Kemudian
kolon dikeluarkan ke dinding abdomen dan dilakukan penjahitan ”spur”
3–4 jahitan dengan benang sutera 3/0 sehingga membentuk double loop.
Kemudian usus dijahit ke peritonium fascia dan kulit sehingga kedap air
( water tied ). Selanjutnya usus dibuka transversal dan dijahit ke kulit
kemudian tepi luka diberi vaselin.
ASUHAN KEPERAWATAN KOLOSTOMI
1. Pengkajian
a. Keadaan stoma : Warna stoma (normal warna kemerahan). Tanda-
tanda perdarahan (perdarahan luka operasi). Tanda-tanda peradangan
(tumor, rubor, color, dolor, fungsi laese). Posisi stoma.
b. Apakah ada perubahan eliminasi tinja : Konsistensi, bau, warna feces.
Apakah ada konstipasi / diare ? Apakah feces tertampung dengan baik ?
Apakah pasien/ keluarga dapat mengurus feces sendiri ?
c. Apakah ada gangguan rasa nyeri : Keluhan nyeri ada/ tidak. Hal-hal
yang menyebabkan nyeri. Kualitas nyeri. Kapan nyeri timbul (terus
menerus / berulang). Apakah pasien gelisah atau tidak.
d. Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi Tidur nyenyak/ tidak.
Apakah stoma mengganggu tidur/tidak. Adakah faktor lingkungan
mempersulit tidur. Adakah faktor psikologis mempersulit tidur ?
e. Bagaimana konsep diri pasien ?
f. Bagaimana persepsi pasien terhadap: identitas diri, harga diri, ideal diri,
gambaran diri, & peran.
g. Apakah ada gangguan nutrisi : Bagaimana nafsu makan klien. BB
normal atau tidak. Bagaimana kebiasaan makan pasien. Makanan yang
menyebabkan diare. Makanan yang menyebabkan konstipasi.
h. Apakah pasien seorang yang terbuka ? Maukah pasien mengungkapkan
masalahnya. Dapatkah pasien beradaptasi dgn lingkungan setelah tahu
bagian tubuhnya diangkat. Prioritas Perawatan Ditujukan Kepada:
Pengkajian mengenai penyesuaian psikologis. Pencegahan terhadap
komplikasi. Pemberian dukungan untuk rnerawat anak. Menyediakan
informasi bagi keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Potensial terjadinya gangguan eliminasi tinja (konstipasi atau diare) b.d
kemungkinan diet yang tidak seimbang yang ditandai, dengan ….
2. Potensial gangguan nutrisi b.d ketidaktahuan terhadap kebutuhan
makanan. 3. Potensial gangguan integritas kulit b.d terkontaminasinya
kulit dengan feces, ditandai dengan ….
4. Potensial terjadinya infeksi b.d adanya kontaminasi luka dengan feces,
yang ditandai dengan ….
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d gangguan mekanisme kulit akibat
tindakan operasi, ditandai dengan ….
6. Gangguan rasa nyaman b.d BAB yang tidak terkontrol, yang ditandai
dengan ….
7. Gangguan istirahat dan tidur b.d adanya rasa takut pada keadaan stoma,
ditandai dengan ….
8. Gangguan konsep diri (gambaran diri, peran) b.d belum dapat
beradaptasi dengan stoma dan perubahan anatomis, yang ditandai dengan
….
9. Keterbatasan aktifitas b.d klien merasa takut untuk melakukan aktifitas
karena stoma.
10. Cemas b.d takut terisolasi dari orang lain ….
DAFTAR PUSTAKA

Donna Ignatavician, (2006). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis


Missouri: Elsevier Sounders

Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St.


Louis Missouri: Mosby Elsevier.

Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi  6, Volume1. Jakarta: EGC.

Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2007. 1405-1410

Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Jakarta: Media Aesculapius, FKUI.

Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan


Kuliah Ilmu Bedah, hal 71 – 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta Thiodorer Schrock,
MD llmu Bedah, 1983 http://sely-biru.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-
kolostomi.html

KASUS OSTOMI
Nama :Tn. I
Umur :63 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Alamat : Sukasari, Dipatiukur
Nomor RM : 0001485893
Diagnosa Medis : Ileus obstruktif parsial fase paralitik ec ca
rectl 1/3 distal,
Penanggung jawab
Nama :Tn. D
Jenis Kelamin :Laki-laki
Alamat :Sukasari, Dipatiukur
Hubungan dengan pasien : Anak

Satu tahun yang lalu, pasien didiagnosa Tumor usus dan akan dilakukan operasi
namun tidak jadi karena pasien harus pergi ke Banten (rumah anaknya), hingga saat
ini pasien tidak pernah lagi mengontrolkan tumor tersebut. Ketika bulan Ramadhan,
pasien mengeluhkan perut melilit dan muntah mengeluarkan darah warna hitam.
Muntah sudah dialami pasien sejak 6 bulan terakhir dan diare juga dialami pasien 6
bulan SMRS. Pada bulan Oktober 2020, perut pasien makin melilit, kembung, BAB
hanya berbentuk cair saja dan pasien mengatkan muntah darah berwarna hitam. Oleh
keluarga, pasien dibawa ke klinik dan pasien di rawat di RS Salamun selama 12 hari.
Kemudin pasien di rujuk ke RSHS tanggal 20 November 2020 dan dilakukan
kolostomi. Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan merasa tidak nyaman dan
sakit di luka perut yang di operasi kalau melakukan gerakan.Sakit yang drasakan
seperti ada luka di perut. Skala 3 (0-10) dan sakit dirasa didaerah yang dioperasi saja.

Pasien BAB melalui lubang ostomi disebelah abdomen sinistra, feses cair lembek
warna kuning kecoklatan, sedikit terlihat darah di feses. Terpasang selang kateter,
warna urin kuning jernih 1000 ml (selama 11 jam dan diapers).
Pasien mengatakan sakit yang dirasakan seperti ada luka di perut. Skala 3 (0-10) dan
sakit dirasa didaerah yang dioperasi saja.
Pasien mengatakan setelah dilakukan operasi ini, merasa perutny lebih nyaman dan
enakan meski dilakukan kolostomi. Keluarga pasien mengatakan pasien merasa malu
karena BAB melalui lubang ostomi. Pasien berpikir kalau orang lain melihat pasien
BAB melalui lubang ostomy, tidak ada kerabat yang mau mendekat.
Pasien beragama islam dan selama sakit, pasien tidak mengerajakan sholat. Karena
merasa tidak suci akibat kolostomi/karena tidak biasa menjalankan

Penampilan Umum : Pasien tampak pucat, terlihat lemah


Kedaan umum : compos mentis
TTV: TD=160/80 mmHg, N=80x/menit, RR=20 x/mnt, T= 36,7 oC
Pada bagian kepala mata konjungtiva anemis, tidak ikterik, hidunglubang hidung
dekstra terpasang NGT. Mulut gusi anemis, mulut kering dan berwarna pucat. Gigi
kotor.Lidah kotor, Leher terpasang kateter vena sentral tertutup kassa. Kulit pasien
berwarna kecoklatan, keriput, terdapat lebam di lengan kanan atas. CRT <3 detik.
Pada bagian dada bentuk simetris, tarikan tidak ada retraksi dinding dada , suara
nafas vesikular, punggung bagian saccrum terlihat merah dan berkeringat, terdapat
bekas sisa asites, terdapat lubang ostomi di abdomen sinistra, warna kulit ostomi
merah muda, lembap, bising usus 7 x permenit.
Pada bagian ekstremitas didpatkan data: Kekuatan otot ekstremitas atas: dekstra 5,
sinistra 5, Kekuatan otot ekstremitas bawah: dekstra 4, sinistra 4, Tidak terpasang
infus, Ektremitas bawah pitting edema +3al atau neuropati / tidak
a) Data pendukung
Hasil laboratorium:

Hasil / tanggal
Pemeriksaan Nilai rujukan
28/5/2020 30/5/2020

Hb 8,1 13-17 g/dl

Hct 26 40-50 %

Eritrosit 3,11 3,5-5,3 103 µL

MCHC 3,4 31-35 g/dL

Ureum 97 52 10-50 mg/dL

Kreatinin 2,16 1,66 < 1,1 mg/dL

Gula darah 180 < 200 mg/dL

Kalium 3,1 3,2 3,6-5 mEq/L

PCO2 24,6 35-45 mmHg

PO2 127 70-100 mmHg

HCO3 15,4 22-2 mEg/L

TCO2 30

BE -7,5 -2 – 2 mEg/L

SaO2 98% 93-98%

Gula darah sewaktu 125 < 200 mg/dL

Kalium 2,9 3,6-5 mEq/L

Leukosit 9600 4-11 103 µL

Tromobsit 249.000 140-400 103 µL

MCV 83 77-93 fL

Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 2 1-3 %

Batang 1 2-5 %

Segmen 84 50-63 %

Limfosit 9 20-45 %

Monosit 2 2-8 %

Metamielosit 1

Mielosit 1

Na 180 130-150 meq/L

Kalsium 3,1 >8,5 meq/L

Mg 2 >1,5 meq/L

pH 7,407 7,35-7,45

Gula darah puasa 103

Albumin 2

Protein total 5,2

Ureum 63 8-24 mg/dL

Kreatinin 1,8 < 1,5 mg/dl

Gula darah 2 jam PP 97

31

35

Kalium 2,8

D Dimer kuantitatif 6,6

PT 11,3

APTT 31,9

INR 103

Fibrinogen 393,4
Terapi
Terapi farmakologi
Terapi

Meropenem

Omeprazol

Ketorolak

Na asetat

Cefofloxaxon

Terapi diit
Diit peptisol 1600 kalori

Hasil tindakan dan pemeriksaan diagnostik lain:

Pemeriksaan dan Hasil


tindakan

Kolostomi diversi

Biopsi anoskopi

USG a. Empedu membesar, hiperkolik ± 0,97 cm


b. Prostat membesar ± 5,99x4,3x3,85 (vol 51,56)
c. Hepar tampak koleksi cairan
d. VU tampak bayangan hiperkolik
EKG Regular, terdapat gambaran VES di V2

Pemeriksaan feses Terdapat Coccus gram positif dan kuman batang


gram negatif

Pemeriksaan resistensi antibiotik:


Pasien resistensi terhadap Aztreonam, Cefepim, Cetridism, Ceftriaxon,
Ciprofloksasin, Cotrimoksazol
ASUHAN KEPERAWATAN
Tn.I DENGAN POST OP KOLOSTOMI DIVERSI
RUANG FRESIA-RS HASAN SADIKIN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. I
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Sukasari,Dipatiukur
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Pendidikan : -
Status : -
Nomor RM : 0001485893
Diagnosa Medis : ileus obstruktif parsial fase paralitik ec ca rectl
1/3 distal
Tanggal Pengkajian : 20 November 2020
Tanggal Masuk RS :

2. Identitas Penanggung Jawab Pasien


Nama : Tn.D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : -
Hubungan dengan Pasien : Anak
Alamat : Sukasari,Dipatiukur

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien mengatakan merasa tidak nyaman dan sakit di luka perut yang di
operasi kalau melakukan gerakan.Sakit yang drasakan seperti ada luka di
perut. Skala 3 (0-10) dan sakit dirasa didaerah yang dioperasi saja.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Satu tahun yang lalu, pasien didiagnosa Tumor usus, hingga saat ini
pasien tidak pernah lagi mengontrolkan tumor tersebut. Ketika bulan
Ramadhan, pasien mengeluhkan perut melilit dan muntah mengeluarkan
darah warna hitam. Muntah sudah dialami pasien sejak 6 bulan terakhir dan
diare juga dialami pasien 6 bulan SMRS. Pada bulan Oktober 2020, perut
pasien makin melilit, kembung, BAB hanya berbentuk cair saja dan pasien
mengatkan muntah darah berwarna hitam. Oleh keluarga, pasien dibawa ke
klinik dan pasien di rawat di RS Salamun selama 12 hari. Kemudin pasien di
rujuk ke RSHS tanggal 20 November 2020 dan dilakukan kolostomi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terkaji
4. Riwayat Psikososial Spiritual
a. Data Psikologis
Pasien mengatakan setelah dilakukan operasi ini, merasa perutnya lebih
nyaman dan enakan meski dilakukan kolostomi. Pasien berpikir kalau orang
lain melihat BAB melalui lubang ostomi, tidak ada kerabat yang mendekat.
b. Data Sosial
Keluarga pasien mengatakan pasien merasa malu karena BAB melalui
lubang ostomi
c. Data Spiritual
a. Praktik ibadah saat di rumah
Tidak terkaji
b. Praktik ibadah saat di rumah sakit
Pasien beragama islam dan selama sakit, pasien tidak
mengerajakan sholat. Karena merasa tidak suci akibat
kolostomi/karena tidak biasa menjalankan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Penampilan umum : Pasien tampak pucat, terlihat lemah
Kesadaran : Composmentis E4,V5,M6(GCS=15)
Tanda-tanda vital : TTV:
TD=160/80 mmHg
N=80x/menit
RR=20 x/mnt
S= 36,7 oC
Status Antopometri : BB dulu = Tidak terkaji
BB sekarang = Tidak terkaji
TB = tidak terkaji
IMT = tidak terkaji

b. Pemeriksaan fisik head to toe


1) Kepala
Inspeksi : Wajah simetris, warna rambut hitam tidak terdapat
uban, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan, rambut terlihat
bersih.
Palpasi : Tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan di area wajah
dan kepala, tidak ada nyeri tekan.
2) Mata
Inspeksi : Bentuk mata simetris, mata konjungtiva anemis, tidak
ikterik, pupil normal, reflex cahaya dan mengedip pada pasien
cukup baik, kelopak mata terlihat baik.
Palpasi : Tidak ada pembengkakan di area mata pasien, tidak
ada nyeri tekan di area mata.
3) Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping
hidung, passage udara normal, hidung lubang hidung dekstra
terpasang NGT.
Palpasi : Tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan di area
hidung, tidak ada nyeri tekan.
4) Telinga
Inspeksi : keadaan daun telinga antara kanan dan kiri terlihat
simestris, tidak ada lesi, lubang telinga pasien terlihat bersih.
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri tekan di
area telinga.
5) Mulut
Inspeksi : bentuk mulut simetris, Mulut gusi anemis, mulut
kering dan berwarna pucat, Gigi kotor, Lidah kotor.
6) Integumen wajah
Inspeksi : Kulit pasien berwarna kecoklatan, keriput
7) Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris, kulit merata, Leher terpasang
kateter vena sentral tertutup kassa.
Palpasi : tidak ada peningkatan vena jugularis, tidak ada
pembengkakan pada kelenjar limfe, tidak ada nyeri tekan pada area
leher.
8) Dada
Inspeksi : dada bentuk simetris, tarikan tidak ada retraksi
dinding dada, warna kulit pada area dada merata, tidak ada lesi,
tidak ada pembengkakan.
Palpasi : pengembangan paru normal antara dada kanan dan
dada kiri, tidak ada otot bantu nafas, vocal premitus dada kanan
dan dada kiri getarannya teraba seirama, tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi : S1 sama dengan S2
Auskultasi : suara nafas vesicular
9) Punggung
Inspeksi : punggung bagian saccrum terlihat merah dan
berkeringat
Palpasi : pengembangan paru normal antara dada kanan dan
dada kiri, tidak ada otot bantu nafas, vocal premitus dada kanan
dan dada kiri getarannya teraba seirama, tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi : S1 sama dengan S2
Auskultasi : suara nafas vesicular
10) Abdomen
Inspeksi : terdapat lubang ostomi di abdomen sinistra, warna
kulit ostomi merah muda, lembap, terdapat bekas luka asites
Palpasi : Nyeri tekan di area abdomen
Perkusi : terdapat suara dallnes
Auskultasi : bising usus 7 x permenit
11) Genitalia
Terpasang selang kateter, warna urin kuning jernih 1000 ml
(selama 11 jam dan diapers).
12) Ekstremitas
Ekremitas Atas: terdapat luka lebam di tangan, CRT<3 detik
dengan: Kekuatan otot ekstremitas atas: dekstra 5, sinistra 5,
Kekuatan otot ekstremitas bawah: dekstra 4, sinistra 4, Tidak
terpasang infus, Ektremitas bawah pitting edema +3al atau
neuropati / tidak.

6. Riwayat Sctivity Daily Living (ADL)


No Kebiasaan di rumah di rumah sakit
1 Nutrisi
Makan
 Jenis Tidak terkaji Diit peptisol cair 100
 Frekuensi Tidak terkaji ml/1600 cal

 Porsi Tidak terkaji


 Keluhan Tidak ada keluhan
Minum
Tidak terkaji Terpasang ngt
 Jenis
Tidak terkaji
 Frekuensi
Tidak terkaji
 Jumlah (cc)
Tidak ada keluhan
 Keluhan
2 Eliminasi
BAB
1. Frekuensi
2. Warna Tidak terkaji Kuning kecoklatan
sedikit darah
3. Konsistensi cair Cair lembek
A. Keluhan nyeri tidak terkaji
BAK
B. Frekuensi Tidak terkaji Terpasang kateter urin
C. Warna Tidak terkaji Kuning jernih
D. Jumlah (cc) Tidak terkaji 1000cc (selama 11 jam
E. Keluhan Tidak ada keluhan dan diapers).

3 Istirahat dan tidur


Siang
Lama tidur Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan Tidak ada keluhan
Malam
Lamanya Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

4 Kebiasaan diri
1. Mandi Tidak terkaji Tidak terkaji
2. Perawatan Tidak terkaji Tidak terkaji
kuku Tidak terkaji Gigi kotor
3. Perawatan gigi Tidak terkaji Tidak kerja
4. Perawatan
rambut Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
5. Keluhan

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Hasil
Kolostomi diversi
Biopsi anoskopi
USG a. Empedu membesar, hiperkolik ± 0,97 cm
b. Prostat membesar ± 5,99x4,3x3,85 (vol 51,56)
c. Hepar tampak koleksi cairan
d. VU tampak bayangan hiperkolik
EKG Regular, terdapat gambaran VES di V2
Pemeriksaan feses Terdapat Coccus gram positif dan kuman batang
gram negatif

8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil / tanggal
Pemeriksaan Nilai rujukan
28/5/2020 30/5/2020
Hb 8,1 13-17 g/dl
Hct 26 40-50 %
Eritrosit 3,11 3,5-5,3 103 µL
MCHC 3,4 31-35 g/dL
Ureum 97 52 10-50 mg/dL
Kreatinin 2,16 1,66 < 1,1 mg/dL
Gula darah 180 < 200 mg/dL
Kalium 3,1 3,2 3,6-5 mEq/L
PCO2 24,6 35-45 mmHg
PO2 127 70-100 mmHg
HCO3 15,4 22-2 mEg/L
TCO2 30
BE -7,5 -2 – 2 mEg/L
SaO2 98% 93-98%
Gula darah sewaktu 125 < 200 mg/dL
Kalium 2,9 3,6-5 mEq/L
Leukosit 9600 4-11 103 µL
Tromobsit 249.000 140-400 103 µL
MCV 83 77-93 fL
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 2 1-3 %
Batang 1 2-5 %
Segmen 84 50-63 %
Limfosit 9 20-45 %
Monosit 2 2-8 %
Metamielosit 1
Mielosit 1
Na 180 130-150 meq/L
Kalsium 3,1 >8,5 meq/L
Mg 2 >1,5 meq/L
pH 7,407 7,35-7,45
Gula darah puasa 103
Albumin 2
Protein total 5,2
Ureum 63
Kreatinin 1,8
Gula darah 2 jam PP 97
31
35
Kalium 2,8
D Dimer kuantitatif 6,6
PT 11,3
APTT 31,9
INR 103
Fibrinogen 393,4

9. PROGRAM TERAPI
a. Terapi farmakologis
Terapi Keterangan
Meropenem antibiotik carbapenem dengan aktivitas spektrum luas terhadap
beberapa pathogen
Omeprazol menurunkan kadar asam yang diproduksi di dalam lambung. 
Obat yang masuk ke dalam jenis penghambat pompa proton
Ketorolak Analgesik non-narkotik
Na asetat
Cefofloxaxon

b. Terapi diit
Diit peptisol 1600 kalori

B. ANALISA DATA (PRE & POST)


(PRE OPERASI)
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Ds : Tumor dalam dinding Disfungsi motilitas
- Pasien gastrointestinal
mengeluhka
n perut Meluas ke lumen usus
melilit
- Pasien
mengatakan
Tekanan pada usus
muntah
darah
berwarna
hitam. Obstruksi usus
- Pasien
mengatakan
mengalami Cairan,gas,dan udara
diare. berkumpul di belakang
Do : obstruksi
- Feses cair
lembek
warna
kuning Peristaltik meningkat
kecoklatan. sementara waktu,dalam
Sedikit upaya memaksa isi usus
terlihat mendorong sumbatan
darah di
feses.
Distensi bertambah

Peristaltik usus menurun

Disfungsi motilitas
gastrointestinal
(POST OPERASI)

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1. Ds : Prosedur invasif Nyeri Akut
- Pasien
mengatakan
merasa Jaringan terbuka
tidak
nyaman dan
sakit di luka
perut yang Luka operasi
di operasi
kalau
melakukan Merangsang
gerakan. nosireseptor
- Sakit yang
dirasakan
seperti ada Dihantarkan serabut A
luka di dan C
perut.
- Skala 3 (0-
10)
- Sakit dirasa Medulla spinalis
didaerah
yang
dioperasi Hipotalamus dan sistem
saja. limbik
Do :
- TD : 160/80
mmHg
Otak (korteks
- Dilakukan
somatosensori)
kolostomi.

Persepsi nyeri
Nyeri akut
2. Ds:- Risiko infeksi
Do: Prosedur invasif
- Pasien BAB
melalui
lubang
ostomi Lubang kolostomi
disebelah
abdomen
sinistra. Feses dari kolostomi
- Warna kulit
ostomi
merah
muda. Risiko infeksi
- Lembap.

3. Ds: Gangguan citra tubuh


- Keluarga Prosedur invasif
pasien
mengatakan
pasien
merasa malu Terpasang kantong
karena kolostomi
BAB
melalui
Kehilangan fungsi tubuh
lubang
ostomi.
- Pasien
berpikir Perubahan pada citra
kalau orang tubuh
lain melihat
pasien BAB
melalui Gangguan citra tubuh
lubang
ostomy,
tidak ada
kerabat
yang mau
mendekat.
Do : -
4. Ds : - Ileus obstruktif Gangguan pertukaran gas
Do :
- PCO2: 24,6
mmHg Muntah
- PO2: 127
mmHg
- HCO3: Dehidrasi
15,4
mEg/L
- pH: 7,407 Syok hipovolemik

Hipotensi

Perfusi jaringan
menurun

Asidosis metabolik

Gangguan pertukaran
gas
5. Ds : Tumor dalam dinding Risiko ketidakseimbangan
Do : elektrolit
- Kalium :
2,9 mEq/L
- Natrium : Meluas ke lumen usus
180 mEq/L
- Kalsium :
3,1 mEq/L Tekanan pada usus

Obstruksi usus

Cairan,gas,dan udara
berkumpul di belakang
obstruksi

Peristaltik meningkat
sementara waktu,dalam
upaya memaksa isi usus
mendorong sumbatan

Distensi bertambah

Distensi menghalangi
pasokan darah ke dalam
usus sehingga
menghambat absorpsi
usus

Dinding usus
membengkak ketika
air,natrium,serta kalium
disekresikan ke dalam
usus dan tidak diabsopsi
kembali dari dalam usus

Risiko
ketidakseimbangan
elektrolit

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRE & POST)


(PRE)
1. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d tumor
(POST)
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh
4. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasive
5. Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d efek samping prosedur
No Tanggal & Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Jam Keperawatan
1. Disfungsi Setelah dilakukan Manajemen Diare Manajemen Diare
motilitas perawatan selama 3 x Observasi Observasi
gastrointesti
24 jam pasien dapat 1. Identifikasi penyebab diare (mis 1. Melakukan identifikasi
nal
memiliki aktivitas inflamasi gastrointestinal,iritasi penyebab diare agar
mengetahui penyebab
peistaltik gastrointestinal,proses
diare dan dilakukan
gastrointestinal yang infeksi,malabsopsi,ansietas,stress,efek penanganan.
baik.Dengan kriteria obat-obatan,pemberian botol susu). 2. Melakukan monitor pada
tinja pasien agar
hasil : 2. Monitor warna,volume,frekuensi,dan
mengetahui jika ada
1. Nyeri konsistensi tinja. keabnormalan tinja yang
abdomen Teraupetik menunjukkan penyakit.
Teraupetik
menurun. 1. Berikan asupan cairan oral (mis
1. Memberikan asupan
2. Pasien tidak larutan garam cairan oral agar
muntah. gula,oralit,pedialyte,renalyte) menghindarkan pasien
3. Pasien tidak 2. Ambil sampel darah untuk dari dehidrasi.
2. Mengambil sampel darah
diare. pemeriksaan darah lengkap dan agar mengetahui jika ada
elektrolit. penyebab diare dari
3. Ambil sampel feses untuk kultur,jika cairan dan elektrolit.
3. Mengambil feses untuk
perlu.
kultur agar mengetahui
Edukasi jika ada indikasi infeksi
1. Anjurkan makanan porsi kecil dan yang ditunjukkan dari
feses.
sering secara bertahap.
Edukasi
2. Anjurkan menghindari makanan 1. Menganjurkan makanan
pembentuk gas,pedas,dan porsi kecil dan sering
agar pasien tidak
mengandung laktosa.
membuang kebutuhan
Kolaborasi tubuh secara berlebihan.
1. Kolaborasi pemberian obat 2. Menganjurkan
menghindari makanan
antimotilitas.
pembentuk gas,pedas,dan
Manajemen Muntah mengandung laktosa agar
Observasi mencegah diare
1. Identifikasi karakteristik muntah (mis bertambah parah.
Kolaborasi
warna,konsistensi,adanya 1. Untuk terapi rehidrasi
darah,waktu,frekuensi dan durasi). pada diare akut.
Manajemen Muntah
Teraupeutik
Observasi
1. Atur posisi untuk mencegah aspirasi.
2. Berikan cairan yang tidak 1. Melakukan identifikasi
muntah agar mengetahui
mengandung karbonasi minimal 30
jika ada keabnormalan
menit setelah muntah. muntah yang
Edukasi menunjukkan penyakit.
1. Anjurkan membawa kantong plastic Teraupetik
untuk menampung muntah. 1. Untuk mencegah aspirasi
saat pasien sedang
Kolaborasi
muntah.
1. Kolaborasi pemberian antiemetik,jika 2. Untuk menghindarkan
perlu. pasien dari perut
kembung dan merasa
kurang nyaman setelah
muntah.
Edukasi
1. Agar saat muntah,bekas
muntah pasien tidak
mengotori ruangan.
Kolaborasi
1. Untuk mengatasi mual
dan muntah.
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
perawatan selama 3 x Observasi Observasi
24 jam pasien dapat 1. Identifikasi skala nyeri. 1. Melakukan identifikasi
mengurangi 2. Identifikasi faktor yang memperberat skala nyeri untuk
pengalaman sensorik dan memperingan nyeri. mengetahui kuantitas
atau emosional yang Teraupetik nyeri pada pasien.
berkaitan dengan 1. Berikan teknik non farmakologis 2. Melakukan identifikasi
kerusakan jaringan (terapi murrotal Al-Qur’an , terapi faktor mempemberat dan
aktual atau distraksi memperingan nyeri
fungsional,dengan 2. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri untuk dapat membantu
onset mendadak atau dalam pemilihan strategi meredakan pasien mengetahui
lambat dan nyeri. bagaimana
berintensitas ringan Edukasi mengendalikan nyeri
hingga berat dan 1. Jelaskan penyebab,periode,dan pasien tersebut.
konstan.Dengan pemicu nyeri. Teraupetik
kriteria hasil : 2. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk 1. Memberikan teknik non
1. Keluhan nyeri mengurangi nyeri. farmakologi untuk
menurun. Kolaborasi membantu dan
2. Frekuensi 1. Kolaborasi pemberian analgetik,jika menunjang pengobatan
nadi normal. perlu medis farmakologi.
2. Untuk mengetahui
bagaimana nyeri dan
strategi nyeri yang dapat
meredakan nyeri pada
pasien.
Edukasi
1. Agar pasien mengetahui
penyebab,pemicu,dan
periode nyeri sehingga
dapat dilakukan
penanganan secara
mandiri oleh pasien.
2. Agar pasien maupun
keluarga pasien dapat
mengaplikasikan di saat
nyeri kambuh.
Kolaborasi
1. Untuk mengurangi nyeri.
3. Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Asam-Basa Manajemen Asam-Basa
pertukaran perawatan selama 3 x Observasi Observasi
gas
24 jam pasien dapat 1. Identifikasi penyebab 1. Melakukan identifikasi
mendapatkan ketidakseimbangan asam-basa. penyebab
oksigenasi dan/atau 2. Monitor perubahan pH,PaCO2,dan ketidakseimbangan
eliminasi HcO3. asam-basa agar
karbondioksida pada Teraupetik mengetahui penyebab
membran alveolus- 1. Ambil spesimen darah arteri untuk dan melakukan
kapiler dalam batas pemeriksaan AGD. penanganan secara tepat.
normal.Dengan 2. Berikan oksigen,sesuai indikasi 2. Melakukan monitor
kriteria hasil : Edukasi pH,PaCO2,dan HcO3 agar
1. PCO2 normal. 1. Jelaskan penyebab dan mekanisme memantau jika ada
2. PO2 normal. terjadinya gangguan asam basa. ketidakseimbangan
Kolaborasi elektrolit.
1. Kolaborasi pemberian ventilasi Teraupetik
mekanik,jika perlu 1. Untuk mengetahui nilai
serum elektrolit apakah
normal atau tidak.
2. Memberikan oksigen
sesuai indikasi agar
sesuai dengan kebutuhan
pasien.
Edukasi
1. Agar pasien mengetahui
penyebab dan
mekanisme gangguan
asam-basa.
Kolaborasi
1. Untuk membantu pasien
yang mengalami sesak
nafas yang berat.
4. Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi
citra tubuh perawatan selama 3 x 1. Monitor frekuensi pernyataan kritik 1. Melakukan monitor
24 jam pasien dapat terhadap diri sendiri. frekuensi pernyataan
kritik untuk memantau
memberikan persepsi 2. Monitor apakah pasien bisa melihat
dan mengurangi terhadap
tentang bagian tubuh yang berubah. kritik diri sendiri.
penampilan,struktur, Teraupetik 2. Melakukan monitor
pasien bisa melihat
dan fungsi fisik 1. Diskusikan perubahan tubuh dan
bagian tubuh yang
individu dengan fungsinya. berubah agar pasien tetap
baik.Dengan kriteria 2. Diskusikan kondisi stress yang menerima bagian tubuh
tersebut.
hasil : mempengaruhi citra tubuh (mis
Teraupetik
1. Pasien tidak luka,penyakit,pembedahan) 1. Melakukan diskusi
merasa malu. 3. Diskusikan persepsi pasien dan perubahan tubuh dan
2. Hubungan keluarga tentang perubahan citra fungsinya agar
mengetahui persepsi
sosial tubuh. pasien mengenai hal
membaik. Edukasi tersebut.
1. Jelaskan kepada keluarga tentang 2. Melakukan diskusi
kondisi stress yang
perawatan perubahan citra tubuh.
mempengaruhi citra
2. Anjurkan mengungkapkan gambaran tubuh agar dapat
diri terhadap citra tubuh. memberikan motivasi
pada pasien.
3. Melakukan diskusi
persepsi pasien dan
keluarga pasien tentang
perubahan citra tubuh
agar mengetahui
pandangan pasien dan
keluarga pasien.
Edukasi
1. Agar keluarga dapat
mengetahui dan
membantu pasien
merawat bagian tubuh
tersebut.
2. Menganjurkan
mengungkapkan
gambaran diri terhadap
citra tubuh agar pasien
tidak memandang negatif
pada kondisi tubuh
pasien.
Risiko Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
infeksi perawatan selama 3 x Observasi Observasi
24 jam pasien dapat 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal 1. Melakukan monitor
mengurangi derajat dan sistemik. tanda dan gejala infeksi
infeksi berdasarkan Teraupetik lokal dan sistemik agar
observasi atau 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah mengetahui dan
sumber informasi kontak dengan pasien dan lingkungan memberikan penanganan.
dengan baik.Dengan pasien. Teraupetik
kriteria hasil : Edukasi 1. Untuk mencegah
1. Tidak ada 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi. penularan infeksi dari
kemerahan di Perawatan Stoma pasien maupun
sekitar area Observasi lingkungan pasien.
stoma. 1. Periksa keadaan umum pasien (mis Edukasi
kesadaran,tanda-tanda vital). 1. Agar pasien dapat
2. Periksa keadaan stoma pasien (mis mengetahui dan
waktu pembedahan stoma,jenis melaporkan kepada
stoma,karakteristik perawat jika terjadi tanda
stoma,komplikasi,karakteristik feses). dan gejala infeksi.
Teraupetik Perawatan Stoma
1. Bebaskan area stoma dari pakaian. Observasi
2. Terapkan teknik aseptic dan keamanan 1. Agar mengetahui
selama merawat stoma. kesiapan pasien saat akan
3. Buang dan bebaskan stoma dari dilakukan perawatan.
kantung sebelumnya. 2. Melakukan pemeriksaan
4. Bersihkan stoma dengan air hangat stoma agar mengetahui
dan sabun. jika keadaan stoma tidak
5. Ukur stoma dengan pedoman normal.
pengukuran. Teraupetik
6. Siapkan plate dan kantung stoma baru. 1. Untuk mencegah pakaian
7. Gunakan pasta atau powder sesuai menghambat perawatan.
kebutuhan. 2. Untuk mencegah infeksi
8. Pasang kantung dan plate stoma yang dari pasien maupun
baru dan gesper. keamanan pasien.
Edukasi 3. Untuk mengganti
1. Jelaskan prosedur yang akan kantong stoma yang
dilakukan. baru.
Kolaborasi 4. Untuk membersihkan
1. Kolaborasi jika terjadi area sekitar stoma.
herniasi,atropi,atau perburukan dari 5. Agar stoma tidak terlalu
stoma. besar dan terlalu kecil
sehingga dapat
menampung feses
dengan baik.
6. Untuk tempat
pembuangan sementara
dan untuk langsung
diganti ke kantong stoma
yang baru.
7. Untuk tetap menjaga
kelembapan pada area
sekitar stoma.
8. Untuk menampung feses
selanjutnya.
Edukasi
1. Agar pasien mengetahui
dan dapat menerapkan
cara perawatan secara
mandiri.
Kolaborasi
1. Untuk mencegah
keadaan stoma semakin
memburuk dan
komplikasi.
Risiko Setelah dilakukan Manajemen Elektrolit Manajemen Elektrolit
ketidakseimb perawatan selama 3 x Observasi Observasi
angan 24 jam pasien 1. Identifikasi tanda dan gejala 1. Melakukan identifikasi
elektrolit memiliki kadar serum
ketidakseimbangan kadar elektrolit. tanda dan gejala
elektrolit dalam batas
normal. 2. Identifikasi penyebab ketidakseimbangan kadar
Dengan kriteria hasil: ketidakseimbangan elektrolit. elektrolit agar
1. Serum kalium
3. Identifikasi kehilangan elektrolit mengetahui jika terjadi
meningkat.
2. Serum melalui cairan (mis diare,drainase ketidakseimbangan
natrium ileostomi,drainase luka,diaforesis). elektrolit.
menurun.
Teraupetik 2. Melakukan identifikasi
3. Serum
kalsium 1. Berikan cairan,jika perlu. penyebab agar
meningkat. 2. Pasang akses intravena,jika perlu. mengetahui penyebab
Edukasi dan dilakukan
1. Jelaskan jenis,penyebab dan penanganan.
penanganan ketidakseimbangan 3. Melakukan identifikasi
elektrolit. kehilangan elektrolit
Kolaborasi melalui cairan agar dapat
1. Kolaborasi pemberian suplemen mengetahui dan dapat
elektrolit (mis oral,NGT,IV),sesuai dihitung kebutuhan
indikasi cairan yang berhubungan
dengan elektrolit.
Teraupetik
1. Untuk menghindarkan
pasien dari dehidrasi.
2. Untuk membantu
memenuhi kehilangan
elektrolit melalui cairan.
Edukasi
1. Agar pasien mengetahui
jenis,penyebab,dan
penanganan
ketidakseimbangan
elektrolit dengan baik.
Kolaborasi
1. Untuk memenuhi
kebutuhan elektrolit yang
hilang pada pasien dan
menjaga elektrolit dalam
kadar normal.
PEMBAHASAN
1. Mengenai terapi murotal atau pembacaan ayat Al – Quran beberapa studi
menyebutkan efek yang sama dengan terapi music. Robb (2009) menemukan
bahwa mereka mendapatkan ketenangan sebanyak 65 % ketika mendengarkan
murotal meski tidak memahami Bahasa arab dan tidak diberitahu bahwa yang
diperdengarkan adalah ayat Al quran. Responden hanya mendapatkan
ketenangan sebanyak 35% keteika mendengarkan alunan Bahasa arab yang
bukan ayat suci Al quran.
Al Quran merupakan sarana pengobatan untuk mengembalikan
keseimbangan sel yang rusak. Penelitian yang dilakukan oleh sodikin (2012) di
RS Cilacap menyatakan terapi bacaan al Quran memberikan efek
nonfarmakologi adjuvant dalam mengatasi nyeri. Hal ini sejalan dengan teori
nyeri: keseimbangan antara analgetik dan efek samping sehingga dibutuhkan
terapi komplementer (Rachmawati, 2008, dalam jurnal keperawatan Indonesia
Vol. 17, No 2, Juli 2017)
Ayat Al Quran yang sering dilantunkan sebagai terapi murotal adalah
surat Al Fatihah, Al Ikhlas, Al Falaq, An Nas, Ayat Qursy, Surat Yaasin ayat ke
58 dan Al An’am ayat 1-3 dan 13. Semua ayat itu mengaktifkan energi ilahiyah
dalam diri pasien yang dapat mengusir penyakit dan rasa sakit yang diderita
( Ramdani, 2001, dalam jurnal keperawatan Indonesia Vol. 17, No 2, Juli 2017)
2. Adanya pengaruh aromaterapi jahe terhadap mual muntah pasca operasi,
mungkin karena minyak atsiri jahe mengeluarkan aroma khas yang disebabkan
zat zingiberol. Kemudian ketika aroma jahe dihirup molekul yang mudah
menguap (voltile) dari minyak tersebut akan merangsang memori dan respon
emosional. Kemudian merangsang hipotalamus yang berperan sebagai relay dan
regulator, memunculkan pesan-pesan yang harus disampaikan ke bagian lain
otak serta bagian yang lain. Pesan yang diterima itu kemudian diubah menjadi
tindakan yang berupa pelepasan senyawa elektrokimia yang menyebabkan
euphoria, relaks, atau sedatif. Aroma jahe juga bekerja menghambat reseptor
serotonin dan menimbulkan efek antiemetik pada sistem gastrointestinal dan
sistem susunan saraf pusat. Jika dilihat dari hasil penelitian berdasarkan
karakteristik responden umur dalam penelitian ini didapatkan umur kategori
lansia akhir (56-65 tahun), menurut peneliti hal ini mungkin terjadi karena pada
umur tersebut terjadi penurunan tonus otot terutama pada peritoneal sehingga
dapat menyebabkan distensi abdomen dan menyebabkan penurunan peristaltik
usus yang kemudian akan menimbulkan terjadinya rasa mual muntah.( Jurnal
Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 14, No. 2, Oktober 2018 P-ISSN 1907 -
0357 E-ISSN 2655 - 2310 [171] PENGARUH AROMATERAPI JAHE
TERHADAP MUAL MUNTAH PADA PASIEN PASKA OPERASI DENGAN
ANESTESI UMUM Ayu Retno Kinasih*, Efa Trisna*, Siti Fatonah* *Jurusan
Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang)

3. Nyeri post operasi timbul setelah efek bius atau efek anastesi sudah habis.
Berbagai pemberian terapi dapat diberikan untuk mengurangi atau mengatasi
nyeri. Pemberian teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu model
terapi yang dapat digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri. Keberhasilan
terapi tergantung dari individu masing-masing. McCaffery (1999) dalam
Prasetyo (2010) menyatakan bahwa hanya klienlah yang paling mengerti dan
memahami tentang nyeri yang ia rasakan. Oleh karena itu dikatakan klien
sebagai expert tentang nyeri yang ia rasakan. Terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi persepsi dan reaksi masing-masing individu terhadap nyeri.
Seorang perawat harus menguasai dan memahami faktor-faktor tersebut agar
dapat memberikan pendekatan yang tepat dalam pengkajian dan perawatan
terhadap klien yang mengalami masalah nyeri.

( INFOKES, VOL. 3 NO. 1 Februari 2013 ISSN : 2086 - 2628 Jurnal Ilmiah
Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 52 TERDAPAT PENGARUH
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP
TINGKAT NYERI PADA PASIEN POST OPERASI DENGAN ANESTESI
UMUM DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Oleh: Satriyo Agung,
Annisa Andriyani, Dewi Kartika Sari Program studi ilmu keperawatan STIKES
„Aisyiyah surakarta)

4. Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan
dan pengontrolan infeksi. Mencuci tangan merupakan salah satu faktor aseptik,
menurut Depkes RI (2011) salah satu indikasi mencuci tangan ada beberapa hal
antara lain setelah tiba di tempat kerja, sebelum kontak langsung dengan pasien,
sebelum memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dantindakan infasive
(pemberian suntikan intra vaskuler, sebelum menyediakan / mempersiapkan obat -
obatan, sebelum mempersiapkan makanan, sebelum memberi makan pasien,
sebelum meninggalkan rumah sakit, untuk menghindari kontaminasi silang, setelah
kontak dengan pasien, setelah melepas sarung tangan, setelah melepas alat
pelindung diri, setelah kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi,
eksudat luka dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi
dengan darah, cairan tubuh, ekskresi (urinal) apakah menggunakan atau tidak
menggunakan sarung tangan dan setelah menggunakan toilet, menyentuh hidung
dengan tangan.Dalam jurnal HUBUNGAN KEPATUHAN PERAWAT
MENCUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN HAIs (FLEBITIS) DI RUMAH
SAKIT DIRGAHAYU SAMARINDA 1 Margaretha Siulina,2 Sholichin ,3 Annisa
A’in 1 Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Kesehatan Wiyata
Husada Samarinda 2 Akper Pemprov Tingkat I Samarinda 3 Program Studi Ilmu
Keperawatan, Sekolah Tinggi Kesehatan Wiyata Husada Samarinda.
5. Oleh karena itu keterampilan cara merawat stoma harus mulai diajarkan sedini mungkin
dimulai sebelum operasi dan dilanjutkan pada pasca operasi selama pasien masih dirawat
dirumah sakit sehingga saat pulang kerumah mereka sudah dapat merawat stoma mereka
sendiri (Burch, 2011; Cheng, Meng, Yang, & Zhang, 2013; Grant, Mccorkle, Hornbrook,
Wendel, & Krouse, 2014) Langkah pertama pasien ostomy harus belajar pengetahuan dan
keterampilan baru tentang hidup dengan stoma dan merawat stoma mereka. Mereka harus
mengetahui keterampilan perawatan diri seperti mengosongkan kantong, memasang
kantung stoma dengan benar, mengetahui tentang efek makanan yang dikomsumsi dan
produk luaran dari stoma dan mereka harus mampu mengidentifikasi dan mampu merawat
komplikasi stoma dan peristomal (Crawford et al., 2012). Salah satu tujuan dari perawatan
stoma yang baik adalah mempertahankan kesehatan kulit disekitar stoma(Williams et al.,
2010). Penggantian kantung stoma yang tidak tepat dapat membuat kerusakan kulit
disekitar stoma dan nyeri (Burch, 2010). (Studi Literatur Manfaat Edukasi Berbasis
Video Dalam Peningkatan Pengetahuan Perawatan Stoma Sitti Salmawati1 , Saldy
Yusuf2 , Takdir Tahir3 1 Mahasiswa keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Hasanuddin, Makassar. 2,3Dosen Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar)

6. Ventilasi mekanis mempunyai peranan penting yaitu menggantikan fungsi paru


dalam hal ventilasi. Prinsip kerja ventilasi mekanis adalah pemberian tekanan
positif yang diberikan mesin ke dalam paru. Pemberian ventilasi mekanis pada
pasien pasca bedah non paru dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu yang
berhubungan dengan pasien adalah status nutrisi, status neurologis, status cairan,
status imunologis dan status respirasi. Faktor yang berhubungan dengan prosedur
yaitu yang terkait dengan lokasi operasi, teknik anestesi, serta terkait perawatan
pasca bedah. Pentingnya penilaian faktor risiko sebelum pembedahan yaitu
penilaian fungsi paru dan analisis gas darah, riwayat merokok, obesitas, PPOK,
asma dan OSA. Komplikasi pasca bedah yang menyebabkan pasien menjalani
prolonged ventilator adalah atelektasis, pneumonitis aspirasi, VAP dan sepsis. Pada
kasus ini didapatkan komplikasi pasca bedah yaitu sepsis yang disebabkan oleh
infeksi intra abdomen (perforasi kolon), anemia dan hipoalbumin.( Ventilasi
Mekanis pada Pasien Pasca Bedah Non Paru Ika Yunita Sari1 , Sri Wening
Pamungkasningsih2 , Menaldi Rasmin2 1 Departemen Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr.
Soetomo, Surabaya 2 Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUP Persahabatan, Jakarta).

7. Penyakit diare masih menjadi masalah utama di Indonesia yang perlu penanganan
dan kajian dari berbagai aspek. Penyebab kesakitan dan kematian akibat diare tidak
dapat diketahui secara spesifik, hal ini dikarenakan sebagian besar diagnosis yang
dilakukan oleh tenaga medis tidak berbasiskan hasil pemeriksaan laboratorium
tetapi hanya berdasarkan diagnosis klinis. Untuk itu pemeriksaan laboratorium
sangatlah penting sebagai penunjang dalam pemeriksaan diare. Beberapa metode
konvensional yang digunakan untuk menentukan adanya bakteri Escherichia coli
O157:H7 pada sampel baik itu makanan, minuman ataupun pada feses penderita
antara lain metode biakan (kultur), uji biokimiawi, dan uji serologis.( JST
Kesehatan, April 2015, Vol.5 No.2 : 184 – 192 ISSN 2252-5416 184 DETEKSI
KEBERADAAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI O157:H7 PADA FESES
PENDERITA DIARE DENGAN METODE KULTUR DAN PCR Detection of
Existence of Bacterium Escherichia Coli O157:H7 in Feces of Diarrhea Patients by
Culture and PCR Metods Zakia Bakri1 , Mochammad Hatta1 , Muh. Nasrum
Massi3 1Bagian Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, 2Bagian
Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar)

8. Cairan dan elektrolit merupakan komponen terbesar dalam tubuh manusia. Dimana
dalam tubuh terdiri dari dua jenis cairan yaitu cairan intraseluler dan ekstraseluler.
Sekitar 60% berat tubuh total terdiri dari atas air. Dari jumlah ini dua pertiga (66%)
adalah cairan intrasel. Cairain berperan penting dalam pembentukan energy,
pemeliharaan tekanan osmotic, dan transport zat zat tubuh dan menembus
membrane sel, dan satu pertiga (33%) adlah cairan ekstra sel.
(Jurnal Medika Keperawatan Vol 9 No 02 2018)

Terapi intravena merupakan cara yang digunakan untuk memberikan cairan pada
pasien yang tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok (WHO, 2005).
Terapi intravena bertujuan mencegah gangguan cairan dan elektrolit (Potter dan
Perry, 2005). Infus merupakan cara atau bagian untuk memasukkan obat, vitamin
dan transfusi darah ke tubuh pasien.

Berdasarkan uraian sebelumnya, dalam memulai terapi intravena harus menentukan


lokasi yang tepat seperti pada vena lengan bawah atau tangan. Menghindari
pemasangan pada pergelangan tangan karena akan mengganggu mobilisasi juga
disarankan (Jordan, 2003). Mengajarkan pasien untuk menjaga sistem infus, seperti
menghindari gerakan memutar atau berbalik secara tiba-tiba pada lengan yang
terpasang infus, menghindari tarikan atau regangan pada selang juga dapat
dilakukan perawat untuk mencegah plebitis (Berman, 2009). Selain itu upaya yang
dapat dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya plebitis adalah perawat
melakukan teknik aseptik saat pemasangan infus dan saat memberikan obat melalui
selang seperti perawat cuci tangan dan menggunakan cairan antiseptik,
mempertahankan sterilitas sistem infus saat mengganti selang, larutan dan balutan
(Potter dan Perry, 2005). Perawat memastikan obat larut sempurna saat
pengoplosan dan mengatur kecepatan pemberian untuk mengurangi efek samping
seperti plebitis (Jordan, 2003). Dengan demikian, plebitis dapat dihindari dan
angka kejadian plebitis disuatu rumah sakit dapat menurun.

( Jurnal STIKES Volume 6, No. 1, Juli 2013 109 PEMBERIAN OBAT MELALUI
INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT
INAP DI RUMAH SAKIT GIVING MEDICINE THROUGH INTRAVENOUS
TOWARDS INCIDENT OF PHLEBITIS TO HOSPITALIZED PATIENT IN
HOSPITAL Winda Pratama Iradiyanti Erlin Kurnia STIKES RS Baptis Kediri
(stikesbaptisjurnal@ymail.com)

Anda mungkin juga menyukai