I DENGAN
DIAGNOSA MEDIS ILEUS OBSTRUKTIF PARSIAL FASE PARALITIK EC
CA RECTL 1/3 DISTAL
Disusun oleh :
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKTIF
1. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus
sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga
abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah
garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus
dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum.
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk oleh
peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang yang
terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum. Omentum
memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu mesenterium yang merupakan
lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung jejenum dan ileum
dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan
leluasa. Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung
dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan visera abdomen.
Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu
melindungi peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan
peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian atas duodenum
menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan
ligamentum hepatoduodenale .
Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut
longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler.
Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan
submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal
serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang berfungsi sebagai
absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler yang
disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam
lumen sekitar tiga sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan
mukosa seperti jari-jari yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di
sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan
tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm pada permukaan
luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-menambah
luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.b. Fisiologi
Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan makanan
menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran
gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja
ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk.
Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas
yang menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Mucus memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari
hati membantu proses pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas.
2. Definisi
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007).
d. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh
adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di
lumen usus.
3. Etiologi
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari
kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus
halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu
empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
4. Insiden
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
obstruksi
Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia
yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank
data Departemen Kesehatan Indonesia.
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai
darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai
3 hari.
b. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena
lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan
cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi)
sehingga menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik
yang berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian jaringan
dan menyebabkan gangren dinding usus.
6. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi
sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan
bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan).
Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.
Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal.
Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di
usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan
volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan
kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena
mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga
aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada
usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais
akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis
dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan
peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif
yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan
syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan
pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan
asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan
otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran
natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang
sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi
HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)
Pathway
7. Manifestasi Klinik
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan
sigmoid yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan
peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
9. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan
operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi
maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam
cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari
jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
10. Komplikasi
a. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi
selalu lama pada organ intra abdomen.
b. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
c. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
d. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena
absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra abdomen.
e. Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
f. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit
pada usus.
g. Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 )
PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
Diagnostik Test
1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan
cairan dalam usus.
2) Pemeriksaan simtologi
3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia).
8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan
adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan
adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat
dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler
baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan
tepat.
Kriteria hasil:
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80
mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L,
Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
pasien.
3. Observasi tingkat kesadaran dan 3. kekurangan cairan dan elektrolit
tanda-tanda syok dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok.
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual 1. Mempengaruhi pilihan
yang mempengaruhi intervensi.
kemampuan untuk mencerna
makanan, mis: status puasa,
mual, ileus paralitik setelah
selang dilepas. 2. Menentukan kembalinya
2. Auskultasi bising usus; peristaltik ( biasanya dalam 2-4
palpasi abdomen; catat pasase hari ).
flatus. 3. Meningkatkan kerjasama
3. Identifikasi kesukaan / pasien dengan aturan diet.
ketidaksukaan diet dari pasien. Protein/vitamin C adalah
Anjurkan pilihan makanan kontributor utuma untuk
tinggi protein dan vitamin C. pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4. Sindrom malabsorbsi dapat
terjadi setelah pembedahan usus
4. Observasi terhadap terjadinya halus, memerlukan evaluasi
diare; makanan bau busuk dan lanjut dan perubahan diet, mis:
berminyak. diet rendah serat.
Intervensi Rasional
5. Mencegah muntah.
Menetralkan atau menurunkan
5. Kolaborasi dalam pemberian pembentukan asam untuk
obat-obatan sesuai indikasi: mencegah erosi mukosa dan
Antimetik, mis: proklorperazin kemungkinan ulserasi.
(Compazine). Antasida dan
inhibitor histamin, mis:
simetidin (tagamet).
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S 1. Perubahan pada pola nafas
akibat adanya distensi abdomen
dapat mempengaruhi
peningkatan hasil TTV.
Kriteria hasil:
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri
pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P 1. Nyeri hebat yang dirasakan
tiap shif pasien akibat adanya distensi
abdomen dapat menyebabkan
peningkatan hasih TTV.
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik 2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
dan skala nyeri yang dirasakan dirasakan pasien dan menentukan
pesien sehubungan dengan adanya tindakan selanjutnya guna
distensi abdomen mengatasi nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman: 3. Posisi yang nyaman dapat
posisi semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik 4. Relaksasi dapat mengurangi rasa
relaksasi tarik nafas dalam saat nyeri
merasa nyeri
5. Anjurkan pasien untuk 5. Mengurangi nyeri yang
menggunakan tehnik pengalihan dirasakan pasien.
saat merasa nyeri hebat.
6. Kolaborasi dengan medic untuk 6. Analgetik dapat mengurangi rasa
terapi analgetik nyeri
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan
1. Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang
2. Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit
3. Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan
ketetapan jumlah dan konsistensi
4. Mendapat nutrisi yang optimal
5. Tidak adanya depresi pernafasan
6. Tidur/istirahat tidak ada gangguan
7. Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal
8. Menunjukkan rileks dan tidak cemas
9. Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya
1. Pengertian
Colostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan
antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini
dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer
Schrock, MD, 1983). Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen,
1991). Colostomi dapat berupa secostomy, colostomy transversum,
colostomy sigmoid, sedangkan colon accendens dan descendens sangat
jarang dipergunakan untuk membuat colostomy karena kedua bagian
tersebut terfixir retroperitoneal. Colostomy pada bayi dan anak hampir
selalu merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa
merupakan keadaan yang pathologis. Colostomy pada bayi dan anak
biasanya bersifat sementara.
2. Jenis-jenis Kolostomi
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga
jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien.
Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun sementara. Kolostomi
Permanen Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila
pasien sudah tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena
adanya keganasan, perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau
rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi
permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung
lubang). Kolostomi temporer/ sementara Pembuatan kolostomi biasanya
untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feses sementara
dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen
ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang
yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.
Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa
kemerahan yang disebut STOMA. Pada minggu pertama post kolostomi
biasanya masih terjadi pembengkakan sehingga stoma tampak membesar.
Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan
laparotomi (pembukaan dinding abdomen). Luka laparotomi sangat
beresiko mengalami infeksi karena letaknya bersebelahan dengan lubang
stoma yang kemungkinan banyak mengeluarkan feses yang dapat
mengkontaminasi luka laparotomi, perawat harus selalu memonitor
kondisi luka dan segera merawat luka dan mengganti balutan jika balutan
terkontaminasi feses. Perawat harus segera mengganti kantong kolostomi
jika kantong kolostomi telah terisi feses atau jika kontong kolostomi bocor
dan feses cair mengotori abdomen. Perawat juga harus mempertahankan
kulit pasien disekitar stoma tetap kering, hal ini penting untuk
menghindari terjadinya iritasi pada kulit dan untuk kenyamanan pasien.
Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera diberi zink salep
atau konsultasi pada dokter ahli jika pasien alergi terhadap perekat
kantong kolostomi. Pada pasien yang alergi tersebut mungkin perlu
dipikirkan untuk memodifikasi kantong kolostomi agar kulit pasien tidak
teriritasi.
3. Indikasi
Indikasi colostomy yang permanent. Pada penyakit usus yang ganas
seperti carsinoma pada usus. Kondisi infeksi tertentu pada colon: Trauma
kolon dan sigmoid Diversi pada anus malformasi Diversi pada penyakit
Hirschsprung Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal
4. Komplikasi
Prolaps, merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih dari
permukaan kulit. Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan: Penonjolan seluruh
dinding colon termasuk peritonium kadangkadang sampat loop ilium.
Adanya strangulasi dan nekrosis pada usus yang mengalami penonjolan.
Prolaps dapat terjadi oleh adanya faktor-faktor peristaltik usus meningkat,
fixasi usus tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra
abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang lemah serta
kemungkinan omentum yang pendek dan tipis. lritasi Kulit Hal ini
terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces yang keluar
mengandung enzim pencernaan yang bersifat iritatif. Juga terjadi karena
cara membersihkan kulit yang kasar, salah memasang kantong dan tidak
tahan akan plaster. Diare Makin ke proksimal colostominya makin encer
feces yang keluar. Pada sigmoid biasanya normal. Stenosis Stoma
Kontraktur lumen terjadi penyempitan dari celahnya yang akan
mengganggu pasase normal feses. Eviserasi Dinding stoma terlepas dari
dinding abdomen sehingga organ intra abdomen keluar melalui celah.
Obstruksi/ penyumbatan Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya
perlengketan usus atau adanya pengerasan feses yang sulit dikeluarkan.
Untuk menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan irigasi
kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan kolostomi permanen
tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat melakukannya
sendiri di kamar mandi. Infeksi Kontaminasi feses merupakan factor yang
paling sering menjadi penyebab terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma.
Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan dan
tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolstomi
sangat bermakna untuk mencegah infeksi. Retraksi stoma/ mengkerut
Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu
sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar
stoma yang mengalami pengkerutan. Prolaps pada stoma Terjadi karena
kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma
yang kurang adekuat pada saat pembedahan. Stenosis Penyempitan dari
lumen stoma. Perdarahan stoma Hernia Paracolostomy Pendarahan Stoma
lnfeksi luka operasi Retraksi : karena fixasi yang kurang sempurna Sepsis
dan kematian Untuk mencegah komplikasi, diperlukan colostomi dengan
teknik benar serta perawatan pasca bedah yang baik, selain itu pre-operatif
yang memadai.
5. Ruang Lingkup
Lesi/ kelainan sepanjang kolon sampai ke rektum. Dalam kaitan
penegakan diagnosis dan pengobatan lebih lanjut diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait: patologi anatomi dan radiologi.
6. Kontra indikasi Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan
tindakan operasi.
7. Diagnosis Banding
Karsinoma kolon dan rektum Inflamatory bawel disease Infeksi
granulamator kolon dan rektum: TBC, amubana
8. Pemeriksaan Penunjang
polos abdomen 3 posisi Colon inloop Colonoscopy USG abdomen
9. Pendidikan pada Pasien/ Keluarga
Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai penjelasan baik
sebelum maupun setelah operasi, terutama tentang perawatan kolostomi
bagi pasien yang harus menggunakan kolostomi permanen. Berbagai hal
yang harus diajarkan pada pasien/ keluarga adalah: Teknik penggantian/
pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar. Teknik perawatan
stoma dan kulit sekitar stoma. Waktu penggantian kantong kolostomi.
Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien. Jadwal makan atau
pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan. Pengeluaran feses
agar tidak mengganggu aktifitas pasien. Berbagai jenis makanan bergizi
yang harus dikonsumsi. Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh pasien. Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera
pada dokter ( jika pasien sudah dirawat dirumah). Berobat/ control ke
dokter secara teratur. Makanan yang tinggi serat.
10. Teknik Operasi Secara singkat teknik operasi kolostomi dapat dijelaskan
sebagai berikut. Setelah penderita diberi narkose dengan endotracheal
tube, penderita dalam posisi terlentang. Desinfeksi lapangan pembedahan
dengan larutan antiseptik, kemudian dipersempit dengan linen steril.
Dibuat insisi tranversal setinggi pertengahan antara arcus costa dan
umbilikus kanan maupun kiri. Dibuka lapis demi lapis sehingga
peritoneum kemudian dilakukan identifikasi kolon tranversum. Kemudian
kolon dikeluarkan ke dinding abdomen dan dilakukan penjahitan ”spur”
3–4 jahitan dengan benang sutera 3/0 sehingga membentuk double loop.
Kemudian usus dijahit ke peritonium fascia dan kulit sehingga kedap air
( water tied ). Selanjutnya usus dibuka transversal dan dijahit ke kulit
kemudian tepi luka diberi vaselin.
ASUHAN KEPERAWATAN KOLOSTOMI
1. Pengkajian
a. Keadaan stoma : Warna stoma (normal warna kemerahan). Tanda-
tanda perdarahan (perdarahan luka operasi). Tanda-tanda peradangan
(tumor, rubor, color, dolor, fungsi laese). Posisi stoma.
b. Apakah ada perubahan eliminasi tinja : Konsistensi, bau, warna feces.
Apakah ada konstipasi / diare ? Apakah feces tertampung dengan baik ?
Apakah pasien/ keluarga dapat mengurus feces sendiri ?
c. Apakah ada gangguan rasa nyeri : Keluhan nyeri ada/ tidak. Hal-hal
yang menyebabkan nyeri. Kualitas nyeri. Kapan nyeri timbul (terus
menerus / berulang). Apakah pasien gelisah atau tidak.
d. Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi Tidur nyenyak/ tidak.
Apakah stoma mengganggu tidur/tidak. Adakah faktor lingkungan
mempersulit tidur. Adakah faktor psikologis mempersulit tidur ?
e. Bagaimana konsep diri pasien ?
f. Bagaimana persepsi pasien terhadap: identitas diri, harga diri, ideal diri,
gambaran diri, & peran.
g. Apakah ada gangguan nutrisi : Bagaimana nafsu makan klien. BB
normal atau tidak. Bagaimana kebiasaan makan pasien. Makanan yang
menyebabkan diare. Makanan yang menyebabkan konstipasi.
h. Apakah pasien seorang yang terbuka ? Maukah pasien mengungkapkan
masalahnya. Dapatkah pasien beradaptasi dgn lingkungan setelah tahu
bagian tubuhnya diangkat. Prioritas Perawatan Ditujukan Kepada:
Pengkajian mengenai penyesuaian psikologis. Pencegahan terhadap
komplikasi. Pemberian dukungan untuk rnerawat anak. Menyediakan
informasi bagi keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Potensial terjadinya gangguan eliminasi tinja (konstipasi atau diare) b.d
kemungkinan diet yang tidak seimbang yang ditandai, dengan ….
2. Potensial gangguan nutrisi b.d ketidaktahuan terhadap kebutuhan
makanan. 3. Potensial gangguan integritas kulit b.d terkontaminasinya
kulit dengan feces, ditandai dengan ….
4. Potensial terjadinya infeksi b.d adanya kontaminasi luka dengan feces,
yang ditandai dengan ….
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d gangguan mekanisme kulit akibat
tindakan operasi, ditandai dengan ….
6. Gangguan rasa nyaman b.d BAB yang tidak terkontrol, yang ditandai
dengan ….
7. Gangguan istirahat dan tidur b.d adanya rasa takut pada keadaan stoma,
ditandai dengan ….
8. Gangguan konsep diri (gambaran diri, peran) b.d belum dapat
beradaptasi dengan stoma dan perubahan anatomis, yang ditandai dengan
….
9. Keterbatasan aktifitas b.d klien merasa takut untuk melakukan aktifitas
karena stoma.
10. Cemas b.d takut terisolasi dari orang lain ….
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2007. 1405-1410
Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Jakarta: Media Aesculapius, FKUI.
KASUS OSTOMI
Nama :Tn. I
Umur :63 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Alamat : Sukasari, Dipatiukur
Nomor RM : 0001485893
Diagnosa Medis : Ileus obstruktif parsial fase paralitik ec ca
rectl 1/3 distal,
Penanggung jawab
Nama :Tn. D
Jenis Kelamin :Laki-laki
Alamat :Sukasari, Dipatiukur
Hubungan dengan pasien : Anak
Satu tahun yang lalu, pasien didiagnosa Tumor usus dan akan dilakukan operasi
namun tidak jadi karena pasien harus pergi ke Banten (rumah anaknya), hingga saat
ini pasien tidak pernah lagi mengontrolkan tumor tersebut. Ketika bulan Ramadhan,
pasien mengeluhkan perut melilit dan muntah mengeluarkan darah warna hitam.
Muntah sudah dialami pasien sejak 6 bulan terakhir dan diare juga dialami pasien 6
bulan SMRS. Pada bulan Oktober 2020, perut pasien makin melilit, kembung, BAB
hanya berbentuk cair saja dan pasien mengatkan muntah darah berwarna hitam. Oleh
keluarga, pasien dibawa ke klinik dan pasien di rawat di RS Salamun selama 12 hari.
Kemudin pasien di rujuk ke RSHS tanggal 20 November 2020 dan dilakukan
kolostomi. Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan merasa tidak nyaman dan
sakit di luka perut yang di operasi kalau melakukan gerakan.Sakit yang drasakan
seperti ada luka di perut. Skala 3 (0-10) dan sakit dirasa didaerah yang dioperasi saja.
Pasien BAB melalui lubang ostomi disebelah abdomen sinistra, feses cair lembek
warna kuning kecoklatan, sedikit terlihat darah di feses. Terpasang selang kateter,
warna urin kuning jernih 1000 ml (selama 11 jam dan diapers).
Pasien mengatakan sakit yang dirasakan seperti ada luka di perut. Skala 3 (0-10) dan
sakit dirasa didaerah yang dioperasi saja.
Pasien mengatakan setelah dilakukan operasi ini, merasa perutny lebih nyaman dan
enakan meski dilakukan kolostomi. Keluarga pasien mengatakan pasien merasa malu
karena BAB melalui lubang ostomi. Pasien berpikir kalau orang lain melihat pasien
BAB melalui lubang ostomy, tidak ada kerabat yang mau mendekat.
Pasien beragama islam dan selama sakit, pasien tidak mengerajakan sholat. Karena
merasa tidak suci akibat kolostomi/karena tidak biasa menjalankan
Hasil / tanggal
Pemeriksaan Nilai rujukan
28/5/2020 30/5/2020
Hct 26 40-50 %
TCO2 30
BE -7,5 -2 – 2 mEg/L
MCV 83 77-93 fL
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 2 1-3 %
Batang 1 2-5 %
Segmen 84 50-63 %
Limfosit 9 20-45 %
Monosit 2 2-8 %
Metamielosit 1
Mielosit 1
Mg 2 >1,5 meq/L
pH 7,407 7,35-7,45
Albumin 2
31
35
Kalium 2,8
PT 11,3
APTT 31,9
INR 103
Fibrinogen 393,4
Terapi
Terapi farmakologi
Terapi
Meropenem
Omeprazol
Ketorolak
Na asetat
Cefofloxaxon
Terapi diit
Diit peptisol 1600 kalori
Kolostomi diversi
Biopsi anoskopi
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. I
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Sukasari,Dipatiukur
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Pendidikan : -
Status : -
Nomor RM : 0001485893
Diagnosa Medis : ileus obstruktif parsial fase paralitik ec ca rectl
1/3 distal
Tanggal Pengkajian : 20 November 2020
Tanggal Masuk RS :
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri
4 Kebiasaan diri
1. Mandi Tidak terkaji Tidak terkaji
2. Perawatan Tidak terkaji Tidak terkaji
kuku Tidak terkaji Gigi kotor
3. Perawatan gigi Tidak terkaji Tidak kerja
4. Perawatan
rambut Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
5. Keluhan
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Hasil
Kolostomi diversi
Biopsi anoskopi
USG a. Empedu membesar, hiperkolik ± 0,97 cm
b. Prostat membesar ± 5,99x4,3x3,85 (vol 51,56)
c. Hepar tampak koleksi cairan
d. VU tampak bayangan hiperkolik
EKG Regular, terdapat gambaran VES di V2
Pemeriksaan feses Terdapat Coccus gram positif dan kuman batang
gram negatif
8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil / tanggal
Pemeriksaan Nilai rujukan
28/5/2020 30/5/2020
Hb 8,1 13-17 g/dl
Hct 26 40-50 %
Eritrosit 3,11 3,5-5,3 103 µL
MCHC 3,4 31-35 g/dL
Ureum 97 52 10-50 mg/dL
Kreatinin 2,16 1,66 < 1,1 mg/dL
Gula darah 180 < 200 mg/dL
Kalium 3,1 3,2 3,6-5 mEq/L
PCO2 24,6 35-45 mmHg
PO2 127 70-100 mmHg
HCO3 15,4 22-2 mEg/L
TCO2 30
BE -7,5 -2 – 2 mEg/L
SaO2 98% 93-98%
Gula darah sewaktu 125 < 200 mg/dL
Kalium 2,9 3,6-5 mEq/L
Leukosit 9600 4-11 103 µL
Tromobsit 249.000 140-400 103 µL
MCV 83 77-93 fL
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 2 1-3 %
Batang 1 2-5 %
Segmen 84 50-63 %
Limfosit 9 20-45 %
Monosit 2 2-8 %
Metamielosit 1
Mielosit 1
Na 180 130-150 meq/L
Kalsium 3,1 >8,5 meq/L
Mg 2 >1,5 meq/L
pH 7,407 7,35-7,45
Gula darah puasa 103
Albumin 2
Protein total 5,2
Ureum 63
Kreatinin 1,8
Gula darah 2 jam PP 97
31
35
Kalium 2,8
D Dimer kuantitatif 6,6
PT 11,3
APTT 31,9
INR 103
Fibrinogen 393,4
9. PROGRAM TERAPI
a. Terapi farmakologis
Terapi Keterangan
Meropenem antibiotik carbapenem dengan aktivitas spektrum luas terhadap
beberapa pathogen
Omeprazol menurunkan kadar asam yang diproduksi di dalam lambung.
Obat yang masuk ke dalam jenis penghambat pompa proton
Ketorolak Analgesik non-narkotik
Na asetat
Cefofloxaxon
b. Terapi diit
Diit peptisol 1600 kalori
Disfungsi motilitas
gastrointestinal
(POST OPERASI)
Persepsi nyeri
Nyeri akut
2. Ds:- Risiko infeksi
Do: Prosedur invasif
- Pasien BAB
melalui
lubang
ostomi Lubang kolostomi
disebelah
abdomen
sinistra. Feses dari kolostomi
- Warna kulit
ostomi
merah
muda. Risiko infeksi
- Lembap.
Hipotensi
Perfusi jaringan
menurun
Asidosis metabolik
Gangguan pertukaran
gas
5. Ds : Tumor dalam dinding Risiko ketidakseimbangan
Do : elektrolit
- Kalium :
2,9 mEq/L
- Natrium : Meluas ke lumen usus
180 mEq/L
- Kalsium :
3,1 mEq/L Tekanan pada usus
Obstruksi usus
Cairan,gas,dan udara
berkumpul di belakang
obstruksi
Peristaltik meningkat
sementara waktu,dalam
upaya memaksa isi usus
mendorong sumbatan
Distensi bertambah
Distensi menghalangi
pasokan darah ke dalam
usus sehingga
menghambat absorpsi
usus
Dinding usus
membengkak ketika
air,natrium,serta kalium
disekresikan ke dalam
usus dan tidak diabsopsi
kembali dari dalam usus
Risiko
ketidakseimbangan
elektrolit
3. Nyeri post operasi timbul setelah efek bius atau efek anastesi sudah habis.
Berbagai pemberian terapi dapat diberikan untuk mengurangi atau mengatasi
nyeri. Pemberian teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu model
terapi yang dapat digunakan untuk menurunkan intensitas nyeri. Keberhasilan
terapi tergantung dari individu masing-masing. McCaffery (1999) dalam
Prasetyo (2010) menyatakan bahwa hanya klienlah yang paling mengerti dan
memahami tentang nyeri yang ia rasakan. Oleh karena itu dikatakan klien
sebagai expert tentang nyeri yang ia rasakan. Terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi persepsi dan reaksi masing-masing individu terhadap nyeri.
Seorang perawat harus menguasai dan memahami faktor-faktor tersebut agar
dapat memberikan pendekatan yang tepat dalam pengkajian dan perawatan
terhadap klien yang mengalami masalah nyeri.
( INFOKES, VOL. 3 NO. 1 Februari 2013 ISSN : 2086 - 2628 Jurnal Ilmiah
Rekam Medis dan Informatika Kesehatan 52 TERDAPAT PENGARUH
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP
TINGKAT NYERI PADA PASIEN POST OPERASI DENGAN ANESTESI
UMUM DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Oleh: Satriyo Agung,
Annisa Andriyani, Dewi Kartika Sari Program studi ilmu keperawatan STIKES
„Aisyiyah surakarta)
4. Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan
dan pengontrolan infeksi. Mencuci tangan merupakan salah satu faktor aseptik,
menurut Depkes RI (2011) salah satu indikasi mencuci tangan ada beberapa hal
antara lain setelah tiba di tempat kerja, sebelum kontak langsung dengan pasien,
sebelum memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dantindakan infasive
(pemberian suntikan intra vaskuler, sebelum menyediakan / mempersiapkan obat -
obatan, sebelum mempersiapkan makanan, sebelum memberi makan pasien,
sebelum meninggalkan rumah sakit, untuk menghindari kontaminasi silang, setelah
kontak dengan pasien, setelah melepas sarung tangan, setelah melepas alat
pelindung diri, setelah kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi,
eksudat luka dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi
dengan darah, cairan tubuh, ekskresi (urinal) apakah menggunakan atau tidak
menggunakan sarung tangan dan setelah menggunakan toilet, menyentuh hidung
dengan tangan.Dalam jurnal HUBUNGAN KEPATUHAN PERAWAT
MENCUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN HAIs (FLEBITIS) DI RUMAH
SAKIT DIRGAHAYU SAMARINDA 1 Margaretha Siulina,2 Sholichin ,3 Annisa
A’in 1 Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Kesehatan Wiyata
Husada Samarinda 2 Akper Pemprov Tingkat I Samarinda 3 Program Studi Ilmu
Keperawatan, Sekolah Tinggi Kesehatan Wiyata Husada Samarinda.
5. Oleh karena itu keterampilan cara merawat stoma harus mulai diajarkan sedini mungkin
dimulai sebelum operasi dan dilanjutkan pada pasca operasi selama pasien masih dirawat
dirumah sakit sehingga saat pulang kerumah mereka sudah dapat merawat stoma mereka
sendiri (Burch, 2011; Cheng, Meng, Yang, & Zhang, 2013; Grant, Mccorkle, Hornbrook,
Wendel, & Krouse, 2014) Langkah pertama pasien ostomy harus belajar pengetahuan dan
keterampilan baru tentang hidup dengan stoma dan merawat stoma mereka. Mereka harus
mengetahui keterampilan perawatan diri seperti mengosongkan kantong, memasang
kantung stoma dengan benar, mengetahui tentang efek makanan yang dikomsumsi dan
produk luaran dari stoma dan mereka harus mampu mengidentifikasi dan mampu merawat
komplikasi stoma dan peristomal (Crawford et al., 2012). Salah satu tujuan dari perawatan
stoma yang baik adalah mempertahankan kesehatan kulit disekitar stoma(Williams et al.,
2010). Penggantian kantung stoma yang tidak tepat dapat membuat kerusakan kulit
disekitar stoma dan nyeri (Burch, 2010). (Studi Literatur Manfaat Edukasi Berbasis
Video Dalam Peningkatan Pengetahuan Perawatan Stoma Sitti Salmawati1 , Saldy
Yusuf2 , Takdir Tahir3 1 Mahasiswa keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Hasanuddin, Makassar. 2,3Dosen Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar)
7. Penyakit diare masih menjadi masalah utama di Indonesia yang perlu penanganan
dan kajian dari berbagai aspek. Penyebab kesakitan dan kematian akibat diare tidak
dapat diketahui secara spesifik, hal ini dikarenakan sebagian besar diagnosis yang
dilakukan oleh tenaga medis tidak berbasiskan hasil pemeriksaan laboratorium
tetapi hanya berdasarkan diagnosis klinis. Untuk itu pemeriksaan laboratorium
sangatlah penting sebagai penunjang dalam pemeriksaan diare. Beberapa metode
konvensional yang digunakan untuk menentukan adanya bakteri Escherichia coli
O157:H7 pada sampel baik itu makanan, minuman ataupun pada feses penderita
antara lain metode biakan (kultur), uji biokimiawi, dan uji serologis.( JST
Kesehatan, April 2015, Vol.5 No.2 : 184 – 192 ISSN 2252-5416 184 DETEKSI
KEBERADAAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI O157:H7 PADA FESES
PENDERITA DIARE DENGAN METODE KULTUR DAN PCR Detection of
Existence of Bacterium Escherichia Coli O157:H7 in Feces of Diarrhea Patients by
Culture and PCR Metods Zakia Bakri1 , Mochammad Hatta1 , Muh. Nasrum
Massi3 1Bagian Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, 2Bagian
Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar)
8. Cairan dan elektrolit merupakan komponen terbesar dalam tubuh manusia. Dimana
dalam tubuh terdiri dari dua jenis cairan yaitu cairan intraseluler dan ekstraseluler.
Sekitar 60% berat tubuh total terdiri dari atas air. Dari jumlah ini dua pertiga (66%)
adalah cairan intrasel. Cairain berperan penting dalam pembentukan energy,
pemeliharaan tekanan osmotic, dan transport zat zat tubuh dan menembus
membrane sel, dan satu pertiga (33%) adlah cairan ekstra sel.
(Jurnal Medika Keperawatan Vol 9 No 02 2018)
Terapi intravena merupakan cara yang digunakan untuk memberikan cairan pada
pasien yang tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok (WHO, 2005).
Terapi intravena bertujuan mencegah gangguan cairan dan elektrolit (Potter dan
Perry, 2005). Infus merupakan cara atau bagian untuk memasukkan obat, vitamin
dan transfusi darah ke tubuh pasien.
( Jurnal STIKES Volume 6, No. 1, Juli 2013 109 PEMBERIAN OBAT MELALUI
INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT
INAP DI RUMAH SAKIT GIVING MEDICINE THROUGH INTRAVENOUS
TOWARDS INCIDENT OF PHLEBITIS TO HOSPITALIZED PATIENT IN
HOSPITAL Winda Pratama Iradiyanti Erlin Kurnia STIKES RS Baptis Kediri
(stikesbaptisjurnal@ymail.com)