DISUSUN OLEH:
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Setiap tahunnya
1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar
300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada
tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis
serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang
layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.
D. Etiologi
Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik sering terjadi setelah pembedahan
abdomen karena adanya refleks penghambatan peristaltik akibat visera abdomen yang
tersentuh tangan. Refleks penghambatan peristaltik ini sering disebut sebagai ileus paralitik,
walaupun paralisis peristaltik ini tidak terjadi secara total. Keadaan lain yang sering
menyebabkan terjadinya ileus adinamik adalah peritonitis. Atoni usus dan peregangan gas
sering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik, terutama setelah fraktur iga, trauma
medula spinalis, dan fraktur tulang belakang.
Penyebab obstruksi mekanis berkaitan dengan kelompok usia yang terserang dan
letak obstruksi. Sekitar 50% obstruksi terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua, dan
terjadi akibat perlekatan yang disebabkan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan
volvulus merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan
orang tua. Kanker kolon merupakan penyebab 90% obstruksi yang terjadi. Volvulus adalah
usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan biasanya mengenai kolon
sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis atau femoralis sangat sering
menyebabkan terjadinya obstruksi usus halus. Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian
usus ke dalam bagian berikutnya dan merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu
ditemukan pada bayi dan balita. Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk
ke dalam sekum. Benda asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi
yang terjadi pada anak dan bayi.
a. Mekanis
Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)
Karsinoma
Volvulus
Intususepsi
Obstipasi
Polip
b. Fungsional (non mekanik)
Ileus paralitik
E. Patofisiologi
1. Obstruksi usus halus
Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah diatas usus yang mengalami
obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih
banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus
meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya
hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi
dari dinding usus, dengan akibat peritonitis.
Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan
ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium
dalam darah, yang akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis
yang terjadi kemudian, disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium. Dengan
kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi.
2. Obstruksi usus besar
Seperti pada obstruksi usus halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi usus, cairan,
dan gas berada proksimal disebelah obstruksi. Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan
distensi hebat dan perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir balik melalui katup
ileal.
Obstruksi usus besar, meskipun lengkap, biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke
kolon tidak terganggu. Apabila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis
(kematian jaringan); kondisi ini mengancam hidup. Pada usus besar, dehidrasi terjadi
lebih lambat dibandingkan pada usus kecil karena kolon mampu mengabsorpsi isi
cairannya dan dapat melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan diatas kapasitas
normalnya.
F. Manifestasi klinis
1. Obstruksi Usus Halus
a. Gejala awal biasanya nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian epigastrium yang
cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat
intermitten. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
maka nyeri bersifat konstan.
b. Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak
terdapat flatus.
c. Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi, yang berakhir pada distensi
abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi parsial biasa mengalami diare.
d. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras
dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kearah mulut.
e. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin
kebawah obstruksi dibawah area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya
distensi abdomen.
f. Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi shock
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi
klinis takikardi dan hipotensi. Suhu tubuh biasanya normal tapi kadang-kandang
dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulate.
g. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic
meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstrusi terus berlanjut, peristaltic akan
menghilang dan melemah. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal
toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.
2. Obstruksi Usus Besar
a. Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus
halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
b. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien dengan
obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya dalam
satu hari.
c. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat
dari luar melalui dinding abdomen.
d. Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah. (Suratun & Lusianah, 2010.
Hal. 339 )
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi
sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya
iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38%-50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27%-44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat
dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat,
dan metabolik asidosis bila ada tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
2. Radiologi
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level pada
foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos
abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level
terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika
terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa
yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak
2) Ganti kelilangan cairan dan elektrolit: berikan ringer laktat atau NaCl dengan
suplemen K+
3) Pantau pasien-diagram keseimbangan cairan, kateter urine, diagram suhu, nadi,
dan napas regular, pemeriksaan darah.
4) Minta pemeriksaan penunjang sesuai dengan penyebab yang mungkin
5) Hilangkan obstruksi dengan pembedahan jika:
a. Penyebab dasar membutuhkan pembedahan (misalnya hernia, karsinoma
kolon)
b. Pasien tidak menunjukan perbaikan dengan terapi konservattif (misalnya
obstruksi akibat adhesi); atau
c. Terdapat tanda-tanda starngulasi atau peritonitis.
J. WOC
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Biasanaya klien datang dengan keluhan sakit perut yang hebat, kembung, mual, muntah,
dan tidak ada BAB/defekasi yang lama.
b. Riwayat penyakit sekarang
Perubahan BAB sejak kapan? (frekunsi, jumlah, karakteristik)
Sakit perut? Kembung?
Mual, muntah? (frekuensi, jumlah, karakteristik)
Demam?
Bisa flatus?
Apakah diberi obat sebelum masuk RS?
c. Riwayat penyakit dahulu
Ada atau tidak riwayat tumor ganas, polip, peradangan kronik pada usus?
Riwayat pernah dioperasi pada daerah abdomen?
Apakah ada riwayat hernia?
Apakah pernah mengalami cedera/trauma abdomen?
d. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
o Apakah klien tampak sakit, meringis
o Ada muntah? Kaji warna dan karakteristik. Biasanya muntah fekal
o kelihatan sulit bernapas karena kembung?
o Distensi abdomen
o Tonjolan seperti bengkak pada abdomen
Auskultasi
Pada awal, bising usus cepat meningkat di atas sisi obstruksi, kemudian bising usus
berhenti.
Perkusi. Timpani
Palpasi. Nyeri tekan
e. Pengkajian pola Gordon
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
3) Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
4) Makanan atau cairan
Gejala : anoreksia,mual atau muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit
buruk.
5) Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan distensi abdomen
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorpsi
d. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
3. Intervensi Keperawatan
NO
.
1.
DIAGNOSA
Ketidakefektifan pola
napas berhubungan
dengan nyeri dan
distensi abdomen
NOC
NIC
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status :
Airway patency
Vital sign Status
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Oxygen Therapy
Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang
paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
2.
Risiko kekurangan
volume cairan
berhubungan dengan
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
gangguan absorpsi
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food
and Fluid Intake
Nutritional Status :
food and Fluid Intake
sistolik)
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Fluid management
Timbang popok/pembalut
jika diperlukan
Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat
Monitor status hidrasi
( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ),
jika diperlukan
Monitor vital sign
Monitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake
kalori harian
Lakukan terapi IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan
Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
Monitor kulit kering dan
4.
Nyeri
akut
berhubungan dengan
peningkatan tekanan
intralumen usus
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
5.
Ansietas berhubungan
dengan perubahan
dalam status kesehatan
Anxiety control
Coping
kecemasan
Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam, edisi XIII, EGC: Jakarta.
Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi III, Penerbit Erlangga:
Jakarta
Buku Saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG