Anda di halaman 1dari 17

RosaliniKONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF

2.1 Definisi Teoritis Keperawatan Perioperatif


Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien .
Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre
operatif, intra operatif dan post operatif.
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata “perioperatif”
adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu
praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Dalam setiap fase tersebut dimuali dan
diakhiri dalam waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman
bedah, dan masingmasing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang
luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standart
keperawatan (Brunner & Suddarth, 2010).
Masing-masing tahap mencakup aktivitas atau intervensi keperawatan dan dukungan
dari tim kesehatan lain sebagai satu tim dalam pelayanan pembedahan (Majid, 2011).
Peroperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai dari prabedah
(preoperatif), bedah (intraoperatif), dan pascabedah (postoperatif) (Alimul Aziz, 2009).
2.2 Menurut Brunner dan Suddarth (2010) fase perioperatif mencakup tiga fase dan
pengertiannya yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi; persiapan
pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik
pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien)
a. Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau
hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi
dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan
persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang
pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam
dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
b. Persiapan Fisiologi, meliputi :
1) Diet (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi
pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak
diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi
makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat
pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya operasi.
2) Persiapan Perut Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada
bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah
cidera kolon, mencegah konstipasi dan mencegah infeksi.
3) Persiapan Kulit Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambuy
4) Hasil Pemeriksaan à hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
5) Persetujuan operasi/informed consent izin tertulis dari pasien/keluarga harus
tersedia
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindah ke bagian atau departemen bedah dan berakhir 10 saat pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi :
memasang infus (IV), memberikan medikasi intravena, dan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien;
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan
posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien
dan keadaan psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
a. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b. Umur dan ukuran tubuh pasien.
c. Tipe anaesthesia yang digunakan.
d. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi
yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah
dan kakinya ditutup dengan duk.
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
a. Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub
Nurse / Perawat Instrumen
b. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat
sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang
rumit).
3. Fase Post operatif
Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan
intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room)/
pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di
rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas
selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi
serta pemulangan ke rumah.
Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
a. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery
room)
Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak
insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia
tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama
perjalanan transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien diselimuti,
jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut
dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses
transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi
dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
b. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang
pulih sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post
anasthesia care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi
operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal
perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini
disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk :
§ perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi)
§ ahli anastesi dan ahli bedah
§ alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
2.3 Etiologi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
1. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
2. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang
inflamasi
3. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
4. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
5. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh
ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kemampuan
untuk menelan makanan
2.4 Jenis dan Indikasi Pembedahan
Pembedahan dilakukan jika diduga kuat adanya indikasi-indikasi yang mendukung
untuk diharuskannya tindakan pembedahan. Sebagai contoh, untuk pemeriksaan
diagnostik yang perlu dilakukannya biopsi, untuk memperkirakan luas penyakit ataupun
injury yaitu dengan eksplor laparatomi, mungkin juga untuk mengembalikan tampilan
dan fungsi sebelumnya misalnya dengan mammoplasty, pembedahan juaga dilakukan
untuk mengangkat organ yang tidak bisa ditunda, seperti contoh pada kasus darurat.
Pembedahan juga dapat diklasifikan sesuai tingkat urgensinya, dengan penggunaan
istilah-istilah kedaruratan, urgen, diperlukan, elektif, dan pilihan (Brunner & Suddarth,
2010). Berikut adalah Tabel 2.1 yang merupakan klasifikasi pembedahan menurut
Brunner & Sudddart.
2.5 Klasifikasi Perawatan Perioperatif
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1. Kedaruratan/Emergency à Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin
mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan
hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau
tusuk, luka bakar sanagat luas.
2. Urgen pada pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan
dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada
uretra.
3. Diperlukan pasien harus menjalan pembedahan. Pembedahan dapat direncanaka
dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : hiperplasia prostat tanpa obstruksi
kandung kemih, gangguan tyroid, katarak.
4. Elektif pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak
dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar,
hernia sederhana, perbaikan vaginal.
5. Pilihan keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.
Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika.
Contoh : bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
a. Minor à Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang
minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
b. Mayor à Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius.
Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.
c. Elektif Pembedahan dimana jika Tidak dilakukan pembedahan (penundaan) tidak
terlalu membahayakan pasien. Dilakukan berdasarkan pada pilihan klien; tidak
penting dan mungkin tidak dibutuhkan untuk kesehatan. Buniektomi, operasi
plastik wajah, perbaikan hernia, rekonstruksi payudara, perbaikan eskar, perbaikan
vaginal.
d. Gawat Perlu untuk kesehatan klien, dapat mencegah timbulnya masalah tambahan
(misalnya dekstruksi jaringan atau fungsi organ yang terganggu); tidak harus
bersifat darurat. Eksisi tumor ganas, pengangkatan batu kandung empedu,
perbaikan vaskular akibat obstruksi arteri (misalnya, bypass arteri koroner)
e. Darurat Harus dilakukan segera untuk menyelamatkan jiwa atau mempertahankan
fungsi bagian tubuh. Memperbaiki perforasi apendiks, memperbaiki amputasi
traumatik, mengontrol perdarahan internal.
f. Diagnostik Bedah eksplorasi untuk memperkuat diagnosis dokter; mungkin
termasuk pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan diganostik yang lebih lanjut.
Laparatomi eksplorasi (insisi rongga peritoneal untuk menginspeksi organ
abdomen), biopsi masa payudara.
g. Ablatif Eksisi atau pengangkatan bagian tubuh yang menderita penyakit. Amputasi,
pengangkatan appendiks, kolesistektomi.
h. Paliatif Menghilangkan atau mengurangi intensitas gejala penyakit; tidak akan
menyembuhkan penyakit. Kolostomi, debridemen jaringan nekrotik, reseksi serabut
saraf.
Sedangkan menurut Alimul Aziz (2009) jenis pembedahan dibagi menjadi dua yaitu
berdasarkan lokasi dan berdasarkan tujuan : Jenis pembedahan berdasarkan lokasinya,
pembedahan dibagi menjadi bedah thorak, kardiovaskuler, bedah neurologi, bedah
ortopedi, bedah urologi, bedah kepala leher, bedah digestive, dan lain-lain.
Jenis pembedahan berdasarkan tujuannya, pembedahan dibagi menjadi
a. Pembedahan diagnostik, ditunjukkan untuk menentukan sebab terjadinya gejala dari
penyakit, seperti biopasi, eksplorasi, dan laparotomi
b. Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit, misalnya
pembedahan apendioktomi
c. Pembedahan restoratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit, misalnya
pembedahan apendiktomi
2.6 Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya
a. Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-
tanda syok adalah : Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat, Sianosis pada bibir,
gusi dan lidah, Nadi cepat, lemah dan bergetar , Penurunan tekanan darah, Urine
pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter
terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan,
memberikan dukungan psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi
pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan periode istirahat.
b. Perdarahan
Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki
membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus.
Kaji penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.
c. Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena
bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari
dan sindrom pasca flebitis.
d. Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus
dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung
kemih. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter
untuk membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
e. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi
pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan. Pencegahan
infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga
perawatan luka dengan prinsip steril.
f. Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang
biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan
multi organ.
g. Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak)
yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini
bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri
seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan
seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.
h. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang mengalami
pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal,
nyeri dan distensi abdomen.
2.7 Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian fase Pre Operatif
Pengkajian Psikologis à meliputi perasaan takut / cemas dan keadaan emosi pasien
 Pengkajian Fisik à pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu.
 Sistem integument à apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit kulit di
area badan.
 Sistem Kardiovaskuler à apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi
apakah pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan minum obat jantung
sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum alcohol, Oedema, Irama dan
frekuensi jantung.
 Sistem pernafasan apakah pasien bernafas teratur dan batuk secara tiba-tiba di
kamar operasi.
 Sistem gastrointestinal à apakah pasien diare ?
 Sistem reproduksi à apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
 Sistem saraf à bagaimana kesadaran ?
 Validasi persiapan fisik pasien à apakah pasien puasa, lavement, kapter,
perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien / perlengkapan operasi dan
validasi apakah pasien alergi terhadap obat?
b. Pengkajian fase Intra Operatif
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi
anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi
anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang
perlu dikaji adalah :
 Pengkajian mental à Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar /
terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan
terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi
prosedur tersebut.
 Pengkajian fisik : Tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka perawat
harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
 Transfusi dan infuse : Monitor flabot sudah habis apa belum.
 Pengeluaran urin : Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg
BB/jam.
c. Pengkajian fase Post Operatif
 Status respirasi Meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan,
kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
 Status sirkulatori Meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.
 Status neurologis Meliputi tingkat kesadaran.
 Balutan Meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus disambung
dengan sistem drainage.
 Kenyamanan Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
 Keselamatan Meliputi : diperlukan penghalang samping tempat tidur, kabel
panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
 Perawatan Meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung,
sifat dan jumlah drainage.
 Nyeri Meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat / memperingan.
2. Asuhan Keperawatan Perioperatif
NO. NANDA NOC NIC
1. Pre Operatif Tujuan : cemas dapat Penurunan kecemasan
Cemas b.d terkontrol. · Bina hubungan saling percaya
krisis Kriteria hasil : dengan klien / keluarga
situasional · Secara verbal dapat · Kaji tingkat kecemasan klien.
Operasi mendemonstrasikan · Tenangkan klien dan dengarkan
teknik menurunkan keluhan klien dengan atensi
cemas. · Jelaskan semua prosedur tindakan
· Mencari informasi kepada klien setiap akan melakukan
yang dapat tindakan
menurunkan cemas · Dampingi klien dan ajak
· Menggunakan teknik berkomunikasi yang terapeutik
relaksasi untuk · Berikan kesempatan pada klien
menurunkan cemas untuk mengungkapkan perasaannya.
· Menerima status · Ajarkan teknik relaksasi
kesehatan. · Bantu klien untuk mengungkapkan
hal-hal yang membuat cemas.
· Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain untuk pemberian obat penenang,
2. Pre Operatif Tujuan : bertambah-nya Pendidikan kesehatan : proses
Kurang pengetahuan pasien penyakit
Pengetahuan tentang penyakitnya. · Kaji tingkat pengetahuan klien.
b.d Pengetahuan: Proses · Jelaskan proses terjadinya penyakit,
keterbatasan Penyakit tanda gejala serta komplikasi yang
informasi Kriteria hasil : mungkin terjadi
tentang · Pasien mampu men- · Berikan informasi pada keluarga
penyakit dan jelaskan penyebab, tentang perkembangan klien.
proses komplikasi dan cara · Berikan informasi pada klien dan
operasi pencegahannya keluarga tentang tindakan yang akan
· Klien dan keluarga dilakukan.
kooperatif saat · Diskusikan pilihan terapi
dilakukan tindakan · Berikan penjelasan tentang
pentingnya ambulasi dini
· Jelaskan komplikasi kronik yang
mungkin akan muncul
3. Post Operatif Tujuan : kerusakan per- Pengelolaan jalan napas
Gangguan tukaran gas tidak terjadi · Kaji bunyi paru, frekuensi
pertukaran Status Pernapasan: nafas,kedalaman dan usaha nafas.
gas b.d efek ventilasi · Auskultasi bunyi napas, tandai area
samping dari Kriteria hasil : penurunan atau hilangnya ventilasi
anaesthesi. · Status neurologis DBN dan adanya bunyi tambahan
· Dispnea tidak ada · Pantau hasil gas darah dan kadar
· PaO2, PaCO2, pH elektrolit
arteri dan SaO2 dalam · Pantau status mental
batas normal · Observasi terhadap sianosis,
· Tidak ada gelisah, terutama membran mukosa mulut
sianosis, dan keletihan · Pantau status pernapasan dan
oksigenasi
· Jelaskan penggunaan alat bantu yang
diperlukan (oksigen,
pengisap,spirometer)
· Ajarkan teknik bernapas dan
relaksasi
· Laporkan perubahan sehubungan
dengan pengkajian data (misal: bunyi
napas, pola napas, sputum,efek dari
pengobatan)
· Berikan oksigen atau udara yang
dilembabkan sesuai dengan
keperluan

4. Post Operatif Tujuan : kerusakan Perawatan luka


Kerusakan integritas kulit tidak · Ganti balutan plester dan debris
integritas terjadi. · Cukur rambut sekeliling daerah yang
kulit b.d luka Penyembuhan Luka: terluka, jika perlu
post operasi Tahap Pertama · Catat karakteristik luka bekas
Kriteria hasil : operasi
· Kerusakan kulit tidak · Catat katakteristik dari beberapa
ada drainase
· Eritema kulit tidak ada · Bersihkan luka bekas operasi dengan
· Luka tidak ada pus sabun antibakteri yang cocok
· Suhu kulit DBN · Rendam dalam larutan saline yang
sesuai
· Berikan pemeliharaan lokasi IV
· Sediakan pemeliharaan luka bekas
operasi sesuai kebutuhan
· Berikan pemeliharaan kulit luka
bernanah sesuai kebutuhan
· Gunakan unit
TENS (Transcutaneous Elektrikal
Nerve Stimulation) untuk
peningkatan penyembuhan luka
bekas operasi yang sesuai
· Gunakan salep yang cocok pada
kulit/ lesi, yang sesuai
· Balut dengan perban yang cocok
· Pertahankan teknik pensterilan
perban ketika merawat luka bekas
operasi
· Periksa luka setiap mengganti
perban
· Bandingkan dan mencatat secara
teratur perubahan-perubahan pada
luka
· Jauhkan tekanan pada luka
· Ajarkan pasien dan anggota keluarga
prosedur perawatan luka

5. Post Operatif Tujuan : Nyeri dapat Manajemen Nyeri :


Nyeri akut teratasi. · Kaji nyeri secara komprehensif (
b.d proses Kontrol Resiko lokasi, karakteristik, durasi,
pembedahan Kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan faktor
· Klien melaporkan presipitasi ).
nyeri berkurang dg · Observasi reaksi NV dr ketidak
scala 2-3 nyamanan.
· Ekspresi wajah · Gunakan teknik komunikasi
tenang terapeutik untuk mengetahui
· klien dapat istirahat pengalaman nyeri klien
dan tidur · Kontrol faktor lingkungan yang
· v/s dbn mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
· Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
· Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
· Kolaborasi pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri.
· Evaluasi tindakan pengurang nyeri
· Monitor TTV
3. Asuhan Keperawatan Anak dengan Apendiksitis
a. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara
lain :
1) Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
2) Keluhan utama
klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan
bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
3) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. Kesehatan
klien sekarang ditanyakan kepada orang tua Diet,kebiasaan makan makanan rendah
serat.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
2) Sirkulasi : Takikardia.
3) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
4) Aktivitas/istirahat : Malaise.
5) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
6) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
7) Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
8) Demam lebih dari 380C.
9) Data psikologis klien nampak gelisah.
10) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
11) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah proliotomi.
12) Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin
terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum
atau ileum).
2) Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
3) Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4) Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
5) Pada enema barium apendiks tidak terisi.
6) Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
d. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan
diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.
Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak
adekuat.
e. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC),
dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification (
NOC) , antara lain :
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
 Nyeri berkurang
 Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
 Kegelisahan atau keteganganotot
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor
presipitasinya.
 Observasi ketidaknyamanan non verbal.
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk
memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan
perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan berat badan.
 Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
 Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
 Turgor kulit baik.
Intervensi
 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
 Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
 Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
 pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau
hilang.
Kriteria Hasil :
 Nyeri berkurang
 Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.
 Observasi ketidaknyamanan non verbal
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan
yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien
normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal.
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
 Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
 Monitor vital sign dan status hidrasi.
 Monitor status nutrisi
 Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
 Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
 Atur kemungkinan transfusi darah.
Daftar Pustaka

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana
Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri:
Mosby Yearbook, Inc.
Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC, 2007,
apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 1 Juni 2008.
https://www.slideshare.net/pangestucs/askep-klien-dengan-apendik-by-kelompok-4-poltekes-
tanjungpinang

Anda mungkin juga menyukai