Ileus Obstruksi
KELOMPOK 2
Puji syukur kita hanturkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat terutama nikmat sehat dan sempat sehingga alhamdulillah kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Ileus Obstruksi’’ ini dapat diselesaikan dengan apa
adanya dan tepat pada waktunya. Apabila didalam makalah ini masih terdapat kekeliruan,
oleh sebab itu kami mengharapkan kritikan dan saran dari Bapak/Ibu Dosen dan Teman-
Teman agar kami memiliki bahan untuk merefisi makalah ini.
Semoga makalah yang kami tulis ini dapat memberikan tambahan wawasan bagi
teman-teman mahasiswa keperawatan dan semoga bisa menjadi bahan referensi untuk
pembelajaran kita bersama.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007).
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel,
2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen
Kesehatan Indonesia. Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan
waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan
secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston,
1995).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ileus Obstruktif
2. Apa etiologi Ileus Obstruktif
3. Bagaimana patofisiologi Ileus Obstruktif
4. Bagaimana manifestasi klinis Ileus Obstruktif
5. Apa saja yang termasuk komplikasi Ileus Obstruktif
6. Bagaimana pemeriksaan Ileus Obstruktif
7. Bagaimana penatalaksanaan Ileus Obstruktif
C. Tujuan
1 Tujuan Umum
Mengetahui apa sebenarnya definisi Ileus Obstruktif secara lebih luas
2 Tujuan khusus
a) Mengetahui yang dimaksud dengan Ileus Obstruktif
b) Mengetahui etiologi Ileus Obstruktif
c) Mengetahui patofisiologi Ileus Obstruktif
d) Mengetahui manifestasi klinis Ileus Obstruktif
e) Mengetahui apa saja yang termasuk komplikasi Ileus Obstruktif
f) Mengetahui pemeriksaan Ileus Obstruktif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Dasar
A. Definisi
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus interstinal(Nettina, 2001). Obstruksi usus dapat diartikan sebagai kegagalan usus
untuk melakukan propulsi (pendorongan) isi dari saluran cerna. Kondisi tersebut dapat
terjadi dalam berbagai bentuk baik yang terjadi pada usus halus maupun usus besar
(kolon). Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Terdapat 2 jenis
obstruksi usus: (1) Non-mekanis (mis: ileus paralitik atau ileus adinamik), peristaltik usus
dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom
motilitas usus; (2) Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau
obstruksi mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara,
2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson,
2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya
(Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa
hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank
data Departemen Kesehatan Indonesia.
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan
pipi.
Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang bersambung
dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah
lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung
setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke
lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung antara lain:
Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri
osteum kardium biasanya berisi gas.
Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
notura minor.
Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk spinkter
pilorus.
Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi
samapi pilorus.
Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus
anterior.
e. Usus halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah
Luar ).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
ususkosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duo denum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pankreas dankantung empedu. Nama duodenum berasal
dari bahasa Latinduodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara
2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni
sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus
kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti
"kosong".
Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan
mukosa dan makro villi memudahkan penernaan dan absorpasi
Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f. Usus besar
Adalah bagain usus antara usus buntu dan rectum. Fungsi utama adalah menyerap
air.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 7 bagian:
Sekum.
Kolon asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum sampai ke
hati, panjangnya ± 13 cm
Appendiks
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang
± 28 cm.
Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung
bawah berhubungan dengan rektum.
Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
g. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan
dunia luar.
C. Epidemiologi
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Setiap
tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika
diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia
tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan
7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan
Indonesia.
D. Etiologi
Penyebab obstruksi mekanis berkaitan dengan kelompok usia yang terserang dan
letak obstruksi. Sekitar 50% obstruksi terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua,
dan terjadi akibat perlekatan yang disebabkan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor
ganas dan volvulus merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia
pertengahan dan orang tua. Kanker kolon merupakan penyebab 90% obstruksi yang
terjadi. Volvulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan
biasanya mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis atau
femoralis sangat sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus halus. Intususepsi adalah
invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya dan merupakan penyebab
obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada bayi dan balita. Intususepsi sering terjadi
pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum. Benda asing dan kelainan kongenital
merupakan penyebab lain obstruksi yang terjadi pada anak dan bayi.
a. Mekanis
Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)
Karsinoma
Volvulus
Intususepsi
Obstipasi
Polip
b. Fungsional (non mekanik)
Ileus paralitik
Lesi medula spinalis
Enteritis regional
Ketidakseimbangan elektrolit
Uremia
E. Patofisiologi
1. Obstruksi usus halus
Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah diatas usus yang mengalami
obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang
lebih banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen
usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada
gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur
atau perforasi dari dinding usus, dengan akibat peritonitis.
Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan
kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan
klorida dan kalium dalam darah, yang akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik.
Dehidrasi dan asidosis yang terjadi kemudian, disebabkan karena hilangnya cairan
dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi.
2. Obstruksi usus besar
Seperti pada obstruksi usus halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi usus, cairan,
dan gas berada proksimal disebelah obstruksi. Obstruksi dalam kolon dapat
menimbulkan distensi hebat dan perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir balik
melalui katup ileal.
Obstruksi usus besar, meskipun lengkap, biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke
kolon tidak terganggu. Apabila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan
nekrosis (kematian jaringan); kondisi ini mengancam hidup. Pada usus besar,
dehidrasi terjadi lebih lambat dibandingkan pada usus kecil karena kolon mampu
mengabsorpsi isi cairannya dan dapat melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan
diatas kapasitas normalnya.
F. Manifestasi klinis
1. Obstruksi Usus Halus
a. Gejala awal biasanya nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian epigastrium
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat
intermitten. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus
halus maka nyeri bersifat konstan.
b. Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak
terdapat flatus.
c. Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi, yang berakhir pada distensi
abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi parsial biasa mengalami diare.
d. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras
dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kearah mulut.
e. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin
kebawah obstruksi dibawah area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas
adanya distensi abdomen.
f. Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi shock
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi
klinis takikardi dan hipotensi. Suhu tubuh biasanya normal tapi kadang-kandang
dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulate.
g. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic
meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstrusi terus berlanjut, peristaltic akan
menghilang dan melemah. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan
rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.
2. Obstruksi Usus Besar
a. Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada
usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
b. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-
satunya dalam satu hari.
c. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat
dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
d. Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah. (Suratun & Lusianah, 2010.
Hal. 339 )
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,
tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu
dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38%-50%
obstruksi strangulasi dibandingkan 27%-44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
2. Radiologi
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid
level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak
gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa
hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas
pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
CT scan kadang-kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi
usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
H. Komplikasi
Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122)
I. Penatalaksanaan
a. Obstruksi usus halus
Dekompresi usus melalui selang usus halus atau nasogatrik bermanfaat dalam
mayoritas kasus. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang
terjadi memerlukan intervensi bedah. Sebelum pembedahan, terapi IV diperlukan
untuk mengganti penipisan air, natrium, klorida, dan kalium.
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus sangat tergantung pada penyebab
obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi, seperti hernia dan perlekatan,
prosedur bedah mencakup perbaikan hernia atau pemisahan perlekatan pada usus
tersebut. Pada beberapa situasi, bagian dari usus yang terkena dapat diangkat dan
dibentuk anastomosis. Kompleksitas prosedur bedah untuk obstruksi usus
tergantung pada durasi obstruksi dan kondisi usus yang ditemukan selama
pembedahan.
b. Obstruksi usus besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk
membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang
dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap
pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Prosedur ini
memberikan jalan keluar untuk mengeluarkan gas dan sejumlah kecil rabas.
Selang rektal dapat digunakan untuk dekompresi area yang ada dibawah usus.
Tindakan yang biasanya dilakukan, adalah reseksi bedah untuk mengangkat lesi
penyebab obstruksi. Kolostomi sementara atau permanen mungkin diperlukan.
Kadang-kadang anastomosis ileoanal dilakukan bila pengangkatan keseluruhan
usus besar diperlukan.
Menurut Pierce (2006) penatalaksanaan penting yang dapat dilakukan pada
penderita obstruksi usus adalah:
1) Dekompresi usus yang mengalami obstruksi: pasang selang nasogastrik
2) Ganti kelilangan cairan dan elektrolit: berikan ringer laktat atau NaCl dengan
suplemen K+
3) Pantau pasien-diagram keseimbangan cairan, kateter urine, diagram suhu,
nadi, dan napas regular, pemeriksaan darah.
4) Minta pemeriksaan penunjang sesuai dengan penyebab yang mungkin
5) Hilangkan obstruksi dengan pembedahan jika:
a. Penyebab dasar membutuhkan pembedahan (misalnya hernia, karsinoma
kolon)
b. Pasien tidak menunjukan perbaikan dengan terapi konservattif (misalnya
obstruksi akibat adhesi); atau
c. Terdapat tanda-tanda starngulasi atau peritonitis.
J. WOC
2. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Keluhan utama
Biasanaya klien datang dengan keluhan sakit perut yang hebat, kembung, mual,
muntah, dan tidak ada BAB/defekasi yang lama.
b. Riwayat penyakit sekarang
Perubahan BAB sejak kapan? (frekunsi, jumlah, karakteristik)
Sakit perut? Kembung?
Mual, muntah? (frekuensi, jumlah, karakteristik)
Demam?
Bisa flatus?
Apakah diberi obat sebelum masuk RS?
c. Riwayat penyakit dahulu
Ada atau tidak riwayat tumor ganas, polip, peradangan kronik pada usus?
Riwayat pernah dioperasi pada daerah abdomen?
Apakah ada riwayat hernia?
Apakah pernah mengalami cedera/trauma abdomen?
d. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
o Apakah klien tampak sakit, meringis
o Ada muntah? Kaji warna dan karakteristik. Biasanya muntah fekal
o kelihatan sulit bernapas karena kembung?
o Distensi abdomen
o Tonjolan seperti bengkak pada abdomen
Auskultasi
Pada awal, bising usus cepat meningkat di atas sisi obstruksi, kemudian bising
usus berhenti.
Perkusi. Timpani
Palpasi. Nyeri tekan
e. Pengkajian pola Gordon
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
3) Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan distensi abdomen
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorpsi
d. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
C. Intervensi Keperawatan
Oxygen Therapy
Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang
paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
4. Nyeri akut Pain Level, Pain Management
berhubungan dengan Pain control, Lakukan pengkajian nyeri
peningkatan tekanan Comfort level secara komprehensif
intralumen usus termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
5. Ansietas berhubungan Anxiety control Anxiety Reduction
dengan perubahan Coping (penurunan kecemasan)
dalam status kesehatan Gunakan pendekatan yang
menenangkan
Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap pelaku
pasien
Jelaskan semua prosedur
dan apa yang dirasakan
selama prosedur
Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
Berikan informasi faktual
mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
Dorong keluarga untuk
menemani anak
Lakukan back / neck rub
Dengarkan dengan penuh
perhatian
Identifikasi tingkat
kecemasan
Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
Asuhan Keperawatan Pada Tn. Y dengan Ileus Obstriktif
Deskripsi Kasus
Tn. Y (29 th) masuk ke RSUP Dr M Djamil pada tanggal 25 Oktober 2017, pasien
berasal dari daerah Kerinci. Pasien masuk rumah sakit karena tiga hari sebelum masuk
rumah sakit klien tidak bisa BAB, bisa BAK, perut kembung, mual. 1 minggu sebelumnya
klien periksakan diri ke RS swasta dan dilakukan colon on loop, didiagnosis Ca. Rekti,
klien pulang.
Saat masuk rumah sakit klien tidak bisa BAB, kembung.Perubahan pola BAB sejak 6
bulan yang lalu.
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama saat masuk RS:
Tidak bisa BAB.
2. Riwayat penyakit sekarang:
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit klien tidak bisa BAB, platus (+), BAK (+), perut
kembung (+), mual (+), muntah (-).1 minggu sebelumnya klien periksakan diri ke RS
swasta dan dilakukan colon on loop, didiagnosis Ca. Rekti, klien pulang.
Saat masuk rumah sakit klien tidak bisa BAB, platus (-), mual (-), muntah (-),
kembung (+), makan (+), minum (+), nyeri (+).Perubahan pola BAB sejak 6 bulan yang
lalu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Klien tidak ada menderita penyakit sebelumnya.
4. Diagnosa medis:
Pada saat MRS, pemeriksaan penunjang dan tindakan yangtelah di lakukan, mulai dari
pasien MRS (UGD/Poli), sampai diambil kasus kelolaan.Masalah atau Diagnosa medis
pada saat MRS: Ileus Obstruktif ec. Ca. Recti.
C. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit dan perawatan:
Klien mengatakan kondisinya saat ini merupakan cobaan terberat baginya.Klien
dan keluarga sudah mendapatkan informasi tentang penyakitnya dan alasan dilakukan
reseksi dan pembuatan stoma dan keluarga sudah mampu melakukan perawatan stoma.
2. Pola nutrisi
Program diet rumah sakit: diet bertahap TKTP.
a. Intake makanan: klien mendapatkan diet bubur, frekwensi makan 3 kali sehari,
nafsu makan berkurang, hanya menghabiskan setengah dari porsi yang disediakan, klien
mengatakan kehilangan minat makan, mual (-), muntah (-).
b. Intake cairan: peroral ± setengah botol air mineral (± 500) perhari, intake
perparenteral RL:D 5% 20 tpm.
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar: melalui stoma buatan, konsistensi feses lunak, tidak ada
konstipasi, darah (-).
b. Buang air kecil: spontan, 3-4 kali perhari, warna kuning jernih, tidak ada hematuri.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
0:mandiri
1:alatBantu
2:dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan alat
4: tergantung total.
Oksigenasi: klien bernapas spontan.
E. Analisa Data
No Data Masalah Penyebab
DO:
· Konjungtiva pucat.
DO:
DO:
· Suhu berfluktuasi.
· Kulit dingin.
· Agak pucat.
DO:
· Jarang bicara.
· -
DO:
· Terpasang IV line.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake
tidak adekuat; masalah psikologis.
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan Trauma atau penyakit.
3. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan gambaran diri.
4. Risiko kerusakan integritas kulit.
5. Risiko infeksi.
G. Rencana Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake tidak
adekuat; masalah psikologis.
NOC NIC
NOC NIC
Temperature regulation
NOC NIC
5.Risiko infeksi.
NOC NIC
Perawatan luka:
Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi III, Penerbit
Erlangga: Jakarta
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG