oleh
Yeffri Dwi Fradika, S.Kep
NIM 202311101166
i
DAFTAR ISI
COVER
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................... 1
BAB 1. KONSEP DASAR.........................................................................2
1.1 Anatomi dan Fisiologi.........................................................................2
1.2 Definisi...............................................................................................3
1.3 Epidemiologi......................................................................................... 4
1.4 Etiologi...............................................................................................5
1.5 Klasifikasi...........................................................................................6
1.6 Manifestasi Klinis................................................................................. 7
1.7 Patofisiologi.......................................................................................... 8
1.8 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................11
1.9 Penatalaksanaan.................................................................................12
BAB 2. CLINICAL PATHWAY.........................................................15
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN....................................16
3.1 Pengkajian.............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 27
1
BAB 1. KONSEP DASAR
Peritoneum berasal dari bahasa yunani yaitu “peri” yang berarti sekitar dan
tonos yang berarti peregangan yang ketika digabungkan keduanya memiliki
arti membentang di sekitar. Peritoneum adalah sebuah membran yang dilapisi
oleh selapis sel mesotelial, luasnya sebesar 1,7m² hampir sama dengan luas
total permukaan tubuh. Rongga peritoneal mengandung beberapa mililiter
cairan peritoneal yang steril dan berperan sebagai pertahanan lokal terhadap
bakteri. Lapisan peritoneum parietal dan visceral memiliki ruangan diantara
keduanya, ruangan tersebut disebut kantong piretoneum. Pada laki-laki
kantong peritoneum tertutup sedangkan pada perempuan kantong piretonium
terbuka yaitu pada saluran telur atau tuba fallopi yang membuka masuk ke
rongga peritoneum. Di dalam kantong tersebut memiliki banyak lipatan atau
kantong yang terdapat dalam peritoneum sebuah lipatan besar yaitu omentum.
Omentum dibagi menjadi dua yaitu omentum minus dan majus. Omentum
majus atau mayor kaya akan lemak bergantungan di sebelah depan lambung.
Omentum minus atau mayor berjalan dari porta hepatis setelah menyelaputi
hati ke bawah. Kolon juga terbungkus peritoneum ini, kedua omentum mayor
dan minor ini mesentrium usus halus dan meso kolon memmuat penyaluran
darah vaskuler dan limfe dari organ-organ yang diselimutinya (Simbiring
2018).
2
Peritotenum terdiri atas dua bagian utama yaitu:
1. Peritoneum Parietal
Peritoneum parietal adalah peritoneum yang melapisi bagian anterior,
1.2 Definisi
3
2016). Peritonitis biasanya disebabkan oleh infeksi dari organ abdomen,
perforasi saluran cerna, dan luka tembus abdomen. Peritonitis merupakan
suatu kegawatdaruratan abdomen yang biasanya ditandai dengan adanya
bakteri atau adanya sepsis yang terjadi karena masalah bedah dan non bedah.
Peritonitis akut biasanya sering dikaitkan dengan perfusi viskus (Hidayati dkk,
2018).
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut atau peritoneum. Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ dan dinding perut bagian dalam. Lokasi terjadinya
peritonitis bisa terlokalisir atau difuse yaitu pada lokasi tertentu di abdomen
atau bisa terjadi di semua area abdomen. Peritonitis bisa ditandai dengan
riwayat nyeri akut atau kronik dan lokasi nyeri pada pasien yang bisa
diakibatkan dari dalam atau luar abdomen. Semua umur bisa terkena penyakit
peritonitis baik anak-anak, remaja, wanita, dan laki-laki hingga lanjut usia.
Peritonitis terbanyak pada anak-anak biasanya adalah perforasi apendiks, pada
orang tua biasanya terjadi komplikasi divertikulitis atau perforasi ulkus
peptikum. Komplikasi peritonitis berupa gangguan pembekuan darah dan
sepsis yang dapat mengakibatkan syok pada penderitanya. Organisme yang
sering menginfeksi adalah organisme yang biasanya hidup di usus besar atau
kolon yaitu eschericia coli. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrosa dari peritoneum yang kemudian terbentuk
1.3 Epidemiologi
Prevalensi kasus peritonitis di dunia masih sangat tinggi, peritonitis akut
terjadi pada 9,3 pasien per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit. Peritonitis
adalah kegawatdaruratan bedah yang paling sering terjadi di dunia. Peritonitis
4
seperti pada negara afrika sub-sahara dengan tingkat prevalensi 915 kematian.
Kasus baru ditemukan sebanyak 305 kasus yaitu kasus ulkus gastrointestinal,
perforasi apendisitis, dan perforasi ileum thypoid. Tingkat kematian setelah
dilakukan operasi peritonitis akut bervariasi antara (8,4%) dan (34%) yang
disebabkan oleh perforasi ileum thypoid sebanyak (34,7%), setelah operasi
peritonitis sebanyak (19,5%), perforasi ulkus peptikum sebanyak (15,2%),
perforasi apendisitis sebanyak (8,7%), dan perforasi kolon sigmoid sebanyak
(8,7%) (Touchie dkk, 2020).
Penelitian di India mendapatkan hasil selama 3 tahun terdapat 545 pasien
yang menderita peritonitis sekunder yang sedang menjalani pengobatan,
(48,44%) diakibatkan oleh perforasi gastroduenal, (36,1%) diakibatkan oleh
infeksi luka. Di dalam penelitian ini pasien yang menderita peritonitis
sekunder di dominasi oleh laki- laki yaitu sebanyak 461 pasien (84,58%)
dengan angka kematian (8,4%) (Sarathi gosh dkk, 2016). Peritonitis
tuberkolosis merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi paling banyak
dengan angka kejasian 0,4-2% dari semua kasus tuberkolosis yang ada
terutama pada negara-negara maju. Di Indonesia khususnya Padang terdapat
144 kasus peritonisis tuberkolosis dalam satu tahun pada tahun 2013 yang
sedang menjalani rawat inap (Japanesa dkk, 2016).
1.4 Etiologi
5
Peritonitis yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari saluran
pencernaan seperti adanya bakteri atau jamur seperti eschericia coli
dan stafilokokus
2) Apendisitis
Apendisitis yang meradang dan adanya perforasi yaitu bakteri masuk
ke peritoneum melalui lubang pada saluran pencernaan
3) Pankreatitis
Adanya peradangan pada pankreas yang mengakibatkan infeksi dan
dapat menyebabkan peritonitis apabila bakteri menyebar secara luas
4) Divertikulisis
Infeksi kantong kecil yang menonjol pada saluran pencernaan, hal
1.5 Klasifikasi
Menurut Wyers & Matthews (2016) Klasifikasi peritonitis menurut
penyebabnya dibagi menjadi 3 yaitu primer, sekunder, dan tersier:
1. Peritonitis Primer
Peritonitis primer merupakan infeksi pada peritoneum yang tidak
berhubungan dengan abnormalitas organ dan biasanya terjadi secara
spontan. Peritonitis primer bisa juga disebabkan karena penyebaran infeksi
6
biasanya sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis yang biasanya
dikenal dengan spontaneounus bacterial peritonitis (SBP). Pasien sirosis
hepatis yang mengalami asites biasanya akan rentan terhadap infeksi
bakteri, hal ini disebabkan karena mekanisme pertahanan tubuh yang tidak
adekuat. Peritonitis juga bisa disebakan karena penggunaan/pemasangan
kateter peritoneum dimana terdapat akses untuk masuknya benda asing ke
dalam rongga peritoneum yang bisa menyebabkan peritonitis
2. Peritonitis Sekunder
Peritonitis sekunder terjadi disebabkan karena adanya proses inflamasi
pada rongga perinoteum yang bisa disebabkan adanya inflamasi, perforasi,
dan gangren dari struktur intraabdominal. Contoh dari peritonitis
sekunder yang paling sering ditemui adalah perforasi apendisistis, ulkus
peptikum,
ketika imunitas pasien tidak adekuat sehingga terjadi disfungsi pada organ
abdomen.
7
a. Terdapat distensi abdomen yang biasanya ditandai dengan penurunan
bising usus atau bising usus tidak terdengar sama sekali
b. Demam dan menggigil dengan temperatur lebih dari 380C, pada kondisi
1.7 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan dari berbagai penyebab baik infeksius ataupun non-
usus.
8
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran
9
bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis (Sembiring
2018).
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari
makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid
plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum
pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2
minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri
perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena
toksemia. Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium
1
apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik
lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai
organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul
sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat
kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya
paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas,
misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah
trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah
seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme
1
biaya yang tinggi dan efek radiasinya. CT-Scan dapat memberi ketepatan
sampai 95%
4. USG
1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan peritonitis bisa dilakukan dalam dua hal yaitu pre operatif
dan pos operatif. Menurut Japanesa dkk (2016) penatalaksanaan peritonitis
adalah:
1. Penanganan Preoperatif
a) Resusitasi Cairan
1
digunakan sebelum dan setelah pasien dilakukan pembedahan. Banyak
jenis antibiotik yang bisa digunakan secara tunggal atau bisa
dikombinasikan antara lain sefalosporin, betalaktam, metronidazol,
dan aminoglikosida
c) Oksigen dan Ventilator
Pemberian oksigen pada peritonitis biasanya diberikan kepada pasien
peritonitis dengan hipoksemia. Oksigen perlu diberikan dikarenakan
ketika mengalami peritonitis biasanya terjadi peningkatan metabolisme
tubuh akibat adanya infeksi sehingga menimbulkan gangguan ventilasi
pada paru-paru
d) Pemasangan Kateter Urin dan Monitor Hemodinamik
Pemasangan keteter urin digunakan untik mengetahui fungsi dari
1
mengeluarkan semua bakteri akan keluar setelah irigasi. Cairan yang
digunakan yaitu 3 liter cairan fisiologis saline atau ringer laktat untuk
membersihkan pus, feses, bahan nekrotik dan kemudian cairan tersebut
c) Pembedahan Laparotomi
Laparotomi merupakan pilihan utama untuk menemukan infeksi
peritoneal dengan ditemukannya pus yang kemudian dilakukan piihan
antibiotik sebagai terapi
d) Pembedahan Laparoskopi
Laparoskopi ekftif untuk peritoitis dengan apendisitis akut, perofrasi
ulkus duodenum dan perforasi kolon
3. Penanganan Posoperatif
Monitor tanda-tanda vital secara intensif, pemberian cairan dan elektrolit,
dan bantuan ventilator pada klien yang tidak stabil untuk mencapai
stabilitas pembedahan hemodinamik dan perfusi organ-organ vital.
Antibiotik diberikan selama 10-14 hari bergantung pada keparahan
peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang
1
BAB 2. CLINICAL PATHWAY
Peningkatan
Komplikasi dari proses Pelepasan berbagai indicator
Kuman dari luar masuk permeabilitas kapiler dan membrane
Mengaktifkan neutrophil dan
inflamasi organ-organ intraabdominal kimiawi (histamine,
ke cavum peritonium bradikinin, dan serotonin) makrofag
mengalami kebocoran
Defisit Nutrisi
Ileus paralitik Terjadi perlekatan Memicu pengeluaran
Penurunan ekspansi
pada fibrosa Menekan diafragma prostaglandin
paru
3.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan tanggal
MRS (masuk rumah sakit)
b. Keluhan Utama
Pada pasien dengan perintonitis sering sekali mengeluh nyeri pada bagian
abdomen atau perut. Selain hal tersebut kaji lebih dalam atau tanyakan
pada klien kapan nyeri tersebut muncul, nyeri menyebar atau tidak,
bagaimana kualitas nyeri, serta apakah yang menyebabkan nyeri tersebut
muncul
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan dan kronologi klien datang ke pelayanan kesehatan. Klien dengan
perintonitis umunya mengalami nyeri pada bagian perut yang akan hilang
dengan sendirinya. Selain keluhan nyeri pada bagian perut klien dengan
perintonitis juga mengalami demam atau menggigil dengan suhu mencapai
380C, perut terasa kaku, mual dan muntah, kesulitan buang air besar
(BAB), kehilangan nafsu makan, terdapat nyeri tekan pada bagian
abdomen, serta perasaan haus terus menerus
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji atau tanyakan kepada klien terkait penyakit yang sebelumnya pernah
dialami, apakah ada penyakit yang berhubungan dengan kondisi yang saat
ini dialami oleh klien
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji riwayat penyakit yang dialami oleh keluarga baik penyakit menular
atau penyakit tidak menular. Tanyakan kepada keluarga apakah ada
anggota keluarga yang mengalami penyakit yang saat ini dialami oleh
klien
16
f. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi tentang kesehatan dapat berubah disebabkan karena tindakan
medis dan perawat di rumah sakit, terkadang muncul persepsi yang
salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Pola hidup sehat klien yang
menderita perintonitis harus ditingkatkan dalam menjaga kebersihan
diri, perawatan, dan tatalaksana hidup sehat
2. Pola Nutrisi/Metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di RS)
Status nutrisi klien dapat diketahui melalui pengukuran tinggi badan
dan berat badan, kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS juga harus ditanyakan, pasien dengan perintonitis akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari rasa nyeri pada
abdomen dan penekanan pada struktur abdomen. Sehingga pasien
dengan perintonitis keadaan umumnya tampak lemah, membrane
mukosa pucat, dan turgor kulit tidak elastis
3. Pola Eliminasi (saat sebelum sakit dan saat di RS)
Pengkajian pola eliminasi sebelum dan sesudah MRS perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi. Keadaan umum pasien yang lemah,
pasien lebih banyak bed rest sehingga dapat menimbulkan konstipasi,
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. Pada umumya klien
dengan perintonitis mengalami kesulitan buang air besar (BAB) dan
sedikit mengeluarkan urine
4. Pola Aktivitas dan Latihan (saat sebelum sakit dan saat di RS)
Akibat dari sesak nafas kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi,
sehingga pasien akan cepat mengalami kelelahan dalam melakukan
aktivitas. Selain itu aktivitas pasien dalam sehari-hari akan berkurang
akibat dari nyeri pada bagian abdomen yang dialami, dengan demikian
kebutuhan ADL pasien dibantu perawat atau keluarga
17
18
19