Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

“PNEUMONIA”

DISUSUN OLEH :
Pazela Kumala Putri ( G1B221008 )

Dosen :

Ns. Nurhusna, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
2

LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA

1. KONSEP PNEUMONIA
1.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasite. pneumonia juga disebabkan
oleh bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi. (Djojodibroto, 2017).
Pneumonia merupakan infeksi pada paru yang bersifat akut. Penyebabnya
adalah bakteri, virus, jamur, bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, dan
bisa juga disebabkan pengaruh dari penyakit lainnya. Pneumonia disebabkan oleh
Bakteri Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang
menyebabkan pneumonia yaitu Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus,
Respiratorysyncytial virus (RSV) dan para influenza (Athena & Ika, 2018).

1.2 Etiologi
Menutut Padila (2013) etiologi pneumonia:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif
seperti: Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis.
Bakteri gram negative seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan
P. Aeruginosa

2. Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet. Penyebab utama
pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
3. Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang
mengandung spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanahserta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
3

pada pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2015). Penyebaran infeksi


melalui droplet dan disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang
infus yaitu stapilococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan
enterobacter. Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai
riwayat penyakit kronis.
Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu dari Non mikroorganisme:
a. Bahan kimia.
b. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi (Djojodibroto, 2015).
c. Merokok.
d. Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016).

1.3 Klasifikasi
Menurut Amin & Hardi (2015)
1. Berdasarkan anatomi:
a. Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari lobus
paru. Di sebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru terkena.
Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya.
b. Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding
alveolar dan interlobular.
2. Berdasarkan inang dan lingkungan
a. Pneumonia komunitas
Terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai penyakit penyerta
kardiopulmonal.
b. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat
aspirasi cairan dari cairan makanan atau lambung.
c. Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan terapi. Disebabkan oleh kuman
4

pathogen atau mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, parasite, virus,


jamur dan cacing.

1.4 Patofisiologi
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2017), kuman masuk kedalam jaringan
paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan alveolus.
Setelah Bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan
cairan edema yang kaya protein. Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli
ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan,
sehingga Alveoli penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit
sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru menjadi tidak berisi udara. Pada
tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli penuh dengan leukosit
dan eritrosit menjadi sedikit. Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan.
Perlahan sel darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat
eksudat pada alveolus Sehingga membran dari alveolus akan mengalami kerusakan
yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan berdampak
pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan
purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan tekanan pada paru, dan dapat
menurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan menggunakan otot bantu
pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme yang ada di
paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan lumen bronkus.
Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkan produksi mukosa dan peningkatan
gerakan silia sehingga timbul reflek batuk.
5

1.5 Manifestasi klinis


Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penebab dan penyakit pasien
Brunner & Suddarth (2011).
o
1. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5 C
sampai 40,5 o C).
2. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk.
3. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali
pernapasan/menit) dan dyspnea, prtopnea ketika disangga.
4. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu derajat
peningkatan suhu tubuh (Celcius).
5. Bradikardi relativ untuk tingginya demam menunjukkan infeksi virus, infeksi
mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella.
6. Tanda lain : infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat rendah, nyeri
pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa hari, sputum mucoid atau
mukopurulen dikeluarkan.
7. Pneumonia berat : pipi memerah, bibi dan bantalan kuku menunjukkan sianosis
sentral.
8. Sputum purulent, bewarna seperti katar, bercampur darah, kental, atau hijau,
bergantung pada agen penyebab.
9. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah lelah.
10. Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi utama pasien
(misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang menurunkan resistensi
terhadap infeksi.

1.6 Komplikasi
Komplikasi pneumonia meliputi hipoksemia, gagal respiratorik, efusi pleura,
empyema, abses paru, dan bacteremia, disertai penyebaran infeksi ke bagian tubuh
lain yang menyebabkan meningitis, endocarditis, dan pericarditis (Paramita 2015).
6

1.7 Pencegahan
Pencegahan pneumonia yaitu menghindari dan mengurangi faktor resiko,
meningkatkan pendidikan kesehatan, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan
dalam diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia yang benar dan efektif (Said,
2015).

1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Manurung dkk
(2015) adalah :
1. Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
3. Pemberian oksigen
4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.

1.9 Pemeriksaan penunjang


Menurut Misnadiarly (2015) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
adalah:
1. Sinar X mengidentifikasi distribusi (missal: lobar, bronchial), luas abses atau
infiltrate, empyema (stapilococcus), dan penyebaran infiltrate.
2. GDA jika terdapat penyakit paru biasanya GDA Tidak normal tergantung pada
luas paru yang sakit.
3. JDL leukositosis sel darah putih rendah karena terjadi infeksi virus, dan kondisi
imun.
4. LED meningkat terjadi karena hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas
meningkat.
7

1.10 Pathway

Gambar 2.1 Pathway penyakit Pneumonia (Nanda, 2015)


8

2. Konsep Asuhan keperawatan Pneumonia


2.1 Pengkajian
Menurut Hidayat (2018), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan, yang harus memperhatikan data dasar daripasien untuk mendapatkan
informasi yang diharapkan. Pengkajian dilakukan pada (individu, keluarga,
komunitas) terdiri dari data objektif dari pemeriksaan diagnostic serta sumber lain.
Pengkajian individu terdiri dari riwayat kesehatan (data subyektif) dan pemeriksaan
fisik (data objektif). Terdapat dua jenis pengkajian yang dilakukan untuk
menghasilkan diagnosis keperawatan yang akurat: komprehensif dan fokus.
Pengkajian komprehensif mencangkup seluruh aspek kerangka pengkajian
keperawatan seperti 11 pola kesehatan fungsional Gordon dan pengkajian fokus
mencangkup pemeriksaan fisik.
Menurut Muttaqin (2015), pengkajian pasien dengan pneumonia yaitu :
a. Keluhan utama klien dengan pneumonia adalah sesak napas, batuk, dan
peningkatan suhu tubuh atau demam.
b. Riwayat penyakit saat ini : Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan
utama. Apabila klien mengatakan batuk, maka perawat harus menanyakan sudah
berapa lama, dan lama keluhan batuk muncul. Keluhan batuk biasanya timbul
mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat. Pada awalnya keluhan batuk
nonproduktif, lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan mukus purulent
kekuningan, kehijauan, kecoklatan, atau kemerahan dan sering kali berbau
busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigl serta
sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, dan lemas.
c. Riwayat penyakit dahulu : Penyakit diarahkn pada waktu sebelumnya, apakah
klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala
seperti luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
d. Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional
e. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : klien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan menilai
keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien
9

dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh yaitu lebih


dari40 C, frekuensi napas meningkat.
- Pola pernafasan : Inspeksi bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien
dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan
dangkal. Napas cuping hidung dan sesak berat. Batuk produktif disertai
dengan peningkatan produksi sekret yang berlebih. Perkusi klien dengan
pneumonia tanpa disertai komplikasi, didapatkan bunyi resonan atau sonor
pada seluruh lapang paru. Auskultasi didapatkan bunyi napas melemah dan
adanya suara napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Peting
bagi perawat untuk mendokumentasi hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi.
- Sistem neurologi: klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi
penurunan kesadaran, Pada pengkajian objektif wajah klien tampak meringis,
menangis, merintih (Muttaqin, 2015).

2.2 Analisa data


Menurut (Setiadi, 2012) analisa data diperoleh dari:
a. Data subyektif : Pengumpulan data yang diperoleh dari deskripsi verbal
pasien mengenai masalah kesehatannya seperti riwayat keperawatan persepsi
pasien. Perasaan dan ide tentang status kesehatannya. Sumber data lain dapat
diperoleh dari keluarga, konsultan dan tenaga kesehatan lainnya.
b. Pengumpulan data melalui pengamatan sesuai dengan menggunakan panca
indra. Mencatat hasil observasi secara khusus tentang apa yang dilihat dirasa
didengar.

2.3 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan respon dari
seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas. Diagnosa keperawatan
biasanya berisi dua bagian yaitu deskription atau pengubah, fokus diagnosis, atau
10

konsep kunci dari diagnosis (Hermand dkk, 2015). Masalah keperawatan pada
pasien Pneumonia yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas.
b. Kerusakan pertukaran gas
c. Intoleran aktifitas
d. ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Masalah keperawatan yang utama pada pasien dengan pneumonia adalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas.
11

2.4 Intervensi
Intervensi keperawatan pada masalah ketidakefektifanbersihan jalan napas (NANDA, 2015).
No DIAGNOSA Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
KEPERAWATAN (NOC) (NIC)
. Ketidakefektifan bersihan NOC: NIC
jalan napas Definisi 1. Respiratory status: Airway suction
ketidakmampuan untuk ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral atau
membersihkan sekresiatau 2. Respiratory status: tracheal suction.
airway patency 2. Auskultasi suara nafas
obstruksi dari
sebelum dan sesudah suction.
saluran pernafasanuntuk Kriteria hasil:
3. Informasikan pada klien dan
mempertahankankebersihan 1. Mendemonstrasikan keluarga tentang suction.
jalan nafas. Batasan batuk efektif dan 4. Minta klien nafas dalam
karakteristik suara nafas yang sebelum suction
1. Tidak ada batuk. bersih, tidak ada dilakukan.
2. Suara napas sianosis dan dyspnea 5. Berikan O2 dengan
tambahan. (mampu menggunakan nasal untuk
3. Perubahan frekwensi mengeluarkan memfasilitasi suksion
napas. sputum, mampu nasotrakeal.
4. Perubahan iramanapas bernafas dengan 6. Gunakan alat yang steril
5. Kesulitan berbicara atau mudah, tidak ada setiap melakukan
mengeluarkansuara. pursed lips). tindakan.
6. Penurunan bunyinapas. 2. Menunjukkan jalan 7. Anjurkan pasien untuk
7. Dipsneu. nafas yang paten istirahat dan napas dalam
8. Sputum dalam (klien tidak merasa setelah kateter
jumlah yang tercekik, irama nafas, dikeluarkan nasotrakeal
berlebihan frekuensi pernafasan 8. Monitor status oksigen
dalam rentang pasien.
Faktor-faktor yang normal, tidak ada 9. Ajarkan keluarga
berhubungan: Lingkungan suara nafas abnormal. bagaimana cara
1. Perokok pasif 3. Mampu melakukan suksion.
2. Menghisap rokok mengidentifikasikan 10. Hentikan suksion dan
3. Merokok Obstruksi dan mencegah factor berikan oksigen apabila
jalan nafas: yang dapat pasien menunjukkan
1. Spasme jalan napas. menghambat jalan bradikardi, peningkatan
2. Mokus dalam nafas. saturasi O2.
jumlah berlebihan.
12

2.5 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nursalam, 2015).
Tahapannya yaitu
a. Mengkaji kembali klien
b. Menelaah dan memodifikasi rencana perawatan yang sudah ada
c. Melakukan tindakan keperawatan.
Prinsip implementasi:
a. Berdasarkan respons pasien
b. Berdasarkan hasil penelitian keperawatan
c. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia
d. Mengerti dengan jelas apa yang ada dalam rencana intervensikeperawatan
e. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan pasien untuk meningkatkan peran serta
untuk merawat diri sendiri (self care)
f. Menjaga rasa aman dan melindungi pasien
g. Kerjasama dengan profesi lain Melakukan dokumentasi

2.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak (Nursalam, 2013). Adapun evaluasi yang berorientasi dari hasil NOC untuk
ketidakefektifan bersihan jalan napas yaitu:
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal.
c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan
nafas
13

DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai