Anda di halaman 1dari 25

Assalamualikum Wr.

Wb
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN PALIATIF PADA
ASPEK SPRITUAL

Ns Yusnilawati M.Kep
DEFINISI

Perawatan Palliative adalah perhatian


sepenuhnya terhadap pasien, keluarga
dan teman-temannya ketika penyakit
pasien tidak dapat disembuhkan dan
kemungkinan hidup kecil.
Pengertian :
• Perawatan yang dilakukan untuk membantu
meringankan dari penderitaan fisik sampai
psikologis pada pasien yang tidak dapat
disembuhkan atau dalam tahap terminal

• Pemenuhan kebutuhan fisik, mental, emosi,


sosial, spiritual dan kultural dengan
pendekatan tim yang melibatkan konseling dan
kenyamanan serta berpusat pada pasien dan
keluarga untuk meningkatkan kualitas hidup.
Tujuan dari Perawatan Palliative

Untuk memberikan dukungan dan


perhatian yang membuat hidup pasien
menyenangkan selama masa sakit,
sehingga mereka bisa menikmati betul
sisa hidup mereka.
Phylosophy Perawatan
Paliatif

• Meyakini bahwa setiap orang


mempunyai hak diobati, meninggal
secara bermartabat, mengurangi
rasa nyeri dan pemenuhan
kebutuhan bio-psiko-sosio dan
spiritual
Peran Perawat dalam Perawatan
Paliatif
1. Dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan.
2. Menetapkan prioritas asuhan keperawatan, mengelola waktu secara
efektif dan saran-saran untuk meningkatkan kualitas hidup.
3. Sebagai nara sumber / konselor bagi pasien, keluarga dan
komunitas dalam menghadapi perubahan kesehatan,
ketidakmampuan dan kematian.
4. Sebagai komunikator yang terapeutik dan pendengar yang baik
dalam memberikan dukungan dan perhatian.
5. Membantu pasien tetap independen sesuai kemampuan mereka
sehingga kenyamanan terpenuhi, serta meningkatkan mutu
hidup
PENGKAJIAN

• Asuhan Keperawatan akan terjadi bila terbinanya hubungan saling percaya


antara perawat dan klien.

• aspek spiritualitas selalu dipengaruhi oleh pengalaman, kejadian, dan


pertanyaan ttg kejadian penyakit dan perawatan di rumah sakit.

Oleh krnanya Pengkajian dapat menjadi kesempatan u/


mendukung/menguatkan spiritual klien dan menjadi terapeutik

• Perawat yang memahami pendekatan konseptual menyeluruh tentang


pengkajian siritual akan menjadi yang paling berhasil . (Farran , 1989)
KAPAN PENGKAJIAN DILAKUKAN ?

Pengkajian sebaiknya dilakukan setelah


perawat dapat membentuk hubungan
yang baik dengan pasien atau dengan
orang terdekat pasien (perawat telah
merasa nyaman untuk
membicarakannya).
APA YANG HARUS DI KAJI ?

Informasi awal yang perlu digali adalah :


a. Afiliasi agama
1) Partisipasi agama klien dalam kegiatan keagamaan
2) Jenis partisipasi dalam kegiatan keagamaan

b. Keyakinan / spiritual agama


1) Praktik kesehatan :
diet, mencari dan menerima terapi /upacara keagamaan
2) Persepsi penyakit :
hukuman, cobaan terhadap keyakinan
3) Strategi koping
LANJUTAN

Pengkajian data subyektif :


a. Konsep tentang Tuhan atau ketuhanan
b. Sumber harapan dan kekuatan
c. Praktik agama dan ritual
d. Hubungan antara keyakinan dan kondisi
kesehatan.
pengkajian data objektif :
a. Pengkajian afek tif (Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi,
apatis atau preokupasi)
b. Perilaku (Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci atau buku
keagamaan, dan apakah pasien seringkali mengaluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk,
dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau
mengekspresikan kemarahannya terhadap agama)
c. Verbalisasi (Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik keagamaan
lainnya, apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka agama, dan apakah pasien
mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian)
d. Hubungan interpersonal (Siapa pengunjung pasien, bagaimana pasien berespon
terhadap pengunjung, apakah pemuka agama datang mengunjungi pasien, dan bagaimana
pasien berhubungan dengan pasien yang lain dan juga dengan perawat)
e. Lingkungan (Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah lainnya,
apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah pasien
memakai tanda keagamaan misalnya jilbab). Terutama dilakukan melalui observasi. (Hamid,
2000).
DIAGNOSA
KEPERAWATAN

(Farran, 1989).
Ketika meninjau pengkajian spiritual dan
mengintegrasikan informasi kedalam diagnosa keperawatan yang
sesuai, perawat harus mempertimbangkan status kesehatan klien
terakhir dari perspektif holistik, dengan spiritualitas sebagai prinsip
kesatuan

(Potter and Perry, 1997).


Setiap diagnosa harus mempunyai faktor yang
berhubungan dengan akurat sehingga intervensi yang dihasilkan
dapat bermakna dan berlangsung
Diagnosa keperawatan
spiritual
(North American Nursing Diagnosis Association (2006)

• Distres spiritual.
adalah kerusakan kemampuan
dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan
hidup seseorang dihubungkan
dengan agama, orang lain, dan
dirinya.
Ruang lingkup diagnosa keperawatan distres spiritual :
a. Berhubungan dengan diri
meliputi : mengekspresikan kurang dalam harapan, arti, tujuan hidup,
kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri, keberanian,
marah, rasa bersalah, koping yang buruk).
b. Berhubungan dengan orang lain,
meliputi : menolak berinteraksi dgn teman, keluarga & pemimpin agama,
mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan,
mengekspresikan keterasingan.
c. Berhubungan dengan seni, musik, literatur dan alam,
meliputi : tidak mampu mengekspresikan kondisi kreatif (bernyanyi),
tidak ada ketertarikan kepada alam,
tidak ada ketertarikan kepada bacaan agama
d. Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya,
meliputi : tdk mampu ibadah, tdk mampu berpartisipasi dlm aktifitas agama,
mengekspresikan marah kepada Tuhan,
mengalami penderitaan tanpa harapan.
faktor yang berhubungan dari
diagnosa keperawatan distres spiritual
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (2006)

• mengasingkan diri,
• kesendirian atau pengasingan sosial,
• cemas,
• kurang sosiokultural/ deprivasi,
• kematian dan sekarat diri atau orang lain,
• nyeri,
• perubahan hidup, dan penyakit kronis diri atau orang
lain.
PERENCANAAN

• Dalam menetapkan rencana perawatan,


tujuan ditetapkan secara individual, dengan
mempertimbangkan riwayat klien, area
beresiko, dan tanda-tanda disfungsi serta
data obyektif yang relevan .

• Tujuan askep klien distress spiritual


berfokus pada menciptakan lingkungan
yang mendukung praktik keagamaan dan
keyakinan yang biasa dilakukannya.
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

Tujuan Askep , Klien akan :


Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuuhi kebutuhan
Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika
menghadapi penyakit.
Mengembangkan praktik spiritual yang memupuk komunikasi dengan
diri sendiri, Tuhan dan dunia luar
Mengekspresikan kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan
spiritual dengan kehidupan sehari-hari.

Kriteria hasil yang diharapkan , klien akan :


a. Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual
b. Mengidentifikasi factor dala mkehiduapn yang menantang
keyakinan spiritual
c. Menggali alternative : menguatkan keyakinan
d. Mengidentifikasi dukungan spiritual
e. Mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual setelah
keberhasilan intervensi

“Pada dasarnya perencanaan dirancang untuk memenuhi


kebutuhan klien dengan membantu klien memenuhi kewajiban agamanya
dan menggunakan sumber dari dalam dirinya”.
IMPLEMENTASI
(Hamid, 2000)

Periksa keyakinan spiritual ibadah


Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan
spritualnya.
Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
Mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual
pasien
Berespon secara singkat, spesifik dan factual
Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang
berarti menghayati masalah klien
Menerapkan tehnik komunikasi terapeutik .
dengan tehnik mendukung menerima, bertanya,
memberi infomasi, refleksi, menggali perasaan dan kekuatan
yang dimiliki klien
Aktivitas support spiritual meliputi :

- Buka ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan


- Beri semangat untuk menggunakan sumber – sumber spiritual
- Siapkan artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien
- Tunjuk penasihat spiritual pilihan pasien
- Gunakan teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi
kepercayaan dan nilai, jika diperlukan
- Mendengar perasaan pasien
- Fasilitasi pasien dalam meditasi, berdoa atau ritual keagamaan
- Dengarkan dengan baik komunikasi pasien dan kembangkan pemanfaatan waktu
untuk berdoa atau ritual keagamaan
- Yakinkan kepada pasien bahwa perawat dapat mensupport pasien ketika sedang
menderita
- Buka perasaan pasien terhadap rasa sakit dan kematian
- Bantu pasien untuk berekpresi yang sesuai dan bantu mengungkapkan rasa marah
dengan cara yang baik.

McCloskey dan Bulechek (2006)


EVALUASI
• Perawat mengevaluasi apakah intervensi keperawatan membantu
menguatkan spiritualitas klien.
• Perawat membandingkan tingkat spiritualitas klien dengan perilaku dan
kebutuhan yang tercatat dalam pengkajian keperawatan.
Klien harus mengalami emosi sesuai dengan situasi, mengembangkan
citra diri yang kuat dan realistis, dan mengalami hubungan interpersonal
yang terbuka dan hangat.
Klien harus mempertahankan misi dalam hidup dan yakin dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa atau Maha Tinggi.

• Bagi klien dengan penyakit terminal serius, evaluasi difokuskan pada


keberhasilan membantu klien meraih kembali harapan hidup
(Potter and Perry, 1997).

Anda mungkin juga menyukai