Anda di halaman 1dari 22

PERAN DAN FUNGI

PERAWAT SEBAGAI
ADVOKAT DAN
DISCHARGE
PLANNING
ANGGOTA KELOMPOK

1.M. FAHMI SYARIF (19.156.01.11.056)

2.MOH. FAUZAN (19.156.01.11.057)

3.NICKY HERUNISA (19.156.01.11.058)

4.NOVI PANGESTUTI (19.156.01.11.059)

5.PUTRI SINTAWATI (19.156.01.11.069)

6.REYNALDI YUSUF WIBAWA D (19.156.01.11.060)

7.WIDIA CAHYA NINGRAT (19.156.01.11.071)


Pengertian Perawat

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix
yang berarti merawat atau memelihara. Menurut international
Council of Nurses (1965), perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di
Negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan
bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit serta pelayanan terhadap pasien. Perawat adalah
seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan
proses penuaan (Harlley, 1997).
Peran Perawat
Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu
sIstem (Kusnanto, 2003)
Dalam melakukan peran, seseorang diharapkan memiliki pemahaman
dasar yang diperlukan mengenai prinsip, dalam menjalankan
tanggungjawab secara efisien dan efektif dalam suatu sistem tertentu
(Bastable,2002).
Lanjutan..........

Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam


maupun dari luar profesi keperawatan dan bersifat konstan
(Doheny,1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat
professional, meliputi :

1. Care Giver
2. Client Advocate
3. konselor
4. Edukator
5. Kolaborator
6. Koordinator
7. Change agent
8. konsultan
Fungsi Perawat
1. Fungsi Independen, Tindakan keperawatan bersifat mandiri, berdasarkan
pada ilmu keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab
terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang diambil
2. Fungsi Dependen, Perawat membantu dokter memberikan pelayanan
pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan
seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat,
dan melakukan suntikan
3. Fungsi Interdependen, Tindakan perawat berdasar pada kerja sama
dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Perawat berkolaborasi
mengupayakan kesembuhan pasien bersama tenaga kesehatan lainnya.
Perawat bertanggung jawab lain terhadap kegagalan pelayanan kesehatan
terutama untuk bidang keperawatannya (Potter dan Perry, 2005).
Peran Perawat sebagai
Advokator

Advokasi (pembelaan) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses


bertindak untuk, atau atas nama orang lain yang tidak mampu bertindak
untuk diri mereka sendiri (Basford & Slevin, 2006). Murphy dan Hunter
(dalam Basford &Slevin, 2006) mengatakan bahwa peran perawat dalam
mengeksplorasi konsep pembelaan terangkum dalam pernyataan, “Tujuan
perawat bukan untuk mendapatkan kepuasaan dari professional kesehatan
lain tetapi lebih untuk membantu pasien mendapatkan asuhan yang terbaik,
bahkan jika itu berarti pasien masuk ke rumah sakit dan mencari
professional asuhan kesehatan lain”. Oleh karena itu, fokus utama dari
peran advokasi perawat bagi pasien adalah menghargai keputusan pasien
dan meningkatkan otonomi pasien (Blais,2002).
Lanjutan….
1. Advokasi didefinisikan sebagai tindakan perawat dalam
memberikan saran tentang pengobatan dan proses kesembuhan.

2. Advokasi didefinisikan sebagai pembelaan kepadapasien dalam


hal ekonomi, kenyamanan dan lingkungan.

3. Advokasi didefinisikan sebagai perlindungan kepada pasien


dalam hal kesehatan, tentang cara hidup sehat dan biaya.
Tugas Perawat dalam avokasi
pasient

Nelson (dalam Blais, 2002) menjelaskan tujuan utama dari advokat pasien adalah
melindungi hak-hak pasien. Peran advokat pasien memiliki tiga komponen utama, yaitu
sebagai pelindung, mediator, dan pelaku tindakan atas nama pasien. Dari ketiga
komponen utama peran perawat sebagai advokat, maka dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Sebagai pelindung, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan utama yaitu
untuk membantu pasien dalam membuat keputusan.
2. Sebagai mediator, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan untuk
menjembatani komunikasi antara pasien dengan tim kesehatan lain di rumah sakit.
3. Sebagai pelaksana tindakan, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan utama
untuk melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan yang dibutuhkan pasien.
Pentingnya Peran Perawat
sabagai Advokator

Perannya sebagai advokat, perawat diharapkan mampu untuk


bertanggung jawab dalam membantu pasien dan keluarga
menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi
pelayanan yang diperlukan untuk mengambil persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya serta
mempertahankan dan melindungi hak – hak pasien. Hal ini
harus dilakukan, karena pasien yang sakit dan dirawat di
rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas
kesehatan.
Lanjutan…..

1. Advokasi dilakukan dengan memberikan informasi


tentang diagnose, diit, latihan, dan penyembuhan.
2. Advokasi dilakukan dengan menjadipenghubung
antara pasien dengan tim kesehatan lain seperti
dokter atau ahligizi.
3. Advokasi dilakukan dengan melindungi pasien dari
tindakan berbahaya.
Hal-hal Yang Bisa Diadvokasi
Oleh Perawat

1. Anticipatory guidance (panduan antisipatif)


2. Role Modeling Perawat
3. Educational information
4. On going support (berkelanjutan dukungan)
5. Collaboration and Referral (kolaborasi dan referal)
Discharge Planning

Discharge Planning adalah suatu proses yang


sistematis dalam pelayanan kesehatan untuk
membantu pasien dan keluarga dalam
menetapkan kebutuhan, mengimplementasikan
serta mengkoordinasikan rencana perawatan
yang akan dilakukan setelah pasien pulang
dari rumah sakit sehingga dapat meningkatkan
atau mempertahankan derajat kesehatannya
(Zwicker & Picariello, 2003).
Tujuan Discharge
Planning

Adapun tujuan discharge planning menurutSpath (2003) adalah sebagai


berikut:1.
1. Mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk pulang
dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
2. Mempersiapkan keluarga secara emosional dan psikologis terhadap
perubahan kondisi pasien.
3. Memberikan informasi pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhan mereka
baik secara tertulis maupun secara verbal.
4. Memfasilitasi kelancaran perpindahan dan meyakinkan bahwa semua fasilitas
kesehatan dan lingkungan pasien telah siap menerima kondisi pasien.
5. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk meningkatkan derajat
kesehatan pasien.
6. Memberikan kontinuitas perawatan antara rumah sakit dengan lingkungan
baru pasien dengan menjalin komunikasi yang efektif
Pelaksanaan Discharge Planning

Menurut Zwicker & Picariello, (2003), ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam pelaksanaan discharge planning adalah :
1. Discharge planning merupakan proses multidisiplin dalam memenuhi
kebutuhan pasien.
2. Prosedur discharge planning dilaksanakan secara konsisten untuk semua
pasien.
3. Pengkajian juga dilakukan terhadap keluarga sebagai orang yang akan
melanjutkan perawatan
4. Discharge planning dimulai saat kontakpertama dengan pasien.
5. nformasi tentang discharge planning disusun berdasarkan hasil diskusi dan
kesepakatan antara tenaga kesehatan dengan pasien atau keluarga.
6. Keyakinan/kepercayaan pasien harus dipertimbangkan dalam menyusun
discharge planning.
Proses pelaksanaan discharge planning
dilakukan melalui 5 tahap

 Seleksi pasien
Tahap ini meliputi identifikasi pasien yang membutuhkan discharge
planning, semua pasien membutuhkan pelayanan, tetapi pemberian discharge
planning lebih diprioritaskan bagi pasien yang mempunyai risiko lebih tinggi
memiliki kebutuhan akan pelayanan khusus.
 Pengkajian
Pengkajian dalam proses discharge planning ini harus dilakukan secara
komprehensif dan mempertimbangkan kriteria pasien yang membutuhkan
discharge planning baik pada pasien sendiri maupun keluarga yang akan
melanjutkan perawatan setelah pulang dari rumah sakit. Agar sasaran
kontinuitas perawatan tercapai, pasien dan keluarga harus dapat beradaptasi
dengan kondisi kesehatan serta beban keluargadapat diminimalkan (Slevin,
1996).
Prinsip-prinsip dalam Pengkajian itu sendiri
pengkajian meliputi

1. Pengkajian dilakukan pada 1. Status fungsional


saat pasien masuk dan 2. Status kognitif
berlanjut selama 3. Status psikologi pasien, khususnya pengkajian
perawatan.b. terhadap depresi.
2. Pengkajian berfokus pada 4. Persepsi pasien terhadap kemampuan perawatan diri.
5. Kemampuan fisik dan psikologik keluarga dalam
pasien dewasa yang perawatan pasien.
berisiko tinggi tidak 6. Kurangnya pengetahuan berkaitan kebutuhan
tercapainya hasil perawatan kesehatan setelah pulang.
discharge. 7. Faktor lingkungan setelah pulang dari rumah sakit.
8. Kebutuhan dukungan formal dan informal keluarga
dalam memberikan perawatan yang benar dan
efektif.
9. Review pengobatan dan dampaknya.
10. Akses ke pelayanan setelah pulang dari rumah sakit.
 Perencanaan
Dalam perencanaan diperlukan adanya kolaborasi dengan team
kesehatan lainnya, diskusi dengan keluarga dan pemberian
penkes sesuai pengkajian. Pendekatan yang digunakan pada
dischargeplanning difokuskan pada 6 area penting dari
pemberian penkes yang dikenal dengan istilah ”METHOD”
dan disesuaikan dengan kebijakan masing-masing rumah sakit
(Slevin, 1996).
METHOD singkatan dari
M : Medication
E : Environment
T : Treatment
H : Health
O : Outpatient Referral
D : Diet
 Sumber Daya
Mengidentifikasi sumber daya pasien terkait dengan kontinuitas perawatan pasien
setelah pulang dari rumah sakit, seperti keluarga yang akan merawat, financial
keluarga, nursing home atau pusat rehabilitasi.
 Implementasi dan Evaluasi
Prinsip umum dalam implementasi discharge
planning adalah :
a. Discharge planning harus berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga.
b. Hasil pengkajian dijadikan sebagai pedoman strategi pelaksanaan
c. Hasil pengkajian akan menentukan kebutuhan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan
setelah pasien pulang dari rumah sakit.
d. Data pengkajian dapat memprediksikan outcome pasien setelah pulang dari rumah
sakit.
e. Discharge planning dimulai saat pasien masuk bertujuan untuk memperpendek hari
rawatan.
Menurut Potter & Perry (2005) keberhasilan yang diharapkan setelah
dilakukan discharge planning ditunjukkan seperti :
1. Pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obat-
obatan dan tindakan pengobatan untuk proses transisi atau kepulangan,
mengetahui cara antisipasi kontinuitas perawatan serta tindakan yang akan
dilakukan pada kondisi kedaruratan.
2. Pendidikan diberikan kepada pasien dan keluarga untuk memastikan
perawatan yang tepat setelah pasien pulang sesuai dengan kebutuhan.
3. Koordinasi sistem pendukung dimasyarakatyang memungkinkan pasien
untuk membantu pasien dan keluarga kembali ke rumahnya dan memiliki
koping yang adaptif terhadap perubahan status kesehatan pasien.
4. Melakukan koordinasi system pendukung pelayanan kesehatan untuk
kontinuitas perawatannya.
Menurut Spath (2003) bahwa dalam mengevaluasi keefektifan
proses discharge planning perlu dilakukan follow-upsetelah pasien
pulang dari rumah sakit yang dapat dilakukanmelalui telepon atau
kontak dengan keluarga serta pelayanan kesehatan yang ikut
memberikan perawatan pada pasien. Karena proses follow-up
merupakan kunci untuk menjamin kontinuitas perawatan pasien.
Tujuan follow-up adalah :
1. Mengevalusi dampak intervensiyang telah diberikan selama
perawatan pasien dan mengidentifikasi kebutuhan perawatan yang
baru.
2. Mengkaji efektifitas dan efisiensi proses discharge pla nning
Sekian dan terima kasih

Anda mungkin juga menyukai