OLEH :
(KELOMPOK 4)
AY S A S A R T I K A 201912048
K R E S E N S I A TA N I A 201912070
"Delik etik profesi perawat ini adalah urusan PPNI sebagai organisasi yang menaungi
profesi keperawatan,"kata Cahyono seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/9/2013).
Penyelidikan yang akan dilakukan PPNI, katanya, hanya berkaitan dengan kode etik
perawat untuk memastikan apakah yang bersangkutan benar-benar melanggar kode etik
atau tidak.
Sedangkan dugaan kasus malapraktik yang dilakukan pelaku hingga menyebabkan
korban lumpuh, menurut Cahyono, merupakan urusan kepolisian.
Kasus dugaan malapraktik di Pamekasan menimpa Suadeh alias Sudeh (42), warga Desa Tebul Timur,
Kecamatan Pegantenan, Pamekasan, oleh oknum perawat Bustami yang selama ini mengaku sebagai dokter
spesialis bedah.Dugaan malpraktik itu terungkap, setelah keluarga korban melaporkan kepada polisi atas kasus
yang menimpa pasien yang ditangani oknum perawat namun mengaku dokter spesialis bedah itu. Sebelumnya,
pasien berobat ke klinik milik oknum perawat bernama Bustami itu.
Kasus itu, terjadi pada 2012. Saat itu korban bernama Sudeh (42) datang ke "Klinik Harapan" yang menjadi
tempat praktik oknum itu di rumahnya di Desa/Kecamatan Pakong, Pamekasan.
Ketika itu, korban menderita pusing-pusing. Oleh oknum perawat itu disarankan agar dibedah karena di bagian
punggung korban ada benjolan yang diduga sebagai penyebab dari penyakit yang dideritanya.
"Saat itu kami bilang pada ’si dokter’ tersebut, akan dirujuk ke rumah sakit di Pamekasan," kata saudara
korban, Jumrah.
Akan tetapi, kata dia, Bustami justru minta agar tidak dioperasi di rumah sakit, sebab dirinya juga bisa
melakukan tindakan medis dan dia sendiri merupakan dokter spesialis bedah.
Atas saran Bustami itu, pasien kemudian dioperasi oleh oknum perawat itu di klinik setempat. Akan tetapi,
setelah operasi ternyata kondisi pasien tidak sembuh, bahkan pandangan mata kian buram, pendengaran
terganggu, dan kemudian lumpuh.
"Kami lalu memeriksakan diri ke rumah sakit Dr Soetomo di Surabaya, ternyata sarafnya putus akibat operasi
yang dilakukan oleh Bustami itu," kata Jumrah.
Bustami merupakan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pamekasan sebagai perawat di unit gawat
darurat.
PEMBAHASAN
1. MEMBENTUK SISTEM NILAI HUMANISTIK
ALTRUISTIK.
"Saat itu kami bilang pada ’si dokter’ tersebut, akan dirujuk ke
rumah sakit di Pamekasan," kata saudara korban, Jumrah. Akan
tetapi, kata dia, Bustami justru minta agar tidak dioperasi di
rumah sakit, sebab dirinya juga bisa melakukan tindakan medis
dan dia sendiri merupakan dokter spesialis bedah.
Dari data tersebut : seharusnya kita bersikap membuka diri untuk
mempromosikan persetujuan terapi yang sudah disetujui pasien
dengan tidak memaksakan kehendak diri (dokter ‘alias’ perawat)
kepada keluarga pasien untuk tetap operasi di klinik. Kita
seharusnya memberi kebebasan kepada pasien untuk memilih
alternatif lain dan menghargai pendapat dan keputusan pasien.
2. MEMBANGKITKAN RASA PERCAYA DAN
HARAPAN.
Atas saran Bustami itu, pasien kemudian dioperasi oleh oknum perawat
itu di klinik setempat. Akan tetapi, setelah operasi ternyata kondisi
pasien tidak sembuh, bahkan pandangan mata kian buram, pendengaran
terganggu, dan kemudian lumpuh.
Ketika itu, korban menderita pusing-pusing. Oleh oknum perawat itu disarankan agar
dibedah karena di bagian punggung korban ada benjolan yang diduga sebagai penyebab
dari penyakit yang dideritanya."Saat itu kami bilang pada ’si dokter’ tersebut, akan
dirujuk ke rumah sakit di Pamekasan," kata saudara korban, Jumrah.
Dari data tersebut : seharusnya saat pasien mengukapkan keluhan yang ia rasakan
sebagai perawat kita harus sabar mendampingi dan memberikan kesempatan kepada
pasien untuk mengekspresikan perasaan mereka baik itu perasaan negatif karena cemas
akan penyakit dan perasaan positif dari semangat mereka untuk sembuh.
6. MENGGUNAKAN METODE ILMIAH
“PROBLEM SOLVING” YANG SISTEMATIK
UNTUK MENGAMBIL KEPUTUSAN.
Dari data tersebut : Pada kasus ini, Bustami sebagai perawat tidak
memberikan penyelesaian pada penyakit pasien, melainkan menambah
masalah baru.
7. MENINGKATKAN HUBUNGAN
INTERPERSONAL “TEACHING-
LEARNING”.
“Ketika itu, korban menderita pusing-pusing. Oleh oknum perawat itu disarankan agar dibedah
karena di bagian punggung korban ada benjolan yang diduga sebagai penyebab dari penyakit yang
dideritanya.”
Dari data tersebut : seharusnya sebagai perawat memberikan pendidikan kesehatan terkait keluhan
pasien bukan menduga-duga diagnosa dan penyebab penyakit pasien tanpa dasar pemeriksaan
yang akurat. Karena dalam meningkatkan hubungan interpersonal anatara perawat dan pasien
harus menciptakan situasi yang nyaman dalam memberikan dan memfasilitasi pendidikan
kesehatan pasien supaya dapat memampukan pasien memenuhi kebutuhan pribadinya.
8. MEMBERIDUKUNGAN/SUPPORT,
MELINDUNGI, DAN MEMBANTU
MEMPERBAIKI KONDISI MENTAL, FISIK,
SOSIAL-KULTURAL, SERTA SPIRITUAL.
Terkait dengan kasus malapraktik yang dilakukan Bustami, Ketua PPNI Cahyono
menyatakan belum bisa memberikan kesimpulan apapun. Hanya saja ia
memastikan, jika secara etika Bustami memang melanggar ketentuan kode etik,
maka PPNI hanya bisa merekomendasikan kepada instansi berwenang agar izin
praktik perawatnya di luar institusi kerja dicabut
Dari data tersebut : Pihak PPNI sudah tepat, untuk memastikan apakah yang
bersangkutan benar-benar melanggar kode etik keperawatan atau tidak. Secara
garis besar PPNI sudah memberikan pendampingan untuk mencari penyebab
masalah tersebut.
9. BANTUAN YANG DIBERIKAN DAPAT
MEMUASKAN KEBUTUHAN MANUSIA.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun
2013 tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan,
sebenarnya seorang perawat diperbolehkan menjalankan
praktik keperawatan, maupun praktik mandiri keperawatan
"Kami lalu memeriksakan diri ke rumah sakit Dr Soetomo di Surabaya, ternyata sarafnya
putus akibat operasi yang dilakukan oleh Bustami itu," kata Jumrah.Bustami merupakan
pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pamekasan sebagai perawat di unit gawat
darurat.
Dari data tersebut : seharusnya saat pasien dan keluarga menerima dan menghadapi kabar
duka ataupun kabar buruk yang menimpa. Kita sebagai perawat harus menghargai respon
negatif (marah) pasien dan menjadi pendengar yang baik dan aktif. Kita bisa memberi
kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk melakukan hal-hal yang bersifat ritual dan
memfasilitasi pasien dan keluarga dalam keinginannya untuk melakukan terapi alternatif
sesuai pilihannya.
KESIMPULAN
Human caring yang dikembangkan oleh Watson hanya berkisar pada
sepuluh carative factors sebagai suatu kerangka untuk memberikan suatu
bentuk dan focus terhadap fenomena keperawatan.
Sepuluh factors dalam Jean Watson diaplikasikan dalam kasus “Oknum
Perawat Operasi Pasien Hingga Sarafnya Putus” yang dijabarkan
berdasarkan kasus yang terjadi dalam dan disesuaikan dengan teori yang
ada. Dimana perawat harus Membentuk sistem nilai humanistik altruistic,
Membangkitkan rasa percaya dan harapan, Mengembangkan kepekaan
kepada diri sendiri, maupun kepada orang lain, Mengembangkan
hubungan yang sesuai harapan pasien / “helping trust, Meningkatkan
intuisi dan peka terhadap ekspresi perasaan baik positif, maupun
negative, Menggunakan metode ilmiah “problem solving” yang sistematik
untuk mengambil keputusan, Meningkatkan hubungan interpersonal
“teaching-learning”, Memberi dukungan/support, melindungi, dan
membantu memperbaiki kondisi mental, fisik, sosial-kultural, serta
spiritual, Bantuan yang diberikan dapat memuaskan kebutuhan manusia,
Menghargai terhadap kekuatan yang dimiliki pasien.
SARAN