Anda di halaman 1dari 8

ETIKA KEPERAWATAN DAN HUKUM KESEHATAN

“PRAKTIKUM KASUS”

Dosen Pengampu:

Minarti S.Kep,Ns.,M.Kep.,S.Kom

Disusun Oleh :

Arina Maksurotin Filhiyam (P27820721005)

Dwi Intan (P27820721095)

Hervina Ayuni (P27820721014)

Maretha Salsabilla Nazhifah (P27820721018)

Muflihatul Ilmiyah (P27820721021)

Nida’ Maulidatul Faizah (P27820721025)

Rosevalentin Jerry Widyantri (P27820721117)

Vania Nastari Putri (P27820721125)

Wandari Nurhasanah (P27820721126)

1
TINGKAT 1 SEMESTER 1 SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PROFESI NERS TAHUN AKADEMIK 2021/2022

A. KASUS
Oknum Perawat Ini Operasi Pasien Hingga Sarafnya Putus

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur,


menyelidiki kasus malapraktik yang diduga dilakukan oleh Bustami terhadap
pasiennya Sudeh (42) hingga menyebabkan yang bersangkutan lumpuh. Ketua PPNI
Pamekasan Cahyono, Kamis (12/9/2013), mengatakan, pihaknya perlu melakukan
penyelidikan dengan minta klarifikasi secara langsung kepada yang bersangkutan,
karena hal itu berkaitan dengan kode etik profesi perawat. "Delik etik profesi perawat
ini adalah urusan PPNI sebagai organisasi yang menaungi profesi keperawatan," kata
Cahyono seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/9/2013).
Penyelidikan yang akan dilakukan PPNI katanya hanya berkaitan dengan kode etik
perawat untuk memastikan apakah yang bersangkutan benar-benar melanggar kode
etik atau tidak. Sedangkan dugaan kasus malapraktik yang dilakukan pelaku hingga
menyebabkan korban lumpuh, menurut Cahyono, merupakan urusan kepolisian. Ia
menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan, sebenarnya seorang perawat
diperbolehkan menjalankan praktik keperawatan, maupun praktik mandiri
keperawatan.
Sesuai dengan ketentuan itu, perawat yang diperbolehkan menjalankan praktik
mandiri ialah yang berpendidikan minimal D3 keperawatan, juga mempunyai surat
izin kerja, dan izin praktik perawat, apabila yang bersangkutan membuka praktik
keperawatan di luar tempat kerjanya. "Apabila persyaratan-persyaratan itu dipenuhi,
maka sebenarnya tidak ada persoalan bagi perawat tersebut untuk membuka praktik,"
kata Cahyono menjelaskan.
Terkait dengan kasus malapraktik yang dilakukan Bustami, Ketua PPNI Cahyono
menyatakan belum bisa memberikan kesimpulan apapun. Hanya saja ia memastikan,
jika secara etika Bustami memang melanggar ketentuan kode etik, maka PPNI hanya
bisa merekomendasikan kepada instansi berwenang agar izin praktik perawatnya di
luar institusi kerja dicabut.

1
Kasus dugaan malapraktik di Pamekasan menimpa Suadeh alias Sudeh (42), warga
Desa Tebul Timur, Kecamatan Pegantenan, Pamekasan, oleh oknum perawat Bustami
yang selama ini mengaku sebagai dokter spesialis bedah. Dugaan malapraktik itu
terungkap, setelah keluarga korban melaporkan kepada polisi atas kasus yang
menimpa pasien yang ditangani oknum perawat namun mengaku dokter spesialis
bedah itu. Sebelumnya, pasien berobat ke klinik milik oknum perawat bernama
Bustami itu.
Kasus itu, terjadi pada 2012. Saat itu korban bernama Sudeh (42) datang ke "Klinik
Harapan" yang menjadi tempat praktik oknum itu di rumahnya, di Desa/Kecamatan
Pakong, Pamekasan. Ketika itu, korban menderita pusing-pusing. Oleh oknum
perawat itu disarankan agar dibedah karena di bagian punggung korban ada benjolan
yang diduga sebagai penyebab dari penyakit yang dideritanya. "Saat itu kami bilang
pada ’si dokter’ tersebut, akan dirujuk ke rumah sakit di Pamekasan," kata saudara
korban, Jumrah. Akan tetapi, kata dia, Bustami justru minta agar tidak dioperasi di
rumah sakit, sebab dirinya juga bisa melakukan tindakan medis dan dia sendiri
merupakan dokter spesialis bedah.
Atas saran Bustami itu, pasien kemudian dioperasi oleh oknum perawat itu di klinik
setempat. Akan tetapi, setelah operasi ternyata kondisi pasien tidak sembuh, bahkan
pandangan mata kian buram, pendengaran terganggu, dan kemudian lumpuh. "Kami
lalu memeriksakan diri ke rumah sakit Dr Soetomo di Surabaya, ternyata sarafnya
putus akibat operasi yang dilakukan oleh Bustami itu," kata Jumrah. Bustami sendiri
ternyata merupakan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pamekasan sebagai
perawat di unit gawat darurat.

B. HASIL TELAAH SESUAI DENGAN PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN


Berdasarkan kasus diatas menurut kami perawat tersebut telah melanggar standar
profesi keperawatan. Perawat tersebut telah melakukan pelanggaran berat atau
malpraktek sehingga menyebabkan pasien mengalami pandangan mata yang buram,
pendengaran terganggu, lumpuh dan akhirnya meninggal dunia. hal tersebut telah jelas
merupakan pelanggaran berat atau malpraktek karena seharusnya perawat tidak
menimbulkan bahaya ataupun cidera. Sesuai dengan 8 prinsip etika keperawatan :
1. Veracity
Merupakan prinsip moral dimana kita mempunyai suatu kewajiban untuk
mengatakan yang sebenarnya atau tidak membohongi orang lain / pasien.
Kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya didasarkan atau penghargaan
1
terhadap otonomi seseorang dan mereka berhak untuk diberi tahu tentang hal yang
sebenarnya pada kasus tersebut Perawat Bustami tidak menceritakan dengan
sejujurnya bahwa ia adalah seorang perawat dan Ia mengaku sebagai dokter
spesialis bedah.

2. Benefisience
Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan pasien atau
tidak menimbulkan bahaya bagi pasien. Menurut Ascension Health (2011) prinsip
beneficence adalah prinsip yg pertama dalam prinsip moral yaitu melakukan
kebaikan dan mencegah atau menghilangkan kejahatan atau bahaya. Perawat
sebagai petugas medis yang bertanggungjawab atas klien, harus memberikan
edukasi dan nasehat mengenai kondisi dari penyakit klien dan memberikan solusi
terbaik dari sudut pandang medis. Dalam kasus ini Perawat telah melanggar
prinsip beneficiene. Perawat itu membuka praktik klinik illegal dengan alasan
keamanan dari pasien yang berobat. selain itu, perawat mengaku sebagai dokter
dan bisa melakukan operasi. Perawat tersebut menejlaskan jika operasi dirumah
sakit dapat membahayakan kehidupan pasien. dan perawat Bustami justru minta
agar klien tidak dioperasi di rumah sakit, sebab dirinya juga bisa melakukan
tindakan medis dan dia sendiri merupakan dokter spesialis bedah.
3. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. Dalam kasus
tersebut Tindakan bustami (perawat professional) tidak dapat dinilai dalam situasi
yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. Tindakan Bustami menyebabkan pasien
semakin buruk. Karena atas sarannya, pasien kemudian dioperasi oleh oknum
perawat itu di klinik setempat. Dan setelah operasi, kondisi pasien tidak tidak
sembuh, bahkan semakin memburuk dengan pandangan mata kian buram,
pendengaran terganggu, dan kemudian lumpuh. Tindakan itu merupakan suatu
tindakan yang melanggar hukum
4. Justice (Keadilan)
Keadilan (Justice) adalah Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et
all, 1991). Justice Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua
1
individu. Artinya individu mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi
yang relative sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Dalam kasus tersebut
perawat telah melanggar prinsip juctice/ keadilan. Karena perawat telah melanggar
hukum dengan membuka praktik klinik illegal atau malpraktik. perawat juga
melanggar Ketentuan Malpraktik dalam Hukum Indonesia yang terdapat dalam
UUD 1945.

C. HASIL TELAAH SESUAI DENGAN KODE ETIK KEPERAWATAN


Perawat tersebut telah melanggar perilaku kode etik keperawatan yaitu dalam Perawat
dan Praktek. Perilaku kode etik yang dilanggar adalah sebagai berikut.
1. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai
kejujuran professional yang menerapkan pengatahuan serta keterampilan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Dalam kasus diatas, perawat Bustami
melakukan tindakan dengan tidak dilandasi kejujuran, sehingga melakukan
tindakan yang tidak seharusnya ia lakukan dan terjadilah malpraktek.
2. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi sesrorang bila melakukan
konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.
3. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
selalu menunjukkan professional. Dalam kasus diatas, perawat Bustami melakukan
malpraktek dan tidak bertindak profesional sehingga dapat mencemarkan nama
baik profesi. Dalam kasus diatas, pasien memberikan informasi yang akurat
tentang dirinya yang merasakan pusing. Namun, perawat Bustami menyarankan
untuk operasi saja. Perawat Bustami bersikeras agar pasien bisa menjalankan
operasi bersamanya. Padahal, ini bukan kemampuan perawat untuk mengoperasi
pasien secara mandiri.
4. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan. Dalam kasus tersebut perawat tidak bertanggung jawab terhadap
pasien/klien. Karena Tindakan bustami (perawat professional) tidak dapat dinilai
dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. Tindakan Bustami
menyebabkan pasien semakin buruk.

D. HASIL TELAAH DILIHAT DARI SEGI HUKUM NEGARA INDONESIA


Hasil telaah dilihat dari segi hukum negara Indonesia :
1
1. Pasal 55 ayat 1 UU No. 23 tahun 1992 "Dan bagi tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat
dikenakan tindakan disiplin yang ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan".
2. Pasal 361 KUHP karena ia melakukan kejahatan dalam pekerjannya “Jika
kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan sesuatu
jabatan atau pekerjaan, maka pidana itu boleh ditambah sepertiganya, dan dapat
dijatuhkan pencabutan hak melakukan pekerjaan, yang dipergunakan untuk
menjalankan kejahatan itu, dan hakim dapat memerintahkan pengumuman
putusannya”.
3. UU no. 38 tahun 2014 Pasal 19 karena perawat Bustami tidak memiliki surat izin
praktik Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin.

1
1

Anda mungkin juga menyukai