Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
1
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS TAHUN AKADEMIK
2021/2022
1
ARTIKEL 1
PEMBAHASAN
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
bayi dan balita yang merupakan penyakit akut dan perlu penatalaksanaan tepat (Dinkes
Magelang, 2015). Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi
ISPA pada usia balita di negara berkembang adalah 15% per tahun, sedangkan di Indonesia
sekitar 17% (WHO, 2015).
ISPA yang terjadi pada anak memiliki gambaran klinik yang tampak lebih berat dikarenakan
daya tahan tubuh (imunitas) masih rendah (Alasagaf, 2010). Penatalaksanaan bagi anak
dengan ISPA meliputi penanganan awal dan perilaku pencarian penyembuhan. Semakin tepat
penatalaksanaan yang dilakukan oleh orang tua, semakin rendah tingkat keparahan yang
dialami anak.
Perilaku pencarian penyembuhan yang dilakukan orang tua pada tahap pertama yaitu 94%
merasakan sakit dan penanganan sederhana dirumah, 6% memberikan pengobatan tradisional.
Tahap kedua perilaku pencarian penyembuhan 67% orang tua memilih memberikan obat
tanpa resep dokter, 9% dibawa ke penyembuh tradisional, dan 24% dibawa ke pelayanan
kesehatan. Pada tahap ketiga 100% orang tua membawa ke Puskesmas.
Penanganan awal terbanyak yang dilakukan orang tua di rumah terhadap anak dengan ISPA
adalah 97% memberikan waktu istirahat lebih banyak dan 67% mengonsumsi obat tanpa
resep dokter. Tingkat keparahan yang terjadi pada anak dengan ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Pacar Keling Surabaya adalah 15% dengan tingkat keparahan ringan, 55 %
dengan tingkat keparahan sedang, dan 30% dengan tingkat keparahan berat.
Ketika anak merasakan keluhan pada tahap pertama perilaku pencarian penyembuhan 96%
orang tua memilih untuk memberikan penanganan sederhana dirumah seperti memberikan
waktu istirahat lebih, kompres, minuman hangat, dan 4% orang tua memilih untuk
memberikan pengobatan tradisional seperti ramuan jeruk nipis dan madu. Sebagian besar
orang tua yang mempunyai anak usia dibawah 2 tahun masih takut untuk memberikan ramuan
jeruk nipis dan madu kepada anak dengan alasan takut menimbulkan efek/reaksi yang tidak
baik bagi kesehatan anak.
Pada tahap kedua perilaku pencarian penyembuhan orang tua kurang merasa puas pada tahap
pertama terhadap perkembangan kondisi anaknya. Sebanyak 22 (67%) orang tua pada tahap
kedua perilaku pencarian penyembuhan memilih untuk memberikan obat yang dibeli secara
bebas tanpa resep dokter yang merupakan perilaku tidak tepat dilakukan oleh orang tua
dikarenakan Food and Drug Administration menyatakan potensi untuk meningkatkan
penyalahgunaan dan efek samping bila tidak digunakan dengan benar mampu memberikan
reaksi yang merugikan untuk kelompok usia anak-anak (Eko dan Nurona, 2017). Selain itu, 3
orang tua (9%) memilih untuk membawa anaknya ke penyembuh tradisional pada tahap
kedua seperti dibawa ke dukun bayi atau paranormal yang dipercaya mampu memberikan
kesembuhan dengan memberikan air yang diberi bacaan doa.
Pelayanan Kesehatan seperti klinik Kesehatan atau praktek dokter atau bidan mandiri juga
menjadi pilihan orang tua. Sedangkan pada tahap ketiga perilaku [encarian penyembuhan 33
orang tua memilih untuk membawa anaknya ke pelayanan Kesehatan yaitu puskesmas.
Di usia anak-anak masih rentan sekali untuk mengalami sakit karena imunitas yang dimiliki
masih belum sempurna. Sehingga perilaku pencarian yang dilakukan oleh keluarga terutama
orang tua semaksimal mungkin dilakukan dengan tepat. Selain itu, penanganan awal orang tua
di Rumah terhadap anak dengan ISPA juga mampu meminimalisir tingkat keparahan.
SITASI
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
bayi dan balita yang merupakan penyakit akut dan perlu penatalaksanaan tepat (Dinkes
Magelang, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi ISPA pada usia balita
di negara berkembang adalah 15% per tahun, sedangkan di Indonesia sekitar 17% (WHO,
2015).
ISPA yang terjadi pada anak memiliki gambaran klinik yang tampak lebih berat dikarenakan
daya tahan tubuh (imunitas) masih rendah (Alasagaf, 2010).
4
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff H, Mukty A. 2010. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University press.
Anggraini A. 2016. Perilaku Ibu Pada Swamedikasi Pengobatan Gejala Infeksi Saluran Akut
Pada Anak. Jurnal Ikatan Apoteker Indonesia : Hal 83 – 86.
Dinkes Magelang. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Magelang. Kemenkes RI Ditjen P2P
Kemenkes RI. 2017. Kemenkes RI.
Malavia Ronny. 2013. Modul statistik “Analisis Regresi dan Korelasi Berganda”. Fakultas
Ekonomi : Universitas Islam Malang
Nur Hidayah. 2008. Upaya Keluarga dalam Pencegahan dan Perawatan ISPA di Rumah Pada
Balita di Kecamatan Ciawi kabupaten Tasimalaya. Jurnal Universitas Padjajaran
Peppy L. 2018. Status Gizi Anak Balita Usia 1-5 Tahun di Puskesmas Pacarkeling Surabaya.
Karya Tugas Ilmiah DIII Keperawatan. Poltekkes Kemeskes Surabaya
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.
Sagita Ferninda R. 2016. Karakteristik dan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Pasien
Kanker Serviks di RSUD DR Soetomo Surabaya. Universitas Airlangga
Sundari S. 2014. Perilaku Tidak Sehat Ibu yang Menjadi Faktor Resiko Terjadinya ISPA
Pneumonia Pada Balita. Jurnal Pendidikan sains Universitas Muhammadiyah. Vol.2 ,
No.3 : 141 -147.
TeoriAbrahamMashlow.http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/26402/Materi
+07+- +TeoriAbrahamMaslow.pdf diakses pada tanggal20 Januari 2019
World Health Organization. 2015 World Health Statistics. Diakses pada tanggal 2
November,2018.(http://www.w ho.int/gho/publications/world_ health_statistics/en/)
Yumeina Gagarani. 2015. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pengelolaan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak. Universitas Diponegoro
6
ARTIKEL 2
PEMBAHASAN
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama kematian
di Indoneasia dengan anak usia dibawah 5 tahun (Oktaria et al BMC Pediatric, 2017
berdasarkan Black RE, et al Global, 2010). Prevalensi ISPA di Indonesia berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) adalah sebesar 25,8%, yang merupakan penyakit
dengan prevalensi tertinggi pada balita. Jawa Timur termasuk dalam 5 kota besar dari 18 kota
di Indonesia yang paling banyak terjadi kasus ISPA, angka prevalensi ISPA di Jawa Timur
berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) sebesar 28,3%.
Departemen Kesehatan Republick Indonesia (2002) yang di kutitip dalam Jurnal
Kesehatan Andalas (2017) mengatakan bahwa kematian akibat ISPA terjadi jika penyakit
telah mencapai derajat ISPA yang berat, karena infeksi telah menyerang paru-paru. Kondisi
ISPA ringan dengan flu dan batuk biasa sering diabaikan, akibatnya jika daya tahan tubuh
anak lemah penyakit tersebut akan dengan cepat menyebar ke paru-paru. Kondisi demikian
jika tidak mendapat pengobatan dan perawatan yang baik dapat menyebabkan kematian.
Pentingnya ibu mengetahui tentang gizi seimbang dan mengetahui status gizi anak agar
tidak terjadi ISPA yang akan mengarah ke Infeksi ISPA yang lebih berat atau menjadi kronis
sangatlah penting sebagai dasar pencegahan terjadinya ISPA pada anak. Oleh sebab itu
peneliti akan meniliti pengetahuan ibu tentang gizi seimbang dan status gizi anak dengan
kejadian ISPA anak usia 2-5 tahun di Puskesmas Bulak Banteng Surabaya.
Ibu dengan anak ISPA memiliki pengetahuan kurang 23 orang dengan presentase 51,1%.
Hasil uji Chi Square pengetahuan ibu tentang gizi seimbang dengan kejadian ISPA diperoleh
hasil 0,003 menunjukkan bahwa data pengetahuan ibu tentang gizi seimbang dengan kejadian
ISPA berkorelasi atau Ho ditolak dan H1 diterima karena p = <0,05, nilai r 0,457 (korelasi
cukup). Banyak di dapatkan anak dengan penyakit ISPA ialah berstatus gizi kurang dengan
7
ciri-ciri fisik pada anak yang status gizi kurang adalah perut buncit, kulit kering dan terlihat
kurus.
Anak yang mengalami ISPA banyak diderita oleh anak dengan status gizi kurang.
Sebaiknya ibu lebih aktif dalam pencarian informasi terkait yang di alami anaknya, salah
satunya ialah tentang penyakit yang dialaminya yaitu penyakit ISPA serta mencari informasi
tentang pencegahan atau penatalaksanaan ISPA salah satunya ialah dengan perbaikan gizi,
dengan gizi yang baik maka daya tahan tubuh anak akan lebih baik dalam melawan virus dari
luar tubuh.
SITASI
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama kematian di
Indonesia dengan anak usia dibawah 5 tahun (Oktaria et al BMC Pediatric, 2017 berdasarkan
Black RE, et al Global, 2010).
Prevalensi ISPA di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013)
adalah sebesar 25,8%, yang merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi pada balita. Jawa
Timur termasuk dalam 5 kota besar dari 18 kota di Indonesia yang paling banyak terjadi kasus
ISPA, angka prevalensi ISPA di Jawa Timur berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas, 2013) sebesar 28,3%.
Departemen Kesehatan Republick Indonesia (2002) yang di kutip dalam Jurnal Kesehatan
Andalas (2017) mengatakan bahwa kematian akibat ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai
derajat ISPA yang berat, karena infeksi telah menyerang paru-paru.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2012. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
8
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. 2013. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Tahun 2013.
Black RE, et al. 2010. Global, Regional, And National Causes Of Child Mortality In 2008: A
Systematic Analysis. Lancet. 2010;367(9730):1969-87.
Budiman & Riyanto A. 2013. Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan Dan Sikap Dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Maharani, Dita dkk. 2017. Profil Balita Penderita Infeksi Saluran Nafas Akut Atas di
Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2012-2013. Jurnal Kesehatan
Andalas (2017).
Mukti, Yolandha Kartika. 2017. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Seimbang Pada
Balita Di Puskesmas Ngemplak 1 Sleman Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Stikes
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
Nugraheni, Martina Widya. 2014. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Di Posyandu Dahlia Desa Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta. Skripsi Naskah
Publikasi, Stikes Aisyiyah Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
9
1