Anda di halaman 1dari 17

Konsep Keperawatan Transkultur

Leininger mendefinisikan keperawatan transkultural sebagai penelitian


perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan
perbedaan (budaya-tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan
keperawatan transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya
atau pelayanan yang sesuai pola nilai kehidupan individu dan arti yang
sebenarnya.
Pengkajian budaya merupakan pengkajian yang sistematik dan
komprehensif dari nilai-nilai pelayanan budayam kepercayaan, dan praktik
individual, keluarga, dan komunitas. Tujuan pengkajian budaya adalah untuk
mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat
menerapkan kesamaan pelayanan budaya (Potter & Perry, 2010).
Teori Leininger
Teori Leininger tetang keragaman pelayanan berdasarkan kultur dan universalitas
menyatakan bahwa kasih sayang merupakan inti dari keperawatan. Tujuan Teori
Leininger adalah menyediakan bagi klien pelayanan kesehatan spesifik secara kultural.
Untuk memberikan asuhan keperawatan bagi klien dengan kultur tertentu perawat
perlu memperhitungkan tradisi kultur klien, nilai-nilai, dan kepercayaan ke dalam
rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Model pengkajian budaya matahari terbit dari Leininger menganggap bahwa nilai-nilai
pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik merupakan hal yang tidak dapat diubah
dalam budaya dan dimensi struktur sosial masyarakat, termasuk didalamnya konteks
lingkungan, bahasa, dan riwayat etnik.
Leininger merumuskan teori perawatan berbasis budaya dan menyatakan bahwa
budaya merupakan nilai, keyakinan dan cara hidup dari individu/kelompok yang
dipelajari, ditransmisikan, dimana menuntun untuk berpikir, mengambil keputusan,
dan bertindak dalam cara-cara yang dipolakan
Teori keperawatan transkultural terdiri dari beberapa komponen:

1. Care
2.Culture
3. Culture care
4. Culture care diversity
5. World view
6. Cultural and social structure dimension
7. Environment context
8. Ethmohistory
9. Etnic
10. Health
11. Nursing
12. Culture care prevention and maintenance
13. Culture care accommodation and/or negotiations
14. Culture care repatterning and/or rescructuring
15. Culture competent nursing care
Paradigma Keperawatan Transkultural

1. Manusia
Manusia merupakan individu, keluarga atau kelompok yang mempunyai nilai-
nilai dan norma-norma diyakini guna menetapkan keputusan dan melakukan
keputusan.
2. Sehat
Kesehatan adalah keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang atau sehat yang
dapat diamati dalam kegiatan sehari-hari. Tujuan klien dan perawatan adalah
ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaftif.
3. Lingkungan
Lingkungan merupakan keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercyaan,dan perilaku klien. Lingkunan di anggap sebagai
totalitas kehidupan dan budaya yang saling berinteraksi. Menurut Andrews&
boyle (2003) pembentukan budaya di pengaruhi oleh tiga bentuk.
Asuhan Keperawatan Transkultur

A. Pengkajian
1. Faktor Teknologi
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk bisa memilih atau
mendapatkan pelayanan sesuai dengan masalah masalah kesehatan
yang dialami (Rahmah, 2019). Faktor teknologi merupakan suatu
akses teknologi informasi, akses kesarana komunikasi, akses kemedia
dan pers, akses kesarana elektronik ditempat tinggal, akses
kelayanan dan teknologi kesehatan lainnya yang sangat berpengaruh
bagi masyarakat (Musrita, 2019).
2. Faktor Agama dan Filsafah Hidup
Agama adalah simbol yang mengakibatkan pandangan realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberi motivasi kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri
(Rahmah, 2019). Faktor agama dan filsafah hidup merupakan praktik
keagamaan, konsultasi dengan ahli pengobatan tradisional, makna
hidup, norma dan keyakinan agama, nilai-nilai kelembagaan,
komunikasi antar sektor dan antar lembaga lainnya yang mempunyai
keterikatan didalam suatu kepercayaan masyarakat (Musrita, 2019).
Lanjutan…

3. Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga


Faktor sosial dan keterikatan keluarga merupakan struktur yang akrab, posisi kelahiran dalam
keluarga, nilai-nilai keluarga, posisi keluarga, situasi emosional, jaringan dan dukungan sosial,
kewarganegaraan, akses ke alat transportasi, kekerasan dan lainnya (Musrita, 2019).
4. Faktor Nilai-Nilai Budaya, Kepercayaan, dan Gaya Hidup
Nilai-nilai budaya dan gaya hidup merupakan kepercayaan, tanggung jawab untuk kesehatan,
praktik penyembuhan dan pengobatan rakyat, spiritual dan kesehatan, ras dam etnis, pengetahuan,
sikap, perilaku gaya hidup alternatif, pandangan dunia dan lain sebagainya, hal tersebut yang
mendukung nilai-nilai budaya dan gaya hidup di masyarakat (Musrita, 2019).
5. Faktor Kebijakan dan Peraturan
Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku merupakan suatu akses kebijakan publik (keamanan,
kesehatan lingkungan, pendidikan, transportasi dan sosial) akses keadilan, kewarganegaraan,
partisipasi politik, kebebasan untuk berfikir, dan mengekpresikan dan komunikasi antar lembaga
(Musrita, 2019).
Lanjutan…

6. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan hasil yang familiar, pekerjaan yang informal, kelas sosial, kondisi
material, situasi kerja kondisi perumahan, pembelian barang-barang konsumen biaya hidup dan
lainnya (Musrita, 2019).
7. Faktor Pendidikan
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien menempuh pendidikan formal tertinggi
saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien didukung oleh bukti ilmiah yang
rasional dan individu dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatan. Pengkajian keperawatan meliputi: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan dan
kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakit sehingga tidak terulang
kembali (Rahmah, 2019).
Lanjutan…
B. Tindak lanjut
1. Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan yang diberikan sesuai dengan
nilai-nilai relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya.
2. Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawayan pada tahap ini dilakukan untuk membantu
klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan.
Perawat membantu klien agar memilikh dan menentukan budaya lain yang lebih
mendukung kesehatannya.
Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasikan gaya hidup klien.
3. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan trasnskultural dilakukan terhadap keberhasilan klien
tentang mempertahankan budaya, mengurangi budaya, atau beradaptasi dengan budaya
baru. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar
belakang budaya klien.
Penerapan Transkultural Nursing Pada Lansia Di Indonesia

Pemanfaatan Kerokan Pada Lansia


Faktor yang mempengaruhinya:
a. Faktor teknologi : Sarana dan prasarana teknologi yang digunakan
oleh lansia dan manfaat teknologi sudah baik, namun akses teknologi
informasi mengenai kerokan masih kurang bagi lansia karena
keterbatasan sumber informasi mengenai kerokan masih kurang bagi
lansia karena keterbatasan sumber informasi yang diterima oleh lansia
belum pasti.
B. Faktor keyakinan dan filosofi: Sebagian besar lansia menunjukkan
bahwa kekuatan atau keyakinan responden terhadap pemanfaatan
kerokan masih lemah.Banyak lansia yang meyakini bahwa dengan
kerokan dapat mengeluarkan angin dari dalam tubuh namun anggapan
tersebut tidak benar, karena angin hanya bisa dikeluarkan lewat sistem
pernapasan bukan melalui pori-pori kulit yang membuka setelah dikerok.
Lanjutan…

c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga: Sebagian besar lansia kurang mendapat dukungan
sosial dan keterikatan keluarga seperti kurangnya pemberian dukungan instrumental dan
informatif. Sebagian lansia mendapati keluarganya kurang menghargai keputusan lansia
untuk melalukan pengobatan seperti keluarga tidak menyarankan lansia minum obat ketika
tidak enak badan dan hanya meminta lansia untuk dilakukan kerokan. Ketika dilakukan
kerokan lansia biaanya mendapatkan bantuan dari keluarga ataupun teman sebayanya.
D. Faktor nilai budaya dan gaya hidup: Mayoritas lansia masih meyakini bahwa budaya
kerokan dapat menghilangkan rasa tidak enak badan.
E. Faktor kebijakan yang berlaku: Adanya asuransi kesehatan tidak menjamin lansia untuk
melakukan pengobatan ke pelayanan kesehatan karena lansia seringkali memilih
pengobatan tradisional seperti kerokan karena khawatir terhadap efek samping obat kimia
Lanjuitan…

f. Faktor ekonomi: Faktor ekonomi tidak berhubungan dengan pemanfaatan kerokan


pada lansia karena faktor ekonomi yang tinggi maupun rendah masih seringkali
memanfaatkan kerokan karena terdapat anggapan bahwa kerokan merupakan
pengobatan murah dan tidak mengeluarkan biaya.
G. Faktor pendidikan: Faktor pendidikan tidak terlalu berhubungan dengan
pemanfaatan kerokan. Lansia yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi terutama
dalam bidang kesehatan memang cenderung lebih memilih untuk tidak melakukan
kerokan karena sudah tau akibatnya. Namun, masih adapula lansia yang memiliki
pendidikan formal lebih tinggi melakukan kerokan karena didapat dari pengalaman
yang diberikan oleh orang-orang terdahulu dan kebiasaan masyarakat sehingga
pemanfaatan kerokan menjadi sugesti bagi lansia untuk menghilangkan rasa tidak enak
badan (Indriani, 2018).
1. Tindak lanjut perawat:
Sebagai perawat kita perlu melakukan penyuluhan pada lansia untuk menambah
informasi atau pengetahuan terkait manfaat baik dan buruk tentang kerokan, sehingga
dapat berdampak pada keputusan lansia dalam melakukan pengobatan terhadap status
kesehatan.
Peran Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Berduka Kronis Lansia

a. Faktor sosial dan keterikatan keluarga: Pakurenan membentuk ikatan yang kuat

antar anggota keluarga sehingga anggota keluarga memiliki sumber dalam mengatasi
dan memecahkan masalah termasuk berduka kronis. Dukungan budaya Pakurenan
sebagai dukungan sosial keluarga menjadi elemen penting dalam menciptakan
ketahanan bagi lansia dalam keadaan berduka kronis akibat kehilangan pasangan.
  Tindak lanjut: Perawat harus dapat menangani lansia yang mengalami masalah
berduka dengan memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada lansia dengan
cara membantu lansia memunculkan emosi positif melalui pengungkapan perasaan
secara verbal, aktivitas fisik, sosial dan spiritual.
Persepsi Sehat sakit pada suku melayu jambi

a. Faktor Teknologi: Pada dasarnya masyarakat ketika sakit lebih melakukan


pengobatan yang ada di rumah seperti bahan dapur atau lingkungan sekitarnya.
Jika memang tidak ada perkembangan maka barulah masyarakat mengunjungi
tenaga kesehatan seperti bidan desa.
B. Faktor Keyakinan dan Filosofi: Pada suku melayu agama dan filosofi sangat
bermakna karena dalam hal ini dapat mengetahui pandangan secara islam terkait
perilaku sehat dan sakit. Mereka menganggap bahwa sakit merupakan suatu
cobaan.
C. Faktor sosial dan keterikatan keluarga: Faktor sosial dan keterikatan keluarga
sangat bermakna bagi suku Melayu Jambi karena yang berperan menjaga
kesehatan dan yang berperan untuk membawa keluarga ke pelayanan kesehatan
serta peran anggota keluarga dalam menjaga kesehatan dan peran anggota
keluarga dalam kondisi sakit sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan di
dalam keluarga yang berhubungan dengan perilaku sehat dan sakit.
D. Faktor nilai budaya dan gaya hidup: Faktor nilai budaya dan gaya hidup sangat
bermakna bagi suku Melayu Jambi karena dalam hal ini menyangkut nilai
keyakinan / kepercayaan yang dilakukan / diterapkan oleh budaya Suku Melayu
di dalam keluarga dan di masyarakat
Lanjutan…

e. Faktor kebijakan yang berlaku: Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku sangat
bermakna bagi suku Melayu Jambi dan mengenai kebijakan dan peraturan dari salah
satu tokoh masyarakat dalam hal ini berpengaruh pada kegiatan individu untuk
mematuhi peraturan yang berlaku di dalam kebijakan pada suatu pemimpin.
F. Faktor ekonomi: Faktor ekonomi Faktor ekonomi sangat bermakna bagi suku
Melayu Jambi karena dalam hal ini memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai kebutuhan sehari-hari terkait dengan biaya makan hingga
pemeriksaan kesehatan.
G. Faktor pendidikan: Faktor pendidikan sangat bermakna bagi suku Melayu Jambi
dengan pendidikan / pengetahuan akan memberi berbagai pengalaman pada suku
Melayu Jambi dalam mengatasi suatu masalah kesehatan (Sari & Prastianty, 2017).
Penerapan Transkultur nursing pada
kematian di Indonesia

Rambu Solo’ di Tana Toraja


a. Faktor teknologi: Teknologi mempengaruhi pelaksanaan Rambu Solo’ karena
dalam pelaksanaan upacara adat ini diperlukan banyak kebutuhan yang sulit
didapatkan. Dengan adanya teknologi memudahkan masyarakan suku Toraja
melakukan upacara adat.
B. Faktor keyakinan dan filosofi: Keyakinan mempengaruhi pelaksanaan Rambu
Solo’. Suku toraja meyakini bahwa orang yang meninggal akan benar-benar
dianggap meninggal jika sudah dilaksanakan Rambu Solo’.
C. Faktor sosial dan keterlibatan keluarga: Sosial dan keterlibatan keluarga
mempengaruhi pelaksanaan Rambu Solo’ karena dalam pelaksanaannya Rambu
Solo’ harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat setempat juga
anggota keluarga yang ditinggalkan.
Lanjutan…
D. Faktor nilai budaya dan gaya hidup: Nilai budaya dan gaya hidup mempengaruhi
akan keyakinan masyarakat. Nilai budaya yang dianut suku toraja adalah bahwa
Rambu Solo’ dilakukan bertujuan untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang
yang meninggal dunia menuju alam roh dan kembali bersama para leluhur mereka.
E. Faktor kebijakan yang berlaku: Faktor kebijakan pun mempengaruhi pelaksanaan
tradisi ini terutama tokoh adat yang mengarahkan jalannya upacara.
F. Faktor ekonomi: Ekonomi mempengaruhi pelaksanaan Rambu Solo’ karena dalam
pelaksanannya Rambu Solo’ harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Faktor pendidikan: Pendidikan tidak mempengaruhi pelaksanaan Rambu Solo’ karena
seseorang di daerah tersebut yang memiliki riwayat pendidikan tinggi maupun rendah
tetap melakukan upacara tersebut (Randan, Kondowangko, & Goni, 2019).
G. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan keseluruhan penomenal yang mempengaruhi perkembangan,
kepercayaan, dan perilaku klien. Lingkungan dianggap sebagai totalitas kehidupan dan
budaya yang saling berinteraksi. Pembentukan budaya dipengaruhi oleh tiga bentuk
lingkungan yaitu lingkungan fisik,sosial dan simbolik. Lingkungan fisik merupakan
lingkungan alam seperti daerah khatulistiwa, pegunungan permukiman padat, dan
iklim tropis.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai