Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN


NAFZA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan HIV AIDS

Dosen Pembimbing: MA Andri Nurmansyah, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun oleh :

Pria Angga Nusanggara 191FK03007


Neneng Andini Fujiyanti 191FK03009
Sinta Bela 191FK03015
Regi Bayu Anggara 191FK03018
Farah Nabila Nofitriani 191FK03023
Tika Sari Santika 191FK03031
Kamaliyah 191FK03136
Sinta Nursari 191FK03038

Kelas 3A Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas dosen Andri Nurmansyah, M. Kep. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi
penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen Andri Nurmansyah, M.
Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan HIV AIDS yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih.

Bandung, November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................3

.1 Definisi NAFZA...........................................................................3
.2 Etiologi Penyalahgunaan NAFZA................................................3
.3 Golongan NAFZA........................................................................6
.4 Faktor Resiko Penyalahgunaan NAFZA.......................................8
.5 Penanggulangan NAFZA..............................................................11
.6 Manifestasi Klinis NAFZA...........................................................12
.7 Pemeriksaan Penunjang NAFZA..................................................13
.8 Komplikasi Dari NAFZA.............................................................14
.9 Konsep Asuhan Keperawatan NAFZA.........................................16

BAB III PENUTUP........................................................................................24

.1 Kesimpulan...................................................................................24
.2 Saran.............................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan
pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan
mental spiritual manusia seutuhnya lahir maupun batin. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini berkembang pengaruh
pemakaian obat-obatan dikalangan masyarakat.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA
(Narkotika dan Bahan/Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks,
yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan
kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam
Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain dapat pula menimbulkan
addication (ketagihan dan ketergantungan) tanpa adanya pembatasan, pengendalian
dan pengawasan yang ketat dan seksama dari pihak yang berwenang, dan juga jika
disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan
akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya
generasi muda.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi NAFZA?
2. Bagaimana Etiologi Penyalahgunaan NAFZA?
3. Apa Saja Golongan NAFZA?
4. Apa Faktor Resiko Penyalahgunaan NAFZA?
5. Bagaimana Penanggulangan NAFZA?
6. Apa Manifestasi Klinis NAFZA?
7. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang NAFZA?

1
8. Apa Komplikasi Dari NAFZA?
9. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan NAFZA?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui Definisi NAFZA.
2. Untuk Mengetahui Etiologi Penyalahgunaan NAFZA.
3. Untuk Mengetahui Golongan NAFZA.
4. Untuk Mengetahui Faktor Resiko Penyalahgunaan NAFZA.
5. Untuk Mengetahui Penanggulangan NAFZA.
6. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis NAFZA.
7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang NAFZA.
8. Untuk Mengetahui Komplikasi Dari NAFZA.
9. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan NAFZA.

2
BAB II

PEMBAHASAN

.1 Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya,
meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi
fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2009).
NAPZA (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) adalah zat yang apabila masuk
ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi system saraf pusat (SPP) sehingga
menimbulkan perubahan aktivitas mental, emosional, dan perilaku penggunanya dan
sering menyebabkan ketagihan dan ketergantungan terhadap zat tersebut (Hidayat,
2005).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian
tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA
bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan
bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).

.2 Etiologi Penyalahgunaan NAPZA


Penyalahgunaan dalam penggunaan narkoba adalah pemakain obat-obatan atau
zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta
digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup
wajar/sesuai dosis yang dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan
narkoba secara terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan, depedensi, adiksi
atau kecanduan.
Penyalahgunaan narkoba juga berpengaruh pada tubuh dan mentalemosional para
pemakaianya. Jika semakin sering dikonsumsi, apalagi dalam jumlah berlebih maka
akan merusak kesehatan tubuh, kejiwaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat.
Pengaruh narkoba pada remaja bahkan dapat berakibat lebih fatal, karena
menghambat perkembangan kepribadianya. Narkoba dapat merusak potensi diri,
sebab dianggap sebagai cara yang “wajar” bagi seseorang dalam menghadapi dan
menyelesaikan permasalahan hidup sehari-hari.

3
Penyalahgunaan narkola ialah suatu yang bersifat patologik dan harus menjadi
perhatian segenap pihak. Meskipun sudah terdapat banyak informasi yang
menyatakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dalam
mengkonsumsi narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang cukup signifikan
dalam mengurangi tingkat penyalahgunaan narkoba.
Terdapat beberapa faktor (alasan) yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang
dalam penyalahgunakan narkoba :
1. Faktor individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa
remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik
maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk
menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu
mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik di
sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor lingkungan
yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi
penyalahgunaan NAPZA antara lain adalah :
a. Lingkungan Keluarga
1) Komunikasi orang tua-anak kurang baik
2) Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam eluarga
3) Orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi
4) Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
5) Orang tua otoriter atau serba melarang
6) Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
7) Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
8) Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
9) Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (tidak onsisten)
10) Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam
eluarga
11) Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna
12) NAPZA.
b. Lingkungan Sekolah
1) Sekolah yang kurang disiplin

4
2) Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
3) Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
engembangkan diri secara kreatif dan positif
4) Adanya murid pengguna NAPZA
c. Lingkungan Pergaulan
1) Berteman dengan pengguna narkoba
2) Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar narkoba
3) Lingkungan Masyarakat / Sosial
4) Lemahnya penegakan hokum
5) Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung
3. Faktor NAPZA
a. Mudahnya NAPZA didapat di mana-mana dengan harga terjangkau
b. Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik tuk
dicoba
c. Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan yeri,
menidurkan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain.
d. Faktor individu, faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya/pergaulan
idak selalu sama besar perannya dalam menyebabkan seseorang
enyalahgunakan NAPZA. Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang
anak ang berasal dari keluarga yang harmonis dan cukup kominikatif
menjadi enyalahguna NAPZA.
4. Terapi dan Rehabilitasi
a. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA
tjuan ini tergolong sangat ideal, namun banyak orang tidak mampu atau
mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru
menggunakan NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat
ditolong dengan meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak
langsung dari NAPZA. Sebagian pasien memang telah abstinesia
terhadap salah satu NAPZA tetapi kemudian beralih untuk menggunakan
jenis NAPZA yang lain.
b. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps
Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps. Bila pasien pernah
menggunakan satu kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila
ia menyadari kekeliruannya, dan ia memang telah dibekali ketrampilan

5
untuk mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap
mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention
programe, program terapi kognitif, opiate antagonist maintenance therapy
dengan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
c. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi social
Dalam kelompok ini, abstinensia bukan merupakan sasaran utama.
Terapi rumatan (maintenance) metadon merupakan pilihan untuk
mencapai sasaran terapi golongan ini.
5. Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAFZA dalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya
NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak”
bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan
untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan
NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada
obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara
terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang
sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-
tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Ketergantungan
terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu (Sumiati, 2009):
1) Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia
akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat,
ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
2) Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan
yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak
mengalami gejala fisiK.

.3 Golongan-Golongan NAPZA

6
a. Narkotika
Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan psikotropika) yang sangat
berat, juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan)
yang sangat tinggi, dimana ketiga sifat inilah yang menyebabkan pemakai
narkotika sulit untuk melepaskan ketergantungannya. Narkotika di
klasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu :
1) Golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya dengan daya adiktif
yang sangat tinggi. Diantaranya yaitu ganja, heroin, kokain, morfin,
opium, dsb.
2) Golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Yaitu benzetidin,
betametadol, petidin dan turunannya, dll.
3) Golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif atau potensi
ketergantungan ringan dan dapat dipergunakan secara luas untuk terapi
atau pengobatan dan penelitian. Yaitu kodein dan turunannya, metadon,
naltrexon, dsb.
b. Narkotika semi sintesis
Narkotika jenis ini yaitu alami yang diolah dan diambil zat adiktif (intisarinya),
agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan kedokteran. Beberapa jenis narkotika ini yang disalah gunakan
adalah getah opium/morfin mentah. Dan adapun jenis narkotika semi sintesis
yaitu :
1) Kodein adalah alkaloida yang terkandung dalam opium banyak dipergunakan
untuk keperluan medis, dengan khasiat analgesic yang lemah, kodein dipakai
untuk obat penghilang (peredam) batuk.
2) Black heroin yang dicampur obat-obatan putauw yang beredar di Indonesia,
dihasilkan dari cairan getah opiumpoppy yang diolah menjadi morfin.
Kemudian dengan proses tertentu menghasilkan putauw, dimana putauw
mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin.
3) Morfin adalah getah opium yang diolah dan dicampur dengan zat kimia
tertentu yang memiliki daya analgesic yang kuat berbentuk kristal, berwarna
putih dan berubah menjadi kecoklatan serta tidak berbau. Biasa dipakai di
dunia kedokteran sebagai penghilang rasa sakit atau pembiusan pada operasi
(pembedahan).

7
4) Opioidsintetik yang mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin.
Jenis narkotika ini yang paling banyak di salah gunakan dengan cara dihirup
atau disuntikkan. Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian
timbul rasa ingin menyendiri dan menimbulkan kecanduan si pemakai.
5) Petidin ialah obat yang digunakan untuk pengobatan rasa sakit tingkat
menengah hingga kuat.
6) Methadon adalah opioidasintesis yang digunakan secara medis sebagai
analgesic, antitussive dan sebagai penekan keinginan menggunakan opioida.
Dapat digunakan untuk terapi rasa sakit yang kronis, dalam jangka panjang
dengan biaya yang sangat murah.
7) Naltrexon adalah antagonisreseptoropioida, yang digunakan secara primer
dalam terapi ketergantungan alkohol dan opioida. Seringkali digunakan untuk
rapiddetoxifiction terhadap ketergantungan opioida.
8) uprenorfin atau subutex merupakan opioidasemisintesis yang juga digunakan
untuk pengobatan ketergantungan opioida.
c. Psikotropika
Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan
jiwa yang menurut undang-undang no 5 tahun 1997 tentang psikotropika terbagi
4 golongan, yaitu :
1) Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
dilarang digunakan untuk terapi dan hanya untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan. Yaitu MDMA/ekstasi, LSD dan STP.
2) Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat, akan tetapi
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Yaitu amfetamin, metilfenidat atau
ritalin.
3) Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang dan berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Yaitu lumibal, buprenorsina, pentobarbital,
flunitrazepam dan sebagainya.
4) Golongan IV yaitu psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta
berguna untuk pengobatan, seperti nitrazepam, diazepam dan sebagainya.
d. Bahan adiktif
Zat ini tidak termasuk dalam narkotika dan psikotropika, tetapi zat adiktif ini
dapat menimbulkan ketergantungan. Adapun zat suatu benda yang termasuk
dalam kategori bahan adiktif adalah :

8
1) Rokok. Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.
2) Kelompok alkohol dan minuman lain yang dapat menimbulkan hilangnya
kesadaran (memabukkan) dan menimbulkan ketagihan karena mengandung
etanoletil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan
sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan
tertentu.
3) Thinner dan zat-zat lain yang jika dihirup dapat memabukkan seperti lem
kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin dan sebagainya.

.4 Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA


Pengaruh Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)
berbeda pada setiap orang, bergantung pada beberapa faktor : jenis yang
digunakan, jumlah atau dosis yang dipakai, frekuensi pemakaian, cara pemakaian
(diminum, dihisap, disuntik, ditempel, dan lain-lain), beberapa Napza yang
digunakan bersamaan, pengalaman pemakaian sebelumnya, kondisi fisik pemakai,
kepribadian pemakai, harapan pemakai tehadap efek Napza dan suasana
lingkungan dimana Napza digunakan.
Napza berpengaruh buruk pada manusia seperti gangguan daya ingat (mudah lupa),
gangguan perasaan dan kemampuan otak untuk menerima, memilah dan mengolah
informasi, (tidak dapat bertindak rasional), gangguan persepsi (menimbulkan ilusi
dan halusinasi), gangguan motivasi (malas belajar dan bekerja dengan akibat
prestasi sekolah menurun, berubahnya nilai-nilai yang dianut semula) gangguan
kendali diri (tidak mampu membedakan mana yang baik dan tidak).
Keadaan di atas dapat terjadi karena adanya gejala Intoksikasi (keracunan), pasien
menunjukkan tingkah laku menyimpang (mal adaptif) yang terjadi segera sesudah
menggunakan Napza. Keracunan yang diderita pasien menimbulkan gejala klinis
yang berbeda-beda, misalnya :
a. Intoksikasi Kanabis (ganja) dapat menimbulkan perasaan melambung, perubahan
proses berpikir, Inkoheren dan asosiasi longgar, bicara cepat atau malah sulit
bicara. Dan bisa juga terjadi rasa percaya diri meningkat, disorientasi, halusinasi
visual dan pendengaran, menurunnya perhatian dan konsentrasi, mengantuk.
Serta yang lainnya dapat terjadi mual, diare, haus, nafsu makan, meningkat,
parestesi, perasaan berat di kepala, pusing.

9
b. Intoksikasi Obat Tidur (sedatif hipnotika) dan alkohol dapat menyebabkan
berkurangnya pengendalian diri atau hilang, sehingga lepas kendali diri, agresif,
mudah tersinggung, terlibat dalam pertengkaran dan perkelahian dengan resiko
terluka atau melukai orang lain.
c. Intoksikasi Stimulansia (amfetamin, ekstasi, shabu, dan kokain) bisa
menyebabkan denyut nadi bertambah cepat, tekanan darah, meningkat, mual,
muntah, cenderung berkelahi, kewaspadaan meningkatkan . Pada Instoksikasi
ekstasi ini ada juga gejala mulut kering, tak bisa diam, selalu ingin bergerak,
rahang berkerut, gemetar, bola mata bergerak.
d. Intoksikasi Opioida (Heroin, Putaw, Morfin) dapat menyebabkan bicara cadel,
jalan sempoyongan, gerak lamban, euforia bila sudah biasa atau disforia bila baru
pertama kali, apatis, mengantuk, perhatian dan daya ingat terganggu kelebihan
dosis (over dosis) juga dapat menimbulkan gejala berbeda-beda, di antaranya :
1) Kelebihan Heroin dan Putaw dapat menyebabkan penekanan sistem
pernafasan, sehingga dapat berakibat kematian
2) Kelebihan dosis amfetamin (ekstasi danshsbu) dapat menyebabkan kematian
akibat pecahnya pembuluh darah otak.
Sindrom ini dapat menyebabkan ketergantungan baik fisik maupun
psikologik bila pemakainya terus menerus dan dalam jumlah banyak.
Ketergantungan fisik dapat diketahui dari adanya toleransi dan atau gejala putus
zat (withdrawal symptom) maksudnya dari Tolenransi menurunnya pengaruh
Napza setelah pemakaian berulang sehingga tubuh membutuhkan jumlah /
takaran yang lebih besar lagi, agar timbul pengaruh atau efek yang sama. Gejala
putus zat, gejala ini timbul karena seseorang menghentikan sama sekali
penggunaan Napza dan penurunan dosis setelah penggunaan dalam jangka lama
juga berakibat menimbulkan gejala putus zat. Sedangkan ketergantungan
psikologis adalah keadaan karena adanya keinginan atau dorongan yang tak
bertahankan (kompulsif) untuk menggunakan Napza (adanya perasaan rindu,
kangen, sugesti).
e. Komplikasi medik (fisik) psikiatri (jiwa)
Penyalahgunaan Napza dapat menimbulkan adanya gangguan psikiatri lain
(komorbiditas atau dual diagnosis yang akan menyulitkan upaya terapi maupun
rehabilitasi. Kiditasnya yaitu :

10
1) Gangguan tidur, gangguan fungsi seksual, cemas, depresi berat, pada
penyalahgunaan heroin atau putaw.
2) Paranoid (perasaan curiga berlebihan), psikosis, depresi berat kadang-kadang
percobaan bunuh diri, mania agitasi, cemas sampai panik, keadaan ini
dijumpai pada penyalahgunaan stimulansia seperti amfetamin, ekstasi, shabu,
kokain.
3) Gangguan psikotik, gangguan cemas, paranoid, kehilangan motivasi, acuh tak
acuh dan gangguan daya ingat. Ditemukan pada pengguna ganja.
4) Depresi, cemas sampai panik dan paranoid dapat dilihat para pengguna
alkohol dan sedatif-hipnotika.
f. Dampak Sosial
Ketergantungan penyalahgunaan Napza dapat berdampak sosial, di antaranya :
1) Di lingkungan keluarga, suasana nyaman yang terganggu, sering terjadi
pertengkaran, marah yang tak terkendali, dan mudah tersinggung. Serta
perilaku menyimpang anak meningkatkan. Putus sekolah atau menganggur
karena dikeluarkan sekolah, meningkatnya pengeluaran orang tua karena
besarnya dana pengobatan.
2) Di sekolah dapat merusak disiplin dan motivasi belajar, meningkatnya tingkat
kenakalan mempengaruhi peningkatan penyalahgunaan.
3) Di masyarakat dapat tercipta pasar gelap, pengedar atau bandar sering
menggunakan perantara remaja atau siswa, meningkatnya kejahatan,
meningkatnya kecelakaan lalu lintas, dan menurunnya daya tahan sosial.

.5 Penanggulangan NAFZA
Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Preventif
Pendidikan agama sejak dini, pembinaan kehidupan rumah tangga yang
harmonis dengan penuh perhatian dan kasih saying. Menjalin komunikasi yang
kontruksif antar orang tua dan anak. Orang tua memberikan teladan yang baik
kepada anak – anak . anak-anak diberikan pengetahuan sedini mungkin tentang
narkoba, jenis dan dampak negatifnya.
b. Tindakan hukum
Dukungan semua pihak dalam pemberlakuan Undang-Undang dan peraturan

11
disertai tindakan nyata demi keselamatan generasi muda penerus dan pewaris
bangsa.
c. Rehabilitasi
Didirikan pusat-pusat rehabilitasi berupa rumah sakit atau yayasan untuk
mereka yang telah menderita ketergantungan.
d. Khususnya untuk penanggulangan narkoba disekolah agar kerjasama yang baik
antar orang tua dan guru diaktifkan. Artinya guru bertugas mengawasi para
siswa selama jam belajar disekolah dan orang tua bertugas mengawasi anak-
anak mereka dirumah dan diluar rumah, disamping itu melakukan penyuluhan
ke sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan berbagai instansi tentang bahaya dan
dampak negatif narkoba.
e. Kerja sama dengan tokoh-tokoh agama perlu diefektifkan kembali untuk
membina iman dan rohani guna meningkatkantentang bahaya narkoba.
f. Dukungan keluaraga merupakan kunci utama yang sangat menentukan terlibat
atau tidaknya anak- anak pada narkoba. Oleh sebab itu komunikasi antara
orang tua dan anak- anak harus diefektifkan dan dibudayakan.

.6 Manifestasi Klinis
a. Perubahan Fisik :
1) Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel),
apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif.
2) Bila terjadi kelebihan dosis (Overdosis), nafas sesak, denyut jantung dan
nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
3) Saat sedang ketagihan (Sakau) : mata merah, hidung berair, menguap
terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran
menurun.
4) Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan.
b. Perubahan sikap dan perilaku :
1) Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering
membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.
2) Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di
kelas atau tempat kerja
3) Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin.

12
4) Sering mengurung diri, berlama-ama di kamar mandi, menghidar bertemu
dengan anggota keluarga yang lain.
5) Sering mendapat telpon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh
anggota keluarga yang lain.
6) Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tidak
jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik
sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan
dengan polisi.
7) Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar,
bermusuhan pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia

.7 Pemeriksaan Pada Klien dengan Penyalahgunaan NAPZA


Penampilan pasien,sikap wawancara,gejolak emosi dan lain-lain perlu
diobservasi. Petugas harus cepat tanggap apakah pasien perlu mendapatkan
pertolongan kegawat darurat atau tidak, dengan memperhatikan tanda-tanda dan
gejala yang ada.
a. Fisik
1) Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan, tangan, kaki, bahkan
pada tempat-tempat tersembunyi misalnya dorsum penis.
2) Pemeriksaan fisik terutama ditujukan untuk menemukan gejala
intoksikasi/overdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti hepatitis,
eudokarditis, bronkopneumonia, HIV/AIDS dan lain-lain.
3) Perhatikan terutama: kesadaran, pernafasan, tensi, nadi pupil, cara jalan,
sklera ikterik, conjungtiva anemis, perforasi septum nasi, caries gigi,
aritmia jantung, edema paru, pembesaran hepar dan lain-lain.
b. Psikis
1) Derajat kesadaran
2) Daya nilai realistis
3) Gangguan pada alam perasaan (misal cemas, gelisah, marah, emosi labil,
sedih, depresi, euphoria)
4) Gangguan pada proses pikir (misalnya waham, curiga, paranoid,
halusinasi)
5) Gangguan pada psikomotor (hiperaktif/hipoaktif, agresif gangguan pola
tidur, sikap manipulative dan lain-lain)

13
c. Penunjang
1) Analisa Urin
- Bertujuan untuk mendeteksi adanya NAPZA dalam tubuh
(benzodiazepine, barbiturate, amfetamin, kokain, opioida, kanabis).
- Pengambilan urine hendaknya tidak lebih dari 24 jam dari saat
pemakaian zat terakhir dan pastikan urine tersebut urine pasien
2) Penunjang lain
- Untuk menunjang diagnosis dan komplikasi dapat pula dilakukan
pemeriksaan
- Labolatorium rutin darah, urin
- EKG, EEG
- Foto toraks
- Dan lain-lain sesuai kebutuhan (HbsAG, HIV, Tes fungsi hati,
Evaluasi Psikologik, evaluasi sosial).

.8 Komplikasi
Penyalahgunaan Napza dapat menimbulkan adanya gangguan psikiatri lain
(komorbiditas atau dual diagnosis yang akan menyulitkan upaya terapi maupun
rehabilitasi.
a. Komplikasi Psikiatri:
1) Gangguan tidur, gangguan fungsi seksual, cemas, depresi berat, pada
penyalahgunaan heroin atau putaw.
2) Paranoid (perasaan curiga berlebihan), psikosis, depresi berat kadang-
kadang percobaan bunuh diri, mania agitasi, cemas sampai panik, keadaan
ini dijumpai pada penyalahgunaan stimulansia seperti amfetamin, ekstasi,
shabu, kokain.
3) Gangguan psikotik, gangguan cemas, paranoid, kehilangan motivasi, acuh
tak acuh dan gangguan daya ingat. Ditemukan pada pengguna ganja.
4) Depresi, cemas sampai panik dan paranoid dapat dilihat para pengguna
alcohol dan sedative-hipnotika.
b. Komplikasi Fisik:
1) HIV/AIDS
Pengguna narkotika suntik diketahui turut menyumbang peningkatan
jumlah orang yang terinfeksi HIV AIDS, hal ini karena Sebagian besar

14
pengguna narkoba menggunakkan jarum suntik secara bergantian dan juga
melakukan hubungan seksual yang tidak aman serta berganti-ganti
pasangan. Umumnya seseorang tidak menyadari jika dirinya terinfeksi
HIV karena Sebagian besar tidak bergejala, sehingga rentan menularkan
pada orang lain. Namun saat system kekebalan tubuhnya makin menurun
maka mulai muncul gejala dan terkadang sudah masuk ke tahap AIDS.
2) Hepatitis B dan C
Selain HIV, penyakit hepatitis B dan C juga banyak dialami oleh pengguna
arkoba suntik. Virus hepatitis B dan C ditularkan lewat darah yang bisa
berasal dari saling tukar jarum suntik oleh IDU (Injection drug user), serta
alat tato yang tidak disteril. Umumnya seseorang tidak menyadari jika ia
terinfeksin penyakit ini hingga kondisinya semakin parah bahkan bisa
menjadi sirosis serta kanker hati.
3) Kemampuan kognitif menurun
“Beberapa narkoba risikonya lebih ke otak seperti kemampuan berpikir
dan mengingat atau kognitifnya jadi menurun, untuk remaja biasanya
prestasi di sekolahnya menurun," ujar Prof Samsuridjal. Hampir semua
narkoba bisa berdampak buruk bagi otak dan kemampuan kognitifnya,
seperti ekstasi yang membuat orang kehilangan ingatan dalam jangka
waktu lama, tidak mampu berpikir, ekstasi membuat sulit konsentrasi,
ganja menyebabkan gangguan persepsi dan berpikir, serta shabu yang
menyebabkan gangguan saraf.
4) Gangguan pada hati (liver) dan ginjal
Seperti diketahui kedua organ ini berfungsi menyaring dan mengeluarkan
racun-racun yang ada di dalam tubuh. Namun pada pengguna narkoba
proses penetralan dan pengeluaran racun dari dalam tubuh ini menjadi
terganggu, sehingga hati dan ginjal harus bekerja lebih keras yang
membuatnya berisiko mengalami gangguan atau rusak.Risiko ini bisa
dialami oleh semua pengguna narkoba terutama pemakai ekstasi, heroin,
kokain yang memicu gagal ginjal, serta shabu-shabu.
5) Gangguan paru-paru dan pernapasan
"Untuk yang dihirup bisa mengganggu paru-paru karena umumnya barang
yang dijual di pasaran merupakan hasil oplosan," ujar dr. Iskandar Hukom
yang merupakan Sekjen YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa). r Iskandar

15
enuturkan dalam barang oplosan itu seringkali ditemukan zat tertentu yang
sebenarnya tidak boleh masuk atau terhirup ke dalam tubuh sehingga dapat
mengganggu paru-paru serta pernapasan.
6) Infeksi menular seksual
dr.Iskandar menuturkan pengguna narkoba lebih rentan terkena infeksi
menular seksual (IMS) akibat sering bergonta ganti pasangan serta
cenderung melakukan hubungan seks yang tidak aman.
7) Gangguan jiwa
Pecandu atau pengguna narkoba jangka panjang akan membuat zat-zat
kimia dalam barang haram tersebut membuat sistem sarafnya rusak dan
merangsang kelainan perilaku seperi berhalusinasi, ilusi dan gangguan cara
berpikir yang memicu gangguan kejiwaan.
8) Pada system reproduksi sering mengakibatkan kemandulan.
Pada kulit sering terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang
menggunakan jarum suntik, sehingga mereka sering menggunakkan baju
lengan Panjang
c. Komplikasi pada kehamilan:
1) Ibu: anemia, infeksi vagina, hepatitis, AIDS.
2) Kandungan: abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati.
3) Janin: pertumbuhan terhambat, premature, berat bayi rendah

.9 Konsep Asuhan Keperawatan Penyalahgunaan NAFZA


Bangsal dirawat : Bangsal tempat pasien saat ini dirawat
Tanggal masuk RS : Tanggal hari pertama pasien dirawat di rumah sakit saat
ini.
Nomor rekam medik : Nomor pasien berdasarkan nomor yang tertera pada
buku catatan medik pasien
I. Pengkajian
Berdasarkan dari Nurhalimah, 2016 konsep asuhan keperawatan sebagai
berikut :
A. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu ditulis adalah nama klien, jenis kelamin, umur
(biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan berisiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat

16
keseriusan/tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),
status (belum menikah, menikah, atau bercerai), alamat, kemudian nama
perawat.
B. Alasan Masuk dan Faktor prespitasi
Faktor yang membuat klien menggunakan napza biasanya individu
dengan kepribadian rendah diri, suka mencoba-coba / berksperimen,
mudah kecewa, dan beresiko untuk melakukan penyalahgunaan NAPZA
C. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi pecandu/
pengguna NAPZA, baik dari pasien, keluarga, maupun lingkungan
seperti : orangtua yang menyalahgunakan NAPZA, Harga diri rendah,
Keluarga tidak harmonis, cara pemecahan masalah yang salah, kelompok
sebaya yang menggunakan NAPZA, banyakya tempat untuk memperoleh
NAPZA dengan mudah dan perilaku kontrol masyarakat kurang terhadap
penggunaan NAPZA
D. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan
dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yang menyebabkan
perubahan memori, perilaku, kognitif, alam perasaan dan kesadaran.
2) Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : Hipotensi/normal
b. Nadi : Takikardi
c. Suhu : Meningkat, berhubungan dengan gangguan
eseimbangan cairan elektrolit
d. Pernafasan : Sessak nafas, nyeri dada
e. Berat badan : Mengalami penurunan akibat nafsu makan
enurun
f. Keluhan fisik : Mengantuk, nyeri, tidak bisa tidur, kelelahan.
E. Psikososial
1) Genogram
Genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.
Menjelaskan : seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan
tertekan dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi

17
dirinya terlibat dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA,
kondisi keluarga yang tidak baik itu adalah: 1) Keluarga yang tidak
utuh: orang tua meninggal, orang tua cerai, dll, 2) Kesibukan orang
tua, 3) hubungan interpersonal dalam keluarga tidak baik.
2) Konsep Diri
a. Citra tubuh : Klien merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien kurang puas terhadap dirinya
c. Peran : Klien anak keberapa dari berapa saudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain
menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap
perannya
3) Hubungan sosial
Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, da menolak makan bersama.
Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong.
4) Status Mental
a. Penampilan
Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian todak seperti
biasanya
b. Pembicaraan
Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat
atau membisu. Biasanya klien menghindari kontak mata
langsung, berbohong atau memanipulasi keadaan,
benggong/linglung.
5) Aktivitas Motorik
a. Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan kesadaran)
b. Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka yang
berubah-ubah, tidak dapat dikontrol), tremor, kompulsif
(kegiatan yang dilakukan berulang)
6) Afek dan Emosi
a. Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran

18
b. Emosi : klien dengan penyalahgunaan NAPZA biasanya
memiliki emosi yang berubah-ubah (cepat marah, depresi,
cemas, eforia)
7) Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang dan cepat tersinggung. Biasanya klien akan
menunjukan curiga
8) Persepsi
Biasanya klien mengalami halusinasi
9) Proses Pikir
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa
sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan
penurunan kesadaran, sehingga kien mungkin kehilangan asosiasi
dalam berkomunikasi dan berpikir.
10) Isi Pikir
Pecandu ganja mudah pecaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia.
Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat
paranoidnya.
11) Tingkat Kesadaran
Menunjukkan perilaku binggung, disorientasi dan sedasi akibat
pengaruh NAPZA.
12) Memori
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran
mungkin akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
13) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi.
Pecandu ganja mengalami penurunan berhitung.
14) Kemampuan Penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien
alkoholik. Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun
bermakna.
15) Daya Tilik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-
hal diluar dirinya

19
F. Sumber Koping
Yang sangat dibutuhkan untuk membantu individu terbebas dari
peyalahgunaan zat yaitu kemampuan individu untuk melakukan
komunikasi yang efektif, ketrampilan menerapkan sikap asertif dalam
kehidupan sehari-hari, perlunya dukungn sosial yang kuat, pemberian
alternative kegiatan yang menyenangkan, ketrampilan melakukan teknik
reduksi stress, ketrampilan kerja dan motivasi untuk mengubah perilaku.
G. Mekanisme koping
Individu dengan penyalahgunaan zat seringkali mengalami kegagalan
dalam mengatasi masalah. Mekanisme koping sehat dan individu tidak
mampu mengembangkan perilaku adaptif.
H. Mekanisme Pertahanan Ego
Pertahanan ego yang digunakan pada individu penyalahgunaan zat
meliputi penyangkalan terhadap masalah, rasionalisasi, projeksi, tidak
tanggung jawab terhadap perilakunya, dan mengurangi jumlah alkohol
atau obat yang digunakan.
II. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan koping individu b.d tidak mampu mengatasi keinginan
menggunakan zat
III. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan NOC NIC


o
1 Ketidakefektifan Koping  Koping 1. Bantuan
Individu  Tingkat stres kontrol marah
Definisi: Ketidakmampuan 1. penegakangan diri 2. Dukungan
untuk membentuk penilaian terhadap perilaku emosional
valid tentang stresor, kekerasan 3. Manajemen
ketidak adekuatan pilihan 2. menahan diri dari perilaku:
respon yang dilakukan, agresifitas menyakiti diri
dan/atau ketidak mampuan 3. kontrol resiko: 4. Peningkatan
untuk menggunakan sumber penggunaan obat peran
daya yang tersedia. terlarang 5. Peningkatan
Batasan karakteristik : 4. pengaturan tidur
1. Akses dukungan 6. Pencegahan

20
sosial idak adekuat psikososial: pengunaan zat
2. Ketidakmampuan perubahan terlarang
mengatasi masalah kehidupan 7. Pemberian obat
3. Ketidakmampuan 5. perilaku 8. Peningkatan
menghadapi situasi penghentian harga diri
4. Penyalahgunaan zat penyalahgunaan 9. Relaksasi otot
5. Perilaku engambil obat terlarang progresif
resiko 6. menahan diri dari 10. Fasilitasi
6. Kurang perilaku kemarahan meditasi
yang berfokus pada 7. dukungan sosial
pencapaian tujuan
7. Dukungan sosial
yan tidak adekuat
yang diciptakan
oleh karakteristik
huungan
Faktor yang berhubungan :
1. Ketidakadekuatan
mengubah energi
yang adaptif
2. Ketidakadekuatan
kesempatan
untuk
bersiapterhadap
stressor
3. Kurang percaya diri
alam kemampuan
mengatasi masalah
4. Tingkat persepsi
kontrol yang tidak
adekuat

IV. Implementasi Keperawatan

21
Implementasi merupakan tahap kegiatan ketika perawat mengaplikasikan
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap implementasi ialah kemampuan komunikasi
yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan
saling bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan
melakukan observasi sistematik, kemampuan evaluasi (Asmandi, 2008).
Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap, fase pertama
adalah fase persiapan yang mencangkup pengetahuan tentang validasi
rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua
adalah puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan.
Pada fase ini, perawat menyimpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi
klien. Terakhir fase ketiga adalah terminasi perawat sampai pasien setelah
implementasi keperawatan selesai dilakukan (Asmandi, 2008).
V. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan dan sistematik dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien dan tenaga kerja lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan
tercapainya tujuan dan kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus proses
keperawatan. Jika sebaliknya, pasien akan masuk kembali ke dalam siklus
tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment) (Asmandi, 2008).
Evaluasi terbagi atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yaitu subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data dan
pemeriksaan), analisa data (perbandingan ata dengan teori), dan perencanaan
(Asmandi, 2008).
Menurut (Asmandi, 2008), ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang
terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan antara lain :

22
1. Tujuan tercapai jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standart yang telah ditentukan.
2. Tujuan tecapai sebagaian atau pasien masih dalam proses pencapaian
tujuan jika pasien menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang
telah ditapkan.
3. Tujuan tidak tercapai jika pasien hanya menunjukan sedikit perubahan
tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat menimbulkn masalah baru.

23
BAB III

PENUTUP

.1 Kesimpulan

Menurut Kemenkes, NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi
beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi.

Napza berpengaruh buruk pada manusia seperti gangguan daya ingat (mudah
lupa), gangguan perasaan dan kemampuan otak untuk menerima, memilah dan
mengolah informasi, (tidak dapat bertindak rasional), gangguan persepsi
(menimbulkan ilusi dan halusinasi), gangguan motivasi (malas belajar dan bekerja
dengan akibat prestasi sekolah menurun, berubahnya nilai-nilai yang dianut
semula) gangguan kendali diri (tidak mampu membedakan mana yang baik dan
tidak). eadaan di atas dapat terjadi karena adanya gejala Intoksikasi (keracunan),
pasien menunjukkan tingkah laku menyimpang (mal adaptif) yang terjadi segera
sesudah menggunakan Napza.

.2 Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya agar
bermanfaat untulk kita semua terutama bagi kami penulis. Harapannya tujuan dari
makalah ini dapat terimplementasi dengan baik.

24
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, S. I., Arso, S. P., & Wigati, P. A. (2015). Analisis Standar Pelayanan Minimal Pada
Instalasi Rawat Jalan di RSUD Kota Semarang. 3(10217042), 103–111.

Frizky, A. (2016). Gambaran Pelaksanaan Therapeutic, ZICO ARFIAN, Fakultas Ilmu


Kesehatan UMP, 2016. 2008, 11–29.

Kamelia, Indah, P. (2019). Asuhan keperawatan keluarga pada remaja dengan perilaku
napza di wilayah kerja puskesmas kuranji kota padang.

M.H, Iriani, D. (2015). KEJAHATAN NARKOBA: Penanggulagan, Pencegahan dan


Penerapan Hukuman Mati. Justitia Islamica, 12(2), 306–330.

Nasution, Hanum, H., Lubis, Hanida, W., & Sudibrata, A. (n.d.). Penyalahgunaan NAFZA.
1–21.

Ririn Arifah. (2014). Asuhan Keperawatan NAFZA. 634.


https://hsgm.saglik.gov.tr/depo/birimler/saglikli-beslenme-hareketli-hayat-
db/Yayinlar/kitaplar/diger-kitaplar/TBSA-Beslenme-Yayini.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai