Anda di halaman 1dari 22

1

MAKALAH

“TERAPI KOMPLEMENTER PADA KLIEN DENGAN

PENYALAHGUNAAN NAPZA”

Oleh:

1. ERNAWATI 7. SUDIBYO

2. FENI ANDRIYANI 8. SYAIFUL AKBAR

3. INDRA ZAIUNUDIN 9. TATANG SETIYOBUDI

4. MERY GUSTIA RENI 10. TAUFIK SATRIO FANCA A

5. NOFFY MERLISA 11. YUNI TRI WAHYUNINGSIH

6. SRIYONO 12. YUNINGSIH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Hidayah dan

Karunia-Nya, sehingga penyusunan makalah yang berjudul “TERAPI

KOMPLEMENTER PADA KLIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN

NAPZA”, dapat kami selesaikan. Penyelesaian makalah ini juga berkat dorongan

dan bantuan dari berbagai pihak.

Semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan pengetahuan bagi

pembaca terkhusus dalam hal terapi komplementer pada klien dengan

penyalahgunaan NAPZA.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan

untuk itu, Kami sangat mengharapkan masukan serta saran yang membangun

guna perbaikan selanjutnya. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita

semua. Amin.

Pringsewu, 18 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL DEPAN..................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2. Tujuan Makalah............................................................................. 4

1.3. Manfaat Penelitian......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ipotesis Penelitian........................................................................... 23

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian........................................................................... 25

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian....................................................... 26

3.3 Subjek Penelitian .......................................................................... 26

3.4 Variabel Penelitian........................................................................ 28

3.5 Definisi Operasional...................................................................... 28

3.6 Etika Penelitian.............................................................................. 29

3.7 Pengumpulan Data, Instrumen dan Teknik................................... 29

3.8 Pengolahan Data ........................................................................... 31

3.9 Analisa Data.................................................................................. 32

\DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kejadian dalam penyalahgunaan NAPZA di Indonesia terus

mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan ditemukannya berbagai

kasus baru yang ditemukan dalam berbagai kelompok usia, gender

maupun profesi pekerjaan. Hal ini menimbulkan dampak yang sangat

komplek dan membutuhkan peranan dari berbagai sector. Di Indonesia,

diketahui bahwa 3,2 juta orang Indonesia adalah pengguna NAPZ dimana

angka ini setiap tahunnya terus mengalami peningkatan sebanyak 1 juta

orang. Dari 1 juta orang tersebut, diketahui bahwa 5,3 % diantaranya

adalah kelompok pelajar dan mahasiswa (Badan Narkotika Nasional RI,

2017).

Penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu bentuk kejahatan

yang dapat melibatkan lintas negara (transnational crime) dengan

terorganisir (organized crime), dan juga bersifat serius (serious crime).

4
Berbagai kerugian yang ditimbulkan dari penyalahgunaan NAPZA ini

mencakup bebrbagai aspek baik fisik, psikis, social, ekonomi, spiritual.

Permasalahan lainya, ditemukan masih tingginya tingkat kekambuhan

(relaps) setelah rehabilitasi. Oleh karena itu untuk mengatasi dampak

tersebut diperlukan kerjasama yang baik dari semua pihak yang terkait,

seperti pemerintah, aparat, masyarakat, media massa, keluarga, dan korban

pemakai penyalahgunaan NAPZA itu sendiri. Salah satu faktor internal

yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kekambuhan di kalangan korban

ialah kemampuan dari korban untuk mampu berpikir positif dan

mengambilan keputusan dengan benar sehingga mereka mampu

menghindari kekambuhan yang berulang kali (Habibi, H. et al., 2016).

Berbagai permasalahan dapat terjadi bagi para narapidana selama

menjalani rehabilitasi di Lapas, tanpa terkecuali permasalahan yang

berkaitan dengan kondisi psikologis. Berdasarkan hasil studi yang

dilakukan oleh Ulandari (2019) bahwa kondisi psikologis narapidana

wanita berupa perasaan bersalah, takut, sedih, marah, kecewa, khawatir,

putus asa dan stress, sulit tidur, dan adanya pertikaian antara narapidan

lainnya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara, terdapat

jumlah narapidana sebanyak 2.892 orang di Kota Bandung dengan sebaran

pada masing-masing wilayah di Lapas Sukamiskin sebanyak 436 orang,

Lapas Narkotika 1.268 orang, Lapas Perempuan sebanyak 447 orang,

Lapas Banceuy 520 orang, dan Lapas Naka sebanyak 159 orang. Masalah

5
umum yang sering ditemukan pada penyalahgunaan NAPZA ialah berupa

sering merasa bosan, stress, depresi, sedih dan putus asa. Adapun salah

satu metode yang dilakukan untuk mengatsai hal tersebut, para narapidana

tersebut mengatakan mereka biasanya melakukan pengalihan aktifitas

seperti kerja bakti, membaca, membuat keterampilan, dan juga dengan

terapi music.

Program rehabilitasi yang kurang berhasil tentunya berdampak

pada Negara yang mengalami kerugian khususnya dari aspek ekonomi.

Kerugian ekonomi dan social dari penyalahgunaan NAPZA di Indonesia

diperkirakan hingga lebih dari Rp. 20 triliun (BNN, 2017). Artinya jika

korban penyalahgunaan semakin meningkat maka pemerintah Indonesia

juga memerlukan anggaran yang lebih besar dalam upaya penanganan dari

dampak yang muncul lagi para korban penyalahgunaan NAPZA. Dampak

lainnya yang sangat sulit untuk di atasi ialah dari dalam diri korban itu

sendiri, secara umum mereka mengalami gangguan fungsi social dimana

mereka tidak mampu memenuhi kewajiban mereka terhadap keluarga atau

pun lingkungan masyarakat itu sendiri (Elkindi, 2016).

Maka dari itu, Rehabilitasi klien dengan penyalahgunaan NAPZA

perlu di dukung dengan terapi komplementer yang sesuai dengan

karakteristik dari klien tersebut. Hal ini mendasari kami untuk membuat

makalah terkait “Terapi Komplementer pada Klien dengan

Penyalahgunaan NAPZA.

A. Rumusan Masalah

6
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apa itu terapi komplementer untuk klien

penyalahgunaan NAPZA?”

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui terapi

komplementer

7
BAB 2

TINJAUAN TEORI

Terapi komplementer adalah suatu pengobatan holistik yang

mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu

untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith

et al., 2004). Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung oleh

kemampuan perawat dalam menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan

termasuk terapi komplementer. Penerapan terapi komplementer pada

keperawatan perlu mengacu kembali pada teori- teori yang mendasari praktik

keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia sebagai sistem

terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi.

Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam

mengembangkan terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam

praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal

ini didukung dalam catatan keperawatan Forence Nightingale yang telah

menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan

pentingnya terapi seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu, terapi

komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring

pada klien (Snyder & Lindquis, 2002).

Terapi komplementer adalah suatu terapi tambahan, pelengkap atau

penunjang yang bertumpu pada potensi diri seseorang dan alam. Dalam terapi ini

seseorang diajarkan beberapa ilmu pengobatan yang berasal dari ilmu kedokteran

8
maupun ilmu tradisional. Terapi komplementer mulai dilaksanakan di Lapas

Narkotika sejak tanggal 8 November 2007 dengan bekerja sama dengan Yayasan

Taman Sringanis Jakarta. Pada awalnya terapi ini diperuntukkan untuk

membantu warga binaan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS (ODHA) agar

kesehatan mereka bisa terjaga dengan baik. Namun saat ini terapi komplementer

dapat dimanfaatkan oleh warga binaan lain yang memiliki minat pada terapi ini.

Terapi komplementer meliputi olah nafas, meditasi, akupuntur, prana, serta

menjaga kesehatan melalui menu sehat.

Manfaat terapi komplementer adalah:

1. Untuk mencegah timbulnya penyakit baru

2. Menjaga stamina dan kekebalan tubuh

3. Mengatasi keluhan fisik yang ringan

4. Mengurangi dan menghindari stres

Macam Terapi Komplementer (Snyder & Lindquis, 2002)

1. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan

berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang

mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan

(imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai

chi, dan terapi seni.

2. Kategori kedua, alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan

9
kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda

dari Barat misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan

asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy.

Kategori ketiga, adalah terapi biologis yaitu natural dan praktik biologis dan

hasil- hasilnya misalnya herbal dan makanan

3. Kategori keempat, adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini

didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan

kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta

hidroterapi.

4. Kategori kelima, adalah terapi energi yang fokusnya berasal dari energi

dalam tubuh (biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh

misalnya terapeutik sentuhan dan pengobatan sentuhan. Kategori ini

biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan

bioelektromagnetik.

Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup

( pengobatan holistik, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi);

manipulatif (kiropraktik, akupresur dan akupunktur, refleksi, massage); mind-

body (meditasi, guided imagery, biofeedback, color healing, hipnoterapi). Jenis

terapi komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan.

Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasi seperti

meningkatkan relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan,

mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses

kematian (Hitchcock et al., 1999).

10
B. TERAPI KOMPLEMENTER PADA PASIEN DENGAN NAPZA Terapi

komplementer pada pasien dengan NAPZA antara lain:

1. Olahraga

Olahraga memiliki dampak luar biasa terhadap ketergantungan NAPZA,

seperti lari, bersepeda, berenang dalam jarak jauh. Kegiatan ini disamping

memberikan efek distraksi dari keinginan mengkonsumsi NAPZA juga

bermanfaat untuk memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan sehingga

tubuh segar dan sehat energi kreatif akan muncul. Para pecandu sebaiknya

diarahkan pada kegiatan yang positif sehingga mereka akan merasa lebih

baik. Olahraga ini dapat memfasilitasi pemulihan tubuh dengan

meningkatkan aliran darah ke otak. Olahraga dapat merangsang pengeluaran

bahan kimia di otak seperti endorfin, dopamine dan seretonin sehingga

perasaan lebih tenang dan senang.

2. Terapi Spiritual

Sekarang ini konsep kedokteran dan keperawatan telah

mempertimbangkan aspek biopsikososial dan spiritual, artinya pengobatan

tidak hanya berusaha untuk mengembalikan fungsi fisik seseorang tetapi

juga fungsi psikis, sosial dan spiritual pasien. Pendekatan ini

menempatkan kembali pengobatan spiritual sebagai salah satu cara

pengobatan dalam upaya penyembuhan penderita. Di Indonesia

pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Seseorang

pengguna NAPZA dapat memilih untuk menjalankan pengobatan spiritual

11
yang berlaku umum. Bila dia memilih pengobatan spiritual yang sesuai

dengan agamanya maka kegiatan tersebut tidak asing lagi bagi mereka.

Contoh terapi spiritual ini misalnya melakukan berzikir, berdoa, berpuasa,

sholat, dan lainnya yang dibimbing oleh rohaniawan maupun dilakukan

sendiri. Dalam terapi ini Tuhan adalah media sebagai tempat pelarian

terbaik pecandu. Melalui doa dan ibadah hati akan merasa tenang dan

lebih ikhlas, sehingga diharapkan para pecandu akan lebih kuat imannya

dan yakin bahwa Tuhan sayang terhadap setiap umatnya, tidak akan

memberikan cobaan melebihi batas kamampuan umatnya. Para pecandu

dapat meminta ampun dan memohon kepada Tuhan untuk membantu

memberikan kekuatan agar benar-benar lepas dari kecanduan narkoba.

3. Terapi Nutrisi

Seperti kita ketahui pengguna NAPZA memiliki napsu makan yang

kurang akibat efek obat-obatan yang mereka konsumsi. Sebagian besar

mereka lebih banyak mengkonsumsi gula, junk food, makanan cepat saji,

kafein dan lemak jenuh secara berlebihan. Sehingga disarankan untuk

menjalankan program diet tinggi protein dan lemak. Makanan yang

diharuskan untuk dikonsumsi adalah ayam, domba, daging organik dan

mentega. Proporsi diet terdiri dari 40 persen karbohidrat, 30 persen protein

dan 30 persen lemak. Buah-buahan yang padat nutrisi, sayuran, kacang-

kacangan, biji-bijian dan polong-polongan juga harus dikonsumsi. Nutrisi

yang sehat dan seimbang diperlukan pasien dengan NAPZA untuk

mempertahankan kekuatan tubuh, meningkatkan fungsi sistem imun,

12
kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan menjaga kesehatan

mereka agar tetap aktif dan produktif.

4. Terapi Suplemen

Kurangnya asupan bagi orang-orang yang sedang pada masa

pemulihan khususnya pemulihan dari ketergantungan NAPZA bisa diatasi

dengan mengkonsumsi suplemen khusus untuk mengimbangi kebutuhan

tubuh terhadap nutrisi. Suplemen ini antara lain Multivitamin , omega-3

membantu menstabilkan mood, memperbaiki komunikasi antar saraf serta

mendukung tumbuh kembang sel-sel otak, vitamin B komplek menaikkan

mood, menurunkan kecemasan serta menambah tenaga, vitamin C

membantu memelihara keseimbangan tubuh, NAC (N-acetylcysteine,

asam amino N-acetylcycteine merupakan suplemen terpenting untuk

mendukung pemulihan tubuh, mengatur sistem glutamatergic dalam otak

sehingga mampu memerangi kecanduan serta perilaku kompulsif, dan

Rhodiola merupakan obat herbal yang sangat efektif untuk menghilangkan

depresi, kegelisahan dan kelelahan yang biasa dialami oleh para pecandu.

5. Yoga

Yoga melibatkan sejumlah postur yang mengintegrasikan tubuh

dan pikiran. Latihan yoga meningkatkan kekuatan otot dan juga

fleksibilitas tubuh. Yoga menghasilkan perubahan signifikan dalam fisik,

hubungan sosial dan domain lingkungan kualitas hidup. Dengan disiplin

melakukannya tubuh akan terasa lebih fit sehingga sangat cocok

13
diterapkan pada para pencandu dan secara signifikan dapat mengurangi

stres, cemas dan depresi serta memperbaiki pola tidur.

6. Latihan Kesadaran

Latihan kesadaran adalah sebuah bentuk meditasi yang

memfokuskan diri, pernafasan dan sensasi tubuh. Selain pelatihan

Vipasana yang sering disebut penganut Budha, juga bisa dilakukan

meditasi. Bila aktivitas meditasi dilakukan secara rutin dan terus-menerus

maka lambat laun pikiran dan kesadaran akan kuat, sehingga pelaku

meditasi akan memiliki ketenangan, kedamaian dan cinta kasih. Namun

latihan ini perlu waktu lama bagi para pecandu karena sebagian besar

pecandu memiliki gangguan dalam berkonsentrasi. Mereka cenderung

tidak bisa fokus dan sering merenungkan hal-hal negatif yang mendorong

semakin banyaknya perikalu kompulsif. Dengan latihan meditasi yang

rutin, diharapkan dapat membantu untuk memfokuskan perhatiannya dan

mendorong sikap positif terhadap pengalaman masa lalunya.

7. Terapi Criminon

Criminon diartikan sebagai no crime, artinya terapi ini bertujuan

untuk membentuk seorang narapidana untuk tidak melakukan kembali

kejahatan. Filosofi dasar dari Criminon menyatakan bahwa pada dasarnya

seseorang melakukan kejahatan adalah karena kurangnya rasa percaya

diri. Ketiadaan rasa percaya diri ini mengakibatkan seseorang tidak

mampu untuk menghadapi tantangan kehidupan serta tidak mampu

14
menyesuaikan diri dengan sistem nilai berlaku di masyarakat sehingga

yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum. Pelanggaran ini sering

dilakukan oleh para pacandu NAPZA, sehingga perlu dilakukan cara

untuk mencegahnya, terapi ini adalah salah satu cara untuk mengatasi

perilaku negatif yang biasa dilakukan oleh para pecandu.

Tujuan pelatihan Criminon:

1. Membantu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan

seseorang dalam menghadapi rasa bersalah, rendah diri, takut,

emosi dan mampu mengendalikan diri.

2. Membantu para pecandu dalam menghadapi hambatan belajar

3. Memberikan pengetahuan untuk mencapai kebahagiaan lebih

baik bagi diri sendiri maupun orang lain

4. Memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk mencapai

kestabilan dan kebahagiaan dalam hidup

Program Criminon yang dikembangkan atas dasar teknik yang ditemukan

oleh L. Ron Hubbard secara garis besar ditawarkan melalui dua model

pengajaran yakni di dalam ruang (kelas) dan melalui kursus korespondensi.

Program ini terdiri dari beberapa seri modul yang intinya bertujuan untuk

membantu para pecandu NAPZA dalam memahami dampak dari berbagai

pengaruh terhadap lingkungannya, konsekuensi dari pilihan-pilihan mereka di

masa lalu serta cara untuk mengambil keputusan atau pilihan yang lebih baik di

masa yang akan datang (Criminon International, 2005).

15
8. Terapi Kesenian

Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan mengasah

bakat-bakat seni pecandu, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat seni

yang mereka miliki. Sebagai sebuah kegiatan terapi, kesenian dapat

digunakan untuk membantu narapidana pengguna NAPZA/ pecandu

dalam upaya kepulihannya. Dalam pelaksanaanya kesenian tidak dapat

berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari satu sistem rehabilitasi

yang komprehensif yang meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi non-

medis. Kesenian dilakukan sebagai suatu proses aftercare, atau setelah

warga binaan menjalani program terapinya. Pada tahap aftercare warga

binaan diarahkan sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membekali para pecandu dengan

pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan di

kehidupannya setelah kembali ke masyarakat. Dengan demikian pecandu

bisa mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat sebagai manusia yang

produktif dan tidak lagi bergantung pada NAPZA.

Kesenian dapat digunakan sebagai media terapi dan rehabilitasi karena

memiliki tujuan sebagai berikut:

A. Kegiatan kesenian merupakan kegiatan yang bersifat positif

B. Kegiatan kesenian terjadwal secara rutin, sehingga secara tidak

langsung melatih kedisiplinan warga binaan

C. Kegiatan kesenian memacu warga binaan untuk terus

16
mengembangkan diri

D. Kegiatan kesenian memotivasi warga binaan untuk menggali

potensi yang ada dalam dirinya

E. Kegiatan kesenian dapat dipergunakan untuk mengurangi waktu

luang warga binaan, sehingga dapat menghindarkan warga

binaan memikirkan kembali pemakaian NAPZA

F. Kegiatan kesenian dapat mambantu warga binaan untuk lebih

percaya diri dengan menampilkan potensi dirinya

G. Kegiatan kesenian dapat melatih warga binaan untuk lebih

bertanggung jawab atas pilihan yang telah diambil bagi dirinya

sendiri.

9. Terapi Akupuntur

Terapi akupuntur merupakan metode penyembuhan yang berasal dari

Cina dan sangat efektif sebagai pengobatan alternatif untuk mengatasi

kecanduan NAPZA. Akupuntur adalah suatu ilmu dan seni pengobatan

tradisional Timur dengan penusukan jarum halus pada daerah khusus di

permukaan tubuh yang bertujuan menjaga keseimbangan Yin-Yang atau

bioenergi tubuh. Jarum-jarum diletakkan ke bagian titik tekan tubuh dan

mampu mengatasi ketidaknyamanan selama tidak memakai narkoba

secara sempurna. Tujuan dan rasionalisasi untuk terapi kecanduan

NAPZA terhadap akupuntur adalah mencegah gejala putus obat zat,

menurunkan keinginan untuk menggunakan NAPZA lagi, menormalkan

17
fungsi fisiologis yang terganggu akibat penggunaan narkoba,

meminimalkan komplikasi medis dan sosial dari penggunaan narkoba dan

mempertahankan kondisi bebas penggunaan NAPZA. Efek penusukan

terjadi melalui hantaran saraf dan melalui humoral/ endokrin. Secara

umum efek penusukan jarum terbagi atas efek lokal, efek segmental dan

efek sentral.

A. Efek lokal:Penusukan jarum akan menimbulkan perlukaan mikro pada

jaringan. Hal ini menyebabkan pelepasan hormon jaringan (mediator)

dan menimbulkan reaksi rantai biokimiawi. Efek yang terjadi secara

lokal meliputi dilatasi kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler,

perubahan lingkungan interstisial, stimulasi nosiseptor, aktivasi respon

imun nonspesifik, dan penarikan leukosit dan sel Langerhans. Reaksi

lokal ini dapat dilihat sebagai kemerahan pada daerah penusukan.

B. Efek segmental/ regional: Tindakan akupuntur akan merangsang

serabut saraf dan rangsangan itu akan diteruskan ke segmen medula

spinalis bersangkutan dan ke sel saraf lainnya, dengan demikian

mempengaruhi segmen medula spinalis yang berdekatan.

C. Efek sentral: Rangsangan yang sampai pada medula spinalis

diteruskan ke susunan saraf pusat melalui jalur batang otak, substansia

grisea, hipotalamus, talamus dan cerebrum. Dengan demikian maka

penusukan akupuntur yang merupakan tindakan invasif mikro akan

dapat menghilangkan gejala nyeri yang ada, mengaktivasi mekanisme

pertahanan tubuh sehingga memulihkan homeostasis.

18
C. PERAN PERAWAT DALAM TERAPI KOMPLEMENTER PADA PASIEN

DENGAN NAPZA

Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi

komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti,

pemberi pelayanan langsung, koordinator dan sebagai advokat.

1. Perawat sebagai konselor

Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya,

konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi tentang

kondisi kesehatannya sekarang.

2. Perawat sebagai pendidik kesehatan

Sebagai pendidik perawat dapat memberikan informasi tentang

cara pemulihan klien dari ketergantungan NAPZA khususnya tentang

terapi komplementer.

3. Perawat sebagai peneliti

Sebagai peneliti perawat dapat melakukan berbagai penelitian yang

dikembangkan dari hasil evidence-based practice khususnya dalam hal

terapi komplementer untuk klien dengan NAPZA.

4. Perawat sebagai pemberi pelayanan langsung

Sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik

pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer, salah

19
satunya yaitu rehabilitasi medis pengguna NAPZA.

5. Perawat sebagai koordinator

Sebagai koordinator perawat dapat mendiskusikan terapi

komplementer pada klien dengan NAPZA dengan dokter yang merawat

dan unit manajer terkait.

6. Perawat sebagai advokat

Sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi permintaan

kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk

perawatan alternatif pada kilen dengan NAPZA.

20
DAFTAR PUSTAKA

Badan Narkotika Nasional RI. (2017). Survei Nasional Penyalahgunaan

Narkoba di 34 Provinsi Tahun 2017.

Budisetyani;, I. G. A. P. W., & Swandi, N. L. I. D. (2019). Kebutuhan

Psikologis Pada Pecandu Narkoba (Tinjauan Kualitatif dengan Teknik Journaling

sebagai Metode Penggalian Data). Jurnal Psikologi Udayana, 6(2), 400–407.

Elkindi, H. M. (2016). Faktor penyebab dan Dampak Penyalahgunaan

NAPZA.http://digilib.uin-suka.ac.id/23572/1/11250027_BAB-I_IV-atau

V_DAFTARPUSTAKA.pdf

Escabel, E. B., Asi, R. G., Dimaano, R. D., Villavicencio, R. A., Marie,

A., & Seco, G.(2015). Effectiveness Of Therapeutic Community Modality

Program Implemented In Batangas City Jail, Philippines.

Habibi, H., Basri, S., & Rahmadhani, F. (2016). Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Kekambuhan Pengguna Narkoba pada Pasien Rehabilitasi di

Balai Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Baddoka Makassar Tahun 2015. The

Public Health Science Journal, 8(1).

Khoeriyah, I., & Desiningrum, D. R. (2017). Kecerdasan spiritual dan self

esteem pada remaja: studi korelasi pada remaja pengguna napza di balai

rehabilitasi sosial eks penyalahguna napza “Mandiri” Semarang. Empati, 5(1), 5–

9.

Muhtar. (2014). Pendekatan Spiritual dalam Rehabilitasi Sosial Korban

Penyalahgunaan Narkoba di Pesantren Inabah Surabaya. INFORMASI, 5(1), 5–9.

21
Nugraha, A. R. (2020). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan

Kesejahteraan Psikologis Narapidana Di Lapas Narkotika [Universitas Mercu

Buana Yogyakarta].http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/10248/

Nurjanisah, N., Tahlil, T., & Hasballah, K. (2017). Analisis

Penyalahgunaan Napza Dengan Pendekatan Health Belief Model. Jurnal Ilmu

Keperawatan, 5(1), 23–35.

Oktaviani;, A., & Jannah, S. R. (2019). Dukungan Keluarga dengan

Motivasi untuk Sembuh pada Residen di Instalasi Rehabilitasi Napza. JUrnal

Ilmiah Mahasiswa Keperawatan, 4(2).

Paixão, R. F., Patias, N. D., & Dell’Aglio, D. . (2018). Self-esteem and

Symptoms of Mental Disorder in the Adolescence: Associated Variables. Clinical

Psychology and Culture,34.

https://doi.org/https://doi.org/10.1590/0102.3772e34436

22

Anda mungkin juga menyukai