Anda di halaman 1dari 28

KONSELING PADA KLIEN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAAN

NAPZA

OLEH :
Tara Apriyani 1914201036

Dosen Pengampuh :

YOULANDA SARI, S.KEP.,NS.,M.KEP.

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FLORA

MEDAN

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam tidak lupa kami

ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada Allah

SWT yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada kami sehingga dapat

menyelesaikan makalah ini. 

Makalah ini berisikan tentang “Konseling Pada Klien HIV/AIDS dan Penyalahgunaan

NAPZA” Kami menyadari makalah yang dibuat ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,

apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini, kami sangat

berterima kasih. 

Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita semua.

Aamiin

Medan , Agustus 2021

Penulis 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................

1.3 Tujuan............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................

2.1 Pengertian.....................................................................................................

2.1.1 Pengertian Konseling...............................................................................

2.1.2 Tujuan Bimbingan Konseling..................................................................

2.1.3 Bentuk-bentuk Bimbingan Konseling.....................................................

2.2 Narkoba........................................................................................................

2.2.1 Pengertian Narkoba.................................................................................

2.2.2 Pengertian Korban Penyalahgunaan Narkoba.........................................

2.2.3 Jemis Narkoba Yang Disalahgunakan.....................................................

2.24 Metode Therapeutic Comunity................................................................


2.3 HIV...............................................................................................................

2.3.1 Pengertian HIV........................................................................................

2.3.2 Cara Penularan........................................................................................

2.3.3 Gejala Klinis................................................................................................

2.3.4 Penanganan Pasien HIV...............................................................................

2.3.5 Kalangan Penanganan HIV..........................................................................

2.3.5 Tujuan Konseling HIV.................................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................

3.1 Kesimpulan..............................................................................................

DFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arus globalisasi berpengaruh besar terhadap pembangunan nasional.

Hal ini membawa dampak positif terhadap kemajuan pembangunan nasional

jika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu dimanfaatkan dengan

baik. Dampak negatif dari globalisasi antara lain timbulnya berbagai

pergeseran nilai sosial budaya akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan

kecanggihan teknologi yang akan merusak sumber daya manusia. Salah

satunya adalah disalah gunakannya kemajuan bidang farmasi yang ditunjang

dengan kemajuan transportasi, komunikasi dan informasi yang saat ini sangat

canggih.

Kemajuan bidang farmasi misalnya, berkembang jenis-jenis zat atau

obat-obatan seperti Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya yang

dalam penyalahgunaannya memiliki akibat berbahaya. Lebih berbahaya lagi

apabila penyalahgunaannya dilakukan dengan cara coba-coba mencampur satu

jenis obat satu dengan obat yang lainnya. Akibatya adalah terjadinya kerusakan

pada organ tubuh sehingga fungsi organ terganggu. Dampak penyalahgunaan

narkoba antara lain adalah gangguan kesehatan jasmani, penyakit menular

akibat pemakaian jarum suntik bergantian, overdosis yang bisa menyebabkan

kematian, ketergatungan serta gangguan dalam kehidupan berkeluarga, sekolah


dan sosial.

Penggunaan narkoba dan obat-obatan di Indonesia memang menjadi

persoalan serius yang harus dicarikan penyelesaiannya. Sekilas kita melihat

pemakaian NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) terjadi hampir

merata di semua lapisan masyarakat dari kalangan atas hingga anak jalanan

terutama pada saat ini banyak sekali kalangan pelajar, mahasiswa, bahkan

karyawan kantor dan pasangan suami istri yang sudah terikat.

Upaya penyembuhan pada pasien penyalahguna/ketergantungan

NAPZA salah satunya adalah dengan cara terapi. Terapi adalah perlakuan

(treatment ) yang ditujukan terhadap penyembuhan suatu kondisi psikologis

individu. Selain itu pelayanan konseling juga sangat dibutuhkan pada proses

penyembuhan. Di dalam hal penanganan penyalahguna/ketergantungan

NAPZA baik selama terapi, rehabilitasi maupun sesudahnya diperlukan

konseling, tidak

hanya di tujukan terhadap anak/remaja penyalahguna/ketergantungan NAPZA

tetapi, juga terhadap kedua orangtua (keluarga). Konseling ini dilakukan secara

berkelanjutan dan periodik, mengingat bahwa penyalahguna/ketergantungan

NAPZA ini merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern dan

industri dan juga penyakit keluarga. (Gerber, 1983).

Konseling tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, melainkan

adalah orang yang profesional yaitu orang yang telah memperoleh pendidikan

dan pelatihan di bidang penyalahguna/ketergantungan NAPZA dan halhal yang

terkait.

Dimana maksud konseling menurut William adalah untuk membantu

perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia. Konseling


dilaksanakan dengan membantu individu untuk memperbaiki kekurangan,

ketidakmampuan dan keterbatasan diri dan membantu pertumbuhan dan

integrasi kepribadian. Dalam hubungan konseling, individu diharapkan mampu

menghadapi, menjelaskan dan menyelesaikan masalahmasalahnya. Dari

pengalaman ini individu belajar untuk menghadapi situasi konflik dimasa

mendatang.

Dalam hal permasalahan penyalahguna/ketergantungan NAPZA

konseling antara lain berupa konsultasi, pribadi, perkawinan, keluarga dan

anak/remaja, bersifat konstruktif dan memperoleh solusi (penyelesaian) yang

menguntungkan semua pihakyang terkait, tidak saling menyalahkan dan tidak

ada yang kehilangan muka (loosing face).

Salah satu usaha untuk menanggulangi korban penyalahgunaan

NAFZA ini banyak didirikan pusat-pusat rehabilitasi untuk para korban

penyalahgunaan NAFZA. Pusat rehabilitasi tersebut bertujuan untuk membantu

menumbuhkan kembali rasa kesadaran dan tanggung jawab bagi para korban

penyalahgunaan NAFZA terhadap masa depannya, keluarga dan masyarakat

sekitar. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam proses rehabilitasi narkoba

dilakukan dengan dua tahapan program peanganan yaitu pengobatan medis dan

non medis. Pengobatan medis dilakukan untuk memberikan perawatan

kesehatan fisik klien. Sedangkan pengobatan non medis tujuannya untuk

mengembalikan kondisi psikis dan sosial klien agar dapat kembali sebagai

manusia produktif.

Menanggulangi pecandu NAFZA juga dapat dilakukan bentuk terapi

berupa bimbingan yang tujuannya untuk memulihkan kepercayaan diri dan

memperkuat fungsi sosialnya. Bimbingan yang diberikan merupakan bantuan


terus-menerus dalam upaya perkembangan individu secara maksimal. Terhindar

dari gangguan dan penyakit kejiwaan mampu menyesuaikan diri, sanggup

mengatasi masalah-masalah. Serta dapat menggunakan potensi yang ada pada

dirinya seoptimal mungkin.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana Identifikasi masalah yang terjadi pada pasien dalam proses pelayanan

konseling di RSKO ?

b. b.Bagaimana proses pelayanan konseling yang diterapkan kepada pasien

ketergantungan NAPZA ?

c. Apa saja metode pelayanan konseling pada rehabilitasi pasien NAPZA ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis identifikasi masalah yang terjadi pada proses konseling

2. Untuk mengetahui proses pelayanan konseling pada rehabilitasi pasien NAPZA

3. Untuk mengungkap metode pelayanan konseling pada rehabilitasi pasien NAPZA


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

2.1.1 Pengertian Konseling

Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu consillium” yang

berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Kata

ini bermakna perundingan, pertimbangan atau musyawarah. Sementara dalam bahasa

AngloSaxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti menyerahkan,

menyampaikan, menjual, membebaskan dan menyelamatkan. Jadi, konseling adalah suatu

perembugan, perundingan yang diadakan bersama atau dengan orang lain untuk mencari jalan

keluar atau putusan yang menyelamatkan atau membebaskan. Dengan kata lain, konseling
pada awalnya tidak diartikan suatu pemberian nasehat yang bersifat menolong terhadap orang

lain.

Sebagaimana istilah bimbingan, konseling pun mengalami perubahan dan

perkembangan. Pada perkembangan berikutnya, kata konseling telah menjadi istilah yang

menggambarkan mengenai kegiatan yang mengandung berbagai macam prosedur,konseling

dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan sebagai berikut: nasihat (to obtain counsel);

anjuran (to give counsel); pembicaraan (to take counsel). Dengan demikian, konseling akan

diartikan sebagai pemberian nasihat, anjuran, pembicaraan dengan bertukar pikiran.

Ivey & SimekDowning, merumuskan tentang pengertian konseling adalah

memberikan alternatifalternatif, membantu klien dalam melepaskan dan merombak polapola

lama, memungkinkan proses pengambilan keputusan dan menemukan pemecahanpemecahan

yang tepat terhadap masalah.

ASCA (American School Counselor Assosiation) yang dikutipoleh Achmad Juntika

Nurihsan mengemukakan, bahwa konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat

rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada

klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien

mengatasi masalahmasalahnya.

Dalam perkembangan selanjutnya konseling di definisikan sebagai pemberian bantuan

yang bersifat permissif (memberi kelonggaran), personalisasi dan individualisasi dalam upaya

mengembangkan skill untuk mengembangkan atau meraih kembali pemahaman dan

pengarahan terhadap dirinya sendiri yang menerangi kehidupan sosialnya.

2.1.2 Tujuan Bimbingan Konseling

Ada beberapa tujuan bimbingan konseling yaitu :


1) Perubahan perilaku

Hampir semua pernyataan mengenai tujuan konseling menyatakan

bahwa tujuan konseling adalah menghasilkan perubahan pada perilaku yang

memungkinkan konseling hidup lebih produktif, memuaskan kehidupan

dalam batas masyarakat. Aspek-aspek yang diinginkan adalah hubungan

dengan orang lain, situasi keluarga, prestasi akademik, pengalaman pekerjaan,

dan sebagainya.

2) Kesehatan mental yang positif

Menurut Trone, menyatakan bahwa tujuan utama konseling adalah

menjaga kesehatan mental dengan mencegah atau memodifikasi faktor-faktor

penyebab patogenik yang membawa ketidakmampuan menyesuaikan diri atau

gangguan mental.

3) Pemecahan masalah

Orang-orang yang mempunyai masalah yang tidak sanggup mereka

pecahkan sendiri, maka mereka yang datang kepada konselor agar membantu

masalah yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu tujuan dari konseling

adalah membantu klien memecahkan masalah yang dihadapinya.

4) Keefektifan personal

Hal ini erat hubungannya dengan pemeliharaan kesehatan mental yang

baik dan perubahan tingkah laku adalah tujuan meningkatkan keefektifan

personal.

5) Pengembalian keputusan

Tujuan ini memungkinkan individu mengambil keputusan- keputusan

dalam hal-hal yang sangat penting bagi dirinya. Bukan pekerjaan konselor untuk

menentukan keputusan yang diambil oleh konseli atau memilihkan alternatif


tindakan baginya. Keputusan pada klien sendiri, dan ia harus tahu mengapa dan

bagaimana melakukannya.14

Tujuan konseling dapat diambil makna bahwa konseling pada hakekatnya

bertujuan untuk memberikan bantuan kepada konseli sehingga hubungan yang

terjadi dalam konseling merupakan hubungan yang sifatnya membantu. Dalam

proses pemberian bantuan ini berlangsung suasana yang menunjang pencapaian

tujuan mealui pertalian antara kepribadian dan keterampilan konselor dan klien.

2.1.3 Bentuk-Bentuk Bimbingan Konseling

Bentuk-bentuk pelayanan bimbingan konseling yang dimaksud adalah

tergantung bagaimana bimbingan konseling diberikan kepada klien. Oleh

karena itu, bimbingan konseling merupakan suatu interaksi atau komunikasi

antara konselor dengan klien, maka bentuk bimbingan konseling dapat dibedakan

menjadi dua yaitu:

1) Konseling Individu

Konseling individu adalah proses belajar melalui hubungan khusus

secara pribadi dalam wawancara antara seorang konselor dengan klien. Klien

mengalami kesukaran pribadi baik pendidikan, pekerjaan dan sosial yang

tidak dapat klien pecahkan sendiri, kemudian klien meminta bantuan kepada

konselor sebagai petugas profesional dalam jabantannya dengan kemampuan

dan keterampilan psikologi. Konseling ini ditujukan kepada inividu-individu

yang sudah mengalami kehidupan pribadinya. Terhadap hubungan dinamis

dan khusus karena dalam interaksi klien tersebut merasa diterima dan

dimengerti oleh konselor. Dalam hubungan ini konselor dapat menerima

kondisi klien secara pribadi dan tidak memberikan penilaian. Klien merasa

ada orang lain yang dapat mengerti masalah pribadinya dan mau membantu
memecahkan masalahnya. Konselor dan klien saling belajar dalam

pengalaman hubungan yang sifatnya khusus dan pribadi ini.

Konseling individu merupakan proses belajar yang tujuannya agar klien

dapat mengenali diri sendiri, menerima diri sendiri serta realistis dalam proses

penyesuaian dengan lingkungannya. Suatu hubungan pribadi yang unik dalam

konseling dapat membuat individu membuat keputusan, pemilihan dan

rencana yang bijaksana serta dapat berkembang dan berperanan lebih baik

dilingkungan. Sehingga dapat membantu klien untuk mengerti diri sendiri,

mengekplorasi diri sendiri, dan dapat memimpin diri sendiri dalam suatu

masyarakat.

Diharapkan klien dapat merubah sikap, keputusan diri sendiri

sehingga klien dapat lebih baik menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

memberikan kesejahteraan bagi diri sendiri dan masyarakat sekitar. Pemilihan

dan penyesuaian yang tepat dapat memberikan perkembangan yang optimal

kepada individu dan dengan perkembangan ini individu dapat lebih baik

dalam lingkungannya. Konseling bertujuan untuk membantu individu

memecahkan masalah-masalah pribadi, baik sosial maupun emosional yang

dialami saat sekarang dan yang akan datang.

Konseling individu merubah individu untuk mengadakan interpretasi

fakta-fakta, mendalami arti hidup pribadi, kini dan mendatang. Konseling

individu memberikan bantuan kepada individu untuk mengembangkan

kesehatan mental, perubahan sikap dan tingkah laku. Konseling individu ini

juga menjadi strategi utama proses pemberian bantuan dan merupakan tehnik

standar serta merupakan tugas pokok seorang konselor.15

4) Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan upaya bantuan konselor kepada klien

dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan

pertumbuhannya, selain bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula

bersifat penyembuhan. Konseling kelompok adalah suatu upaya bantuan

kepada klien dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan

penyembuhan kemudian diarahkan untuk pemberian kemudahan dalam

rangka perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok bersifat

pencegahan dalam arti bahwa klien-klien yang bersangkutan mempunyai

kemampuan untuk berfungsi secara wajar dimasyarakat, tapi mungkin

memiliki suatu titik lemah dalam kehidupannya sehingga menganggu

kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling kelompok bersifat

pemberian kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan klien, dalam

artian bahwa konseling kelompok itu menyajikan dan memberikan dorongan

kepada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah dirinya selaras

dengan minatnya sendiri. Dalam hal ini, individu- individu itu didorong untuk

melakukan tindakan yang selaras dengan kemampuannya semaksimal

mungkin melalui perilaku perwujudan diri.

Konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis

yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar dan melibatkan fungsi-

fungsi terapi seperti permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling

mempercayai, saling memperlakukan dengan mesra, saling pengertian, saling

menerima dan saling mendukung. Fungsi-fungsi terapi itu diciptakn dan

dikembangkan dalam suatu kelompok kecil melalui cara saling peduli diantar

peserta konseling kelompok. Klien-klien pada konseling kelompok pada

dasarnya adalah individu-individu normal yang memiliki berbagai kepedulian


dan persoalan yang tidak memerlukan perubahan kepribadian dalam

penanganannya. Klien dalam konseling kelompok dapat menggunakan

interaksi dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan

terhadap nilai-nilai dan tujuan- tujuan tertentu, untuk mempelajari atau

menghilangkan sikap- sikap dan perilaku tertentu.

2.2 Narkoba

2.2.1 Pengertian Narkoba

Napza merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.

Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang berkerja pada sistem syarat pusat otak yang

dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya kesadaran dari rasa sakit (nyeri) serta

dapat menimbulkan ketergantungan (ketagihan).

Narkotika berasal dari bahasa Yunani “Narkoum” berarti membuat lumpuh atau

membuat mati rasa. Narkotika atau dalam bahasa inggris Narcotic (obat bius) adalah

semua obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat membius (menurunkan

kesadaran), merangsang (meningkatkan semangat kegiatan atau aktifitas), ketagihan

(ketergantungan, mengikat dependence), menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.22 Tahun 1997 tentang

Narkotika disebutkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman

atau bukan tanaman baik sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau kesadaran

hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketagihan.

2.2.2 Pengertian Korban Penyalagunaan Narkoba

Korban penyalahgunaan narkoba adalah seseorang yang tidak sengaja

menggunakan narkoba karena dibujuk, diperdaya, ditipu dipaksa dan diancam untuk

menggunakan narkoba. Dadang Hawari mendefinisikan korban penyalahgunaan narkoba

adalah mereka (orang) yang mempunyai kebiasaan meminum dan mengkonsumsi obat-
obatan dan zat-zat termasuk dalam jenis NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan

Zat Adiktif) dan dapat menyebabkan ketagihan dan susah untuk dihentikan, yang

selanjutnya menibulkan dampak negatif antara lain rusaknya hubungan sosial,

menurunnya kemampuan belajar, dan hilangnya kemampuan untuk membedakan mana

yang baik mana yang buruk. Jadi, korban penyalahgunaan narkoba yang dimaksud adalah

korban atau orang yang menderita karena ketergantungan terhadap obat-obatan

psikotropika yang bisa menimbulkan ketergantungan.

2.2.3 Jenis-jenis Narkoba yang Disalahgunakan

1. Narkotika

Narkotika berasal dari bahasa Yunani “narkoum” yang berarti membuat lumpuh

atau membuat mati rasa. Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976, jenis

narkotika berasal dari tiga kelompok bahan atau tanaman yaitu:

a. Narkotika Golongan I

Narkotika yang berasal dari tanaman candu atau Papaver Somniverum L

(Opium atau Opioda) yang dikenal sebagai morfin dan heroin. Pemakaian

yang berkepanjangan menimbulkan rasa ketergantungan.

b. Narkoba Golongan II

Narkoba berasal dari tanaman koka atau Eritroxylon Caca yang dikenal

dengan nama Cocain sebagai zat stimulant bagi sistem saraf pusat.

Pemakaian yang berlebihan akan menyebabkan kejang-kejang diikuti

dengan timbulnya gangguan fungsi jantung yang akhirnya berakibat fatal

bagi pemakaianya.

c. Narkotika Golongan III


Narkotika yang berasal dari tanaman ganja atau Canabis Sativa.

Pemakaian ganja berakibat kerja denyut jantung menjadi meningkat,

terjadinya gangguan organ pernafasan, menimbulkan tumor atau kanker,

dan pemakaian pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelaian janin.

2. Psikotropika

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang

dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat alamiah maupun sintesis

bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan

perilaku. Psikotropika di kelompokkan menjadi empat yaitu:

a. Depressant, merupakan obat penenang. Jenis obat yang apabila

digunakan mempunyai efek mengurangi kegiatan susuann saraf

pusat, sehingga lazim dipakai untuk mempermudah tidur. Obat

yang tergolong depressant ini seperti alkohol.

b. Stimulant, yaitu obat yang bekerja mengaktifkan kerja susunan

saraf pusat seperti Ecstasy. Zat aktif yang dikandung ecstasy

adalah amphetamine, suatu zat yang tergolong stimulansia

(perangsang).

c. Hakusinogen, penggunaan obat ini dapat menimbulkan perasaan

tidak nyata, yang dapat meningkatkan menjadi halusinasi

dengan persepsi yang salah dan menimbulkan ketergantungan

fisik maupun psikis serta efek toleransi yang cukup tinggi. Obat

yang termasuk halusinogen antara lain LSD (Lysergic Acid

Dietilamide), PCD (Phencyclidine), DMT (Demi Thyltry

Tamine).
d. Canabis Sativa, yang biasa disebut dengan ganja. Sebuah

tanaman perdu yang mengandung getah yang berwarna hijau tua

atau kecoklatan dan bila digunakan akan mengakibatkan

kesadaran menjadi lemah.

3. Bahan Aktif

Bahan adiktif atau zat adiktif merupakan zat yang dapat menimbulkan

ketagihan, kecanduan atau ketergantungan. Dalam turunan jenisnya, zat adiktif ini

terdiri dari:

a. Sedativa dan Hipnotika. Ada beberapa golongan yang dimaksud ke dalam

kelompok sedativa dan hipnotika yaitu barbiturat, klonalhidrat, dan pardelhida.

b. Fensiklisida, merupakan suatu senyawa yang larut baik dalam air amupun

alkohol. Zat ini dikenal dengan serylan yang digunakan untuk keperluan

anesthesia hewan dan zat ini sering dicampur dengan ganja.

c. Inhilasia dan Solven, zat yang digolongkan dalam jenis ini yaitu gas dan zat

pelarut yang mudah menguap barupa senyawa organik. Gas dan zat tersebut

dimaksudkan dalam platik lalu dihirup.

d. Nikotin, yang terdapat pada tanaman tembakau.

e. Kafein, merupakan alkoloid yang terdapat dalam tanaman kopi arabika, robusta

dan idopiliberica.

Berdasarkan pemaparan di atas, disimpulkan bahwa ada tiga jenis narkoba

yang disalahgunakan yaitu narkoba yang berasal dari bahan tanaman, psikotropika

dan bahan adiktif yaitu suatu zat yang menimbulkan ketagihan, kecanduan dan

ketergantungan.
2.2.3 Metode Therapeutic Community

1. Pengertian Therapeutic Community

Therapeutic community adalah salah satu model terapi dimana sekelompok

individu hidup dalam satu lingkungan yang sebelumnya hidup terasing dari masyarakat

umum, berupaya mengenal diri sendiri serta belajar menjalani kehidupan berdasarkan

prinsip-prinsip yang utama dalam hubungan antar individu, sehingga mampu merubah

perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat.

Pengertian lain menyebutkan bahwa Therapeutic community merupakan suatu

treatment yang menggunakan pendekatan psikososial, yaitu bersama-sama dengan

mantan pengguna narkoba hidup dalam satu lingkungan dan saling membantu untuk

mencapai proses penyembuhan.

Berdasarkan pengertina diatas, metode Therapeutic Community merupakan

pendekatan yang membantu korban penyalahgunaan narkoba yang lebih manusiawi

karena dalam pelaksanaannya menerapkan nilai- nilai kehidupan sehari-hari.

Dalam hal ini selain residen membantu proses pemulihan dirinya sendiri juga

membantu proses pemulihan residen lain. untuk mengenal diri dan orang lain serta saling

mendukung dalam mempersiapkan diri untuk kembali ke lingkungan masyarakat sebagai

manusia yang lebih baik.

a. Struktur Program

Ada empat struktur dari program dalam rangka melakukan perubahan perilaku

residen diantaranya sebagai berikut :

(1) Behaviour Management Shapping yaitu perubahan perilaku yang

diarahkan pada peningkatan kemampuan dalam mengelola

kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan


norma dan nilai yang terdapat dalam masyarakat.

(2) Emotional atau Psicological yaitu perubhan perilaku diarahkan

pada peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri secara

emosional dan psikologi.

(3) Intelectuall atau Spiritual yaitu perubahan perilaku yang

diarahkan peningkatan aspek pengetahuan sehingga dapat

menghadapi dan mengatasi tugas-tugas kehidupan yang didukung

dengan nilai spiritual, estetika, moral, dan sosial.

(4) Vocational yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada

peningkatan kemampuan serta keterampilan residen yang dapat

digunakan dalam mnyelesaikan tugas sehari-hari.29

b. Lima Pilar Program

Selain keempat struktur program tersebut, dalam penerapannyaTherapeutic

Community mengacu terhadapa lima pilar sebagai berikut :

1) Konsep kekeluargaan yaitu sebuah metode yang menggunakan konsep

kekeluargaan dalam proses pelaksanaannya.

2) Tekanan rekan sebaya yaitu metode yang menggunakan

kelompok sebagai metode perunhan perilaku.

3) Sesi terapi yaitu metode menggunakan pertemuan sebagai media

penyembuhan.

4) Sesi keagamaan yaitu metode menggunakan tokoh sebagai panutan

dalam perubahan perilaku.

2.3 HIV

2.3.1 Pengertian HIV

HIV adalah Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang memperlemah sistem
kekebalan pada tubuh manusia. HIV adalah jenis parasit obligat yang hanya dapat hidup

dalam sel atau media hidup. Virus ini hidup dan berkembang biak pada sel darah putih

manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti

darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, ciaran sumsum tulang, cairan

vagina, air susu ibu dan cairan otak.

HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal

infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit (komponen dalam darah) yang disebut

"sel T-4" atau yang disebut juga "sel CD-4". (Nursalam, 2007:41). Orang yang terkena

virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik (penyakit bawaan lainnya)

ataupun mudah terkena tumor. HIV dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui

cairan tubuh, contohnya seprti darah, sperma, air susu ibu (ASI) maupun cairan vagina,

Saat HIV bereproduksi, virus tersebut merusak sistem kekebalan sehingga tubuh

penderita mudah terserang penyakit dan infeksi.

Sedangkan AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah sekumpulan

gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh

manusia akibat infeksi virus HIV yang dimana penyakit yang tidak berbahaya pun

bisa menyebabkan kematian bagi si penderita. Dengan kata lain AIDS adalah suatu

gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri (imun) yang disebabkan oleh

masuknya virus HIV kedalam tubuh seseorang. Jadi, secara sederhana AIDS dapat

dikatakan sebagai suatu kondisi yang menggambarkan tingkatan kelanjutan dari

infeksi HIV.

2.3.2 Cara penularan

a. Melalui hubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Hubungan seks melalui

vagina dan anus mempunyai risiko yang tinggi sedangkan hubungan seks oral
mempunyai risiko yang rendah.

b. Melalui jarum suntik yang dipergunakan bersama untuk menyuntikkan obat-

obatan atau steroids.

c. Infeksi dari ibu hamil ke pada bayinya, sewaktu sedang hamil,melahirkan, atau

sewaktu menyusui.

d. Waktu membuat tatoo atau tusukan jarum yang kotor. e. Melalui transfusi, olahan

darah, atau transplantasi organ tubuh. Cara penularan ini sekarang jarang dijumpai

di negara-negara maju, dimana semua donor darah dan organ telah dites HIV.

2.3.3 Gejala Klinis

a. Gejala Utama/Mayor:

1) Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan.

2) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus. 3)

Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan.

4) TBC

b. Gejala Minor:

1) Batuk kronis selama lebih dari satu bulan.

2) Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur.

3) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh

4) Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak gatal diseluruh tubuh.(Depkes

RI, dalam Nursalam, 2008:47).

2.3.4 Penanganan pasien HIV/AIDS

Banyak tempat di mana seseorang bisa mendapat pelayanan dan penanganan HIV/AIDS

(care, support and treatment) termasuk penyuluhan, informasi maupun konseling dan

testing sukarela. Tempat tempat tersebut antara lain:


a. Kantor praktek dokter swasta

b. Departemen kesehatan setempat

c. Rumah sakit

d. Klinik keluarga berencana

e. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

f. Kelompok dukungan

g. Tempat-tempat yang secara khusus dibangun untuk pelayanan HIV

6. Kalangan yang menangani HIV/AIDS

2.3.5 Kalangan yang memungkinkan untuk menangani HIV/AIDS antara

a. Konselor

Konselor adalah orang-orang yang dilatih untuk membantu orang lain untuk memahami

permasalahan yang mereka hadapi. mengidentifikasi dan mengembangkan alternatif

pemecahan masalah, dan mampu membuat mereka mengambil keputusan atas

permasalahan tersebut Konselor menggali informasi dari diri klien dan

mengembalikannya kepada klien agar klien bisa mengetahui tentang dirinya dan mampu

mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya.

b. Penjangkau masyarakat (Petugas Outreach) dan Sukarelawan Penjangkau masyarakat

(Petugas Outreach) dan Sukarelawan juga bias memainkan peran semacam ini.

c. Guru dan penyuluh masyarakat Guru dan penyuluh masyarakat walaupun juga bisa

memainkan peran sebagai konselor namun lebih berperan memberikan informasi

sehingga siswa atau kelompok dampingannya jelas dan mampu mengambil keputusan.

d. Dokter dan Perawat (medis)

Dokter dan Perawat (medis) adalah penolong yang trampil yang mendapat pelatihan dan

pengalaman praktek yang cukup dalam memberikan pertolongan. Konselor khusus


(terlatih). Menolong orang lain membutuhkan pendidikan yang lebih khusus atau

pendidikan tinggi seperti misalnya seorang konselor khusus yang terlatih Seorang yang

menolong orang lain harus bisa menyadari dirinya berada pada tingkatan mana sehingga

bisa memainkan peran yang sesuai dengan latar belakang kemampuannya.

2.3.6 Tujuan Konseling HIV

Konseling HIV/AIDS merupakan proses dengan tiga tujuan umum (Shertzer dan Stone

yang dikutip oleh Me Leod 2004): 1.Merupakan dukungan psikologis misalnya dukungan

emosi, psikologi sosial, spiritual sehingga rasa sejahtera terbangun pada odha dan yang

terinfeksi virus lainnya, 2. Pencegahan penularan HIV/AIDS melalui informasi tentang

perilaku berisiko (seperti seks tak aman atau penggunaan alat suntik bersama) dan

membantu orang untuk membangun ketrampilan pribadi yang penting untuk perubahan

perilaku dan negosiasi praktek aman, 3.Memastikan terapi efektif dengan penyelesaian

masalah dan isu kepatuhan.Sedangkan tujuan penting dalam konseling HIV adalah:

a. Mencegah penularan HIV dengan cara mengubah perilaku. Untuk mengubah perilaku,

ODHA tidak hanya membutuhkan informasi belaka, tetapi yang jauh lebih penting adalah

pemberian dukungan yang dapat menumbuhkan motivasi mereka.

b. Mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi atau pengetahuan ODHA tentang

faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV

c. Meningkatkan kualitas hidup ODHA dalam segala aspek baik medis, psikologis, sosial,

dan ekonomi. Dalam hal ini konseling bertujuan untuk memberikan dukungan kepada

ODHA agar mampu hidup secara positif.


d. Mengembangkan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan mereka

menuju program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta

membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.

Dalam hal ini konselor diharapkan dapat membantu mencapai tujuan tersebut

dengan cara : Mengajak klien mengenali perasaannya dan mengungkapkannya, menggali

opsi dan membantu klien membangun rencana tindak lanjut yang berkaitan dengan isu

yang dihadapi, penyampaian status HIV pada pasangan seksual, mendorong perubahan.

perilaku, memberikan informasi pencegahan, terapi dan perawatan. HIV/AIDS terkini,

memberikan informasi tentang institusi (pemerintah dan non pemerintah) yang dapat

membantu dibidang sosial, ekonomi dan budaya membantu orang untuk kontak dengan

institusi diatas.

Membantu klien mendapatkan dukungan dari sistem jejaring sosial. membantu

klien melakukan penyesuaian dengan rasa duka dan kehilangan melakukan peran

advokasi missal membantu melawan diskriminasi, membantu individu mewaspadai hak

hukumnya, membantu klien memelihara diri sepanjang hidupnya, membantu klien

menentukan arti hidupnya.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HIV adalah jenis parasit obligat yang hanya dapat hidup dalam sel

atau media hidup. Virus ini hidup dan berkembang biak pada sel darah putih

manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih,

seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma, ciaran sumsum

tulang, cairan vagina, air susu ibu dan cairan otak.

Penggunaan narkoba dan obat-obatan di Indonesia memang menjadi

persoalan serius yang harus dicarikan penyelesaiannya. Sekilas kita melihat

pemakaian NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) terjadi hampir

merata di semua lapisan masyarakat dari kalangan atas hingga anak jalanan

terutama pada saat ini banyak sekali kalangan pelajar, mahasiswa, bahkan

karyawan kantor dan pasangan suami istri yang sudah terikat.

Upaya penyembuhan pada pasien penyalahguna/ketergantungan

NAPZA salah satunya adalah dengan cara terapi. Terapi adalah perlakuan

(treatment ) yang ditujukan terhadap penyembuhan suatu kondisi psikologis

individu. Selain itu pelayanan konseling juga sangat dibutuhkan pada proses

penyembuhan. Di dalam hal penanganan penyalahguna/ketergantungan

NAPZA baik selama terapi, rehabilitasi maupun sesudahnya diperlukan

konseling, tidak hanya di tujukan terhadap anak/remaja

penyalahguna/ketergantungan NAPZA tetapi, juga terhadap kedua orangtua

(keluarga). Konseling ini dilakukan secara berkelanjutan dan periodik,


mengingat bahwa penyalahguna/ketergantungan NAPZA ini merupakan

penyakit endemik dalam masyarakat modern dan industri dan juga penyakit

keluarga

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/381049900/Komunikasi-Dan-Konseling-Pasien-

HIV-AIDS

Hallen, Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Press, 2002. Cet.

1.

Hawari, Dadang, AlQur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.

Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Prima Yasa,2004, edisi

Isrizal, Pelatihan Konseling GBZ. Jakarta: RSKO, September, 2002.

Mappiare Andi AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2004

Anda mungkin juga menyukai