Anda di halaman 1dari 118

HALAMAN JUDUL

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KEBUTUHAN


KHUSUS, KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA,
KORBAN TRAFFICKING, NARAPIDANA, ANAK JALANAN, DAN
KORBAN PEMERKOSAAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas:


Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa II
Dosen Pengampu : Rully Andika, S.Kep., Ns., MAN

Disusun Oleh:
1. Nur Aprilianingsih (108118069)
2. Dewi Safa Azizah (108118070)
3. Uun Dwi Hidayati (108118071)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN 3C


STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
selesainya makalah. Makalah yang berjudul “Makalah Pada Anak Kebutuhan
Khusus, Korban Kdrt, Korban Trafficking, Narapidana, Korban Pemerkosaan, dan
Anak Jalanan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Jiwa
2. Makalah ini berisi tentang konsep dan asuhan keperawatan Pada Anak
Kebutuhan Khusus, Korban Kdrt, Korban Trafficking, Narapidana, Dan Anak
Jalanan. Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan moral dan materil yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, kepada :
1. Dosen selaku Dosen Pembimbing kami, yang memberikan masukan
kepada penulis.
2. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu persatu
Penulis menyadari makalah ini belum sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk pembuatan makalah di waktu yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Cilacap, 1 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I..............................................................................................................................58

PENDAHULUAN...........................................................................................................58

A. Latar Belakang..................................................................................................58
B. Rumusan Masalah.............................................................................................59
C. Tujuan................................................................................................................60
BAB II.............................................................................................................................61

PEMBAHASAN.............................................................................................................61

A. KONSEP PADA ANAK KEBUTUHAN KHUSUS........................................61


B. ASKEP ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS.....................................69
C. KONSEP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA................................80
D. ASKEP KLIEN DENGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA....92
E. KONSEP KORBAN TRAFFICKING...........................................................105
G. KONSEP NARAPIDANA...............................................................................125
H. ASKEP NARAPIDANA..................................................................................130
I. KONSEP ANAK JALANAN..........................................................................141
J. ASKEP ANAK JALANAN.............................................................................143
K. KONSEP KORBAN PEMERKOSAAN........................................................154
L. ASKEP KORBAN PEMERKOSAAN...........................................................156
BAB III.........................................................................................................................169

PENUTUP.....................................................................................................................169

A. Simpulan............................................................................................................169
B. Saran..................................................................................................................170
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................171
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan
kehadirannya, namun tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan
kesempurnaan. Terdapat beberapa anak yang istimewa, berbedadari yang lain
yang harus mendapatkan perhatian khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah
mereka yang memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan
kekhususanya.[ CITATION Aul10 \l 1033 ]. Sama halnya dengan anak yang
normal, anak yang berkebutuhan khusus juga harus di perhatikan,
pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting bagi anak karena
menentukan masa depannya.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke
rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak
alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling
banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh
keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien setidaknya
sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
(manajemen perilaku kekerasan). Asuhan keperawatan yang diberikan di
rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan
perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku
kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien
mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK
pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi
pendekatan proses keperawatan.
Masalah perdagangan manusia (Human Trafficking) bukan lagi hal
yang baru, tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang
berlarut-larut, yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh
pemerintah setiap Negara, maupun oleh organisasi-organisasi internasional
yang berwenang dalam menangani masalah perdagangan manusia tersebut.
Peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia saaat ini
mengakibatkan persaingan dalam dunia kerja semakin ketat, sehingga
berdampak pada banyaknya pengangguran. Berdasarkan data dari badan pusat
statistik (2013), tingkat pengangguran setiap bulan adalah sekita 5,92% dari
jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 121,2 juta orang.
Banyaknya pengangguran tersebut menyebabkan beberapa dari mereka
menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
yang harus dipenuhi salah satunya adalah kebutuhan dasar yang dipenuhi
dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yaitu kebutuhan untuk makan.
Seseorang dengan tingkat ekonomi menengah kebawah akan mengalami
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan mereka sehari-hari. Tingkat
ekonomi menengah kebawah tersebut merupakan suatu hal yang mendasari
perbuatan seseorang untukmemenuhi dorongan social yang memerlukan
dukungan finansial sehingga berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari
( Afrinanda, 2009 ).
Anak jalanan adalah anak- anak yang menghabiskan sebagian
waktunya untuk bekerja di jalanan kawasan urban. Sedangkan menurut
Departemen Sosial RI, anak jalanan merupakan anak yang berusia di bawah
18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari dalam 6 hari dalam
seminggu. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas bagaimana cara
asuhan keperawatan terhadap orang-orang yang mengalami gangguan
psikologis karna hal-hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Anak Kebutuhan Khusus dan Askep Anak Kebutuhan
Khusus?
2. Bagaimana Konsep Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Askep
Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
3. Bagaimana Konsep Korban Trafficking dan Askep Anak Korban
Trafficking?
4. Bagaimana Konsep Narapidana dan Askep Narapidana?
5. Bagaimana Konsep Anak Jalanan dan Askep Anak Jalanan?
6. Bagaimana Konsep korban pemerkosaan dan Askep Korban pemerkosaan?

C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep Anak Kebutuhan Khusus dan Askep Anak
Kebutuhan Khusus
2. Mengetahui Konsep Korban KDRT dan Askep pada Korban KDRT
3. Mengetahui Konsep Anak Korban Trafficking dan Askep Anak Korban
Trafficking
4. Mengetahui Konsep Narapidana dan Askep Narapidana
5. Mengetahui Konsep Anak Jalanan dan Askep Anak Jalanan
6. Mengetahui Konsep Korban Pemerkosaan dan Askep Korban
Pemerkosaan
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP PADA ANAK KEBUTUHAN KHUSUS


1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan penanganan
khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.[ CITATION Aul10 \l 1033 ] .
Anak yang memiliki gangguan kognitif juga termasuk anak yang
berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif adalah sebuah istilah umum
yang mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental [ CITATION
Don08 \l 1033 ].
Menurut Hallahan dan Kauffman, 1986, Anak berkebutuhan khusus
(dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan sebagai anak yang
memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan
potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak
berkebutuhan khusus, dikarenakn dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial,
layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya
yang bersifat khusus.
Dalam percakapan sehari hari, anak berkebutuhan khusus dijuluki
sebagai “orang luar biasa“, dikarenakan mereka memiliki kelebihan
yang luar biasa, misalnya orang yang terkenal memiliki kemampuan
intelektual yang luar biasa, memiliki kreatifitas yang tinggi dalam
melahirkan suatu temuan-temuan yang luar biasa dibidang iptek,religius,
dan di bidang-bidang kehidupan lainnya.
Dalam dunia pendidikan, kata luar biasa juga merupakan julukan
atau sebutan bagi mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami
berbagai kelainan dan penyimpangan yang tidak di alami oleh orang
normal pada umumnya. Kelainan atau kekurangan itu dapat berupa
kelainan dalam segi fisik, psikis, sosisal, dan moral.
Anak yang berkebutuhan khusus antara lain autisme, hiperaktif,
down sindrom dan retardasi mental. Penatalaksanaan terapi pada anak
yang berkebutuhan khusus paling efektif dilakukan pada usia sebelum
lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya berjalan lebih lambat. Pada usia
5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia sebelum
5 tahun. Meski tidak secepat anak normal, kita harus member
kesempatan pada anak berkebutuhan khusus ini untuk berkembang, dia
masih dapat menguasai beberapa kemampuan seperti halnya anak normal
yang lain.[ CITATION Mon06 \l 1033 ].
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia 2013, men-jelaskan bahwa anak berkebutuhan
khusus adalah: “Anak yang mengalami keterbatasan atau
keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun
emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak
lain yang seusia dengannya”. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
anak berkebutuhan khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya
tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar
biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus (special
needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang
lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat
sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan
memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada
umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari
kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicap.
Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing
istilah adalah sebagai berikut:
1) Impairement : merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana
individu mengalami kehilangan atau abnormalitas
psikologi, fisiologi atau fungsi struktur anatomi secara
umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang
mengalami amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan
kaki.
2) Disability : merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi
“kurang mampu” melakukan kegiatan sehari-hari karena
adanya keadaan impairement,seperti kecacatan pada organ
tubuh. Contoh, pada orang yang cacat kaki, dia akan
merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk mobilitas.
3) Handicaped : suatu keadaan dimana individu mengalami
ketidak mampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya
kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh
orang yang mengalami amputasi kaki, dia akan mengalami
masalah mobilitas sehingga dia memerlukan kursi roda
(Purwanti, 2012).

2. Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus


Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari
tahun ke tahun terus meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling
sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus.
Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak
42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan
ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan
khusus.
Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di
Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak
(21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah
tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah.
Artinya, masih terdapat245.027 anak berkebutuhan khusus yang
belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun
sekolah inklusi. Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa
atau United Nations) yang memperkirakan bahwa paling sedikit
10% anak usia sekolah menyandang kebutuhan khusus. Jumlah anak
berkebutuhan khusus pada tahun 2011 tercatat sebanyak 356.192
anak, namun yang mendapat layanan baru 86.645 anak dan hingga
tahun ini baru 105.185 anak, tahun 2012 pemerintah mentargetkan
minimal 50% anak berkebutuhan khusus sudah terakomodir.

3. Etiologi Anak Berkebutuhan Khusus


Menurut Irwanto, Kasim, dan Rahmi (2010), secara garis besar
faktor penyebab anak berkebutuhan khusus jika dilihat dari masa
terjadinya dapat dikelompokkan dalam 3 macam, yaitu :
a. Pra Natal (sebelum lahir/dalam kandungan)
Yaitu masa anak masih berada dalam kandungan telah diketahui
mengalami kelainan dan ketunaan. Kelainan yang terjadi pada masa
prenatal, berdasarkan periodisasinya dapat terjadi pada periode
embrio, periode janin muda, dan periode aktini (sebuah protein yang
penting dalam mempertahankan bentuk sel dan bertindak bersama-
sama dengan mioin untuk menghasilkan gerakan sel) (Arkandha,
2006).
Berbagai macam penyakit yang dapat menyebabkan kelainan pada
janin saat ibu hamil diantaranya adalah:
1) Keracunan darah (Toxaenia) pada ibu-ibu yang sedang hamil
dapat menyebabkan janin tidak memperoleh oksigen secara
maksimal, sehingga mempengaruhi syaraf-syaraf otak yang
dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf dan
ketunaan pada bayi.
2) Infeksi karena penyakit kotor (penyakit kelamin / spilis yang
diderita ayah atau ibu), toxoplasmosis (dari virus binatang
seperti bulu kucing), trachma dan tumor. Tumor dapat terjadi
pada otak yang berhubungan pada indera penglihatan
akibatnya kerusakan pada bola mata dan pendengaran
akibatnya kerusakan dalam selaput gendang telinga.
3) Kekurangan vitamin atau kelebihan zat besi sehingga ibu
keracunan yang mengakibatkan kelainan pada janin yang
menyebabkan gangguan pada mata. Juga kerusakan pada
otak sehingga menyebabkan terganggu fungsi berfikirnya
atau verbal komunikasi, kerusakan pada organ telinga
sehingga hilangnya fungsi pendengaran.
b. Intra Natal (Selama proses kelahiran)
Yang dimaksud disini adalah anak mengalami kelainan pada
saat proses melahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anak
dilahirkan, antara lain anak lahir sebelum waktunya (prematur),
lahir dengan bantuan alat, posisi bayi tidak normal, analgesik
(penghilang nyeri) dan anesthesia (keadaan narkosis), kelainan
ganda atau karena kesehatan bayi yang kurang baik. Proses
kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen;
Kelahiran dengan alat bantu (Vacum); Kehamilan terlalu lama: > 40
minggu.
c. Post Natal (Setelah proses kelahiran)
Yaitu masa dimana kelainan itu terjadi setelah bayi dilahirkan, atau
saat anak dalam masa perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan
setelah anak dilahirkan antara lain infeksbakteri (TBC/ virus);
Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi); kecelakaan; dan keracunan.
Berdasarkan faktor tersebut di atas, sebagian besar (70,21 persen)
anak berkebutuhan khusus disebabkan oleh bawaan lahir, kemudian
karena penyakit (15,70 persen) dan kecelakaan/bencana alam sebesar
10,88 persen. Pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan
maupun daerah pedesaan.

4. Deteksi Dini Anak Berkebutuhan Khusus


Deteksi awal anak berkebutuhan khusus dibutuhkan agar
penanganan dapat dilakukan sedini mungkin. Berikut adalah beberapa
langkah deteksi yang dapat dilakukan:
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui
atau menemukan status gizi kurang atau gizi buruk pada anak.
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui
gangguan perkembangan anak (keterlambatan bicara dan berjalan),
gangguan daya lihat, dan gangguan daya dengar.
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional yaitu untuk
mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan
gangguan pemusatan perhatian serta hiperaktivitas.

5. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Klasifikasi gangguan anak berkebutuhan khusus menurut Davidson,
Neale dan Kring (2006) terdiri dari gangguan pemusatan perhatian atau
hiperaktivitas, gangguan tingkah laku, disabilitas belajar, retardasi
mental, dan gangguan autistik. Sedangkan Syamsul (2010)
mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus apabila termasuk kedalam
salah satu atau lebih dari kategori berikut ini.
a. Kelainan sensori, seperti cacat penglihatan atau pendengaran
b. Deviasi mental, termasuk gifted dan retardasi mental
c. Kelainan komunikasi, termasuk problem bahasa dan dan ucapan
d. Ketidak mampuan belajar, termasuk masalah belajar yang serius
karena kelainan fisik
e. Perilaku menyimpang, termasuk gangguan emosional
f. Cacat fisik dan kesehatan, termasuk kerusakan neurologis, ortopedis,
dan penyakit lainnya seperti leukimia dan gangguan perkembangan.

Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education Act


Amandementsyang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada
tahun 2004: secara umum klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus
adalah:
a. Anak dengan Gangguan Fisik
1) Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak
berfungsi (blind/low vision). Meskipun indra penglihatannya
bermasalah, intelegensi yang mereka miliki masih dalam
taraf normal. Hal-hal yang berhubungan dengan mata diganti
dengan indra lain sebagai kompensasinya.
2) Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian
daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu
berkomunikasi secara verbal. Mereka mengalami kesulitan
dalam berinteraksi dan bersosialisasi terhadap orang lain
terhadap lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran.
Anak tuna rungu dibagi menjadi 2 yaitu, tuli (the deaf), dan
kurang dengar (hard of hearing).
3) Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat
yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot). Anak
yang mengalami kelumpuhan ini disebabkan karena polio dan
gangguan pada syaraf motoriknya.
b. Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
1) Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.
2) Tunawicara, yaitu anak yang mengalami kelainan suara,
artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang
mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi
bahasa, atau fungsi bahasa. Anak yang seperti ini mengalami
kesulitan dalam berbahasa atau berbicara sehingga tidak dapat
dimengerti oleh orang lain.
3) Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan
tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi
neurologis dengan gejala utama tidak mampu mengendalikan
gerakan dan memusatkan perhatian.
Anak Hiperaktif (ADHD/Attention Deficit with Hiperactivity
Disorder), gejala-gejalanya yaitu:
a) Tidak bisa diam
b) Ketidakmampuan untuk member perhatian yang cukup
lama
c) Hiperaktivitas
d) Canggung
c. Anak dengan Gangguan Intelektual
1) Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami
hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental
intelektual jauh dibawah rata-rata sehingga mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun
sosial.
2) Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang
memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi
belum termasuk tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar
70-90).
3) Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara
nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik
khusus, terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis
dan berhitung atau matematika.
4) Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau
kemampuan dan kecerdasan luar biasa yaitu anak yang
memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan
tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) diatas
anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
5) Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang
disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat
yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial,
komunikasi dan perilaku. Indigo adalah manusia yang sejak
lahir mempunyai kelebihan khusus yang tidak dimiliki
manusia pada umumnya.

B. ASKEP ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS


1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien, jenis
kelamin (pria/wanita), usia, pendidikan, pekerjaan, status,
kemudian  nama  perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan,
topik yang akan dibicarakan.
2) Alasan Masuk
Tanyakan kenapa klien dibawa ke RS atau keluhan utama yang
dirasakan oleh klien, atau mungkin klien mengatakan tidak
tahu, karena yang membawanya ke RS adalah keluarganya.
Alasan masuk tanyakan kepada klien dan keluarga.
3) Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien
menjadi seperti saat ini. Kaji riwayat antenatal, natal, dan
pascanatal, dan genetik atau keturunan. Kaji juga riwayat
kesehatan keluarganya.
4) Aspek Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ
akibat kelainan yang dialaminya, seperti tanda-tanda vital, berat
badan, tinggi badan, mata, telinga, dan semua yang mencakup
pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki. Perlu dilakukan
pemeriksaan fisik :
a) Keadaan umum pasien saat dikaji, kesan kesadaran,
tanda-tanda vital (perubahan suhu, frekuensi
pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi jaringan).
Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai
anak usia 2 tahun dengan pengukuran diameter
oksipito-frontalis terbesar.
b) Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung
sampai anak usia 18 bulan.
c) Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus,
konjungtiva adakah anemis, penurunan penglihatan
(visus).
d) Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
e) Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah
pembesaran, hyperemia), adakah pembesaran kelenjar
limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan,
bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah
pembesaran (gondok) yang dapat mengganggu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.
f) Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan
infeksi.
g) Thorak, bentuk simetris, gerakan
h) Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan
(ronkhi ,wheezing).
i) Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
j) Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor
menutupi labia minor pada perempuan.
k) Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek
memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.

5) Aspek Psikososial
Genogram, Konsep diri, Hubungan social, Spiritual dengan
lingkungan, keluarga, atau teman bermainnya.
6) Status Mental
Lakukan pengkajian pada Penampilan, Pembicaraan, Aktivitas
motoric, lnteraksi selama wawancara, perilaku, dan hal-hal atau
kebiasaan yang berulang-ulang dilakukan.
7) Kebutuhan Persiapan Pulang
Kaji pola makan, pola BAB/BAK, Mandi, Berpakaian, lstirahat
dan tidur, Penggunaan obat, Pemeliharaan kesehatan, Kegiatan
di dalam rumah, Kegiatan di luar rumah
b. Analisa Data
1) Pohon Masalah

Defisit Perawatan Diri


Efect

Isolasi Sosial
Core Problem

Harga Diri Rendah Kronik


Cause
2) Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
a) Isolasi sosial
DS: klien mengatakan malas berkumpul dengan teman,
hanya ingin sendiri di kamar, klien mengatakan
sebelumnya sering dicuekin
DO: pasien tampak menyendiri, jarang bergaul atau
berbicara dengan teman lainnya
b) Harga diri rendah kronik
DS: mengkritik diri sendiri dan orang lain, perasaan tidak
mampu, rasa bersalah, perasaan negative tentang diri
sendiri, klien mengatakan bersedih dan kecewa.
DO: gangguan dalam hubunugan, pandangan yang
dimiliki bertentangan terhadap kemampuan personal,
merusak diri sendiri.
c) Defisit Perawatan Diri
DS : Pasien merasa lemah, Malas untuk beraktivitas,
Merasa tidak berdaya, merasa tidak bisa
melakukan hal apapun untuk merawat dirinya,
tidak peduli dengan penampilannya.
DO : Rambut kotor, acak – acakan, Badan dan pakaian
kotor dan bau, Mulut dan gigi bau, Kulit kusam
dan kotor, Kuku panjang dan tidak terawatt.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial
b. Harga Diri Rendah Kronik
c. Defisit Perawatan Diri

3. Intervensi Keperawatan
a. Isolasi Sosial
Tujuan Umum : Kelien mampu berinteraksi dengan lingkungan
sossialnya
Tujuan Khusus :
1) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik karena Hubungan saling  percaya
merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya.
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati  janji
f) Tunjukan sifat empati dari menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien.
2) TUK II : Klien dapat menyebutka n penyebab menarik diri
Diketahuinya  penyebab akan dapat dihubungkan dengan
faktor resipitasi yang dialami klien.
a) kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri
dan tanda-tandanya
b) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
c) diskusikan bersama klien tetang perilaku menarik diri
dan tanda-tanda serta  penyabab yang muncul
d) berikn pujian terhadap kemampuan klien dalam
menggunakan  perasaannya.
3) TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
Klien harus dicoba  berinteraksi secara bertahap agar terbiasa
membina hubungan yang sehat dengan orang lain
a) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
b) beri kesempatan dengan klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan  berhubungan dengan
orang lain.
c) diskusikan bersma klien tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
d) beri reinforcement  positif terhadap kemampuan
pengungkapan  perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
e) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian
tidak  berhubungan dengan orang lain
f) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak  berhubungan dengan
orang lain.
g) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
h) Beri reinforcement  positif terhadap kemampuan
pengungkapan  perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
4) TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial scara
bertahap.
a) Kaji kemampuan klien membina hubungam dengan
orang lain.
b) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan
orang lain melalui tahap :
K-p
K-P-P Lain
K-P-P lain –  K lain
K-P-Kel/Klp/Masy
c)  Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang dicapai.
d) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat  berhubungan
e) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan
bersama klien dalam mengisi waktu
f) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
5) TUK V : Klien dapat mengungkap kan  perasaannya setelah
berhubungan dengan orange lain.
a) dorong klien untuk mengungkapkan  perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain.
b) Deskusikan dengan klien tentang manfaat  berhubungan
dengan orang lain
c) Beri reinforcement  positif atas kemampuan klien
mengungkapkan klien manfaat berhubungan dengan
orang lain.
6) TUK VI : Klien dapat memberdaya kan system  pendukung
atau keluarga mampu mengemban gkan kemampuan klien
untuk  berhubungan dengan orang lain.
Keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses
perubahan  perilaku klien.
a) bisa berhubungan saling  percaya dengan keluarga :
salam, perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat
kontrak, eksplorasi perasaan keluarga
b) diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku
menarik diri, penyebab perilaku manrik diri, akibat
yang akan terjadi  jika perilaku manrik diri tidak
ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien menarik
diri
c) dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan
kepada klien untuk  berkomunikasi dengan orang lain.
d) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu minggu sekali.
e) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga.

b. Harga Diri Rendah Kronik


Tujuan Umum : Kien dapat meningkatkan harga dirinya
Tujuan khusus:
1) TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Hubungan saling  percaya merupakan dasar untuk interaksi
selanjutnya
a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2) TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki.
Diskusikan tingkat kemampuan klen seperti menilai realitas,
kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuha
keperawatan. Reinforcement  positif akan meningkatkan
harga diri. Pujian yang realistis tidak menyebabkan
melakukan kegiatan hanya karna ingin mendapat pujian
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu
klien.
c) Utamakan memberi pujian yang realistik.
3) TUK 3: Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Keterbukaan dan  pengertian tentang kemampuan yang
dimiliki adalah  prasarat untuk  berubah. Pengertian tentang
kemampuan yang dimiliki diri motivasi untuk tetap
mempertahankan  penggunaanya.
a) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
4) TUK 4: Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Klien adalah individu ang  bertanggung  jawab terhadap
dirinya sendiri. Klien perlu  bertindak secara realistis dalam
kehidupannya. Contoh peran yang dilihat klien akan
memotivasi klien utuk melaksanakan kegiatan
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
5) TUK 5: Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakitnya
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dirumah.
Reinforcement  positif akan meingkatkan harga diri.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan
kegiatan yang  biasa dilakukan kesempatan kepada klien
untuk tetap melakukan kegiatan yang  biasa dilakukan
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan
yang telah direncanakan.
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6) TUK 6: Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang
ada.
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri
dirumah Support system keluarga akan sangan  berpengaruh
dalam mempercepat  proses  penyembuhan. Meningkatkan
peran serta keluarga dlam merawat klien dirumah.
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
mearwat klien dengan harag diri rendah.
b) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien
dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

c. Defisit Perawatan Diri


Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK.
Tujuan Khusus :
1) TUK I : Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara
mandiri
Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan
diri
2) TUK II : Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara
baik
Melatih pasien berdandan/berhias
a) Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
b) Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
3) TUK III : Pasien mampu melakukan makan dengan baik
Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah
makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) TUK IV : Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara
mandiri
Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan
BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Implementasi yaitu melakukan tindakan keperawatan terhadap klien
sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh klien. Sebelum
melakukan tindakan perawat perlu memperhatikan:
a. Memvalidasi dg singkat: rencana tindakan masih sesuai dg
kondisi klien saat ini (here and now)
b. Menilai diri sendiri: kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal
c. Apakah aman bagi klien
d. Buat kontrak dg klien: jelaskan apa yg akan dilaksanakan & peran
serta klien yg diharapkan

5. Evaluasi
Proses yg berkelanjutan utk menilai efek dari tindakan keperawatan
yg sudah diberikan. Evaluasi ada dua yaitu, evaluasi proses
(formatif) : setiap selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil
(sumatif) : dilakukan dg membandingkan respon pada TUK & TUM.
Evaluasi dg menggunakan SOAP
S : respon subjektif klien thd tindakan yg telah diberikan
O : respon objektif klien thd tindakan yg telah diberikan
A : analisa ulang atas DS & DO  simpulkan  masalah tetap,
teratasi/tercapai atau muncul masalah baru
P : rencana/tindak lanjut berdasarkan hasil analisa (P & K)

C. KONSEP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau
dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang
lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat
dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai
sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang (Gunawan
Wibisono, 2009).
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan
dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam
Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri
sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan
verbal maupun fisik, pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang
dirasakan pada seorang perempuan, apakah masih anak-anak atau
sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau psikologis,
penghinaan atau perampasan kebebasan dan yang melanggengkan
subordinasi perempuan (Citra Dewi Saputra, 2009).
Lebih jauh lagi Maggi Humm menjelaskan bahwa beberapa hal di
bawah ini dapat dikategorikan sebagai unsur atau indikasi kekerasan
terhadap perempuan dalam rumah tangga yaitu:

a) Setiap tindakan kekerasan baik secara verbal maupun fisik, baik


berupa tindakan atau perbuatan, atau ancaman pada nyawa.
b) Tindakan tersebut diarahkan kepada korban karena ia perempuan.
Di sini terlihat pengabaian dan sikap merendahkan perempuan
sehingga pelaku menganggap wajar melakukan tindakan
kekerasan terhadap perempuan.
c) Tindakan kekerasan itu dapat berbentuk hinaan, perampasan
kebebasan, dll.
d) Tindakan kekerasan tersebut dapat merugikan fisik maupun
psikologis perempuan.
e) Tindakan kekerasan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga
atau rumah tangga (Gunawan Wibisono, 2009).
Kekerasan dalam rumah tangga adalah pola perilaku yang penuh
penyerangan dan pemaksaan, termasuk penyerangan secara fisik,
seksual, dan psikologis, demikian pula pemaksaan secara ekonomi
yang digunakan oleh orang dewasa atau remaja terhadap pasangan
intim mereka dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan
kendali atas diri mereka (Ichamor, 2009).

2. Etiologi Kekerasan dalam Rumah Tangga


Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks
struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:
a) Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya
dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan
mengendalikan wanita.
b) Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk
bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap
suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri
mengalami tindakan kekerasan.
c) Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban
sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan
terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga
tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
d) Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum,
mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan
mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki
merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang
bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi
tertib.
e) Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang
mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai
pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering
ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh
penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami
melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni
keluarga.
3. Ruang Lingkup dan Macam-macam Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2
ayat 1):
a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud karena hubungan darah, perkawinan,
persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam
rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tindak kekerasan istri
dalam rumah tangga dibedakan kedalam empat (4) macam yaitu kekerasan
fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, kekerasan emosional
(Kompas.com ,2007).
Selain itu macam-macam bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) juga tercantum dalam Undang-Undang KDRT Pasal 5.
a. Kekerasan Fisik
Menurut Pasal 6 kekerasan fisik adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Menurut
Magetan, 2010 kekerasan Fisik adalah kekerasan yang pelakunya
melakukan penyerangan secara fisik atau menunjukkan perilaku
agresif yang dapat menyebabkan terjadinya memar hingga
terjadinya pembunuhan. Tindakan ini seringkali bermula dari
kontak fisik yang dianggap sepele dan dapat dimaafkan yang
kemudian meningkat menjadi tindakan penyerangan yang lebih
sering dan lebih serius. Kekerasan fisik meliputi perilaku seperti
mendorong, menolak, menampar, merusak barang atau benda-
benda berharga, meninggalkan pasangan di tempat yang
berbahaya, menolak untuk memberikan bantuan saat pasangan
sakit atau terluka, menyerang dengan senjata, dan sebagainya.
Berikut ini ada beberapa pembagian dari kekerasan fisik itu
sendiri:
1) Kekerasan Fisik Berat.
Kekerasan ini berupa penganiayaan berat seperti
menendang, memukul, melakukan percobaan pembunuhan
atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat
mengakibatkan:
a) Cedera berat
b) Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
c) Pingsan
d) Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit
disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
e) Kehilangan salah satu panca indera.
f) Mendapat cacat.
g) Menderita sakit lumpuh.
h) Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
i) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
j) Kematian korban.
2) Kekerasan Fisik Ringan.
Kekerasan ini berupa menampar, menjambak, mendorong,
dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
a) Cedera ringan
b) Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam
kategori berat
b. Kekerasan psikologis atau emosional (Psikis)
Menurut pasal 7 kekerasan psikis adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
Kekerasan psikologis atau emosional meliputi semua tindakan
yang berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan
pasangan, seperti: menghina, kritik yang terus menerus,
pelecehan, menyalahkan korban atas segala sesuatunya, terlalu
cemburu atau posesif, mengucilkan dari keluarga dan teman-
teman, intimidasi dan penghinaan.
1) Kekerasan Psikis Berat
Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan dan isolasi social, tindakan dan atau
ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan
fisik, seksual dan ekonomis, yang masing-masingnya bisa
mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau
beberapa hal berikut:
Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan
obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya
berat dan atau menahun.
a) Gangguan stress pasca trauma.
b) Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh
atau buta tanpa indikasi medis)
c) Depresi berat atau destruksi diri
d) Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan
realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik
lainnya
e) Bunuh diri

2) Kekerasan Psikis Ringan.


Kekerasan ini berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam
bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi social, tindakan dan
atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman
kekerasan fisik yang masing-masingnya bisa mengakibatkan
penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal
di bawah ini:
a) Ketakutan dan perasaan terteror
b) Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak
c) Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi
seksual
d) Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala,
gangguan pencernaan tanpa indikasi medis)
e) Fobia atau depresi temporer

c. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual yaitu kekerasan yang penyerangannya secara
fisik oleh pelaku seringkali diikuti, atau diakhiri dengan
kekerasan seksual dimana korban dipaksa untuk melakukan
hubungan seksual dengan pelaku atau berpartisipasi dalam suatu
kegiatan seksual yang tidak diinginkannya, termasuk hubungan
seks tanpa pelindung.
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan)
istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan
seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan
kepuasan pihak istri.
1) Kekerasan Seksual Berat, berupa:
a) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba,
menyentuh organ seksual, mencium secara paksa,
merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa
muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
b) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban
atau pada saat korban tidak menghendaki.
c) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan.
d) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk
tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
e) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku
memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang
seharusnya dilindungi.
f) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau
tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau
cedera.

2) Kekerasan Seksual Ringan


Kekerasan ini berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan
dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan
tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian
seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan
dan atau menghina korban.
Kekerasan seksual menurut pasal 8 meliputi:
a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
tersebut.
b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

d. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi termasuk pasal 9 yang meliputi berbagai
tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan dan
kendali atas keuangan, seperti: melarang pasangan mereka untuk
mendapatkan atau tetap mempertahankan pekerjaan, membuat
pasangan mereka harus meminta uang untuk setiap pengeluaran,
membatasi akses pasangan mereka terhadap keuangan dan
informasi akan keadaan keuangan keluarga, dan mengendalikan
keuangan pasangan.
1) Kekerasan Ekonomi Berat yakni tindakan
eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana
ekonomi berupa:
a) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif
termasuk pelacuran.
b) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan
korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda
korban.
2) Kekerasan Ekonomi Ringan
Kekerasan ini berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara
ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

4. Faktor-Faktor Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Ada faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam
rumah tangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri,
yaitu :
a. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami
dan istri
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah
terkonstruk sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta
struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh karena
harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki.
Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan
akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.
b. Ketergantungan ekonomi
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami
memaksa istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun
ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras dilakukan
kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya
dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan
pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk
bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.
c. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan
dalam rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai
pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena
tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan
kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan
tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan
bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara
keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan
bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam
menyelesaikan problem rumah tangganya.
d. Persaingan
Di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal
pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka
alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan
masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan
persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak
mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang
dan dikekang.
e. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya
karena merasa frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang
semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada
pasangan-pasangan seperti dibawah ini:
1) Belum siap kawin.
2) Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang
mencukupi kebutuhan rumah tangga.
3) Serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang
pada orang tua atau mertua.
4) Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses
hukum.

5. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu
sendiri. Dampak kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada
istri, anak, bahkan suami.
a. Dampak pada istri :
1) Perasaan rendah diri, malu dan pasif
2) Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang
berlebihan, susah makan dan susah tidur
3) Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
4) Gangguan kesehatan seksual
5) Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat
tindakan kekerasan
6) Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan
hilangnya gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak
bisa merespon secara normal ajakan berhubungan seks
b. Dampak pada anak :
1) Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
2) Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan 3.
Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
c. Dampak pada suami :
1) Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
2) Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri
Selain itu menurut Surya Sukma, efek psikologis penganiyaan bagi
banyak perempuan lebih parah dibanding efek fisiknya. Rasa takut,
cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan
tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan terhadap istri
juga mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara bilologis
yang pada akhirnya terganggu secara sosiologis. Istri yang teraniaya
sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha
menyembunyikan bukti penganiyaan mereka.
Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak
hamil mengalami gangguan menstruasi seperti menorhagia,
hipomenohagia atau metrohagia bahkan wanita dapat mengalami
menopause lebih awal, dapat mengalami penurunan libido,
ketidakmampuan mendapatkan orgasme.

D. ASKEP KLIEN DENGAN KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan
kontrak dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien,
jenis kelamin (pria/wanita), usia, pendidikan, pekerjaan, status,
kemudian  nama  perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan,
topik yang akan dibicarakan.
2) Alasan Masuk
Tanyakan kenapa klien dibawa ke RS atau keluhan utama
yang dirasakan oleh klien, atau mungkin klien mengatakan
tidak tahu, karena yang membawanya ke RS adalah
keluarganya. Alasan masuk tanyakan kepada klien dan
keluarga.
3) Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien
menjadi seperti saat ini. Kaji riwayat antenatal, natal, dan
pascanatal, dan genetik atau keturunan. Kaji juga riwayat
kesehatan keluarganya.

4) Aspek Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ
akibat kelainan yang dialaminya, seperti tanda-tanda vital, berat
badan, tinggi badan, mata, telinga, dan semua yang mencakup
pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki. Perlu dilakukan
pemeriksaan fisik :
a) Keadaan umum pasien saat dikaji, kesan kesadaran, tanda-
tanda vital (perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system
sirkulasi, dan perfusi jaringan). Kepala dan lingkar kepala
hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar.
b) Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung sampai
anak usia 18 bulan.
c) Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva
adakah anemis, penurunan penglihatan (visus).
d) Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
e) Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran,
hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan
gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan
gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran
(gondok) yang dapat mengganggu proses pertumbuhan
dan perkembangan anak.
f) Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
g) Thorak, bentuk simetris, gerakan
h) Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan
(ronkhi ,wheezing).
i) Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
j) Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor
menutupi labia minor pada perempuan.
k) Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek
memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
5) Aspek Psikososial
Genogram, Konsep diri, Hubungan social, Spiritual dengan
lingkungan, keluarga, atau teman bermainnya.
6) Status Mental
Lakukan pengkajian pada Penampilan, Pembicaraan,
Aktivitas motoric, lnteraksi selama wawancara, perilaku, dan
hal-hal atau kebiasaan yang berulang-ulang dilakukan.
7) Kebutuhan Persiapan Pulang
Kaji pola makan, pola BAB/BAK, Mandi, Berpakaian,
lstirahat dan tidur, Penggunaan obat, Pemeliharaan kesehatan,
Kegiatan di dalam rumah, Kegiatan di luar rumah
b. Analisa data
1) Pohon masalah

Isolasi Diri
Efect

Sindrom Pasca Trauma


Core Problem
Harga Diri Rendah
Cause

2) Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


a) Isolasi sosial
DS: klien mengatakan malas berkumpul dengan teman,
hanya ingin sendiri di kamar, klien mengatakan
sebelumnya sering dicuekin
DO: pasien tampak menyendiri, jarang bergaul atau
berbicara dengan teman lainnya
b) Harga diri rendah kronik
DS: mengkritik diri sendiri dan orang lain, perasaan tidak
mampu, rasa bersalah, perasaan negative tentang diri
sendiri, klien mengatakan bersedih dan kecewa.
DO: gangguan dalam hubunugan, pandangan yang
dimiliki bertentangan terhadap kemampuan personal,
merusak diri sendiri.
c) Sindrom Pasca Trauma
DS : Perubahan konsentrasi, mudah marah, sakit kepala,
ketakutan, mempi buruk, merasa malu, riwayat
perpisahan.
DO : amati perubahan perilaku klien, perilaku kompulsif,
amati perubahan mood yang dialami klien.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Sindrom Pasca Trauma
b. Harga diri rendah
c. Isolasi sosial

3. Intervensi
b. Sindron Pasca Trauma
Kemungkinan Penyebab :
1) Riwayat trauma dan penganiyaan pada diri sendiri atau
keluarga.
2) Riwayat pernah diserang.
3) Pengalaman militer selama waktu perang.

Batasan karakteristik :
1) Kembali memgalami trauma melalui kilas balik, mimpi-mimpi
buruk di malam hari, atau pikiran intrusif /mengganggu.
2) Gangguan tidur, termasuk mimpi buruk.
3) Swamedikasi (pengobatan yang dilakukan sendiri) untuk
mengurangi nyreri emosi atau fisik
TUM : Klien mampu mengontrol respon pribadi yang berhubungan
dengan situasi traumatik dan memperoleh kembali tingkat fungsi
yang dapat diterima secara sosial.
TUK I : Klien mendiskusikan peristiwa traumatik yang dialaminya
dengan perawat.
Intervensi dan Rasional :
1) Dorong klien untuk mendeskripsikan pengalaman trauma yang
dialaminya. Sangat penting untuk mengidentifikasi trauma dan
cedera yang diakibatkannya untuk dapat memberikan
intervensi krisis.
2) Dukung upaya klien untuk mengekspresikan perasaannya
mengenai trauma dengan mendorong ekspresi emosi,
menangis, atau mengungkapkan rasa kehilangan dan rasa
sakitnya. Ekspresi perasaan akan membantu mengurangi
ansietas dan memfasilitasi rasa berduka, dengan demikian
memungkinkan klien untuk memulai proses penyembuhan.
3) Kenali rasa marah klien, permintaan, atau perilaku
penganiyayaannya, dan bantu klien mengekspresikan
kemarahannya secara tepat dalam batas waktu tertentu.
Memperkenalkan klien untuk mengungkapkan perasaannya
saat memberikan kebutuhan keamanan adalah dua buah
prioritas dalam intervensi keperawatan.
4) Dorong klien untuk membicarakan rasa takuut yang
berhubungan dengan pengalaman traumanya. Sebuah diskusi
yang realistik mengenai rasa takut klien dapat membantunya
menentukan cara-cara yang dapat digunakan untuk mengurangi
bahaya cedera atau serangan yang berhubungan dengan rasa
takut.

TUK II : Klien berpartisipasi dalam perawatan lanjutan

Intervensi dan Rasional

1) Bersama klien berupaya untuk mengkaji luasnya luka, dan


menentukan perawatan yang diperlukan. Tindakan ini sangat
penting untuk intervensi yang cepat dan untuk pembuatan
rencana perawatan.
2) Atur transportasi, dan minta seseorang untuk menemani klien
ke sebuah pusat kedaruratan atau klinik untuk memperoleh
perawatan lanjutan. Klien mungkin merasa takut dan tidak
dapat mengambil keputusan untuk berupaya memperoleh
perawatan kesehatan.
3) Ajari klien bagaimana bisa tetap aman dalam komunitas,
mengidentifikasi tempat untuk berlindung. Informasi ini
membantu klien memperoleh kontrol atas keamanan
pribadinya.
4) Bicarakan kepada klien tentang cara menghindari situasi yang
dapat meningkatkan resiko kecelakaan dan kekerasan.
Memberi berbagai pengetahuan mengenai lingkungn kepada
klien dapat membantu mengurangi perasaan rentan klien.
c. Isolasi Sosial
TUM : Kelien mampu berinteraksi dengan lingkungan sossialnya
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik karena Hubungan saling  percaya
merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.

Intervensi dan Rasional


1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati  janji
6) Tunjukan sifat empati dari menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Diketahuinya  penyebab akan dapat dihubungkan dengan faktor
resipitasi yang dialami klien.
Intervensi dan Rasional
1) kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
2) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan  perasaan
penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
3) diskusikan bersama klien tetang perilaku menarik diri dan
tanda-tanda serta  penyabab yang muncul
4) berikn pujian terhadap kemampuan klien dalam menggunakan
perasaannya.
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan  berhubungan
dengan orang lain dan kerugian tidak  berhubungan dengan orang
lain. Klien harus dicoba  berinteraksi secara bertahap agar terbiasa
membina hubungan yang sehat dengan orang lain
Intervensi dan Rasional
1) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
2) beri kesempatan dengan klien untuk mengungkapkan  perasaan
tentang keuntungan  berhubungan dengan orang lain.
3) diskusikan bersma klien tentang keuntungan  berhubungan
dengan orang lain.
4) beri reinforcement  positif terhadap kemampuan
pengungkapan  perasaan tentang keuntungan  berhubungan
dengan orang lain
5) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak  berhubungan dengan orang
lain.
7) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
8) Beri reinforcement  positif terhadap kemampuan
pengungkapan  perasaan tentang kerugian tidak  berhubungan
dengan orang lain
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara
bertahap.
Intervensi dan Rasional
1) kaji kemampuan klien membina hubungam dengan orang lain.
2) dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
a) K-p
b) K-P-P Lain
c) K-P-P lain –  K lain
d) K-P-Kel/Klp/Masy
3) beri reinforcement terhadap keberhasilan yang dicapai.
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat  berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
TUK V : Klien dapat mengungkap kan  perasaannya setelah
berhubungan dengan orange lain.
Intervensi dan Rasional
1) dorong klien untuk mengungkapkan  perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain.
2) Deskusikan dengan klien tentang manfaat  berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement  positif atas kemampuan klien
mengungkapkan klien manfaat berhubungan dengan orang
lain.
TUK VI : Klien dapat memberdaya kan system  pendukung atau
keluarga mampu mengemban gkan kemampuan klien untuk
berhubungan dengan orang lain.
Keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses
perubahan  perilaku klien.
Intervensi dan Rasional
1) bisa berhubungan saling  percaya dengan keluarga : salam,
perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak, eksplorasi
perasaan keluarga
2) diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku menarik
diri, penyebab perilaku manrik diri, akibat yang akan terjadi
jika perilaku manrik diri tidak ditanggapi, cara keluarga
menghadapi klien menarik diri
3) dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada
klien untuk  berkomunikasi dengan orang lain.
4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu minggu sekali.
5) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga.

d. Harga Diri Rendah Kronik


TUM : Kien dapat meningkatkan harga dirinya
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Hubungan saling  percaya merupakan dasar untuk interaksi
selanjutnya
Intervensi dan Rasional
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki.
Diskusikan tingkat kemampuan klen seperti menilai realitas,
kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuha keperawatan.
Reinforcement  positif akan meningkatkan harga diri. Pujian
yang realistis tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya
karna ingin mendapat pujian.
Intervensi dan Rasional
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Keterbukaan dan  pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
adalah  prasarat untuk  berubah. Pengertian tentang kemampuan
yang dimiliki diri motivasi untuk tetap mempertahankan
penggunaanya.
Intervensi dan Rasional
1) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
TUK 4: Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Klien adalah individu ang  bertanggung  jawab terhadap dirinya
sendiri. Klien perlu  bertindak secara realistis dalam
kehidupannya. Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi
klien utuk melaksanakan kegiatan
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
TUK 5: Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakitnya
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dirumah.
Reinforcement  positif akan meingkatkan harga diri.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan
kegiatan yang  biasa dilakukan kesempatan kepada klien untuk
tetap melakukan kegiatan yang  biasa dilakukan
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah

TUK 6: Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang


ada.
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri
dirumah Support system keluarga akan sangan  berpengaruh
dalam mempercepat  proses  penyembuhan. Meningkatkan
peran serta keluarga dlam merawat klien dirumah.
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
mearwat klien dengan harag diri rendah.
b) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien
dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Implementasi yaitu melakukan tindakan keperawatan
terhadap klien sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh
klien. Sebelum melakukan tindakan perawat perlu memperhatikan:
a) Memvalidasi dg singkat: rencana tindakan masih sesuai dg
kondisi klien saat ini (here and now)
b) Menilai diri sendiri: kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal
c) Apakah aman bagi klien
d) Buat kontrak dg klien: jelaskan apa yg akan dilaksanakan & peran
serta klien yg diharapkan
5. Evaluasi
Proses yg berkelanjutan utk menilai efek dari tindakan
keperawatan yg sudah diberikan. Evaluasi ada dua yaitu, evaluasi
proses (formatif) : setiap selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil
(sumatif) : dilakukan dg membandingkan respon pada TUK & TUM.
Evaluasi dg menggunakan SOAP
S : respon subjektif klien thd tindakan yg telah diberikan
O : respon objektif klien thd tindakan yg telah diberikan
A : analisa ulang atas DS & DO  simpulkan  masalah tetap,
teratasi/tercapai atau muncul masalah baru
P : rencana/tindak lanjut berdasarkan hasil analisa (P & K)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


Harga Diri Rendah Pasien
SP Ip
1.      Mengidentifikasi penyebab PK
2.      Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3.      Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4.      Mengidentifikasi akibat PK
5.      Menyebutkan cara mengontrol PK
6.      Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I
7.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
 
SP IIp
1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Melatih pasien  mengontrol PK dengan cara fisik II
3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
 
SP IIIp
1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP IVp
1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP Vp
1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Menjelaskan  cara mengontrol PK dengan minum obat
3.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

E. KONSEP KORBAN TRAFFICKING


1. Definisi
Traffcking merupakan perekrutan ,pengiriman, pemindahan
,penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau kekerasan
atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan,penculikan,penipuan kebohongan
merupakan wujud dari penyalahgunaan kekuasaan yang bertujuan untuk
memperoleh keuntungan agar bisa memperoleh persetujuan dari seseorang
yang berkuasa atas orang lain dengan cara mengeksploitasi.
( pasal 3 protokol PBB).

2. Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Traffecking


a. Ekonomi yang rendah menyebabkan anak anak dipekerjakan pada saat
usia mereka dibawah umur.
b. Kesamaan budaya merupakan pemikiran yang sama disebuah populasi
atau masyarakat untuk memperkerjakan anak mereka pada saat usia
muda untuk emnunjang perekonomian keluarga dan juga terjadi pada
anak – anak yang putus sekolah. Mereka dikirim keluar kota atau litas
negara
c. Peran orang tua yang mendorong perkawinan, biasanya dipedesaan
para orang tua ingin menikahkan anaknya diusia muda. Hal tersebut
akan menyebabkan perempuan akan dibeli dengan uang, pada akhirnya
akan mengakibtkan terjadinya tindakan kekerasan pada para
perempuan.
d. Minimnya tingkat pendidikan dan informasi, bukan hanya dipedesaan
di perkotaan pun banyak masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan
rendah, sehingga mereka mudah tertipu atau dibujukoleh sindikit
pidana.

3. Sifat dasar traffcking


a. Bersifat manipulatif atau penyalahgunaan
Penyimpangan dari rencana semula pada saat membujuk seseorang
yang akan di bekerjakan dengan baik dan pantas,tetapi pada keadaan
real nya korban malah di perlakukan sebaliknya yaitu di eksploitasi
dan di berlakukan dengan kekerasan kemudian menyalahgunakan
pekerjaan yang di janjikan misalnya pada saat pertama kali di beri
informasi korban akan di jadikan sebagai pelayan toko dan
sebagainya,tetapi pada kenyataanya korban malah di jadikan sebagai
pekerja seks atau mengarah pada prostitusi.

b. Terjadi transaksi
Terjadi transaksi antara orang ketiga atau calo sebagai perantara antar
penjual kepada pihak pemakai.
c. Tidak mengerti
Korban tidak mengerti dengan penyimpangan yang akan di lakukan
pelaku,jadi pada saat korban di bawa untuk di berikan
pekerjaan,korban tidak tahu bahwa ia di jadikan korban oleh sindikat
tindak pidana atau menjadi korban dari sebuah tindakan pidana.
d. Migrasi
Adanya migrasi atau perpindahan melampaui batas kota dan batas
provinsi sehingga jarak tersebut di jadikan kesempatan oleh sindikat
dalam melakukan traffcking.

4. Motif Terjadinya Traffcking


a. Adopsi
Di negara yang telah sukses dan berhasil membangun ekonomi
misalnya di negara – negara skandinavia para kaum wanita tidak ingin
kawin ,sehingga pemerintah harus mengiming-imingi masyarakat
untuk memiliki anak ,tetapi penduduk negara tersebut tidak
terpengaruh dengan iming-iming dan pada akhirnya mereka rela
mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mengadopsi anak.
b. Pemekerjaan
Dengan memperkerjakan anak-anak maka tidak harus membayar lebih
sekalipun dengan tempat tinggal dan makan yang tidak layak,hal
tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat.
c. Motif eksploitasi seksual
Menjadikan perempuan sebagai pengahasil ekonomi yang
tinggi,bahwa semakin muda wanita ,maka semakin tinggi harga jual
nya,mereka di jadikan sebagai pelacu dan pekerja seks,mereka di
eksploitasi untu melayani seksual pemakai.
d. Transplantasi organ
Dengan keadaan mendesak mereka akan menyerahkan organ-organ
seperti ginjal ,liver,mata dan sebagainya untuk di serah kan kepada
orang lain,bahkan mereka juga ada yang di paksa dengan
penculikan ,bahkan sampai di lakukan peniadaan nyawa atau
pembunuhan.

5. Bentuk, Proses, dan Dampak Traffcking


a. Bentuk-bentuk traffcking :
1). Pelacuran dan eksploitasi seksual,hal ini tidak hanya terjadi pada
orang dewasa,tetapi pada anak juga sering terjadi yaitu (fedopilia).
2). Menjadi buruh migran legal maupun ilegal
Misalnya imigran pekerja indonesia yang di pekerjakan di arab atau
negara-negara lainnya,tetapi mereka di eksploitasi dengan
kekerasan dan pekerjaan dan bayaran yang minim atau bahkan
tidak di bayar sama sekali
3). Adopsi anak
4). pekerja jermal
5). Pekerja rumah tangga
6). Pengemis
7). Industri ponografi
8). Pengedaran obat terlarang narkoba
9). Sebagai penari atau pengantin pesanan
b. Proses
1) Pelaku mencari sasaran traffcking : sasaran traffcking biasanya
pada anak-anak jalanan,orang yang sedang mencari
pekerjaan,anak-anak yang berada di saerah konflik atau
pengungsi,anak miskin yang berada di pedesaan,anak-anak yang
berada di wilayah perbatasan negara,anak yang dalam keluarganya
terjerat hutang,anak yang berasa dalam kekerasan rumah
tangga,anak perempuan yang menjadi korban pemerkosaan.
2) Pelaku melakukan modus operandi dengan rayuan ,jebakan,dan
penyalahgunaan wewenang,kedok duta budaya di luar negeri,atau
dengan melakukan penculikan.
3) Penggantian identitas
Pelaku pengganti identitas korban,setelah korban terjerat,agar jejak
nya tidak tercium pihak keamanan misalnya dengan pihak
kepolisian.
4) Pekerjaan melibatkan calo atau agen,dan mereka biasanya
mempunyai organisasi yang terintegritas ,jarang dari mereka yang
bekerja perseorangan atau pelaku memiliki link terlebih dahulu.
c . Dampak traffcking
1) Fisik
Anak memiliki penyakit yang di timbulkan oleh traffcking tersebut
misalnya pada eksploitasi seksual anak terjangkin penyakit
HIV/AIDS.
2) Psikolog
Selama meraka diberlakukan kekerasan serta ancaman-ancaman
yang membuat mereka tidak mampu mendapat pertolongan dari
luar,mereka pada akhirnya menekan masalah sendiri,tidak jarang
dari mereka akhirnya menjadi depresi atau bahkan mengalami
gangguan kejiwaan.
6. Penganggulangan korban traffcking
Beberapa perundang-undangan yang terkait dengan traffcking yaitu
UU nomor 35 tahun 2014 (bahwa di berikan perlindungan khusus pada anak
yang menjadi korban, penculikan, penjualan, atau perdagangan, dilakukan
upaya melalui pengawasan , perlindungan, pencegahan, perawatan, dan
rehabilitasi), kemudian pada KUHP (undang-undang hukum pidana) nomor
39 tahun 1999 pasal 297 yang menyatakan bahwa perdagangan wanita dan
perdagangan laki-laki yang belum cukup umur di ancam dengan penjara
pidana paling lama 6 tahun.pada pasal 65 UU no 39 tahun 1999
menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari
kegiatan eksploitasi dan elecehan seksual penculikan perdagangan anak
serta bentuk menyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainya.

3 strategi penanggulangan traffcking yang di lakukan pemerintah :


a. Korban traffcking harus di lindungi
b. Pelaku harus di hukum berat
c. Mengembangkan jejaring kelembagaan dengan aliansi global untuk
menghapus traffcking.
Hukum internasional terkait traffecking yaitu CRC mengharuskan
bahwa negara pihak mengambil semua tindakan nasional, bialteral, dan
multilateral yang perlu untuk mencegah penculikan, penjualan, atau
perdagangan anak atau tujuan apapun atau dalam bentuk apapun, pihak–
pihak dalam protokol, tambahan dari konvensi persserikatan bangsa–bangsa
mengenai kejahatan terorganisasi transional untuk mencegah, menekan, dan
menghukum perdagangan orang, khususnya wanita dan anak anak tahun
2000.
Tindakan lebih lanjut di haruskan untuk:
a. Melindugi identitas dan privasi korban perdagangan orang
b. Memperkenalkan tindakan untuk membantu para korban yang terlibat
dalam proses kejahatan
c. Menyediakan bagi para korban bantuan sosial dan rehabilitasi termasuk
bantuan berupa tempat tinggaldan makanan.

7. Kendala Penanggulangan Traffcking


a. Budaya masyarakat ( anggapan jangan terlibat dengan masalah otang
lain sehingga tidak berani melaporkan kepada pihak kepolisian apabila
terjadi traffcking ).
b. Kebijakan pemerintah ( belum adanya regulasi khusus mengenai
perdagangan perempuan dan anak selain keppres no 88 tahun 2002
mengenai penghapusan perdagangan perempuan dan anak dan juga
ketidak pahaman tentang apa itu perdangan sendiri karena kurang nya
sosialisasi yang di lakukan pemerintah.

8. Pelayanan Bagi Korban Traffcking


Penanganan pada setiap permasalahan psikologis individu
wujudnya dengan mengadakan konseling bagi korban traffcking yang di
bentuknya lembaga-lembaga konsultasi dan disusul merebak nya
jurnal,buku,hasil penelitian yang berfokus pada kasus-kasus konseling.
Munculnya rumah-rumah perlindungan trauma centered ( RPTC)
merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan dan perlindungan
awal dan pemulihan kondisi traumatis yang dialami oleh korban tindak
kekerasan RPTC merupakan organisasi pemerintah yang menjadi patner
IOM.
Pada 3 agustus 2014 RPTC dinsosnakertans kabupaten cilacap
sudah memberikan pelayanan sosial bagi KTK –PM secara terpadu dan
sistematis dengan pelayanan sebagai berikut :
a. Pelayanan perlindungan sosial meliputi :
Layanan informasi dan advokasi ,kemudian layanan rumah
perlindungan dan shelter unit
b. Pemulihan traumatik yang meliputi layanan rehabilitasi psikososial dan
spritual dan layanan resosialisasi dan rujukan
Adapun usaha perlindungan anak korban traffecking yaitu :
a. UU no 37 tahun 1997 tentang hubungan luar negeri, UU ini dapat
digunakan untuk melindungi orang indonesia yang diperjualbelikan
diluar negeri.
b. UU no 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana
perdagangan orang.
c. UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak melarang perdagangan
anak.
d. UNICEF, confention in right og the child ( confensi hak – hak anak).
e. UU no 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.
f. Adanya RPSA.

F. ASKEP Pada Klien Korban Traficking


1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan
kontrak dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien,
jenis kelamin (pria/wanita), usia, pendidikan, pekerjaan,
status, kemudian  nama  perawat, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
2) Alasan Masuk
Tanyakan kenapa klien dibawa ke RS atau keluhan utama
yang dirasakan oleh klien, atau mungkin klien mengatakan
tidak tahu, karena yang membawanya ke RS adalah
keluarganya. Alasan masuk tanyakan kepada klien dan
keluarga.
3) Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien
menjadi seperti saat ini. Kaji riwayat antenatal, natal, dan
pascanatal, dan genetik atau keturunan. Kaji juga riwayat
kesehatan keluarganya.
4) Aspek Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ
akibat kelainan yang dialaminya, seperti tanda-tanda vital,
berat badan, tinggi badan, mata, telinga, dan semua yang
mencakup pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki. Perlu
dilakukan pemeriksaan fisik :
(a) Keadaan umum pasien saat dikaji, kesan kesadaran,
tanda-tanda vital (perubahan suhu, frekuensi pernapasan,
system sirkulasi, dan perfusi jaringan). Kepala dan
lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2
tahun dengan pengukuran diameter oksipito-frontalis
terbesar.
(b) Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung
sampai anak usia 18 bulan.
(c) Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus,
konjungtiva adakah anemis, penurunan penglihatan
(visus).
(d) Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
(e) Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran,
hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan
gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan
gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran
(gondok) yang dapat mengganggu proses pertumbuhan
dan perkembangan anak.
(f) Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan
infeksi.
(g) Thorak, bentuk simetris, gerakan
(h) Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan
(ronkhi ,wheezing).
(i) Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
(j) Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor
menutupi labia minor pada perempuan.
(k) Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek
memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
5) Aspek Psikososial
Genogram, Konsep diri, Hubungan social, Spiritual dengan
lingkungan, keluarga, atau teman bermainnya.
6) Status Mental
Lakukan pengkajian pada Penampilan, Pembicaraan,
Aktivitas motoric, lnteraksi selama wawancara, perilaku, dan
hal-hal atau kebiasaan yang berulang-ulang dilakukan.
7) Kebutuhan Persiapan Pulang
Kaji pola makan, pola BAB/BAK, Mandi, Berpakaian,
lstirahat dan tidur, Penggunaan obat, Pemeliharaan kesehatan,
Kegiatan di dalam rumah, Kegiatan di luar rumah

b. Analisa data
1) Pohon masalah

Isolasi Sosial
Efect

Harga Diri Rendah


Core Problem

Sindrom Pasca Trauma


Cause

2) Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


(a) Isolasi sosial
DS: klien mengatakan malas berkumpul dengan teman,
hanya ingin sendiri di kamar, klien mengatakan
sebelumnya sering dicuekin
DO: pasien tampak menyendiri, jarang bergaul atau
berbicara dengan teman lainnya
(b) Harga diri rendah kronik
DS: mengkritik diri sendiri dan orang lain, perasaan tidak
mampu, rasa bersalah, perasaan negative tentang diri
sendiri, klien mengatakan bersedih dan kecewa.
DO: gangguan dalam hubunugan, pandangan yang dimiliki
bertentangan terhadap kemampuan personal, merusak
diri sendiri.

(c) Sindrom Pasca Trauma


DS : Perubahan konsentrasi, mudah marah, sakit kepala,
ketakutan, mempi buruk, merasa malu, riwayat
perpisahan.
DO : amati perubahan perilaku klien, perilaku kompulsif,
amati perubahan mood yang dialami klien.
c. Diagnosa keperawatan
1) Harga diri rendah
2) Sindrom pasca trauma
3) Isolasi sosial
d. Intervensi
1) Harga Diri Rendah Kronik
Tujuan Umum : Kien dapat meningkatkan harga dirinya
Tujuan khusus:
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Hubungan saling  percaya merupakan dasar untuk interaksi
selanjutnya
1. Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
Diskusikan tingkat kemampuan klen seperti menilai realitas,
kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuha keperawatan.
Reinforcement  positif akan meningkatkan harga diri. Pujian
yang realistis tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya
karna ingin mendapat pujian
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
TUK 3: Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Keterbukaan dan  pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
adalah  prasarat untuk  berubah. Pengertian tentang kemampuan
yang dimiliki diri motivasi untuk tetap mempertahankan
penggunaanya.
1) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
TUK 4: Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Klien adalah individu ang  bertanggung  jawab terhadap dirinya
sendiri. Klien perlu  bertindak secara realistis dalam
kehidupannya. Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi
klien utuk melaksanakan kegiatan
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
TUK 5: Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakitnya
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dirumah.
Reinforcement  positif akan meingkatkan harga diri.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan
kegiatan yang  biasa dilakukan kesempatan kepada klien untuk
tetap melakukan kegiatan yang  biasa dilakukan
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
TUK 6: Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang
ada.
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri
dirumah Support system keluarga akan sangan  berpengaruh
dalam mempercepat  proses  penyembuhan. Meningkatkan
peran serta keluarga dlam merawat klien dirumah.
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
mearwat klien dengan harag diri rendah.
2) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien
dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
2) Sindron Pasca Trauma
Kemungkinan Penyebab :
a) Riwayat trauma dan penganiyaan pada diri sendiri atau
keluarga.
b) Riwayat pernah diserang.
c) Pengalaman militer selama waktu perang.
Batasan karakteristik :
a) Kembali memgalami trauma melalui kilas balik, mimpi-
mimpi buruk di malam hari, atau pikiran intrusif
/mengganggu.
b) Gangguan tidur, termasuk mimpi buruk.
c) Swamedikasi (pengobatan yang dilakukan sendiri) untuk
mengurangi nyreri emosi atau fisik
TUM : Klien mampu mengontrol respon pribadi yang
berhubungan dengan situasi traumatik dan memperoleh
kembali tingkat fungsi yang dapat diterima secara sosial.
TUK I : Klien mendiskusikan peristiwa traumatik yang
dialaminya dengan perawat.
Intervensi dan Rasional :
1) Dorong klien untuk mendeskripsikan pengalaman trauma
yang dialaminya. Sangat penting untuk mengidentifikasi
trauma dan cedera yang diakibatkannya untuk dapat
memberikan intervensi krisis.
2) Dukung upaya klien untuk mengekspresikan perasaannya
mengenai trauma dengan mendorong ekspresi emosi,
menangis, atau mengungkapkan rasa kehilangan dan rasa
sakitnya. Ekspresi perasaan akan membantu mengurangi
ansietas dan memfasilitasi rasa berduka, dengan demikian
memungkinkan klien untuk memulai proses penyembuhan.
3) Kenali rasa marah klien, permintaan, atau perilaku
penganiyayaannya, dan bantu klien mengekspresikan
kemarahannya secara tepat dalam batas waktu tertentu.
Memperkenalkan klien untuk mengungkapkan perasaannya
saat memberikan kebutuhan keamanan adalah dua buah
prioritas dalam intervensi keperawatan.
4) Dorong klien untuk membicarakan rasa takuut yang
berhubungan dengan pengalaman traumanya. Sebuah
diskusi yang realistik mengenai rasa takut klien dapat
membantunya menentukan cara-cara yang dapat digunakan
untuk mengurangi bahaya cedera atau serangan yang
berhubungan dengan rasa takut.

TUK II : klien berpartisipasi dalam perawatan lanjutan


Intervensi dan Rasional
1) Bersama klien berupaya untuk mengkaji luasnya luka, dan
menentukan perawatan yang diperlukan. Tindakan ini
sangat penting untuk intervensi yang cepat dan untuk
pembuatan rencana perawatan.
2) Atur transportasi, dan minta seseorang untuk menemani
klien ke sebuah pusat kedaruratan atau klinik untuk
memperoleh perawatan lanjutan. Klien mungkin merasa
takut dan tidak dapat mengambil keputusan untuk
berupaya memperoleh perawatan kesehatan.
3) Ajari klien bagaimana bisa tetap aman dalam komunitas,
mengidentifikasi tempat untuk berlindung. Informasi ini
membantu klien memperoleh kontrol atas keamanan
pribadinya.
4) Bicarakan kepada klien tentang cara menghindari situasi
yang dapat meningkatkan resiko kecelakaan dan
kekerasan. Memberi berbagai pengetahuan mengenai
lingkungn kepada klien dapat membantu mengurangi
perasaan rentan klien.
3) Isolasi Sosial
Tujuan Umum : Kelien mampu berinteraksi dengan lingkungan
sossialnya
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik karena Hubungan saling  percaya
merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya.

1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal


2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati  janji
6) Tunjukan sifat empati dari menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
TUK II : Klien dapat menyebutka n penyebab menarik diri
Diketahuinya  penyebab akan dapat dihubungkan dengan faktor
resipitasi yang dialami klien.
1. kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya
2. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
3. diskusikan bersama klien tetang perilaku menarik diri dan
tanda-tanda serta  penyabab yang muncul
4. berikn pujian terhadap kemampuan klien dalam
menggunakan  perasaannya.
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
Klien harus dicoba  berinteraksi secara bertahap agar terbiasa
membina hubungan yang sehat dengan orang lain
1) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
2) beri kesempatan dengan klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan  berhubungan dengan orang
lain.
3) diskusikan bersma klien tentang keuntungan  berhubungan
dengan orang lain.
4) beri reinforcement  positif terhadap kemampuan
pengungkapan  perasaan tentang keuntungan  berhubungan
dengan orang lain
5) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak  berhubungan dengan orang
lain.
7) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
8) Beri reinforcement  positif terhadap kemampuan
pengungkapan  perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial scara
bertahap.
1) kaji kemampuan klien membina hubungam dengan orang
lain.
2) dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang
lain melalui tahap :
K-p
K-P-P Lain
K-P-P lain –  K lain
K-P-Kel/Klp/Masy
3) beri reinforcement terhadap keberhasilan yang dicapai.
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat  berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama
klien dalam mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
TUK V : Klien dapat mengungkap kan  perasaannya setelah
berhubungan dengan orange lain.
1) dorong klien untuk mengungkapkan  perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain.
2) Deskusikan dengan klien tentang manfaat  berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement  positif atas kemampuan klien
mengungkapkan klien manfaat berhubungan dengan orang
lain.
TUK VI : Klien dapat memberdaya kan system  pendukung
atau keluarga mampu mengemban gkan kemampuan klien
untuk  berhubungan dengan orang lain.
Keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses
perubahan  perilaku klien.
1) bisa berhubungan saling  percaya dengan keluarga : salam,
perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak, eksplorasi
perasaan keluarga
2) diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku
menarik diri, penyebab perilaku manrik diri, akibat yang
akan terjadi  jika perilaku manrik diri tidak ditanggapi, cara
keluarga menghadapi klien menarik diri
3) dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan
kepada klien untuk  berkomunikasi dengan orang lain.
4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu minggu sekali.
5) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga.

c. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Implementasi yaitu melakukan tindakan keperawatan terhadap klien
sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh klien. Sebelum
melakukan tindakan perawat perlu memperhatikan:
1) Memvalidasi dg singkat: rencana tindakan masih sesuai dg kondisi
klien saat ini (here and now)
2) Menilai diri sendiri: kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal
3) Apakah aman bagi klien
4) Buat kontrak dg klien: jelaskan apa yg akan dilaksanakan & peran
serta klien yg diharapkan

d. Evaluasi
Proses yg berkelanjutan utk menilai efek dari tindakan
keperawatan yg sudah diberikan. Evaluasi ada dua yaitu, evaluasi
proses (formatif) : setiap selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil
(sumatif) : dilakukan dg membandingkan respon pada TUK & TUM.
Evaluasi dg menggunakan SOAP
S : respon subjektif klien thd tindakan yg telah diberikan
O : respon objektif klien thd tindakan yg telah diberikan
A : analisa ulang atas DS & DO  simpulkan  masalah tetap,
teratasi/tercapai atau muncul masalah baru
P : rencana/tindak lanjut berdasarkan hasil analisa (P & K
Diagnosa
SP Pasien SP Keluarga
Keperawatan
Harga Diri SP I SP I
Rendah 1. Membina hubungan saling percaya 1. Mendiskusikan
2. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek masalah yang
positif yang dimiliki pasien dirasakan
3. Membantu pasien menilai kemampuan keluarga dalam
pasien yang masih dapat digunakan marawat pasien
4. Membantu pasien memilih kegiatan yang 2. Menjelaskan
akan dilatih sesuai dengan kemampuan pengertian, tanda
pasien dan gejala harga
5. Melatih pasien sesuai kemampuan yang diri rendah yang
dipilih dialami pasien
6. Memberikan pujian yang wajar terhadap beserta proses
keberhasilan pasien terjadinya
7. Menganjurkan pasien memasukkan ke 3. Menjelaskan cara-
dalam jadwal kegiatan harian cara merawat
pasien dengan
SP II harga diri rendah
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Meatih kemampuan ke dua
3. Menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian
SP II
1. Melatih keluarga
mempraktekkan
cara merawat
pasien dengan
harga diri rendah
2. Melatih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
keluarganya yang
mengalami harga
diri rendah

SP III
1. Membantu
keluarga
membuat jadwal
aktifitas di rumah
termasuk minum
obat (discharge
planning)
2. Menjelaskan
follow up pasien
setelah pulang

G. KONSEP NARAPIDANA
1) Definisi
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan
atau saksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang
sedang menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum. Menurut
Pasal 1 Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan,
narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Permasyarakatan.
Karena terkucilkan dari masyarakat umum, berbagai masalah
kejiwaan narapidana kemungkinan akan muncul, diantaranya :
a) Harga diri rendah dan Konsep diri yang negative
b) Risiko bunuh diri
Dalam makalah ini kelompok penulis berfokus membahas masalah
harga diri rendah yang terjadi terhadap narapidana. Harga diri rendah
adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri ( Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative, dapat secara langsung atau tidak langsung
di ekspresikan.
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia
meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat
berbuat apa – apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak
disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep
diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan
kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang bisa
disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau
menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
(1) Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu
yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk
persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran,
fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart &
Sundeen, 1998).
(2) Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal
tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal
diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.

(3) Identitas Diri (Self Identifity)


Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi,
dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan
identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang
kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
(4) Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.
Peran yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak
mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 1998).
(5) Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar
dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga
(Stuart & Sundeen, 1998).

2) Penyebab Gejala
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya
system pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan
balik yang negatif, difungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap
perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif
adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau
lingkungan dengan adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik,
psikologi, perilaku atau kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu
tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan
memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan
peran. Adapun Penyebab Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah, yaitu
a. Faktor Presdisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan
orangtua, penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehillangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
kegagalan atau produktifitas yang menurun.
Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah :
1) Mengejek dan mengkritik diri
2) Merasa bersalah dan khawatir, menghukum dan menolak diri
sendiri
3) Mengalami gejala fisik, misal : tekanan darah tinggi
4) Menunda keputusan
5) Sulit bergaul
6) Menghindari kesenangan yang dapat meberi rasa puas
7) Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga,
halusinasi
8) Merusak diri : harga diri rendah menyokong pasien untuk
mengakhiri hidupnya
9) Merusak/melukai orang lain
10) Perasaan tidak mampu
11) Pandangan hidup yang pesimistis
12) Tidak menerima pujian
13) Penurunan produktivitas
14) Penolakan terhadap kemampuan diri
15) Kurang memerhatikan perawatan diri
16) Berpakaian tidak rapih
17) Berkurang selera makan
18) Tidak berani menatap lawan bicara
19) Lebih banyak menunduk
20) Bicara lambat dengan nada suara lemah

3) Penatalaksanaan Terapi
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia
menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).
b. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas
kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi
realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan
gangguan konsep diri harga diri rendah adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas
sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan
untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok
dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah.(Keliat dan Akemat,2005)
H. ASKEP NARAPIDANA
1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal
dirawat, tanggal pengkajian, nomor rekam medis.
b. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi
faktor biologis, faktor psikologis, sosial budaya, dan faktor genetic.
c. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap
persepsi merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa
gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif,
kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala
stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan
social dan spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif
maupun maladaptive

2. Analisa data
a. Pohon masalah
Gangguan Presepsi Sensori :
Halusinasi
Efect

Isolasi Sosial
Core Problem

Harga Diri Rendah Kronik


Cause

b. Data yang perlu dikaji


1. Isolasi sosial
DS: klien mengatakan malas berkumpul dengan teman,
hanya ingin sendiri di kamar, klien mengatakan
sebelumnya sering dicuekin
DO:pasien tampak menyendiri, jarang bergaul atau
berbicara dengan teman lainnya
2. Harga diri rendah kronik
DS: mengkritik diri sendiri dan orang lain, perasaan tidak
mampu, rasa bersalah, perasaan negative tentang diri
sendiri, klien mengatakan bersedih dan kecewa.
DO:gangguan dalam hubunugan, pandangan yang dimiliki
bertentangan terhadap kemampuan personal, merusak
diri sendiri.
3. Gangguan Presepsi Sensori Halusinasi
DS: Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara
saat ingin tidur dan sholat, isi suara tersebut yaitu
menyuruh untuk sholat, suara tersebut kadang
muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya
biasa 5 detik
DO: Klien saat interaksi kadang ketawa sendiri dan sering
mondar-mandir, kadang bicara sendiri.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial
b. Harga Diri Rendah
c. Gangguan Presepsi Sensori Halusinasi
4. Intervensi
a. Isolasi Sosial
Tujuan Umum : Kelien mampu berinteraksi dengan lingkungan
sossialnya
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik karena Hubungan saling  percaya
merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya.
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati  janji
6) Tunjukan sifat empati dari menerima klien apa adanya.
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
TUK II : Klien dapat menyebutka n penyebab menarik diri
Diketahuinya  penyebab akan dapat dihubungkan dengan faktor
resipitasi yang dialami klien.
1) kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
3) diskusikan bersama klien tetang perilaku menarik diri dan
tanda-tanda serta  penyabab yang muncul
4) berikn pujian terhadap kemampuan klien dalam
menggunakan  perasaannya.
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
Klien harus dicoba  berinteraksi secara bertahap agar terbiasa
membina hubungan yang sehat dengan orang lain
1) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
2) beri kesempatan dengan klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan  berhubungan dengan orang
lain.
3) diskusikan bersma klien tentang keuntungan  berhubungan
dengan orang lain.
4) beri reinforcement  positif terhadap kemampuan
pengungkapan  perasaan tentang keuntungan  berhubungan
dengan orang lain
5) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak  berhubungan dengan orang
lain.
7) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
8) Beri reinforcement  positif terhadap kemampuan
pengungkapan  perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial scara
bertahap.
1) kaji kemampuan klien membina hubungam dengan orang
lain.
2) dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang
lain melalui tahap :
K-p
K-P-P Lain
K-P-P lain –  K lain
K-P-Kel/Klp/Masy
3) beri reinforcement terhadap keberhasilan yang dicapai.
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat  berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama
klien dalam mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
TUK V : Klien dapat mengungkap kan  perasaannya setelah
berhubungan dengan orange lain.
1) dorong klien untuk mengungkapkan  perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain.
2) Deskusikan dengan klien tentang manfaat  berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement  positif atas kemampuan klien
mengungkapkan klien manfaat berhubungan dengan orang
lain.

TUK VI : Klien dapat memberdaya kan system  pendukung


atau keluarga mampu mengemban gkan kemampuan klien
untuk  berhubungan dengan orang lain.
Keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses
perubahan  perilaku klien.
1) bisa berhubungan saling  percaya dengan keluarga : salam,
perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak,
eksplorasi perasaan keluarga
2) diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku
menarik diri, penyebab perilaku manrik diri, akibat yang
akan terjadi  jika perilaku manrik diri tidak ditanggapi,
cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3) dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan
kepada klien untuk  berkomunikasi dengan orang lain.
4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu minggu sekali.
5) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga.
4) Harga Diri Rendah Kronik
Tujuan Umum : Kien dapat meningkatkan harga dirinya
Tujuan khusus:
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Hubungan saling  percaya merupakan dasar untuk interaksi
selanjutnya
(a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
(b) Perkenalkan diri dengan sopan
(c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
(d) Jelaskan tujuan pertemuan
(e) Jujur dan menepati janji
(f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
(g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
1) Diskusikan tingkat kemampuan klen seperti menilai realitas,
kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuha
keperawatan. Reinforcement  positif akan meningkatkan
harga diri. Pujian yang realistis tidak menyebabkan
melakukan kegiatan hanya karna ingin mendapat pujian
2) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
3) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
4) Utamakan memberi pujian yang realistik.
TUK 3: Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Keterbukaan dan  pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
adalah  prasarat untuk  berubah. Pengertian tentang kemampuan
yang dimiliki diri motivasi untuk tetap mempertahankan
penggunaanya.
1) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
TUK 4: Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Klien adalah individu ang  bertanggung  jawab terhadap
dirinya sendiri. Klien perlu  bertindak secara realistis dalam
kehidupannya. Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi
klien utuk melaksanakan kegiatan
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
TUK 5: Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakitnya
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dirumah.
Reinforcement  positif akan meingkatkan harga diri. Memberikan
kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang
biasa dilakukan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan
kegiatan yang  biasa dilakukan
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
TUK 6: Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang
ada.
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri
dirumah Support system keluarga akan sangan  berpengaruh
dalam mempercepat  proses  penyembuhan. Meningkatkan  peran
serta keluarga dlam merawat klien dirumah.
(1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
mearwat klien dengan harag diri rendah.
(2) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
(3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
5) Halusinasi
TUM : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
(a) TUK I : Klien dapat embina hubungan saling  percaya
bina hubungan saling  percaya dengan mengngkapkan
prinsip komunikasi terapeutik. Hubungan saling  percaya
merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya.
(b) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal .
(c) Perkenalkan diri dengan sopan.
(d) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
(e) Jelaskan tujuan  pertemuan
(f) Jujur dan menepati  janji
(g) Tunjukan sifat empati dari menerima klien apa adanya.
(h) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien

TUK II : Klien dapat mengenali halusinasinya


klien dapat menyebitkan waktu isi frekuensi timbulnya halusinasi.
Klien dapat mengungkapkan  perasaan terhadap halusinasi.
Kontak sering tapi singkat selain membina hubungan saling
percaya juga dapat memutuskan halusinasi. Mengenal  perilaku
pada saat halusinasi timbul memudahkan  perawat dalam
melakukan intervensi Mengenal halusinasi memungkinkan klien
untuk mengindarka faktor pencetus timbulnya halusinasi.
(1) adakan kontak serig dan singkat secara bertahap Observasi
tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya;  bicara dan
tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri atau ke kanan
seolah- olah adateman bicara
(2) bantu klien mengenali halusinasinya .
(3) Jika menemukan yag sedang halusinasi, tanyakan apakah ada
suara yang didengar
(4) Jika klien menjawab ada, lanjutkan: apa yang dikatakan
(5) Katakana bahwa  perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
(6) Katakana bahwa klien ada juga yang seperti klien.
(7) diskusikan dengan klien
(8) Situasi yang menimbulkan halusinasi.  
(9) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi.
(10) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi ( marah atau takut, sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan  perasaannya.
TUK Klien dapat mengontrol halusinasinya
(1) identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukan diri dll)
(2) diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika  bermanfaat
beri pujian.
(3) diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol
halusinasi :
(4) Katakana “ saya tidak mau dengar kamu” (pada saat halusinasi
terjadi)
(5) Menemui orang lain (perawat/teman/anggo ta keluarga) untik
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang terdengar.
(6) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinaai tidak
muncul.
(7) Minta keluarga/teman/peraw at jika Nampak bicara sendiri
(8) bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi
secara bertahap
TUK IV : klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasi
(1) anjurkan klien untuk member tahu keluarga jika mengalami
halusinasi.
(2) diskusikan dengan keluarga ( pada saat  berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
(3) Gejala halusinasi yang dialami klien  
(4) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
(5) Cara merawat anggota keluarga untuk memutus halusinasi
dirumah, beri kegiatan, jangan  biarkan sendiri, makan
bersama, berpergian  bersama. d. Beri informasi waktu follow
up atau kapan  perlu mendapat  bantuan: halusinasi terkontrol
dan risiko mencederai orang lain.
TUK V : Klien dapat memanfaatk  an bat dengan baik.
(1) diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi
manfaat obat
(2) anjurkan klien minta sendiri abat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
(3) anjurkan klien bicaa dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang dirasakan
(4) diskusikan akibat  berhenti minum obat tanpa konsultasi
(5) bantu klien menggunakan obat dengan  prinsip benar.
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Implementasi yaitu melakukan tindakan keperawatan terhadap klien
sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh klien. Sebelum
melakukan tindakan perawat perlu memperhatikan:
(1) Memvalidasi dg singkat: rencana tindakan masih sesuai dg
kondisi klien saat ini (here and now)
(2) Menilai diri sendiri: kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal
(3) Apakah aman bagi klien
(4) Buat kontrak dg klien: jelaskan apa yg akan dilaksanakan &
peran serta klien yg diharapkan

3) Evaluasi
Proses yg berkelanjutan utk menilai efek dari tindakan
keperawatan yg sudah diberikan. Evaluasi ada dua yaitu, evaluasi
proses (formatif) : setiap selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil
(sumatif) : dilakukan dg membandingkan respon pada TUK & TUM.
Evaluasi dg menggunakan SOAP
S : respon subjektif klien thd tindakan yg telah diberikan
O : respon objektif klien thd tindakan yg telah diberikan
A : analisa ulang atas DS & DO  simpulkan  masalah tetap,
teratasi/tercapai atau muncul masalah baru
P : rencana/tindak lanjut berdasarkan hasil analisa (P & K)

I. KONSEP ANAK JALANAN


1. Definisi Anak jalanan
Anak jalanan adalah anak yang berusia 5- 18 tahun baik laki- laki
maupun perempuan yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di
jalanan kawasan urban, memiliki komunikasi yang minimal atau sama sekali
tidak pernah berkomunikasi dengan keluarga dan kurang pengawasan,
perlindungan, dan bimbingan sehingga rawan terkena gangguan kesehatan
dan psikologi.
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI, anak jalanan merupakan
anak yang berusia di bawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam
sehari dalam 6 hari dalam seminggu. Akan tetapi, secara umum anak jalanan
terbentuk dari dua kata yaitu “anak” dan “jalanan”.
Anak mengacu pada usia yang hingga kini masih beragam
pendapatnya. Sedangkan jalanan mengacu pada tempat dimana anak tersebut
beraktifitas. Pembagian anak jalanan menurut UNICEF dibagi menjadi tiga
kelompok antara lain:
a. Street Living Children
Anak-anak yang pergi dari rumah dan meninggalkan orang tuanya. Anak
tersebut hidup sendirian dan memutuskan untuk tidak berhubungan lagi
dengan keluarganya. Biasanya anak-anak ini sering disebut dengan
gelandangan atau pun gembel. Mereka biasanya tidak mempunyai tempat
tinggal maupun pekerjaan tetap.
b. Street Working Children
Disebut juga sebagai pekerja anak di jalan. Mereka menghabiskan
sebagian besar waktu mereka di jalanan untuk bekerja baik di jalan atau
pun di tempat- tempat umum untuk membantu keluarganya. Sehingga
anak- anak ini masih memiliki rumah dan tinggal dengan orang tua
mereka.
c. Children from Street Families
Anak- anak yang hidup di jalanan, beserta dengan keluarga mereka.
Untuk jumlahnya sendiri, jumlah anak jalanan terus betambah setiap
tahunnya. Lembaga Perlindungan Anak mencatat pada tahun 2003
terdapat 20.665 anak jalanan di Jawa Barat dan 4.626 di antaranya berada
di kotamadya Bandung.
Data dari Pusdatin Kementerian Sosial RI tahun 2008 diketahui
populasi anak jalanan di seluruh nusantara 232.000 orang dan 12.000
diantaranya berada diwilayah Jabotabek serta 8000 ada di Jakarta. Begitu pula
di Semarang yang merupakan ibu kota provinsi Jawa Tengah jumlah anak
jalanan pun semakin tahun mengalami peningkatan. Dari data pada tahun
2005 terdapat 335 anak. Pada tahun 2007 didapatkan data sebanyak 416
menurut yayasan Setara Semarang. Peningkatan ini semakin signifikan tiap
tahunnya, bahkan berdasarkan majalah Gemari edisi 106 tahun 2010,
menyebutkan bahwa jumlah anak jalanan di Semarang mencapai hampir 2000
anak.
Menurut Moeliono dalam penelitian Mardiana mengenai perilaku
belajar pada anak jalanan menyebutkan pada dasarnya tidak ada satu faktor
tunggal yang menyebabkan anak berada, tinggal, maupun hidup di jalanan
dan menjadi anak jalanan. Akan tetapi penyebabnya adalah banyak faktor
(multifaktor) yang saling terkait satu sama lain sehingga dapat menyebabkan
seorang anak menjadi anak jalanan. Faktor tersebut antara lain kemiskinan,
faktor keluarga, dan pengaruh lingkungan.
Kemiskinan, persoalan dalam keluarga atau hubungan keluarga yang
buruk dan pengaruh lingkungan sebaya yang secara bersamaan dapat
memberi tekanan yang begitu besar pada anak sehingga meninggalkan rumah
dan melarikan diri ke jalan untuk mencari kebebasan, perlindungan dan
dukungan dari jalanan dan dari rekan- rekan senasibnya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian
Pada Masyarakat Universitas Semarang pada tahun 2008, didapatkan
hasil bahwa banyak faktor melatarbelakangi seorang anak menjadi anak
jalanan antara lain kemiskinan (83,33%), keretakan keluarga (1,96%), orang
tua tidak paham dan tidak memenuhi kebutuhan sosial anak (0,98%), dan
lainnya adalah keinginan sendiri, sering dipukul orang tua, dan ingin bebas
(13,7%). Kemiskinan tetap merupakan salah satu faktor utama yang
melatarbelakangi seorang anak menajdi anak jalanan. Akibatnya pendidikan
pada anak jalanan pun menjadi terabaikan. Di Semarang kurang lebih
60,79% tidak bersekolah dan hanya 39,21% saja yang mengenyam
pendidikan baik pendidikan TK, SD, SMP, ataupun SMA. Sehingga akses
untuk memperoleh informasi untuk menambah pengetahuan pada anak
jalanan pun menjadi terbatas.

J. ASKEP ANAK JALANAN


1.Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak
dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien, jenis kelamin
(pria/wanita), usia, pendidikan, pekerjaan, status, kemudian  nama 
perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan
dibicarakan.
2) Alasan Masuk
Tanyakan kenapa klien dibawa ke RS atau keluhan utama yang
dirasakan oleh klien, atau mungkin klien mengatakan tidak tahu,
karena yang membawanya ke RS adalah keluarganya. Alasan masuk
tanyakan kepada klien dan keluarga.
3) Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien
menjadi seperti saat ini. Kaji riwayat antenatal, natal, dan pascanatal,
dan genetik atau keturunan. Kaji juga riwayat kesehatan keluarganya.
4) Aspek Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat
kelainan yang dialaminya, seperti tanda-tanda vital, berat badan,
tinggi badan, mata, telinga, dan semua yang mencakup pemeriksaan
fisik dari kepala sampai kaki. Perlu dilakukan pemeriksaan fisik :
a) Keadaan umum pasien saat dikaji, kesan kesadaran, tanda-tanda
vital (perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi,
dan perfusi jaringan). Kepala dan lingkar kepala hendaknya
diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan pengukuran diameter
oksipito-frontalis terbesar.
b) Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung sampai anak
usia 18 bulan.
c) Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah
anemis, penurunan penglihatan (visus).
d) Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
e) Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran,
hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi
(kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan gangguan
fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran (gondok) yang dapat
mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
f) Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
g) Thorak, bentuk simetris, gerakan
h) Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi
,wheezing).
i) Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
j) Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi
labia minor pada perempuan.
k) Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek memegang,
sensibilitas, tonus, dan motorik.
5) Aspek Psikososial
Genogram, Konsep diri, Hubungan social, Spiritual dengan
lingkungan, keluarga, atau teman bermainnya.
6) Status Mental
Lakukan pengkajian pada Penampilan, Pembicaraan, Aktivitas
motoric, lnteraksi selama wawancara, perilaku, dan hal-hal atau
kebiasaan yang berulang-ulang dilakukan.
7) Kebutuhan Persiapan Pulang
Kaji pola makan, pola BAB/BAK, Mandi, Berpakaian, lstirahat
dan tidur, Penggunaan obat, Pemeliharaan kesehatan, Kegiatan di
dalam rumah, Kegiatan di luar rumah
a) Analisa data
(1) Pohon masalah

Isolasi Sosial
Efect

Harga Diri Rendah


Core Problem

Defisit Perawatan Diri


Cause
(2) Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
Isolasi sosial
DS: klien mengatakan malas berkumpul dengan teman,
hanya ingin sendiri di kamar, klien mengatakan
sebelumnya sering dicuekin
DO: pasien tampak menyendiri, jarang bergaul atau
berbicara dengan teman lainnya
Harga diri rendah kronik
DS: mengkritik diri sendiri dan orang lain, perasaan tidak
mampu, rasa bersalah, perasaan negative tentang diri
sendiri, klien mengatakan bersedih dan kecewa.
DO: gangguan dalam hubunugan, pandangan yang
dimiliki bertentangan terhadap kemampuan personal,
merusak diri sendiri.
Defisit Perawatan Diri
DS : Pasien merasa lemah, Malas untuk beraktivitas,
Merasa tidak berdaya, merasa tidak bisa melakukan
hal apapun untuk merawat dirinya, tidak peduli
dengan penampilannya.
DO : Rambut kotor, acak – acakan, Badan dan pakaian
kotor dan bau, Mulut dan gigi bau, Kulit kusam
dan kotor, Kuku panjang dan tidak terawatt.

2.Diagnosa Keperawatan
a. Harga Diri Rendah Kronik
b. Defisit Perawatan Diri
c. Isolasi Sosial
3.Intervensi Keperawatan
a) Harga Diri Rendah Kronik
Tujuan Umum : Kien dapat meningkatkan harga dirinya
Tujuan khusus:
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Hubungan saling  percaya merupakan dasar untuk interaksi selanjutnya
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
(a) Perkenalkan diri dengan sopan
(b) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
(c) Jelaskan tujuan pertemuan
(d) Jujur dan menepati janji
(e) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
(f) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
Diskusikan tingkat kemampuan klen seperti menilai realitas, kontrol
diri atau integritas ego sebagai dasar asuha keperawatan.
Reinforcement  positif akan meningkatkan harga diri. Pujian yang
realistis tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya karna ingin
mendapat pujian
(a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
(b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
(c) Utamakan memberi pujian yang realistik.

TUK 3: Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.


Keterbukaan dan  pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah
prasarat untuk  berubah. Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
diri motivasi untuk tetap mempertahankan  penggunaanya.
(a) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan
(b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
TUK 4: Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Klien adalah individu ang  bertanggung  jawab terhadap dirinya
sendiri. Klien perlu  bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien utuk
melaksanakan kegiatan
(a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari
(b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
(c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
TUK 5: Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakitnya
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dirumah.
Reinforcement  positif akan meingkatkan harga diri. Memberikan
kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang  biasa
dilakukan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan
yang  biasa dilakukan
(a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
(b) Beri pujian atas keberhasilan klien
(c) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
TUK 6: Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri dirumah
Support system keluarga akan sangan  berpengaruh dalam
mempercepat  proses  penyembuhan. Meningkatkan  peran serta
keluarga dlam merawat klien dirumah.
(a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
(b) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
(c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

b) Defisit Perawatan Diri


Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK.
Tujuan Khusus :
TUK I : Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
(1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
(2) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
(3) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
(4) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
(5) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
TUK II : Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara
baik
Melatih pasien berdandan/berhias

Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:

(1) Berpakaian
(2) Menyisir rambut
(3) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
(4) Berpakaian
(5) Menyisir rambut
(6) Berhias
TUK III : Pasien mampu melakukan makan dengan baik
Melatih pasien makan secara mandiri
(1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
(2) Menjelaskan cara makan yang tertib
(3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
(4) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
TUK IV : Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
(1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
(2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
(3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
c) Isolasi Sosial
Tujuan Umum : Kelien mampu berinteraksi dengan lingkungan
sossialnya
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik karena Hubungan saling  percaya merupakan
dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.
(1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
(2) Perkenalkan diri dengan sopan
(3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
(4) Jelaskan tujuan pertemuan
(5) Jujur dan menepati  janji
(6) Tunjukan sifat empati dari menerima klien apa adanya.
(7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
TUK II : Klien dapat menyebutka n penyebab menarik diri
Diketahuinya  penyebab akan dapat dihubungkan dengan faktor
resipitasi yang dialami klien.
(1) kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
(2) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan  perasaan
penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
(3) diskusikan bersama klien tetang perilaku menarik diri dan tanda-
tanda serta  penyabab yang muncul
(4) berikn pujian terhadap kemampuan klien dalam menggunakan
perasaannya.
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan  berhubungan
dengan orang lain dan kerugian tidak  berhubungan dengan
orang lain
Klien harus dicoba  berinteraksi secara bertahap agar terbiasa
membina hubungan yang sehat dengan orang lain
(1) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
(2) beri kesempatan dengan klien untuk mengungkapkan  perasaan
tentang keuntungan  berhubungan dengan orang lain.
(3) diskusikan bersma klien tentang keuntungan  berhubungan dengan
orang lain.
(4) beri reinforcement  positif terhadap kemampuan  pengungkapan
perasaan tentang keuntungan  berhubungan dengan orang lain
(5) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
(6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan  perasaan
tentang kerugian tidak  berhubungan dengan orang lain.
(7) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
(8) Beri reinforcement  positif terhadap kemampuan  pengungkapan
perasaan tentang kerugian tidak  berhubungan dengan orang lain.
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial scara
bertahap.
(1) kaji kemampuan klien membina hubungam dengan orang lain.
(2) dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
K-p
K-P-P Lain
K-P-P lain –  K lain
K-P-Kel/Klp/Masy
(3)  beri reinforcement terhadap keberhasilan yang dicapai.
(4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat  berhubungan
(5) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu
(6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
(7) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
TUK V : Klien dapat mengungkap kan  perasaannya setelah
berhubungan dengan orange lain.
(1) dorong klien untuk mengungkapkan  perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain.
(2) Deskusikan dengan klien tentang manfaat  berhubungan dengan
orang lain
(3) Beri reinforcement  positif atas kemampuan klien mengungkapkan
klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
TUK VI : Klien dapat memberdaya kan system  pendukung atau
keluarga mampu mengemban gkan kemampuan klien untuk
berhubungan dengan orang lain.
Keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses  perubahan
perilaku klien.
(5) bisa berhubungan saling  percaya dengan keluarga : salam,
perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak, eksplorasi
perasaan keluarga
(6) diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku menarik
diri, penyebab perilaku manrik diri, akibat yang akan terjadi  jika
perilaku manrik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi
klien menarik diri
(7) dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada
klien untuk  berkomunikasi dengan orang lain.
(8) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu minggu sekali.
(9) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.

6. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Implementasi yaitu melakukan tindakan keperawatan terhadap klien sesuai
dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh klien. Sebelum melakukan
tindakan perawat perlu memperhatikan:
a. Memvalidasi dg singkat: rencana tindakan masih sesuai dg kondisi
klien saat ini (here and now)
b. Menilai diri sendiri: kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal
c. Apakah aman bagi klien
d. Buat kontrak dg klien: jelaskan apa yg akan dilaksanakan & peran
serta klien yg diharapkan
7. Evaluasi
Proses yg berkelanjutan utk menilai efek dari tindakan keperawatan yg
sudah diberikan. Evaluasi ada dua yaitu, evaluasi proses (formatif) : setiap
selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil (sumatif) : dilakukan dg
membandingkan respon pada TUK & TUM. Evaluasi dg menggunakan
SOAP
S : respon subjektif klien thd tindakan yg telah diberikan
O : respon objektif klien thd tindakan yg telah diberikan
A : analisa ulang atas DS & DO  simpulkan  masalah tetap,
teratasi/tercapai atau muncul masalah baru
P : rencana/tindak lanjut berdasarkan hasil analisa (P & K)

K. KONSEP KORBAN PEMERKOSAAN


1. Defenisi Pemerkosaan
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti
mencari, mamaksa, merampas atau membawa pergi (Haryanto, 1997).
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual
yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara
yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam
prasetyo, 1997)
Menurut Muladi pengertian tindak pidana perkosaan pada Pasal 423
RKUHP tidak hanya berkaitan dengan perkosaan dengan kekerasan
(violence rape), tetapi juga mencakup persetubuhan yang bertentangan
dengan kehendak perempuan; tanpa persetujuan; karena penipuan; atau
karena hukum (statutory rape) wanita masih dibawah umur 14 tahun; atau
karena pinsan atau tidak berdaya; demikian pula apabila kondisi tersebut
dilakukan dengan “oral” atau “anal”, atau dengan menggunakan “benda
yang bukan anggota tubuhnya (artificial organ)” (Mulyadi, RKUHP. 2004:
75).
2. Penyebab Terjadinya Pemerkosaan
a. Kemarahan
b. Mencari kepuasan seksual
c. Prilaku wanita-wanita yang menggoda
d. Gambar atau film porno

3. Resiko Psikis dan Kesehatan Reproduksi


a. Korban perkosaan biasanya mengalami trauma
b. Rasa takut yang berkepanjangan
c. Tidak mampu kembali berinteraksi secara sosial dengan masyarakat
secara normal
d. Tak jarang dikucilkan dan buang oleh lingkungannya karena dianggap
membawa aib
e. Resiko tinggi menjadi tidak mampu melakukan aktivitas seksual secara
normal pada kehidupannya dimasa datang
f. Bentuk-bentuk Perkosaan yang Diakui dan Dikenal
g. Perkosaan merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana seksual, jika
ditinjau dari bentuk pemerkosaan dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Perkosaan oleh orang tak dikenal (stranger rape)
2) Perkosaan orang teman kencan atau pacar (date rape)
3) Perkosaan oleh orang yang dikenal (acquaintance rape)
4) Perkosaan oleh pasangan perkawinan (marital rape)
5) Pelecehan seksual (sexual harassment)
6) Perkosaan oleh atasan di tempat kerja (office rape)
7) Perkosaan dalam perkawinan atau hubungan seksual sedarah
(incest).
(Sumber : Jurnal Perempuan Edisi 50, Mei 2007).

4. Fase Reaksi Psikolog Terhadap Perkosaan


a. Fase disorganisasi akut
Fase yang di manifestasikan dalam 2 cara :
1) Keadaan terekspresi yaitu syok, tidak percaya, takut, rasa
memalukan, marah dan bentuk emosi yang lainnya.
2) Keadaan terkontrol, dimana perasaan tertutup atau tersembunyi
dan korban tampak tenang
b. Fase menyangkal dan tanpa keinginan untuk bicara tentang kejadian,
diikuti tahap cemas yang meningkat, takut mengingat kembali,
gangguan tidur, terlalu waspada dan reaksi psikosomatik.
c. Fase Reorganisasi
Dimana kejadian ditempatkan pada perspektif, beberapa korban
tidak benar-benar pulih dan mengembangkan gangguan stress kronik.

5. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah memberikan dukungan simpatis,
untuk menurunkan trauma, emosional pasien dan mengumpulkan bukti
yang ada untuk kemungkinan tindakan legal.
a. Hormati privacy dan sensitifitas pasien, bersikap baik dan
memberikan dukungan.
b. Yakinkan pasien bahwa cemas adalah sesuatu yang dialami.
c. Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasa.
d. Jangan tinggalkan pasien sendiri

L. ASKEP KORBAN PEMERKOSAAN


1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan
dan kontrak dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien,
jenis kelamin (pria/wanita), usia, pendidikan, pekerjaan, status,
kemudian nama perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan,
topik yang akan dibicarakan.
2) Alasan Masuk
Tanyakan kenapa klien dibawa ke RS atau keluhan
utama yang dirasakan oleh klien, atau mungkin klien mengatakan
tidak tahu, karena yang membawanya ke RS adalah keluarganya.
Alasan masuk tanyakan kepada klien dan keluarga.
3) Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku
klien menjadi seperti saat ini. Kaji riwayat antenatal, natal, dan
pascanatal, dan genetik atau keturunan. Kaji juga riwayat
kesehatan keluarganya.
4) Aspek Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi
organ akibat kelainan yang dialaminya, seperti tanda-tanda vital,
berat badan, tinggi badan, mata, telinga, dan semua yang
mencakup pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki. Perlu
dilakukan pemeriksaan fisik :
(1) Keadaan umum pasien saat dikaji, kesan kesadaran, tanda-
tanda vital (perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system
sirkulasi, dan perfusi jaringan). Kepala dan lingkar kepala
hendaknya diperiksa sampai anak usia 2 tahun dengan
pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar.
(2) Ubun-ubun normal : besarrata atau sedikit cekung sampai
anak usia 18 bulan.
(3) Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva
adakah anemis, penurunan penglihatan (visus).
(4) Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
(5) Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran,
hyperemia), adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan
gigi (kotor atau tidak, adakah kelainan, bengkak, dan
gangguan fungsi). Kelenjar tiroid adakah pembesaran
(gondok) yang dapat mengganggu proses pertumbuhan dan
perkembangan anak.
(6) Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
(7) Thorak, bentuk simetris, gerakan
(8) Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan
(ronkhi ,wheezing).
(9) Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
(10) Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor
menutupi labia minor pada perempuan.
(11) Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek
memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
b. Aspek Psikososial
Genogram, Konsep diri, Hubungan social, Spiritual
dengan lingkungan, keluarga, atau teman bermainnya.
c. Status Mental
Lakukan pengkajian pada Penampilan, Pembicaraan,
Aktivitas motoric, lnteraksi selama wawancara, perilaku, dan hal-
hal atau kebiasaan yang berulang-ulang dilakukan.
d. Kebutuhan Persiapan Pulang
Kaji pola makan, pola BAB/BAK, Mandi, Berpakaian,
lstirahat dan tidur, Penggunaan obat, Pemeliharaan kesehatan,
Kegiatan di dalam rumah, Kegiatan di luar rumah
e. Analisa Data
1) Pohon Masalah

Isolasi Sosial
Efect

Harga Diri Rendah Kronik


Core Problem

Sindrom Pasca Trauma


Cause

2) Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


a. Harga diri rendah kronik
DS: mengkritik diri sendiri dan orang lain, perasaan tidak
mampu, rasa bersalah, perasaan negative tentang diri
sendiri, klien mengatakan bersedih dan kecewa.
DO: gangguan dalam hubunugan, pandangan yang dimiliki
bertentangan terhadap kemampuan personal, merusak
diri sendiri.
b. Sindrom Pasca Trauma
DS : Perubahan konsentrasi, mudah marah, sakit kepala,
ketakutan, mempi buruk, merasa malu, riwayat
perpisahan.
DO : amati perubahan perilaku klien, perilaku kompulsif,
amati perubahan mood yang dialami klien.
c. Isolasi sosial
DS: klien mengatakan malas berkumpul dengan teman, hanya
ingin sendiri di kamar, klien mengatakan sebelumnya
sering dicuekin
DO: pasien tampak menyendiri, jarang bergaul atau berbicara
dengan teman lainnya

2. Diagnosa Keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Sindrom Pasca Trauma
c. Isolasi sosial

3. Intervensi
1) Harga Diri Rendah Kronik
Tujuan Umum : Kien dapat meningkatkan harga dirinya
Tujuan khusus:
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk interaksi
selanjutnya
(a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
(b) Perkenalkan diri dengan sopan
(c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
(d) Jelaskan tujuan pertemuan
(e) Jujur dan menepati janji
(f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
(g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
Diskusikan tingkat kemampuan klen seperti menilai realitas,
kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuha
keperawatan. Reinforcement positif akan meningkatkan harga
diri. Pujian yang realistis tidak menyebabkan melakukan
kegiatan hanya karna ingin mendapat pujian
(a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien
(b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu
klien.
(c) Utamakan memberi pujian yang realistik.
TUK 3: Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang
dimiliki adalah prasarat untuk berubah. Pengertian tentang
kemampuan yang dimiliki diri motivasi untuk tetap
mempertahankan penggunaanya.
(a) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan
(b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
TUK 4: Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Klien adalah individu ang bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri. Klien perlu bertindak secara realistis dalam
kehidupannya. Contoh peran yang dilihat klien akan
memotivasi klien utuk melaksanakan kegiatan
(a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari
(b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
(c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
TUK 5: Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakitnya
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dirumah.
Reinforcement positif akan meingkatkan harga diri.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan
kegiatan yang biasa dilakukan kesempatan kepada klien untuk
tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan
(a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
(b) Beri pujian atas keberhasilan klien
(c) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
TUK 6: Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang
ada.
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri
dirumah Support system keluarga akan sangan berpengaruh
dalam mempercepat proses penyembuhan. Meningkatkan
peran serta keluarga dlam merawat klien dirumah.
(a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
mearwat klien dengan harag diri rendah.
(b) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien
dirawat.
(c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

2) Sindron Pasca Trauma


Kemungkinan Penyebab :
a) Riwayat trauma dan penganiyaan pada diri sendiri atau
keluarga.
b) Riwayat pernah diserang.
c) Pengalaman militer selama waktu perang.
Batasan karakteristik :
a) Kembali memgalami trauma melalui kilas balik, mimpi-
mimpi buruk di malam hari, atau pikiran intrusif
/mengganggu.
b) Gangguan tidur, termasuk mimpi buruk.
c) Swamedikasi (pengobatan yang dilakukan sendiri) untuk
mengurangi nyreri emosi atau fisik

TUM : Klien mampu mengontrol respon pribadi yang


berhubungan dengan situasi traumatik dan memperoleh
kembali tingkat fungsi yang dapat diterima secara sosial.
TUK I : Klien mendiskusikan peristiwa traumatik yang
dialaminya dengan perawat.
Intervensi dan Rasional :
(1) Dorong klien untuk mendeskripsikan pengalaman
trauma yang dialaminya. Sangat penting untuk
mengidentifikasi trauma dan cedera yang
diakibatkannya untuk dapat memberikan intervensi
krisis.
(2) Dukung upaya klien untuk mengekspresikan
perasaannya mengenai trauma dengan mendorong
ekspresi emosi, menangis, atau mengungkapkan rasa
kehilangan dan rasa sakitnya. Ekspresi perasaan akan
membantu mengurangi ansietas dan memfasilitasi rasa
berduka, dengan demikian memungkinkan klien untuk
memulai proses penyembuhan.
(3) Kenali rasa marah klien, permintaan, atau perilaku
penganiyayaannya, dan bantu klien mengekspresikan
kemarahannya secara tepat dalam batas waktu tertentu.
Memperkenalkan klien untuk mengungkapkan
perasaannya saat memberikan kebutuhan keamanan
adalah dua buah prioritas dalam intervensi keperawatan.
(4) Dorong klien untuk membicarakan rasa takuut yang
berhubungan dengan pengalaman traumanya. Sebuah
diskusi yang realistik mengenai rasa takut klien dapat
membantunya menentukan cara-cara yang dapat
digunakan untuk mengurangi bahaya cedera atau
serangan yang berhubungan dengan rasa takut.

TUK II : klien berpartisipasi dalam perawatan lanjutan


Intervensi dan Rasional
(1) Bersama klien berupaya untuk mengkaji luasnya luka,
dan menentukan perawatan yang diperlukan. Tindakan
ini sangat penting untuk intervensi yang cepat dan
untuk pembuatan rencana perawatan.
(2) Atur transportasi, dan minta seseorang untuk menemani
klien ke sebuah pusat kedaruratan atau klinik untuk
memperoleh perawatan lanjutan. Klien mungkin merasa
takut dan tidak dapat mengambil keputusan untuk
berupaya memperoleh perawatan kesehatan.
(3) Ajari klien bagaimana bisa tetap aman dalam
komunitas, mengidentifikasi tempat untuk berlindung.
Informasi ini membantu klien memperoleh kontrol atas
keamanan pribadinya.
(4) Bicarakan kepada klien tentang cara menghindari
situasi yang dapat meningkatkan resiko kecelakaan dan
kekerasan. Memberi berbagai pengetahuan mengenai
lingkungn kepada klien dapat membantu mengurangi
perasaan rentan klien.

3) Isolasi Sosial
Tujuan Umum : Kelien mampu berinteraksi dengan
lingkungan sossialnya
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi terapeutik karena
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.
(a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
verbal
(b) Perkenalkan diri dengan sopan
(c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
yang disukai klien
(d) Jelaskan tujuan pertemuan
(e) Jujur dan menepati janji
(f) Tunjukan sifat empati dari menerima klien apa adanya
(g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien.
TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Diketahuinya penyebab akan dapat dihubungkan dengan
faktor resipitasi yang dialami klien.
(a) kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri
dan tanda-tandanya
(b) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau tidak mau
bergaul
(c) diskusikan bersama klien tetang perilaku menarik diri
dan tanda-tanda serta penyabab yang muncul
(d) berikn pujian terhadap kemampuan klien dalam
menggunakan perasaannya.
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
Klien harus dicoba berinteraksi secara bertahap agar
terbiasa membina hubungan yang sehat dengan orang lain
(a) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan
keuntungan berhubungan dengan orang lain.
(b) beri kesempatan dengan klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan
orang lain.
(c) diskusikan bersma klien tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
(d) beri reinforcement positif terhadap kemampuan
pengungkapan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
(e) kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain
(f) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
(g) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
(h) eri reinforcement positif terhadap kemampuan
pengungkapan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial scara
bertahap.
f. kaji kemampuan klien membina hubungam dengan
orang lain.
g. dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan
orang lain melalui tahap :
K-p
K-P-P Lain
K-P-P lain – K lain
K-P-Kel/Klp/Masy
h. beri reinforcement terhadap keberhasilan yang dicapai.
i. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
j. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan
bersama klien dalam mengisi waktu
k. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
l. Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam ruangan.
TUK V : Klien dapat mengungkap kan perasaannya setelah
berhubungan dengan orange lain.
(a) dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain.
(b) Deskusikan dengan klien tentang manfaat
berhubungan dengan orang lain
(c) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien
mengungkapkan klien manfaat berhubungan dengan
orang lain.
TUK VI : Klien dapat memberdaya kan system pendukung
atau keluarga mampu mengemban gkan kemampuan klien
untuk berhubungan dengan orang lain.
Keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses
perubahan perilaku klien.
(a) bisa berhubungan saling percaya dengan keluarga :
salam, perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat
kontrak, eksplorasi perasaan keluarga
(b) diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku
menarik diri, penyebab perilaku manrik diri, akibat
yang akan terjadi jika perilaku manrik diri tidak
ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien menarik
diri
(c) dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan
kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
(d) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu minggu sekali.
(e) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga.

4.Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Implementasi yaitu melakukan tindakan keperawatan
terhadap klien sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh
klien. Sebelum melakukan tindakan perawat perlu memperhatikan:
1) Memvalidasi dg singkat: rencana tindakan masih sesuai dg
kondisi klien saat ini (here and now)
2) Menilai diri sendiri: kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal
3) Apakah aman bagi klien
4) Buat kontrak dg klien: jelaskan apa yg akan dilaksanakan &
peran serta klien yg diharapkan

5. Evaluasi
Proses yg berkelanjutan utk menilai efek dari tindakan
keperawatan yg sudah diberikan. Evaluasi ada dua yaitu, evaluasi
proses (formatif) : setiap selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi
hasil (sumatif) : dilakukan dg membandingkan respon pada TUK
& TUM. Evaluasi dg menggunakan SOAP
S : respon subjektif klien thd tindakan yg telah diberikan
O : respon objektif klien thd tindakan yg telah diberikan
A : analisa ulang atas DS & DO  simpulkan  masalah tetap,
teratasi/tercapai atau muncul masalah baru
P : rencana/tindak lanjut berdasarkan hasil analisa (P & K)
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia 2013, men-jelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah: “Anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik,
mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara
signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya”.
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual
yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang
dinilai melanggar menurut moral dan hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo,
1997).
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,
pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas
tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan,
tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman
terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).
Traffcking merupakan pengiriman, penampungan, penerimaan
seseorang dengan ancaman, pemaksaan,penculikan dan kebohongan dengan
cara mengeksploitasi untuk memperoleh persetujuan menggunakan orang
yang berkuasa yang meliputi adopsi, pemekerjaan, motif eksploitasi seks dan
transplantasi organ.
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau
saksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
Anak jalanan adalah anak yang berusia 5- 18 tahun baik laki- laki
maupun perempuan yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di
jalanan kawasan urban, memiliki komunikasi yang minimal atau sama sekali
tidak pernah berkomunikasi dengan keluarga dan kurang pengawasan,
perlindungan, dan bimbingan sehingga rawan terkena gangguan kesehatan
dan psikologi.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk penulisan makalah di masa yang akan datang. Semoga makalah ini
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, ataupun
seluruhnya, dan meningkatkan rasa cinta dan syukur kita kepada Allah SWT
dan Rasulullah SAW. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006.
Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada
Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC
Alimul H, A. Aziz. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Perawatan. Jakarta: Salemba Medika
Ade, DH. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Ernawati. 2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Keliat, Farida Kusumawat. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
Stuart GW, Sundeen SJ. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:
EGC
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
https://www.scribd.com/document/363820786/ASKEP-KDRT-docx
https://www.perawatkitasatu.com/2017/10/harga-diri-rendah-situasional-nanda-
nic.html
https://www.perawatkitasatu.com/2017/09/ansietas-nanda-nic-noc.html
https://www.scribd.com/doc/314264739/Asuhan-Keperawatan-Kekerasan-Dalam-
Rumah-Tangga

Anda mungkin juga menyukai