Oleh :
Septian Dwi Andika
113122076
b. Etiologi
c. Patofisiologi
Kuman atau mikroorganisme penyebab terjadinya infeksi hingga mencapai
sepsis neonatorum ini dapat melaui beberapa cara, yaitu:
1) Masa antenatal (sebelum melahirkan)
Pada periode masa antenatal atau kondisi sebelum melahirkan
mikroorganisme yang berasal dari ibu akan melewati plasenta serta
umbilikus dan akan masuk menuju tubuh bayi dengan perantara sirkulasi
darah yang ada pada janin. Kuman/mikroorganisme yang dapat menembus
bagian plasenta diantaranya yaitu virus rubella, hepatitis, influenza,
herpes, koksaki, parotis, dan sitomegalo. Sedangkan bakteri yang dapat
menembus plasenta berupa malaria, taksoplasma, serta bakteri sifilis.
2) Masa intranatal atau masa persalinan
Terjadinya sepsis neonatorum pada bayi di masa intranatal/persalinan
diakibatkan oleh kuman yang berada di vagina dan serviks telah naik hingga
mencapai korion dan amnion dari janin. Kondisi ini akan mengakibatkan
terjadinya amnionitis dan karionitis yang selanjutnya kuman tersebut akan
berjalan melalui umbilikalis untuk masuk ke dalam tubuh janin. Selain itu,
cairan amnion yang telah terinfeksi oleh kuman dapat terinhalasi janin
sehingga masuk pada bagian traktus digestivus serta traktus respiratorius
yang akan menimbulkan terjadinya infeksi. Selain melalui hal tersebut, bayi
juga dapat terinfeksi melalui kulit dan port the entry/jalan masuk lain ketika
bayi melalui jalan lahir ibu yang telah mengalami kontaminasi dengan
kuman. Seperti kontaminasi herpes genitalis, candida albicans, atau bahkan
gonorrea.
3) Masa pascanatal atau kondisi sesudah melahirkan
Terjangkitnya infeksi pada masa pascanatal ini secara umum
diakibatkan oleh infeksi nasokominal yang ada di lingkungan luar dari
rahim, seperti melalui alat-alat pengisap lendir rumah sakit, selang infus,
botol minuman/dot bayi, dan masih banyak lainnya. Selain itu luka
umbilikus juga dapat menjadi tempat terjadinya infeksi (Rukmasari, E. A,
2010).
e. pemeriksaan penunjang
1) Radiografi
Pemeriksaan radiografi seharusnya dilakukan sebagai bagian dari
evaluasi diagnostik dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit
saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan
difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin
menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang terlihat dengan
sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi
lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga
osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis.
2) Pemeriksaan labolatorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menunjukan
penetapan diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat
digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil
pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, leukositosis, laju
endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak
selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan
perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus,
lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan
isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis,
setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman
yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi
terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain
pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan
protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila
terdapat kerusakan jaringan (Surasmi, 2013).
f. Penanganan
Penatalaksanaan dari sepsis neonatorum ini berupa pemberian
terapi secara farmakologi, dengan prinsip pengobatan berupa
mempertahankan kondisi metabolisme serta memberbaiki kondisi bayi
dengan pemberian cairan melalui intravena serta termasuk pemberian dan
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Menurut Victor Y. H dan Hans E. Monintja
(2016), pemberian antibiotik ini harus berdasarkan hasil dari pemantauan
mikrobiologi, bersifat murah dan mudah untuk diperoleh, tidak bersifat
toksik, menembus sawar darah otak, dan pemberiannya secara parenteral.
Pemilihan obat harus disesuaikan dengan hasil dari tes resistensi bayi.
Dosis antibiotik yang dapat diberikan untuk bayi sespsis neonatorum,
yaitu:
1) Ampisilin 200 mg/Kg BB/hari, dengan pembagian pemberian kepada
bayi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
2) Gentamisin 5mg/Kg BB/hari, dengan pembagian pemberian kepada
bayi dalam 2 kali pemberian.
3) Kloramfenikol 25 mg/Kg BB/hari, dengan pembagian pemberian
kepada bayi dalam 3 atau 4 kali pemberian.
4) Sefalosporin 100 mg/Kg BB/hari, dengan pembagian pemberian
kepada bayi dalam 2 kali pemberian.
5) Eritromisin 50mg/Kg BB/hari, dibrikan dengan membagi dalam 3
dosis kepada bayi.
Pathway
Etiologi
Sepsis Neonatorum
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler Sistem pencernaan Proses inflamasi
Respon humoral
Septikemia dan
Hipotensi kulit yang Mual, muntah,
viremia
lembab, pucat, serta sianosis anoreksia
Aktifasi Sel
Mast dan Basofil
Melepaskan
Pelepasan Histamin PERFUSI PERIFER DEFISIT NUTRISI interleukin 1 serta
Aktivasi Bradikinin TIDAK AKTIF prostaglandin 2
Hipoventilasi Dehidrasi
HIPERTERMIA
Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia b.d Penngkatan permeabilitas pada kapiler d.d turgor kulit
kurang elastis, kering, dan keriput.
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d reflek
menghisap lemah disertai berat badan bayi menurun
3. Hipertermia b.d infeksi d.d suhu tubuh di atas ambang batas normal yaitu
38°C dan kondisi kesadaran bayi somnolen..
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d kekurangan volume cairan d.d kulit
ikterik, turgor kulit kurang elastis dengan kondisi yang kering dan keriput.
5. Pola Napas Tidak Efektif b.d. penurunan energi d.d dispnea, penggunaan o
tot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang dan pola napas abnormal
Rencana Tindakan Keperawatan
Belachew, A. & Tewabe, T. Neonatal Sepsis and Its Association with Birth
Weight and Gestational Age Among Admitted Neonates in Ethiopia :
Systematic Review and Meta-analysis. BMC Pediatrics, 20(55), 1 – 7.
Hasanah, N., Lestari, H., & Rasma, R. (2016). Analisis Faktor Risiko Jenis
Kelamin Bayi, BBLR, Persalinan, Prematur, Ketuban Pecah Dini dan
Tindakan Persalinan dengan Kejadian Sepsis Neonatus di Rumah Sakit
Bahtermas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Unsyiah, 1(3), 185324
Mainolo, F. M., Fatmwati, I., & Mudrikatin, S. (2020). Asuhan Kebidanan pada
By. Ny. “S” NKB Umur 22 Hari dengan Sepsis Neonatorum di Ruang
Paviliun Anggrek RSUD Jombang. Jurnal Akademika Husada, 11(1), 72
– 85.