Anda di halaman 1dari 9

ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA

PROGRAM PROFESI NERS

Laporan Pendahuluan Micro Cephaly


di Ruang Selincah I Instalasi Kesehatan Anak
Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang

Oleh :
MELLYSA DWI PUTRI
04064822326015

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN MICROCEPHALY

1. Definisi
Mikrosefali adalah kelainan yang membuat kepala bayi berukuran lebih kecil
dibanding normal. Kondisi ini bisa terjadi sejak bayi lahir, tapi dapat terjadi seiring
masa pertumbuhannya. Apabila terjadi sejak lahir, mikrosefali disebabkan oleh
perkembangan otak janin yang tidak sempurna. Pertumbuhan kepala bayi terjadi
karena adanya perkembangan otak selama masa kehamilan. Pada bayi dengan
mikrosefalus, otaknya belum atau tidak berkembang normal selama masih di dalam
kandungan. Akibatnya, ukuran kepala bayi menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.
Selain gangguan pada masa kehamilan, mikrosefalus juga dapat terjadi akibat
terhentinya perkembangan otak pada bayi setelah lahir (Kemenkes, 2022).

2. Etiologi
Kementerian Kesehatan Tahun 2022 menyebutkan faktor yang menyebabkan
mikro sefalis antara lain:
a. Infeksi pada ibu hamil, misalnya toksoplasmosis, Campylobacter
pylori, cytomegalovirus, herpes, rubella, sifilis, HIV, hingga virus Zika.
b. Kelainan genetik, seperti sindrom Down atau sindrom Angelman.
c. Kekurangan nutrisi pada ibu hamil atau janin yang dikandungnya.
d. Paparan zat berbahaya pada ibu hamil, seperti logam (arsenik atau merkuri),
alkohol, rokok, radiasi, atau NAPZA.
e. Kelainan pada struktur tengkorak bayi, seperti craniosynostosis, yaitu kondisi
ketika ubun-ubun bayi menutup lebih cepat.
f. Komplikasi saat masa kehamilan atau persalinan, seperti cerebral anoxia, yakni
kekurangan pasokan oksigen ke otak janin.
g. Cacat bawaan lahir, seperti fenilketonuria, yaitu kondisi yang menyebabkan tubuh
tidak mampu mengurai asam amino fenilalanin.

3. Patofisiologi
Patofisiologi mikrosefali atau microcephaly dimulai dari fase perkembangan
sistem saraf pusat. Otak embrio awalnya terdiri dari progenitor saraf dalam daerah
ventrikuler neural tube. Progenitor saraf ini akan berdiferensiasi membentuk neuron-
neuron dan berhubungan langsung dengan ukuran serta morfologi otak. Seiring
dengan waktu, neuron berkembang membentuk area subventrikular dan menambah
populasi neuron di otak yang kaya akan pembuluh darah. Secara patogenesis,
mikrosefali diakibatkan oleh terhambatnya perkembangan otak ketika fase
pertumbuhan (mikrosefali primer) dan cedera pada otak yang sebelumnya
berkembang normal (mikrosefali sekunder). (Devakumar, 2018).
a. Mikrosefali Primer
Area subventrikular dan ventrikuler yang kaya akan pembuluh darah sering
menjadi target dari agen infeksius. Gangguan dari proses perkembangan otak,
misalnya penurunan jumlah progenitor saraf dalam sistem saraf pusat,
ketidakseimbangan sel progenitor dan sel yang berdiferensiasi, terhambatnya siklus
sel, atau diferensiasi neuron prematur kemudian akan mengurangi ukuran otak.
Mikrosefali menyebabkan korteks serebri yang lebih kecil dan berkurangnya
jumlah neuron. Akibatnya, terjadi gangguan pada pertumbuhan anak, misalnya
pada kognitif, visual, kemampuan berbahasa, dan risiko epilepsi (Bom, 2021).
b. Mikrosefali Sekunder
Mikrosefali juga bisa diakibatkan oleh cedera atau gangguan pada otak yang
sebelumnya berkembang baik dan sering disebabkan oleh infeksi. Infeksi
cytomegalovirus menyebabkan penurunan regulasi sex determining region Y-box 2
(SOX2) dan Nestin protein sehingga mengganggu kerja progenitor. Infeksi herpes
simplex virus (HSV) akan mencetuskan respon imun yang menstimulasi proliferasi
sel prematur. Infeksi rubella diduga menyebabkan proses neurodegeneratif dan
menurunkan siklus sel. Terjadi penurunan jumlah dendrit dan penurunan koneksi
sinaptik otak (Bom, 2021).

4. Manifestasi Klinik
Menurut Ety (2019) tanda dan gejala yang timbul pada penderita mikro sefali yaitu :
a. Tangisan bayi bernada tinggi.
b. Kesulitan menyusu
c. Gangguan penglihatan
d. Gangguan pendengaran
e. Hambatan pada tumbuh kembang bayi.
f. Gangguan dalam proses belajar.
g. Hiperaktif
h. Kejang

5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Kemenkes (2022) mikrosefalus dapat didiagnosis saat janin masih
berada dalam kandungan atau setelah bayi dilahirkan. Pada masa kehamilan,
mikrosefalus dapat dideteksi melalui USG. USG dapat dilakukan saat mendekati akhir
trimester kedua kehamilan atau di awal trimester ketiga kehamilan.Sedangkan pada
bayi yang baru lahir, dokter dapat mencurigai mikrosefalus melalui tanda dan gejala
pada bayi. Namun, diagnosis akan diperkuat dengan pengukuran lingkar kepala, yang
dilakukan kurang dari 24 jam setelah bayi dilahirkan.
Jika ukuran kepala bayi kurang dari normal, dokter akan melakukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan kondisi ini, antara lain :
a. Tes darah
b. Tes urine
c. USG kepala
d. CT scan
e. MRI

6. Masalah Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (penurunan kesadaran)
c. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir.
b. Menganjurkan mengonsumsi makanan sehat serta bergizi lengkap dan seimbang
pada masa kehamilan.
c. Mengedukasi ibu untuk tidak merokok dan menjauhi asap rokok ketika hamil.
d. Mengedukasi ibu untuk menjauhkan diri dari paparan zat-zat kimia.
8. Penatalaksanaan Medis
Penanganan mikrosefalus akibat craniosynostosis dapat dilakukan dengan
operasi. Tindakan tersebut dilakukan untuk memisahkan tulang yang menyatu di
tengkorak bayi. Jika tidak ada gangguan lain pada otak bayi, operasi ini
memungkinkan otak bayi tumbuh dan berkembang dengan baik. Sedangkan
mikrosefalus akibat kondisi lain belum dapat disembuhkan. Metode yang tersedia
sebatas untuk membantu perkembangan fisik dan perilaku, serta mengatasi kejang
pada bayi (Kemenkes, 2022).
9. Perencanaan Keperawatan
DIAGNOSIS TUJUAN & INTERVENSI
KIRTERIA HASIL
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
Observasi
b.d depresi pusat tindakan keperawatan
- Monitor jalan napas
pernapasan d.d dispnea, selama …x ….
(frekuensi,
fase ekspiraasi diharapkan pola napas
kedalaman, usaha
memanjang, penggunaan membaik dengan kriteria
napas)
otot bantu napas, pola hasil :
- Monitor bunyi napas
napas abnormal - Dispnea menurun
tambahan (misal
- Pemanjangan fase
gurlgling, mengi,
ekspirasi menurun
wheezing, ronkhi)
- Frekuensi napas
Terapeutik
membaik
- Posisikan semi fowler
- Kedalaman napas
Kolaborasi
membaik
- Berikan oksigen

Defisit nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


Observasi
psikologis (penurunan intervensi selama … x….
- Monitor asupan
kesadaran) d.d. berat maka status nutrisi makanan
- Monitor berat
badan menurun minimal membaik dengan kriteria
badan
10% di bawah rentang hasil: Terapeutik
- Berikan makanan
ideal - Porsi makanan
tinggi serat untuk
yang dihabiskan mencegah
konstipasi
meningkat
- Berikan makanan
- Berat badan tinggi karbohidrat
tinggi protein
membaik
Edukasi
- Indeks massa - Anjurkan posisi
tubuh (IMT) duduk
Kolaborasi
membaik - Kolaborasi
pemberian
medikasi (pereda
nyeri, antimietik)
jika perlu
Hipovolemia b.d Setelah dilakukan Manajemen
kekurangan intake intervensi keperaawatan Hipovolemi
cairan d.d frekuensi selama ……x……. maka Observasi
nadi meningkat, nadi status cairan membaik  Periksa tanda dan
teraba lemah, tekanan dengan kriteria hasil : gejala hipovolemia
darah menurun, - Kekuatan nadi (mis: frekuensi nadi
tekanan nadi meningkat meningkat, nadi teraba
menyempit, turgor - Keluaran urin lemah, tekanan darah
kulit menurun, meningkat menurun, tekanan nadi
membran mukosa - Membran menyempit, turgor
kering, volume urin mukosa kulit menurun,
menurun, hematokrit meningkat membran mukosa
meningkat kelembabannya kering, volume urine
- Ortopnea menurun, hematokrit
menurun meningkat, haus,
- Dispnea menurun lemah)
- Dispnea  Pantau intake dan
nokturnal output cairan
paroksismal
(PND) menurun Terapeutik
 Hitung kebutuhan
- Edema anasarka
menurun cairan
 Berikan asupan cairan
- Edema perifer
menurun oral
- Frekuensi nadi
Edukasi
membaik
 Anjurkan
- Tekanan darah
memperbanyak asupan
membaik
cairan oral
- Turgor kulit
membaik
Kolaborasi
- Peningkatan
 Kolaborasi pemberian
tekanan vena
 Kolaborasi pemberian
jugularis
cairan IV hipotonis
- Hemoglobin
 Kolaborasi pemberian
membaik
cairan koloid

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi


Observasi
berhubungan dengan intervensi selama …x…
- Monitor kelelahan
kelemahan ditandai jam maka toleransi
fisik dan
dengan mengeluh lelah. aktivitas membaik
emosional
Frekuensi jantung dengan kriteria hasil:
- Monitor pola dan
meningkat >20% dari - Frekuensi nadi
jam tidur
kondisi istirahat meningkat
- Keluhan lelah
menurun Terapeutik
- Fasilitasi duduk
- Dispnea saat
di sisi tempat
beraktivitas
tidur,jika tidak
menurun
dapat berpindah
- Dispnea setelah
atau berjalan
beraktivitas
Edukasi
menurun
- Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
- Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Bom, J.A. (2021). Microcephaly in infants and children: Etiology and evaluation. UpToDate
Devakumar D, et al. (2018). Infectious causes of microcephaly: epidemiology,
pathogenesis, diagnosis, and management. Lancet Infect Dis.
Ety Apriliana. 2019. Peningkatan Risiko Mikrosefali Akibat Infeksi Virus Zika pada
Kehamilan. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Kementrian Kesehatan RI. (2022). Mikrosefali. Jakarta : Kemenkes
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: PPNI

Anda mungkin juga menyukai