R DENGAN
DIAGNOSA MEDIS HERNIAS NUCLEUS PULPOSUS (HNP) DAN KEBUTUHAN
DASAR MANUSIA GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN DI RUANG
NUSA INDAH RSUD dr DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
DISUSUN OLEH
NAMA :
SUSED 2018.C.10a.0986
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena dengan rahmat
dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Keperawatan Maternitas II ini.
Semoga laporan saya dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada para pembaca .Demi perbaikan laporan ini, kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat saya harapkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL ………………………………………………………………………………………………….
2.1 Laporan Pendahuluan Gangguan Rasa Aman Dan Nyaman (Nyeri) ……………………….
2.2 Konsep Dasar Penyakit Hernias Nucleus Pulposus (HNP) …………………………………
2.2.1 Definisi …………………………………………………………………………………
2.2.2 Anatomi fisiologi ………………………………………………………………………
2.2.3 Etiologi ………………………………………………………………………………..
2.2.4 Klasifikasi …………………………………………………………………………….
2.2.5 Patofiologi ( Pathway) ………………………………………………………………..
2.2.6 Manifestasi klinis (tanda dan gejala) …………………………………………………
2.2.7 Komplikasi ……………………………………………………………………………
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………………………
2.2.9 Penatalaksanaan Medis ………………………………………………………………..
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan …………………………………………………………
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ……………………………………………………………..
2.3.2 Diagnosa keperawatan ………………………………………………………………..
2.3.3 Intervensi keperawatan ……………………………………………………………….
BAB 1
PENDAHULUAN
Jejas
Kerusakan nesoseptor
( reseptor )
Nyeri kronik/akut
Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus
fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis
(Autio, 2006). HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus Intervertebralis,
Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya (Lucas, 2003).
Menurut Muttaqin (2008), Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan
annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus
fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf.
Pada umumnya HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada
level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan
menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan
penderita HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun jarang terjadi.
Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar
lesi dan nyeri tekan. Hal ini desebabkan oleh spasme otot-otot tersebut dan spasme menyebabkan
penekanan pada saraf, neuron saraf menjadi terjepit lalu timbul reaksi zat kimia/bioaktif
(serotonin , bradikinin dan prostaglandin). Zat-zat tersebut merupakan reseptor nyeri sehingga
timbul rasa nyeri pada diri pasien.
Dimana nyeri tersebut terjadi tergantung dimana piringan tersebut mengalami herniasi dan
dimana pusat syaraf tulang punggung terkena. Nyeri tersebut terasa sepanjang lintasan syaraf
yang tertekan oleh piringan yang turun berok. Misal, piring hernia umumya menyebabkan
sciatica. Nyeri tersebut bervariasi dari ringan sampai melumpuhkan, dan gerakan memperhebat
nyeri tersebut. kaku dan kelemahan otot bisa juga terjadi. Jika tekanan pada pusat syaraf besar,
kaki kemungkinan lumpuh. Jika cauda equina (berkas syaraf melebar dari bagian bawah tali
tersebut) terkena, pengendalian kantung kemih dan isi perut bisa hilang. Jika gejala-gejala serius
ini terjadi, perawatan medis diperlukan dengan segera.
Pusat syaraf (syaraf besar yang bercabang keluar dari tali tulang belakang) bisa menjadi
tertekan mengakibatkan gejala-gejala neurological, seperti perubahan sensor atau gerak.
Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang lesi. Gejala klinis yang paling sering
adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya
bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik
yang besar (A beta) terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan
dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patela
(KPR) dan Achills (APR). Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi,
defekasi dan fungsi seksual.
Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga menyebabkan nyeri kaki
bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani.
Sakit pinggang yang diderita pun akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat
beban, batuk, meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan
menghilangkan sakit yang diderita.
Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik kemudian
menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan
lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik
adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan
disertai nyeri menjalar kedalam gluteus dan tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri yang
menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap
tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.
Syndrom Perkembangan lengkap syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :
1. Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
3. Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks.
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
1. Cara Kamp. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai yang
sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
2. Tess Naffziger. Penekanan pada vena jugularis bilateral.
3. Tes Lasegue. Tes Crossed Laseque yang positif dan Tes Gowers dan Bragard yang positif.
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan bawah.
Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus ekstensor kuadriseps
dan muskulus ekstensor ibu jari.
Hernia servicalis
1. Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
2. Atrofi di daerah biceps dan triceps
3. Refleks biceps yang menurun atau menghilang
4. Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
Hernia thorakalis
1. Nyeri radikal
2. Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang paraparesis
3. Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia
2.2.7 Komplikasi
- Kelemahan dan atropi otot
- Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
- Kehilangan kontrol otot sphinter
- Paralis / ketidakmampuan pergerakan
- Perdarahan
- Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. X-Ray
X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat. Nucleus pulposus
tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun
jebakan akar saraf. Namun, X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
b. Mylogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam columna spinalis.
Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray dapat nampak adanya penyumbatan
atau hambatan kanalis spinalis.
c. MRI
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur columna vertebra
dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi. d. Elektromyografi 34 Untuk melihat konduksi
dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan nervus.
2.2.9 Pemeriksaan Medis
Setelah sekitar 2 minggu, kebanyakan orang sembuh tanpa pengobatan apapun.
Memberikan kompres dingin (seperti ice pack) untuk nyeri yang akut dan panas (seperti heating
pad) untuk nyeri yang kronik. Dapat pula menggunakan analgesik OTC bisa membantu
meringankan nyeri tersebut. kadangkala operasi untuk mengangkat bagian atau seluruh piringan
dan bagian tulang belakang diperlukan. Pada 10 % sampai 20% orang yang mengalami operasi
untuk sciatica disebabkan piringan hernia, piringan lain pecah.
Penatalaksanaan pada klien dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah :
1. Pemberian obat-obatan seperti analgetik, sedatif (untuk mengontrol kecemasan yang
sering ditimbulkan oleh penyakit diskus vertebra servikal), relaksan otot, anti inlamasi
atau kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi yang biasanya terjadi pada jaringan
penyokong dan radiks saraf yang terkena, antibiotik diberikan pasca operasi untuk
mengurangi resiko infeksi pada insisi pembedahan (Smeltzer, 2001).
2. Prosedur pembedahan.
a. Laminektomi, adalah eksisi pembedahan untuk mengangkat lamina dan memungkinkan ahli
bedah spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medulla
dan radiks, laminektomi juga berarti eksisi vertebra posterior dan umumnya dilakukan untuk
menghilangkan tekanan atau nyeri akibat HNP.
b. Disektomi, adalah mengangkat fragmen herniasi atau keluar dari diskus intervertebral.
c. Laminotomi, adalah pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan- graft tulang (dari krista iliaka atau bank tulang) yang digunakan
untuk menyatukan dengan prosesus spinosus vertebra ; tujuan peleburan spinal adalah untuk
menjembatani diskus defektif untuk menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka
kekambuhan.
e. Traksi lumbal yang bersifat intermitten. (Smeltzer, 2001).
f. Interbody Fusion (IF) merupakan penanaman rangka Titanium yang berguna untuk
mempertahankan dan mengembalikan tulang ke posisi semula.
3. Fisioterapi
a. Immobilisasi
Immobilisasi dengan menggunakan traksi dan brace. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
pergerakan vertebra yang akan memperparah HNP.
b. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan
beban. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan vertebra servikalis.
c. Meredakan Nyeri
Kompres hangat dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri. Kompres hangat menimbulkan
vasodilatasi sehingga tidak terjadi kekakuan pada daerah vertebra.
Penatalaksanaan keperawatan.
a. Tirah baring (biasanya 2 minggu) pada alas yang keras atau datar.
b. Imobilisasi dengan menggunakan kolar servikal, traksi servikal, brace atau korset.
c. Kompres lembab panas (untuk 10 sampai 20 menit diberikan pada daerah belakang leher
beberapa kali sehari untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan menolong relaksasi otot
bagi klien yang mengalami spasme otot).
d. Anjurkan mempergunakan posisi yang benar dan disiplin terhadap gerakan punggung yaitu
membungkuk dan mengangkat barang. Teknik yang benar adalah menjaga agar tulang
belakang tetap tegak, menekuk lutut dan menjaga berat badan tetap dekat dengan tubuh untuk
menggunakan otot-otot tungkai yang kuat dan menghindari pemakaian otot-otot punggung.
e. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri
f. Perawatan luka pada klien pasca operasi untuk mengurangi risiko infeksi. (Smeltzer, 2001).
Klien dengan HNP dianjurkan untuk makan makanan yang banyak mengandung serat untuk
mencegah konstipasi yang dapat memperberat rasa nyeri.
- Terapi
1. Terapi konservatif
• Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur beberapa hari dengan sikap yang baik adalah
sikap dalam posisi setengah duduk, yaitu tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut
tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas sehingga tempat tidur harus dari papan yang
lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung
bawah mekanik akut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan yang
dirasakan penderita. Pada HNP memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah berbaring dianggap
cukup maka dilakukan latihan/dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan
mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
• Medikametosa
1. Simtomatik
2. Kausal; kolagen
• Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi ( pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam)
untuk relaksai otot dan mengurangi lordosis.
2. Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata
kambuh berulang atau terjadi defisit neurologis.
Rehabilitasi
Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula agar tidak menggantungkan diri pada
orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (activity of daily living) serta klien tidak
mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
1. Anamnesa, Identitas, Riwayat penyakit Keluhan Utama
2. Aktivitas / istirahat ;
Gejala :
˗ Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk, mengemudi dalam
waktu lama.
˗ Membutuhkan papan / matras yang keras saat tidur
˗ Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian tubuh.
˗ Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda :
˗ Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena
˗ Gangguan pada belajar
3. Eliminasi
Gejala :
˗ Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
˗ Adanya inkontinensia atau retensi urine
4. Integritas Ego
Gejala :
- Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan,finansial keluarga.
Tanda :
- Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga atau orang terdekat.
5. Neurosensori
Gejala :
- Kesemutan, kekuatan, kelemahan dari tangan atau kaki
Tanda :
- Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotemia, penurunan persepsi nyeri
(sensori )
6. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
˗ Nyeri seperti tertusuk pisau yang semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin,
membengkokan badan, mengangkat defekasi,mengangkat kaki atau flexi pada leher. Nyeri
yang tidak ada hentinya atau adanya episode nyeri yang lebih berat secara intermiten.
Nyeri yang menjalar pada kaki, pantat ( lumbal ) atau bahu / lengan; kaku pada leher
( servical ).
˗ Terdengar adanya suara “krekk” pada saat nyeri baru timbul / saat trauma / merasa
“punggung patah”
Tanda :
˗ Sikap : dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang terkena. Perubahan cara berjalan,
berjalan dengan terpincang – pincang, pinggang terangkat pada bagian tubuh yang
terkena.
7. Keamanan
Gejala :
Adanya riwayat masalah “punggung” yang baru saja terjadi
8. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala :
Gaya hidup : monoton atau hiperaktif.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto ronsen spinal : memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada tulang
belakang / ruang intervertrebalis atau mengasimpangkan kecurigaan patologis lain,
seperti tumor, osteomielitis
b. Elektromigrafi : dapat melokalisasi lesi pada tingkat akar saraf spinal utama yang
terkena.
c. Venogram epidural : dapat dilakukan pada kasus dimana keakuratan dari miogram
terbatas.
d. Fungsi lubal : mengesampingkan kondisi yang berhungan ,infeksi, adanya darah.
e. TandaLeseque (tes dengan mengaangkat kaki lurus keatas) : mendukung diagnosa awal
herniasi diskus intervertebrallis ketika muncul nyeri pada kaki posterior.
f. Skan CT : dapat menunjukan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi diskus
intervertebralis.
g. MRI : pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukan adanya perubahan tulang dan
jaringan lunak dan memperkuat bukti adanya herniasi diskus.
h. Mielogram : mungkin normal aatau memperlihatkan penyempitan dari ruang diskus,
menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
2) Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
3) Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi
4) Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat
5) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
6) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
2.3.3 Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus
intervetebrali
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang
Tujuan :
Kriteria hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan,tidak terjadi
kontraktur sendi,bertambahnya kekuatan otot,klien
menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi :
1) Kaji mobilitas fisik yang ada dan observasi peningkatan kerusakan,kaji secara
teratur fungsi motorik
Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerakan aktif pada ekstermitas yang
sakit
Rasional : gerakan aktif memberikan massa,tonus,dan kekuatan otot,serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan
3) Bantu klien untuk melakukan tindakan ROM,perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
Diagnosa Keperawatan 3 : Cemas berhubuangan dengan prosedur
operasi,diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi
Intervensi :
Kriteria hasil : -klien dapat defakasi secara spontan dan lancar tanpa
menggunakan obat
- konsistensi feses lunak
Intervensi :
1).Berikan intake cairan yang cukup(2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : aktifitas fisik regular membantu eliminasi dengan dengan memperbaiki
tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic
2). Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
Rasional : klien dan kelurga akan mengerti tentang penyebab obtipasi
Diagnosa Keperawatan 5 : Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang
berhubungan dengan hemiparese/hemiplegic
1). Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin
3). Observasi adanya eritema dan kepucatan dan palpasi adanya kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah posisi
4). Jaga kebersihan kulit dan hindari trauma dari panas terhadap kulit