Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP KEPERAWATAN KRITIS

Disusun Oleh :

Nazibbah PN200901

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA
YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP KEPERAWATAN KRITIS

Laporan Pendahuluan ini telah dibaca dan diperiksa pada


Hari/ tanggal: ....................................

Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) ( Nazibbah )

Mengetahui
Pembimbing Akademik

(Antok Nurwidi Antara, S.Kep. Ns., M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP KEPERAWATAN KRITIS

A. Tinjauan Teori
1. Pengertian keperawatan kritis
Ilmu perawatan kritis adalah bidang keperawatan dengan suatu fokus
padapenyakit yang kritis atau pasien yang tidak stabil. Perawat kritis dapat
ditemukan bekerja pada lingkungan yang luas dan khusus, seperti
departemen keadaan darurat dan unit gawat darurat (Hudak & Gallo, 2014).
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas
masalah yang mengancam jiwa.Perawat kritis adalah perawat profesional
yang resmi yang bertanggung jawab untuk memastikan pasien dengan sakit
kritis dan keluarga-keluarga mereka menerima kepedulian optimal (American
Association of Critical-Care Nurses) (Morton, dkk, 2011).
Keperawatan Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-
hati terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan
keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang
keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap
masalah yang mengancam hidup. Keperawatan kritis adalah suatu bidang
yang memerlukan perawatan pasien yang berkualitas tinggi dan konperhensif.
Untuk pasien yang kritis, waktu adalah vital. Proses keperawatan memberikan
suatu pendekatan yang sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat
mengevaluasi masalah pasien dengan cepat (Jevon, 2012).
Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang
meliputi pengkajian, analisa, perencanaan,implementasi, dan evaluasi. The
American Asosiation of Critical care Nurses (AACN) menyusun standar
proses keperawatan sebagai asuhan keperawatan kritikal (Hudak & Gallo,
2010).
2. Ruang Lingkup Keperwatan Kritis
American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa
asuhan keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respon
manusia terhadap penyakit yang aktual atau potensial yang mengancam
kehidupan (AACN, 2010).
Lingkup praktik asuhan keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi
perawat kritis, pasien dengan penyakit kritis, dan lingkungan yang
memberikan sumbersumber adekuat untuk pemberian perawatan. Pasien
yang masuk ke lingkungan keperawatan kritis menerima asuhan keperawatan
intensif untuk berbagai masalah kesehatan. Serangkaian gejala memiliki
rentang dari pasien yang memerlukan pemantauan yang sering dan
membutuhkan sedikit intervensi sampai pasien dengan kegagalan fungsi
multisistem yang memerlukan intervensi untuk mendukung fungsi hidup yang
mendasar. Pada umumnya lingkungan yang mendukung rasio perbandingan
perawat – pasien yaitu 1:2 (tergantung dari kebutuhan pasien), satu perawat
dapat merawat tiga pasien dan, terkadang seorang pasien memerlukan
bantuan lebih dari satu orang perawat untuk dapat bertahan hidup. Dukungan
dan pengobatan terhadap pasien-pasien tersebut membutuhkan suatu
lingkungan yang informasinya siap tersedia dari berbagai sumber dan diatur
sedemikian rupa sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat dan akurat.
3. Prinsip keperawatan kritis
Pengatasan pasien kritis dilakukan di ruangan unit gawat darurat yang
disebut juga dengan emergency department sedangkan yang dimaksud
dengan pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang
cepat yang dapat menyebabkan kematian. Ruangan untuk mengatasi pasien
kritis di rumah sakit dibagi atas Unit Gawat Darurat (UGD) dimana pasien
diatasi untuk pertama kali, unit perawatan intensif (ICU) adalah bagian untuk
mengatasi keadaan kritis sedangkan bagian yang lebih memusatkan
perhatian pada penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah koroner yang
disebut unit perawatan intensif koroner (Intensive Care Coronary Unit = ICCU)
(Friedman, 2014).
Baik UGD, ICU, maupun ICCU adalah unit perawatan pasien kritis dimana
perburukan patofisiologi dapat terjadi secara cepat yang dapat berakhir
dengan kematian. Sebenarnya tindakan pengatasan kritis ini telah dimulai di
tempat kejadian maupun dalam waktu pengankutan pasien ke Rumah Sakit
yang disebut dengan fase prehospital.Tindakan yang dilakukan adalah sama
yakni resusitasi dan stabilisasi sambil memantau setiap perubahan yang
mungkin terjadi dan tindakan yang diperlukan (Morton, ddk, 2011).
Tiap pasien yang dirawat di ICU memerlukan evaluasi yang ketat dan
pengatasan yang tepat dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu kelainan
pada pasien kritis dibagi atas 9 rangkai kerja:
a. Prehospital, meliputi pertolongan pertama pada tempat kejadian
resusitasicardiac pulmoner pengobatan gawat darurat, teknik untuk
mengevaluasi, amannya transportasi, akses telepon ke pusat.
b. Triageyakni skenario pertolongan yang akan diberikan sesudah fase
keadaan. Pasien-pasien yang sangat terancam hidupnya harus diberi
prioritas utama. Pada bencana alam dimana terjadi sejumlah kasus gawat
darurat sekaligus maka skenario pengatasan keadaan kritis harus
dirancang sedemikian rupa sehingga pertolongan memberikan hasil
secara maksimal dengan memprioritaskan yang paling gawat dan harapan
hidup yang tinggi.
c. Prioritas dari gawat darurat tiap pasien gawat darurat mempunyai tingkat
kegawatan yang berbeda, dengan demikian mempunyai prioritas
pelayanan prioritas yang berbeda. Oleh karena itu diklasifikasikan pasien
kritis atas:
1) Exigent
Pasien yang tergolong dalam keadaan gawat darurat 1 dan
memerlukan pertolongan segera. Yang termasuk dalam kelompok ini
dalah pasien dengan obstruksi jalan nafas, fibrilasi ventrikel, ventrikel
takikardi dan cardiac arest
2) Emergent
Emergent disebut juga dengan gawat darurat 2 yang memerlukan
pertolongan secepat mungkin dalam beberapa menit.Yang termasuk
dalam kelompok ini adalah miocard infark, aritmia yang tidak stabil dan
pneumo thoraks.
3) Urgent
Urgent termasuk kedalam gawat darurat 3. Dimana waktu pertolongan
yang dilakukan lebih panjang dari gawat darurat 2 akan tetapi tetap
memerlukan pertolongan yang cepat oleh karena dapat mengancam
kehidupan, yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah ekstra serbasi
asma, perdarahan gastrointestinal dan keracunan.
4) Minor atau non urgent
Minor atau non urgent termasuk ke dalam gawat darurat 4, semua
penyakit yang tergolong kedalam yang tidak mengancam kehidupan.
4. Fungsi Dan Peran Perawat
a. Tim Lapangan
Merekomendasikan pembentukan tim lapangan pada semua trust
akut. Tim ini terbentuk sesuai dengan filosofi perawatan intensiftanpa
batas sebagai salah satu aspek dari pelayanan perawatanm kritis
(Gwinnutt 2016).
Tujuan dari tim lapangan ini adalah :
1) Berupaya agar pasien tidak perlu ke ICU dengan mengidentifikasi
pasien yang mengalami perburukan dan juga membantu untuk
mencegah agar pasien tidak perlu masuk ke ICU atau memastikan
hasil akhir yang terbaik.
2) Memungkinkan pengeluaran pasien dari ICU dengan memberikan
dukungan, baik saat pasien keluar dari ICU dan berada dalam ruang
perawatan yang secara kontinu menunjukkan kesembuhan maupun
setelah pasien keluar dari rumah sakit.
3) Memberikan keterampilan perawatan kritis kepada staf di ruang
perawatan dan komunitas, memastikan bertambahnya kesempatan
pelatihan dan praktik keterampilan , serta menggunakan informasi
yang diperoleh dari ruang perawatan dan komunitas untuk
memperbaiki pelayanan perawatan kritis bagi pasien dan keluarganya.
b. Peran Perawat Kritis Sebagai Advokat
Pengembangan fungsi adaptif berarti perawat bernegosiasi untuk
pasien. Karena pasien dengan penyakit kritis sering kali tidak dapat
secara efektif mengatasi masalah fisiologis dan lingkungan. Sehingga
perlu bagi perawat mengerjakannya untuk pasien apa yang tak mampu
mereka kerjakan untuk diri mereka sehingga energy disimpan. Sebagai
advokat pasien, perawat harus mengindari penambahan beban yang
meningkatkan kebutuhan pasien untuk berinteraksi bila interaksi tidak
mengembangkan adaptasi. Sebagai contoh, energy pasien terpakai untuk
rasa takut terhadap peralatan didekatnya tidak membantu memakai
energy dengan menanyakan hal tersebut dan mendengarkan
pengulangan. Demikian juga, energy bertambah pada kebutuhan untuk
secara tetap mendapatkan cinta seseorang tetap ada, tak sebanding
dalam penggunaan energy untuk berhubungan dengan orang tersebut.
Pengembangan keamanan pada pasien penyakit kritis meliputi
penurunan kerentanan fisiologik dan emosional. Perasaan aman hilang
atau sedikitnya menurun secara bermakna kapan pun ada penurunan
fungsi pengendalian tubuh. Hilangnya pengendalian bervariasi mulai dari
kelelahan dan kelemahan sampai paralisi. Hal ini dapat diakibatkan oleh
patologi, lingkungan (contoh, pembatasan oleh selang IV atau mesin),
atau keduanya dari kelelahan dan kurang tidur karena ketidaknyaman
fisik, atau dari kelelahan fisiologis (contoh, dyspnea dan kelebihan beban
sensori). Sehubungan dengan penurunan atau hilangnya pengendalian,
perawat melakukan intervensi untuk meningkatkan rasa aman pasien. Hal
ini diselesaikan dengan menggunakan keterampilan, alat-alat, obatobatan,
dan interaksi, memberikan bantuan pernapasan dengan respirator,
dengan mendorong latihan pernapasan , atau dengan tinggal bersama
pasien saat pasien ansietas dan kesepian. Pengenalan kebutuhan rasa
aman pasien merupakan elemen penting dalam pendekatan holistic
asuhan keperawatan. Selain itu, hal ini sangat mempertimbangkan
“keseluruhan” pasien yang memungkinkan perawat untuk menetapkan
prioritas sebagai negosiator pasien.
c. Perawat Critical Care Mempunyai Berbagai Peran Formal, Yaitu :
1) Bedsite nurse : peran dasar dari perawatan kritis. Hanya mereka yang
selalu bersama 24 jam dari 7 hari seminggu.
2) Pendidik critical care : mengedukasi pasien.
3) Care manajer : mempromosikan perawat yang sesuai dan tepat waktu.
4) Manager unit atau departemen (kepala bagian) : menjadi pengarah.
5) Perawat klionis spesialis : dapat membantu membuat rencana
asuahan keperawatan.
6) Perawat praktisi : mengelola terapi dan pengobatan.
Pada akhirnya perawat critical care mengkoordinasikan dengan tim
mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan :
a) Menyediakan pendidikan dan dukungan untuk membantu pasien atau
mengganti pasien yang ditunjuk membuat keputusan.
b) Mewakili pasien sesuai dengan pilihan pasien.
c) Mendukung keputusan dari pasien atau menganti yang di tunjuk, atau
perawatan transfer pasien kritis sama-samaberkualitas.
d) Berdoa bagi pasien yang tidak dapat berbicara untuk mereka sendiri.
e) Memantau dan menjaga kualitas perawatan pasien.
f) Bertindak sebagai penghubung antara pasien, keluarga, dan
professional kesehatan lainya.
5. Isu Etik Dan Legal Pada Keperawatan Kritis
Perawat ruang intensif atau kritis harus memberikan palayanan
keperawatan yang mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal
kesehatan. Perawat ruang kritis harus bekerja sesuai dengan aturan yang
ada (standar rumah sakit / standar pelayanan maupun asuhan keperawatan).
Etik ditujukan untuk mengukur prilaku yang diharapkan dari manusia,
sehingga jika manusia tersebut merupakan suatu kelompok tertentu atau
profesi tertentu seperti profesi keperawatan, maka aturannya merupakan
suatu kesepakatan dari kelompok tersebut yang disebut kode etik (Hudak &
Gallo, 2010).
Suatu pekerjaan sebagai seorang perawat rumah sakit ataupun bagian
dari staf pramedik tidak membuat perawat bisa menghindari tanggung jawab
dan kewajiban mematuhi hukum dalam setiap tindakan atau pelayanan
keperawatan yang dilakukan.Kumpulan hukum atau peraturan keperawatan
yang telah dikembangkan dikenal sebagai standar pelayanan keperawatan.
Standar pelayanan keperawatan ditentukan dengan pengambilan keputusan
akan tindakan profesional yang paling tepat dilakukan untuk mengatasi
masalah yang ada ( Nurhadi, 2014).
6. Kecenderungan Trend Dan Isu Keperawatan Kritis
Perkembangan yang sangat pesan dibidang teknologi dan pelayanan
kesehatan cukup berkontribusi dalam membuat orang tidak lagi dirawat dalam
jangka waktu lama dirumah sakit.Klien yang berada di unit perawatan kritis
dikatakan lebih sakit dari sebelumnya.Sekarang ini banyak klien yang dirawat
diunit kritis untuk waktu 5 tahun sudah dapat menjalani rawat jalan dirumah
masing-masing.Klien unit kritis yang ada sekarang ini tidak mungkin bertahan
hidup dimasa lalu dikarenakan buruknya sistem perawatan kritis yang ada.
Sudah direncanakan dibeberapa rumah sakit akan adanya unit kritis yang
lebih besar dan kemungkinan mendapatkan pelayana perawatan kritis
dirumah atau tempat-tempat alternatif lainnya (Jevon, 2012)
Perawat kritis harus tepat memantau informasi terbaru dan
mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk mengelola metode dan
teknologi perawatan terbaru.Seiring dengan perkembangan perawatan yang
dilakukan pada klien semakin kompleks dan banyaknya metode ataupun
teknologi perawatan baru yang diperkenalkan, perawat kritis dipandang perlu
untuk selalu meningkatkan pengetahuannya (Friedman, 2014).
7. Pasien Kritis
a. Definisi pasien kritis
Pasien kritis menurut AACN (American Association of Critical Nursing)
didefinisikan sebagai pasien yang berisiko tinggi untuk masalah kesehatan
aktual ataupun potensial yang mengancam jiwa.Semakin kritis sakit
pasien, semakin besar kemungkinan untuk menjadi sangat rentan, tidak
stabil dan kompleks, membutuhkan terapi yang intensif dan asuhan
keperawatan yang teliti (Hudak & Gallo, 2014).
b. Pendekatan Holistik
Pendekatan holistik pada keperawatan kritis mencakup keluarga
pasien. Keluarga dalam lingkup ini diartikan sebagai orang yang berbagi
secara intim dan rutin sepanjang hari kehidupan dalam proses asuhan
keperawatan. Orang- orang tersebut mengalami gangguan
homeostasisnya oleh karena masuknya pasien ke area kritis.Siapa saja
yang merupakan bagian penting dari pola hidup normal pasien
dipertimbangkan sebagai anggota keluarga.Di area keperawatan kritis
keterlibatan keluarga merupakan bagian integral dari perawatan pasien di
ICU dan telah memiliki kontribusi positif terhadap kesembuhan pasien
(Morton, dkk, 2011).
c. Respon Keluarga Terhadap Kondisi Pasien Kritis
Respon dalam kamus bahasa berarti jawaban, balasan, tanggapan.
Respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makna serta lingkungan disebut dengan
perilaku kesehatan.Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif
(pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun bersikap aktif (tindakan nyata
atau praktis) (Nurhadi, 2014).
Adapun stimulus atau rangsangan disini terdiri dari 4 unsur pokok
yaitu: sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Terkait
dengan respon keluarga pada anggota keluarga yang dirawat di ruang
intensif, keluarga seringkali merasakan stress ataupun cemas.Kecemasan
yang tinggi muncul akibat beban yang harus diambil dalam pengambilan
keputusan dan pengobatan yang terbaik bagi pasien. Respon keluarga
terhadap stres bergantung pada persepsi terhadap stress, kekuatan, dan
perubahan gaya hidup yang dirasakan terkait dengan penyakit kritis pada
anggota keluarga. Pada titik kritis ini, fungsi keluarga inti secara signifikan
berisiko mengalami gangguan (Nurhadi, 2014).
Tugas keluarga pasien kritis yang utama adalah untuk mengembalikan
keseimbangan dan mendapatkan ketahanan. Dalam lingkungan area kritis
keluarga memiliki beberapa peran yaitu: 1) active presence, yaitu keluarga
tetap di sisi pasien, 2) protector, yaitu memastikan perawatan terbaik telah
diberikan, 3) facilitator, yaitu keluarga memfasilitasi kebutuhan pasien ke
perawat, 4) historian, yaitu sumber informasi rawat pasien, 5) coaching,
yaitu keluarga sebagai pendorong dan pendukung pasien. Pasien yang
berada dalam perawatan kritis menilai bahwa keberadaan anggota
keluarga di samping pasien memiliki nilai yang sangat tinggi untuk
menurunkan level kecemasan dan meningkatkan level kenyamanan
(Nurhadi, 2014)
Teori Stress Keluarga Respon keluarga terhadap stress yang
dirasakan ketika menghadapi anggota keluarga mendapatkan perawatan
kritis, dapat dijelaskan melalui Stres Keluarga Hill. Teori tersebut dikenal
dengan model ABCX. Kerangka ABCX memiliki dua bagian. Pertama
adalah pernyataan yang berhubungan dengan penentukrisis keluarga: A
(Peristiwa dan kesulitan terkait) berinteraksi dengan B (Sumber
berhadapan dengan krisis keluarga) yang berinteraksi dengan C (definisi
yang dibuat keluarga mengenai peristiwa tersebut) menghasilkan X (krisis)
(Nurhadi, 2014).
Sumber
Koping
(B)
Krisis atau
Stressor bukan
keluarga krisis
(A) (X)

Persepsi
tentang
stressor (C)

Gambar 2.1. Teori Stres Keluarga


Gambar 2.1 menampilkan gambar visual mengenai teori dari adaptasi
model Hill. Faktor A adalah stressor yang atau adanya peristiwa aktual
yang memaksa keluarga mempertahankan dengan cara stereotip yang
diikuti oleh mekanisme koping keluarga (B). Jika keluarga tidak
menggunakan sumber dan mekanisme koping, maka hasilnya sama yakni
seolah-olah keluarga tidak memiliki sumber koping. Intervensi lebih mudah
pada kasus ini karena tidak terlalu sulit untuk membantu keluarga
memanfaatkan pola koping masa lalu dibandingkan membantu keluarga
belajar cara berespon yang baru (Nurhadi, 2014).
Faktor C merupakan persepsi dan interpretasi keluarga terhadap
stressor atau peristiwa stres. Penilaian keluarga terhadap stressor
mempengaruhi apa upaya koping yang digunakan beserta hasilnya nanti.
Keluarga yang fungsional akan mampu melihat peristiwa sebagai sesuatu
yang dapat dipahami dan dapat dikelola.
Faktor X terkait dengan krisis atau bukan krisis.Terjadinya
kecenderungan krisis menunjukkan bagaimana keluarga mengatasi faktor
B dan C. Ketika keluarga terpajan krisis, maka cenderung mengalami
peristiwa stressor dan keparahan yang lebih besar (A) serta
mendefinisikannya lebih sering sebagai krisis (C).Tipe keluarga seperti ini
lebih rentan terhadap peristiwa stressor karena kurangnya sumber dan
kemampuan koping (B) yang mereka miliki.Selain itu, keluarga yang gagal
belajar dari krisis masa lalu, menyebabkan mereka melihat stressor baru
sebagai ancaman dan pencetus krisis.Faktor X ini, tidak dilihat sebagai
hasil akhir melainkan berpengaruh dalam hubungan dan penampilan
peran anggota keluarga (Nurhadi, 2014).
d. Koping Keluarga
Koping keluarga merupakan proses aktif saat keluarga
memanfaatkan sumber keluarga yang ada dan mengembangkan perilaku
serta sumber baru yang akan memperkuat unit keluarga dan mengurangi
dampak peristiwa hidup yang penuh stres. Strategi koping keluarga ketika
menghadapi stres dapat dilakukan melalui pencarian dukungan sosial
(Nurhadi, 2014).Dukungan yang diberikan oleh perawat intensif kepada
anggota keluarga pasien merupakan salah satu bentuk dukungan sosial
formal.Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga, teman dan tetangga
disebut ‘informational support’ dan dukungan sosial yang diberikan oleh
penyedia layanan formal disebut ‘formal support’. Ketika kebutuhan pasien
dan keluarga bersinergi dengan kompetensi perawat, maka hasil
perawatan pasien akan optimal (Nurhadi, 2014).
8. Dukungan Informasi
a. Pengertian
Dukungan informasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki
definisi sebagai suatu bantuan/ sokongan dalam pemberian berita,
pemberitahuan tentang sesuatu.Pemberian dukungan informasi
merupakan hal yang paling berkaitan erat dengan kecemasan, dimana
informasi dapat mempengaruhi persepsi positif ataupu negatif terhadap
emosi keluarga. Informasi yang tidak lengkap dapat merupakan salah satu
penyebab pengembangan, kecemasan, depresi, post traumatis syndrome
ataupun ketidak harmonisan hubungan keluarga dengan tim kesehatan
(Hudak & Gallo, 2014).
Petugas kesehatan profesional yang bekerja di ruang intensif akan
dihadapkan dengan banyak perubahan etis karena komplikasi dalam
memberikan perawatan. Pada kenyataannya karena kondisi pasien yang
tidak stabil dan ketidakseimbangan kondisi mental keluarga, petugas
kesehatanprofesional cenderung memberikan informasi secara umum dan
informasi yang ambigu mengenai kondisi pasien untuk melindungi
keluarga terhadap kecemasan dan kekhawatiran (Friedman, 2014).
Dukungan informasi terhadap keluarga pasien di ruang intensif
merupakan alat untuk membantu keluarga pasien dalam mendapatkan
pemahaman yang lebih baik dalam kondisi stress dan menurunkan tingkat
kecemasan. Menggunakan teknik dan sumber koping dalam pemberian
informasi kepada keluarga pasien di ruang intensif juga membantu mereka
dalam beradaptasi secara lebih baik ketika dihadapkan pada kondisi
stress dan dapat membawa harapan mereka terhadap pasien sesuai
dengan (Jevon, 2012)
Kebutuhan informasi yang tidak terpenuhi dengan baik akan
mempengaruhi respon keluarga terhadap perawatan yang dilakukan.
Defisit komunikasi, informasi yang kontradiktif, dan kurangnya dukungan
akan menyebabkan kondisi stres, frustasi, depresi dan ketidakpuasan
pada anggota keluarga. Strategi dalam pemberian informasi secara verbal
dan tertulis telah menunjukkan keuntungan pada konteks pasien akhir
hayat di ruang intensif, brosur mengenai proses kehilangan
dikombinasikan dengan komunikasi yang proaktif akan secara signifikan
menurunkan gejala klinis kecemasan dan depresi secara lebih baik pada
gangguan stress paska. Dalam pemberian informasi sangat disarankan
disertai dengan informasi tertulis (Morton, dkk, 2011)
b. Cara Pengukuran
Perawat merupakan tenaga kesehatan pertama yang menunjukkan
minat terhadap kebutuhan anggota keluarga pasien yang dirawat di ruang
intensif. Pada tahun 1979, seorang perawat Nancy Molter
mengembangkan daftar kebutuhan keluarga berdasarkan survey
mahasiswa keperawatan. Daftar kebutuhan keluarga tersebut kini dikenal
dengan nama Critical Care Family Needs Inventory (CCFNI). CCFNI
memiliki 45 pertanyaan yang dibagi menjadi lima dimensi: informasi
mengenai keadaan pasienyang sesungguhnya, berada didekat pasien,
mendapatkan jaminan, kenyamanan dan dukungan (Nurhadi, 2014)
Dampak psikologis bagi keluarga pasien ketika berada di ruang
intensif bersifat traumatik dan akan menghasilkan kondisi krisis bagi
keluarga pasien. Pengalaman tersebut kemudian akan mempengaruhi
persepsi keluarga terhadap perawatan kritis. Kesehatan dan
kesejahteraan keluarga pun akan terpengaruh olehpengalaman emosi dan
psikologis ketika berada di lingkungan rawat intensif dan secara langsung
berhubungan dengan dukungan yang dapat mereka berikan serta
kebutuhan terhadap petugas di ruang intensif (Nurhadi, 2014)
9. Kecemasan
Menurut Nurhadi (2014) Keluarga dengan anggota keluarga yang
dirawat di ruang intensif berada dalam kondisi penuh kekhawatiran terhadap
keadaan dan prognosis pasien.Keluarga juga mengalami berbagai risiko
gangguan kesehatan fisik dan mental baik selama bahkan setelah keluar dari
ruang intensif. Efek hospitalisasi dapat berupa kurang tidur, gangguan nafsu
makan dan pencernaan, ketakutan, stress, kecemasan, depresi hingga post
traumatic syndrome. Dalam keadaan ini, keluarga membutuhkan berbagai
macam kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi . Hasil dari sebuah review
prioritas kebutuhan anggota keluarga pasien yang dirawat di ruang intensif
menunjukkan bahwa menerima informasi mengenai pasien adalah kebutuhan
yang paling penting yang diharapkan oleh keluarga .
Terdapat beberapa penyebab lain kecemasan yang terjadi pada keluarga
pasien yang dirawat di ruang intensif, antara lain:
1) Terpisah secara fisik dengan keluarga yang dirawat di ruang intensif.
2) Merasa terisolasi secara fisik dan emosi dari keluarganya yang lain,
dukungan lain yang tidak adekuat atau keluarga lain yang tidak dapat
berkumpul karena bertempat tinggal jauh.
3) Takut kematian atau kecacatan tubuh terjadi pada keluarga yang sedang
dirawat.
4) Kurangnya informasi dan komunikasi dengan staf di ruang intensif
sehingga tidak mengetahui perkembangan kondisi pasien.
5) Tarif di ruang intensif yang mahal.
6) Masalah keuangan, terutama jika pasien adalah satusatunya pencari
nafkah dalam keluarga.
7) Lingkungan di ruang intensif yang penuh dengan peralatan canggih, bunyi
alarm, banyaknya selang yang terpasang di tubuh pasien. Jika pasien
diintubasi atau adanya gangguan kesadaran, sulit atau tidak bisa
berkomunikasi diantara pasien dengan keluarganya. Jam kunjung yang
dibatasi, ruang intensif yang sibuk dan suasananya yang serba cepat
membuat keluarga tidak merasa disambut atau dilayani dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

American Association of Critical Care Nurses. (2010). Progressive Mobility


Protocols. United States : Undefined.

Nurhadi. (2014). Gambaran dukungan perawat pada keluarga pasien kritis di rumah
sakit umum pusat Dr. Kariadi. Program studi S1 Ilmu Keperawatan,
Universitas Diponegoro.

Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. (2014). Buku Ajar Keperawatan
Kritis: Riset, teori, dan praktik Edisi 5. Jakarta: EGC.

Hudak & Gallo. (2014). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta:
EGC.
Hudak dan Gallo.2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 1.Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jevon, Philip. Ewens, Beverley. (2012). Pemantauan Pasien Kritis Edisi Dua.
Jakarta: EGC.

Morton, Patricia Gonce, dkk. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.
Jakarta: EGC. http://esaunggul.ac.id 10 / 11

Morton, PG., Fontaine, D., Hudak, CM & Gallo, BM. (2011). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai