Anda di halaman 1dari 11

FRAKTUR MALEOLUS

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smelzter, 2002 ; Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa
nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, dan krepitasi
(Doenges,2000 ).
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan
dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang
diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki disebut
sebagai fraktur Pott. Fraktur pada pergelangan kaki sering terjadi pada
penderita yang mengalami kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh).
Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan
istilah yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle
fracture). Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki
sedang bertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang menyebabkan
tekanan yang berlebihan (overstressing) pada sendi pergelangan kaki.
Fraktur ankle itu sendiri yang dimaksudkan adalah fraktur pada maleolus
lateralis (fibula) dan/atau maleolus medialis. Pergelangan kaki merupakan
sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus duduk dan dilindungi
oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan ligament.
Bidang gerak sendi pergelangan kaki hanya terbatas pada 1 bidang yaitu
untuk pergerakan dorsofleksi dan plantar fleksi. Maka mudah dimengerti bila
terjadi gerakan-gerakan di luar bidang tersebut, dapat menyebabkan fraktur
atau fraktur dislokasi pada daerah pergelangan kaki.
B. Etiologi
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi
dalam beberapa macam trauma:
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis
yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi
atau robekan pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang
bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi
juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral,
tergantung dari beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan
terjadi fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan
robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis.
Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan
disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur komunitif
disertai dengan robekan diastasis.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya,
pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas
yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang
normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera ( Smelzter, 2002
; Bare, 2002).
Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali dan
tak dapat berjalan. Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki,
kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari
nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada ligamen.
D. PATHWAY
E. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
perdarahan, maka volume darah menurun. COP (Cardiak Out Put) menurun
maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neuralvaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat
terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup
akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen
yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.

F. Penatalaksanaan Berdasarkan Jenis Fraktur


1. Fraktur terisolir maleolus lateralis
Bilamana hanya sebagian tulang yang kecil teravulsi, ini dapat
diperlakukan sebagai suatu robekan ligamen lateral yang partial . Bilamana
fragmen lebih besar maka lebih baik dilakukan immobilisasi dengan gips
selama dua sampai tiga minggu, setelah mana mobilisasi dilakukan tapi
dengan Partial Weight Bearing, dan masih melakukan proteksi dengan
elastisch verband.
2. Fraktur maleolus medialis
Dapat dicoba dengan reposisi tertutup. Bila berhasil baik
dipertahankan dengan imobilisasi gips di bawah lutut selama 8 minggu.
Bila hasil reposisi jelek, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
interposisi periosteum antara kedua fragmen. Untuk hal ini harus
dilakukan tindakan operasi, dipasang internal fiksasi dengan pemasangan
screw.
3. Fraktur maleolus lateralis
Umumnya dengan melakukan reposisi tertutup hasilnya baik.
Imobilisasi dengan gips di bawah lutut selama 6 minggu. Fraktur maleolus
lateralis disertai dengan robeknya ligamen deltoid. Terjadinya fraktur
maleolus lateralis dan dislokasi tulang talus ke lateral. Hal ini dapat coba
ditanggulangi dengan reposisi tertutup. Bila hasil reposisi tertutup gagal,
dilakukan tindakan open reduksi dengan pemasangan internal fiksasi pada
tulang fibula.
4. Fraktur maleolus lateralis dan medialis (Bimaleolus)
Terjadi fraktur maleolus lateralis dimana garis patahnya terletak di atas
permukaan sendi pergelangan kaki dan fraktur avulsi maleolus medialis.
Hal ini dapat dicoba dengan melakukan reposisi tertutup. Kalau hasilnya
jelek, dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dengan pemasangan
internal fiksasi pada kedua maleolus.

G. Komplikasi
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi
gangguan pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi
secepatnya.
2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang
tidak akurat yang akan menimbulkan osteoarthritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
6. Kekakuan yang hebat pada se
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior
lateral.
b. CT Scan tulang, fomogram MRI (Magnetic Resonance Imaging). Untuk
melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
c. Arteriogram
Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.

d. Hitung darah lengkap


Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan;
peningkatan lekosit sebagai respon te rhadap peradangan.

I. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian primer
a. Airway : Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing : Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi.
c. Circulation : Tekanan darah dapat normal atau meningkat , hipotensi
terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istiraha : Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena dan
Keterbatasan mobilitas.
b. Sirkulasi : Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah), tachikardi,
penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, cailary refil melambat,
pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori : Kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekan, dan
kelemahan
d. Kenyamanan :Nyeri tiba-tiba saat cidera dan spasme/ kram otot
e. Keamanan :Laserasi kulit, perdarahan. perubahan warna dan
pembengkakan lokal
Palpasi pada daerah yang terpengaruh dan menginspeksi tiap patahan
pada kulit atau tenting. Memeriksa pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibia
posterior dan semua saraf sensoris maupun motoris pada kaki. Cederan
inverse pada pergelangan kaki dapat menyebabkan palsy nervus peroneus.
Memeriksa ada tidaknya pembengkakan yang parah dan kemungkinan
terjadinya sindrom kompartemen pada kaki.

J. Diagnosa Keperawatan
1). Nyeri berhubungan dengan Agen injury Fisik
2). Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan
immobilisasi.
3). Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan / krisis.
4). Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi
tentang penatalaksanaan perencanaan di rumah.
Rencana Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Injury fisik
Tujuan nyeri berkurang atau hilang dengan
Kriteria Hasil :
1. Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
2. Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan
ketidaknyamanan.
3. Bergerak dengan lebih nyaman
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri meliputi skala, intensitas, dan jenis nyeri.
R/ Untuk mengetahui karakteristik nyeri agar dapat menentukan
diagnosa selanjutnya.
b. Kaji adanya edema, hematom, dan spasme otot.
R/ Adanya edema, hematom dan spasme otot menunjukkan adanya
penyebab nyeri
c. Tinggikan ekstremitas yang sakit.
R/ Meningkatkan aliran balik vena dan mengurangi edema dan
mengurangi nyeri.
d. Berikan kompres dingin (es).
R/ Menurunkan edema dan pembentukan hematom
e. Ajarkan klien teknik relaksasi, seperti distraksi, dan imajinasi
terpimpin.
R/ Menghilangkan atau mengurangi nyeri secara non farmakologis

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan


immobilisasi
Tujuan : Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat yang
paling tinggi yang mungkin.
Krateria Hasil : mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan
kekuatan / fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukan teknik yang merupakan melakukan aktivitas.
Rencana aktivitas :
1) Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan oleh pengobatan dan
perkalian persepsi pasien terhadap immobilisasi.
2) Instruksikan pasien untuk melakukan latihan rom pasif dan aktif
pada extremitas yang sakit dan tidak sakit sesuai toleransi.
3) Bantu klien dalam perawatan diri kebersihan.
4) Ubah posisi periodik dan dorong untuk latihan napas dalam
5) Auskultasi bising usus, awasi kebiasaan eliminasi dan berikan
keteraturan defekasi rutin.
6) Kolaborasi dengan rehabilitsi dalam terapi fisik/okupasi.
3. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan / krisis.
Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang
Kriteria hasil : mengungkapkan perasaan lebih santai, memperagakan
teknik reaksasi dengan tepat.
Rencana Tindakan :
1). Pantau tingkat ansietas klien
2). Berikan penekanan penjelasan dokter mengenai pengobatan dan
tujuan, klarifikasi kesalahan konsep.
3). Berikan dan luangkan waktu untuk mengungkapkan perasaan.
4). Ajarkan dan bantu dalam teknik pelaksanaan stress.
5). Berikan dorongan untuk berinteraksi dengan orang terdekat dengan
teman serta saudara.

4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang


penatalaksanaan perencanaan di rumah.
Tujuan : Kurang pengetahuan dapat teratasi
Krateria hasil : Mengungkapkan pengertian tentang prognosis,
pengobatan dan program rehabilitasi, mengeksperikan tentang gejala,
potensial komplikasi.
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya.
b. Tekankan pentingnya rencana rehabilitasi aktifitas, istirahat dan
latihan.
c. Diskusikan tanda dan gejala untuk dilaporkan pada dokter: nyeri
hebat, perubahan suhu tubuh.
d. Jelaskan tentang plat dan screw sesuai indikasi.
e. Berikan dorongan untuk melalukan kunjungan tidak lanjut pada
dokter
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price. 2001. Pathofisiologi Konsep Klinisk Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius. FKUI.
Sjamsuhidajat.R; De Jong.W ( 2007 ), Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Revisi, Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.. 1058-1064.
Sabiston. DC (2003); alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar
Bedah Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.
Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC (2002 ); alih bahasa: Laniyati; Kartini.A;
Wijaya.C; Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P.
Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.
Reksoprojo.S ( 2009 ): Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU;
Sumardi.R; Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.
Waldmen B & Mears SC. Ankle Fracture. In: Frassica FJ, Sponseller PD,
Wilckens JH Ed. 5-Minute Orthopaedic Consult, 2nd Ed.USA: Lippincot-
William Wilkins, 2007: p18-19

Anda mungkin juga menyukai