Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR COLLUM FEMUR

1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebakan oleh ruda paksa (Mansjoer. 2009 : 346).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Brunner & Suddart.2002 : 2357).
Fraktur adalah kerusakan pada kontinuitas tulang, terjadi bila tekanan yang ditempatkan
pada tulang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi tulang, tekanan dapat berupa mekanik
(trauma) atau berhubungan dengan proses penyakit (palotologis) (Nettina, 2002 : 170).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah kerusakan pada
kontinuitas tulang atau diskontinuitas jaringan tulang yang disebabkan oleh tekanan berupa
mekanik (trauma) atau ruda paksa atau berhubungan dengan proses penyakit (patologis).

2. Etiologi
Fraktur dapat terjadi karena beberapa faktor, meliputi: trauma kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang
belakang, patologis: sering disebabkan oleh metastase dari tumor, degenerasi: terjadi karena
proses kemunduran fisiologi dari jaringan tulang itu sendiri, spontan: terjadi karena tarikan
otot yang sangat kuat (angulasi fraktur). Contoh: menendang bola (Corwin, 2001 : 298).

3. Patofisiologi
Fraktur sering terjadi pada tulang rangka, jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum, pembuluh darah kortek morrow dan jaringan sekitarnya rusak. Terjadi
pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuknya hematoma dikanal
medulla, akan menyebabkan jaringan sekitar tulang akan mengalami kematian. Nekrosis
jaringan ini merangsang kecenderungan untuk terjadi peradangan yang ditandai dengan
vasodilatasi, pengeluaran plasma dan leukosit, serta infiltrasi dari sel-sel darah putih yang
lain (Corwin, 2001: 299).

Klasifikasi fraktur dibagi dua menurut ada tidaknya hubungan tulang dengan dunia luar
yaitu Fraktur tertutup bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang denga dunia luar dan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan dikulit (Mansjoer, 2000: 346).

Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (Gustilo, R: dalam Mansjoer, A. 2000: 346) yaitu :
Derajat I luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk,
fraktur sederhana, transfersal, oblik atau komunitif ringan, kontaminasi minimal, derajat II
luka ringan dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, fraktur komunitif sedang,
kontaminasi sedang, derajat III terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terdiri atas
jaringan lunak yang menutupi tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas atau fraktur
segimental sangat komunikatif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat
ukuran luka, kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi
massif, luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan
jaringan lunak.

4. Manifestasi klinis

Gambaran yang sering muncul pada klien dengan fraktur adalah Patah tulang traumatik
dengan cidera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah patah tulang dapat timbul
spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul saat
aktivitas dan hilang saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri, mungkin
tampak jelas posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami, pembengkakan disekitar fraktur
akan menyertai proses peradangan, dapat terjadi gangguan sensasi/rasa semutan yang
mengisyaratkan kerusakan syaraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan setara
dengan bagian non fraktur. Hilangnya denyut nadi di sebelah distal mengisyaratkan syok
kompartemen, krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan akibat
pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu sama lain shok disebabkan karena rasa nyeri
yang hebat, kehilangan darah, jaringan rusak, gambaran X-ray menentukan fraktur (Corwin,
2001: 299-300).

5. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan pada fraktur menurut Corwin 2001 meliputi :

a. Fraktur harus segera diimobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentuk dan untuk
memperkecil kerusakan.

b. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak
normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi
tertutup). Apabila diperlukan tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuka), dapat dipasang
pen atau sekrup untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan traksi untuk
mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.

c. Imobilisasi jangka panjang perlu dilakukan setelah reduksi agar kalus dan tulang baru
dapat terbentuk. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan gips atau penggunaan
belat (Corwin, 2001 : 300-301).

2. Proses penyembuhan tulang memiliki beberapa tahap diantaranya adalah

a. Hematoma: bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut, akan membentuk jaringan.

b. Granulasi: dimana sel-sel pembentuk tulang primitive (losteogenik) berdiferensiasi


menjadi kondroblast dan osteoblast.

c. Kalkus: kondroblas akan mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium.


Terbentuklah lapisan tebal di sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas,
bertemu dengan lapisan kalkus dari fragmen satunya dan menyatu.

d. Penyembuhan fraktur berfungsi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya
trabekula oleh osteoblast, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.
Persatuan tulang professional ini akan mengalami transformasi metaplastik untuk menjadi
lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami penyembuhan.

e. Remodeling: dimana osteoblast akan membentuk tulang baru, sementara osteoblast akan
menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akan terbentuk tulang yang menyerupai tulang
aslinya (Mansjoer, 2000).

3. Proses penanganan fraktur menurut Brunner dan Sudart 2002 meliputi

a). Rekognisi

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan dan diskripsi tentang
peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri, menentukan adanya kemungkinan fraktur.
Fraktur bisa menyertai trauma. Karena itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (cirkulation)
apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan
anamnesis dan pemeriksaan secara terperinci. Waktu terjadi kecelakaan penting ditanyakan
untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih
dari 6 jam komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian bila terdapat nyeri panjang sangat khas.
Kripitasi menyebabkan perasaan seakan seperti ada dua amplas yang digesekan. Kerusakan
jaringan lunak yang nyata dapat juga dijadikan petunjuk kemungkinan adanya fraktur. Lalu
lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan
proses pembuatan foto.

b). Reduksi

Reduksi adalah usaha tindakan manipulasi fragmen. Fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita
dapat diberi narkotika intravena, sedatif, atau blok syaraf lokal. Karena secara anastesi baru
mencapai efek maksimum sudah beberapa menit, maka cukup ada untuk reevaluasi sifat-sifat
cidera.

c). Retensi dan Reduksi

Sebagai aturan umum, gibs yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati
sendi diatas fraktur. Gibs sebaiknya tetap mulus tidak dilaminasi dan sesuai dengan geometri
ekstremitas yang patah tersebut.
d). Rehabilitasi dan Kompleksi fraktur

Walaupun sebagian besar penderita patah tulang akan mengalami proses penyembuhan,
segera dengan tehnik penatalaksanaan yang standar, tetapi ada sejumlah penderita yang
mengalami cacat karena komplikasi yang timbul akibat cidera dan program
penatalaksanaannya.

Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam
(golden period). Berikan taksoid, anti tetanus serum (ATS), atau Tetanus Human Globulin.
Berikan antibiotik untuk kuman positif dan negatif dengan dasar luka fraktur terbuka.

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan yaitu rongten untuk menentukan lokasi,
luasnya fraktur atau trauma. Scan tulang, homogram, ct scan, atau MRI untuk
memperlihatkan fraktur, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Arteriogram dilakukan
bila kerusakan vaskuler dicurigai.

Pemeriksaan laboratorium, hitung darah lengkap, hemoglobin, hematokrit, sel darah putih
untuk mengetahui response stress normal setelah trauma dan darah kimia. Gula darah
sewaktu untuk mengetahui kadar gula darah dalam darah.

7. Pathway
Sumber : Corwin, E.J, (2001: 298).

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Fokus pengkajian

Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Unginia Handerson

a. Bernafas dengan normat

Perawat harus waspada terhadap tanda-tanda obsutruksi jalan nafas dansiap memberikan
bantuan dalam keadaan apapun.

b. Kebutuhan akan nutrisi

Normal, kebutuhan nutrisi yang diperlukan pemilihan dan penyediaan makanan, perawat
harus mengetahui kebiasaan , kepercayaan nutrisi.

c. Kebutuhan elementasi
Perawatan dasar meliputi semua saluran dan keadaan normalnya. Jarak waktu pengeluaran
dan frekuensi pengeluaran yang meliputi keringat, udara yang keluar saat bernafas, menstrasi,
muntah, buang air besar dan kecil.

d. Gerak keseimbangan tubuh

Perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip keseimbangan tubuh, miring dan


berstandar. Perawat harus bisa memberikan rasa nyaman dalam semua posisi dan tidak
membiarkan berbaring terlalu lama pada satu posisi dan melindunginya selama sakit dan
berhati-hati saat memindahkan dan mengangkat.

e. Kebutuhan istirahat dan tidur

Istirahat dan tidur sebagian tergantung pada relaksasi otot, untuk itu perawat harus
mengetahui tentang pergerakan badan yang baik. Disamping itu juga dipengaruhi oleh
emosi(stress), dimana stress bias merupakan keadaan potologis apabila ketegangan dapat
diatasi atau tidak terkontrol dengan istirahat atau tidur secukupnya.

f. Kebutuhan Berpakaian

Perawatan dasar meliputi kebutuhan pasien memilihkan pakaian yang tepat dari pakaian yang
tersedia dan membantu untuk memakainya.

g. Mempertahankan temperatur tubuh

Perawat harus mengatahui fisiologi panas dan bias mendorong kearah terciptanya keadaan
panas maupun dingin dengan mengubah temperatur, kelembaban atau pergerakan udara, atau
dengan motivasi pasien untuk meningkatkan atau mengurangi aktivitasnya. Menu makanan
dan pakaian yang dikenakan juga mempengaruhi keadaan ini.

h. Kebutuhan atau personal hygiene

Konsep-konsep mengenai kebersihan berbeda tiap pasien tetap bersih terllepas dari besarnya
badan pasien kedudukan, keadaan fisik dan jiwanya.

i. Kebutuhan rasa aman dan nyaman

Dalam keadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan sekelilingnya atau mengubah
keadaan itu bila beranggapan sudah tidak cocok lagi. Jika sakit sikap tersebut tidak dapat
dilakukanya. Ketidak tahuan bias menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.

j. Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekspresikan emosi, keinginan rasa takut dan
pendapat.
Keinginan, rasa takut dan pendapat dalam keadaan sehat tiap gerak emosi Nampak pada
ekspresi fisik. Bertambah cepatnya denyut jantung atau pernafasan atau muka mendadak
merah dan interpretasikan sebagai pernyataan jiwa / emosi. Tugas perawat disini adalah
sebagai penerjemah dalam hubungan pasien dengan tim kesehatan lain dalam memajukan
kesehatanya, membuat pasien mengerti diriny a sendiri, mengerti perlunya perubahan sikap
yang memperburuk kesehatannya dan menerima keadaan yang tidak dapat diubah. Penetapan
lingkungan yang terapeutik sangat membantu dalam hal ini.

k. Kebutuhan spiritual

Dalam memberikan perawatan dalam situasi apapun kebutuhan sporotual pasien harus
dihormati dan perawat harus membantu dalam pemenuhan itu. Perawatan dan tim kesehatan
lainya harus menyadari bahwa keyakinan, kepercayaan dan agama sangat berpengaruh
terhadap upaya penyembuhan.

l. Kebutuhan bekerja

Sakit dapat menjadi lebih ringan apabila seseorang dapat terus bekerja. Rasa keberatan
terhadap terapi bedres didasarkan pada meningkatnya perasaan tidak berguna karena tidak
aktif. Rehabilitasi pada pasien berarti menempatkan kembali pada pekerjaanya yang
produktif. Makin singkat waktu tidak bekerja makin mudah dilaksanakan.

m. Membutuhkan bermain dan rekreasi

Rasa sakit menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan menikmati variasi dan udara
segar serta rekreasi. Untuk itu perlu dipilihkan beberapa aktivitas yang sangat dipengaruhi
oleh, jenis kelamin, umur, kecerdasan, pengalaman dan selera pasien kondisi serta keadaan
penyakitnta

n. Kebutuhan belajar

Tugas perawat disini adalah membantu pasien belajar dalam mendorong usaha penyembuhan
dan meningkatkan kesehatan, serta memperkuat dan mengikuti rencana terapy yang
diberikan. Fungsi perawat disini adalah sebagai pendidik Nampak dalam pemberian
bimbingan dengan memberikan contoh-contoh dan menjawab pertanyaan yang diajukan.
Bimbingan belajar dapat dilakukan setiap saat ketika perawat memberikan asuhan

2. Diagnosa keperawatan

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cidera
pada jaringan lunak, stress ansietas.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal.

d. Gangguan pola tidur b.d nyeri.

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
kerusakan kulit, kerusakan jaringan, prosedur invasif.

f. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah perbaikan,
imobilisasi fisik, perubahan sensasi, sirkulasi.

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurang terpajan / mengingat, tidak mengenal informasi.

3. Intervensi keperawatan

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

Tujuan tindakan keperawatan adalah kebutuhan cairan terpenuhi, tanda vital dalam batas
normal, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, produksi urine output seimbang dengan
kriteria hasil pasien menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan
haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa
lembab, turgor kulit baik.

Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini meliputi, monitor tanda vital, monitor
status nutrisi, monitor berat badan / hari, pertahankan intake dan output yang akurat, monitor
status hidrasi (membran mukosa) yang adekuat, monitor intake dan output (Santosa,2006 :
179).

b. Nyeri akut b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cidera pada jaringan
lunak, stress ansietas,

Tujuan tindakan keperawatan adalah nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil
menunjukan perasaan senang secara fisik dan psikologis, menunjukan tindakan untuk
mengendaliakn nyeri, melaporkan dan menunjukan jumlah nyeri yang dirasakan.

Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini meliputi evaluasi keluhan nyeri atau
ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, gunakan tindakan pengendalian nyeri
sebelum menjadi berat, ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi (distraksi relaksasi,
kompres hangat atau dingin dan massase), kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan, pastikan pemberian analgesik
prapenanganan / sebelum dilakukan prosedur yang menimbulkan nyeri (Wilkinson, 2007:
338).
c. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal

Tujuan tindakan keperawatan adalah untuk menunjukan tingkat mobilitas paling tinggi yang
mungkin dengan kriteria hasil mampu berjalan dari satu tempat ke tempat lain,menunjukan
pergerakan sendi dengan gerakan atas inisistif sendiri, mampu melakukan pergerakan yang
bermanfaat, mampu melakukan tugas fisik palig dasar dan aktifitas perawatan diri.

Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah ajarkan pasien tentang dan
pantau penggunaan alat bantu mobilitas, ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindahan,
berikan penguatan positif selam aktifitas, ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM
aktif / pasif, ajarkan tehnik ambulasi dan perpindahan ynag aman, atur posisi pasien dengan
postur tubuh yang benar, ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap dua jam,
berdasarkan jadwal spesifik (Wilkinson, 2007: 303).

d. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri

Tujuan tindakan keperawatan adalah adanya keseimbangan optimal dari istirahat dan tidur
dengan kriteria hasil menunjukan perasaan fisik dan psikologis yang nyaman,
mengungkapkan kepuasan individu dengan kehidupan saat ini, menunjukan peningkatan pola
tidur untuk pemulihan fisik dan mental.

Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah pantau pola tidur pasien dan
catat hubungan fakor-faktor fisik atau faktor-faktor psikologis yang dapat mengganggu pola
tidur pasien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit, hindari suara keras dan
penggunaan lampu saat tidur malam, berikan lingkungan yang tenang, damai dan
meminimalkan gangguan, lakukan pijatan yang nyaman, pengaturan posisi dan sentuhan
afektif (Wilkinson, 2007: 474).

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur invasive

Tujuan tindakan keperawatan adalah agar faktor resiko infeksi akan hilang dengan kriteria
hasil terbebas dari tanda / gejala infeksi, menunjukan higieni pribadi yang adekuat.

Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah pantau tanda / gejala infeksi
(suhu tubuh, denyut jantung, penampilan luka, lesi kulit, keletihan), pantau hasil
laboratorium, instruksikan untuk menjaga hygiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap
infeksi, ganti balutan setiap hari, berikan antibiotik bila diperlukan (Wilkinson, 2007: 261).

f. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah perbaikan,


imobilisasi fisik, perubahan sensasi, sirkulasi.

Tujuan tindakan keperawatan adalah menyatakan ketidaknyamanan hilang dengan kriteria


hasil mempunyai kulit yang utuh, menunjukan rutinitas perawatan kulit yang efektif,
mengingesti makanan secara adekuat untuk meningkatkan integritas kulit.

Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah meminimalkan penekanan pada
bagian-bagian tubuh, identifikasikan sumber penekanan dan friksi (gips, tempat tidur dan
pakaian), inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi /
minimal setiap hari, pantau kulit adanya ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembapan dan
kekeringan yang berlebihan, area kemerahan dan rusak, gunakan kasur penurun tekanan,
pertahankan ftempat tidur bersih, kering dan bebas kerutan (Wilkinson, 2007: 465).

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal informasi.

Tujuan tindakan keperawatan adalah agar pengetahuan pasien meningkat dengan kriteria
hasil menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan, melakukan dengan benar
prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.

Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini meliputi berikan pengajaran sesuai
dengan tingkat pemahaman pasien, mengulang informasi bila diperlukan, sediakan waktu
bagi pasien untuk menanyakan beberapa pertanyaan dan mendiskusikan permasalahannya,
berikan informasikan dari sumber-sumber komunitas yang dapat menolong pasien dan
mempertahankan program penanganannya (Wilkinson, 2007: 270).

Anda mungkin juga menyukai