Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DI RUANG OK DENGAN TINDAKAN OPEN REDUCTION EXTERNAL FIXATION


(OREF) DI RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

DOSEN PEMBIMBING : M. HUSNI, S.KEP.,NS., M.KES

DI SUSUN OLEH :
NAMA : AGUS RUDIYANTO
NIM : 11409719042
SEMESTER : III (TIGA)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
BANJARMASIN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan praktik klinik Keperawatan Medikal Bedah dengan tindakan Open
Reduction Extarnal Fixation (OREF) di Ruang OK di RSUD Dr. H. Moch Ansari
Saleh Banjarmasin, telah Disetujui oleh pembimbing lahan dan pembimbing
akademik.

Banjarmasin, Januari 2021

Mahasiswa

Agus Rudiyanto
NIM 11409719042

Mengetahui,
Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Syamsu rizali.,S.Kep.,Ns M. Husni, S.Kep.,Ns., M.Kes


NIP :198011232000031003 NIK : 1125039101
LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN OPEN REDUCTION EXTERNAL FIXATION (OREF)
A. Konsep Teori
I. Pengertian OREF
Open Reduction Extarnal Fixation (OREF) adalah reduksi terbuka
dengan fiksasi internal di mana prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas
dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan
distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
OREF adalah reduksi terbuka dengan Fiksasi eksternal. Fiksasi
eksternal adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan
pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal
bars.Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada
tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan
pelvis (Mansjoer, 2000).

II. Tujuan OREF


Tujuan dilakukan tindakan antara lain :
a. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.
b. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
c. Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu
dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun
terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga
dibutuhkan graft tulang.
d. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
      Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan
kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungk
III. Indikasi Tindakan OREF
1. Fraktur terbuka grade II (Seperti grade I dengan memar kulit dan
otot ) dan III (Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh
darah, syaraf  otot dan kulit )
2. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang
parah.
3. Fraktur yang sangat  kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
4. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan
saraf.
5. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
6. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak
cocok. Misal :  infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ).
7. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
8. Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus

IV. Kontraindikasi
1. Open fraktur dengan soft tissue yang perlu penanganan lanjut
yang lebih baik bila dipasang single planar fiksator
2. Fraktur intra artikuler yang perlu ORIF
3. Simple fraktur (bisa dengan pemasangan plate and screw nail
wire)
4. Fraktur pada anak

V. Prosedur Tindakan OREF


Hal–hal yang Harus Diperhatikan pada Klien dengan Pemasangan
Eksternal Fiksasi
1. Persiapan psikologis
Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum
dipasang fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat
asing bagi pasien. Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena
alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi
untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan pasien
pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.

2. Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.


Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator
atau pin harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini.
Tiap tempat pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan ,
keluarnya cairan, nyeri tekan, nyeri dan longgarnya pin.Perawat
harus waspada terhadap potensial masalah karena tekanan terhadap
alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah.
3. Pencegahan infeksi
Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan
secara rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin,
fiksator harus dijaga kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami
pelonggaran , dokter harus diberitahu. Klem pada fiksator eksternal
tidak boleh diubah posisi dan ukurannya.
4. Latihan isometrik
Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan
jaringan bisa menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat
dimobilisasi sampai batas cedera di tempat lain. Pembatasan
pembebanan berat badan diberikan untuk meminimalkan
pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan
tulang.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
I. PRE OPERATIF
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada
upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam
menghadapi kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan
pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik,khususnya yang
berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi
1. PENGKAJIAN
a) Kaji ulang pasien dari ruangan
b) pemeriksaan fisik ( tanyakan px.apakah sudah puasa).
c) Pemeriksaan psikis ( tanyakan kecemasan dan kesiapan px.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Ansietas b/d kurangnya pengetahuan dalam proses pre
operatif.
b) meningkatkan pengetahuan b/d kurangnya pemahaman
tentang prses pembedahan
c) kurangnya volume cairan tubuh b/d anjuran px.untuk berpuasa
d) resiko perlambatan pemulihan pasca bedah b/d riwayat
penyakit hiperglikemi
e) resiko hambatan mobilitas fisik b/d proses pasca operasi
f) resiko kerusakan integritas jaringan b/d proses pembedahan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a) ansietas b/d kurangnya pengetahuan dalam proses pre
operatitif
1) memberikan bantuan baik secara fisik dan psikologis pada
px.
2) bina hubungan saling percaya agar pasien lebih tenang
3) Menerangkan prosedur operasi sebaik-baiknya.
b) Meningkatkan pengetahuan b/d kurangnya pemahaman
tentang prooses pembedahan
1) Memberikan pemahaman tentang prosedur tindakan
operasi sebaik mungkin.
2) Memberikan dukungan moral.
c) Kurangnya volume cairan tubuh b/d anjuran pasien untuk
berpuasa
1) Catat dan monitor intake dan output pasien
2) Rencanakan target pemberian asupan cairan melalui
infuse.
d) Resiko perlambatan pemulihan pasca bedah b/d riwayat
penyakit hiperglikemi
1) Identifikasi adanyaa nyeri atau keluhan fisik lainnya.
2) Tingkatkan personal higene tentang perawatan luka oasca
bedah pasien.
3) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
e) Resiko hambatan mobilitas fisik b/d proses pasca operasi
1) Kaji kekuatan otot pasien
2) Lakukan room aktif
3) Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhannya
f) Resiko kerusakan jaringan b/d proses pembedahan
1) Kaji kulit dan keadaan luka pasien.
2) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
3) Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

II. INTRA OPERATIF


Intra Operatif Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap
mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen
(asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal
klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat berperan untuk
tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang
adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri
selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan
perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi
yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan
drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa post
operatif.
1. PENGKAJIAN
a) Persiapkan pasien
b) Persiapkan alat instrumen
c) Persiapkan lingkungan ( suhu )
d) Persiapkan obat-obatan anestasi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Hipotermia b/d perubahan suhu ruangan di kamar operasi
b) Cedera posisi b/d lamanya durasi tirah baring saat operasi
c) Resiko infeksi b/d pembedahan pada luka kotor
d) Resiko kerusakan integritas kulit b/d pasca tindakan pembedahan
e) Elektrik injuri b/d penggunaan alat dengan tegangan listrik
3. INTERVENSI
a) Hipotermi b/d perubahan suhu ruangan dikamar operasi
1) Kaji dan monitor tanda-tanda vital pasien
2) Kaji faktor penunjang hipotermi
3) Kurangi suhu dingin dikamar operasi
b) Cedera posisi b/d lamanya durasi tirah baring saat operasi
1) Berikan posisi ternyaman bagi pasien
2) Perhatikan posisi tubuh yang aman bagi pasien
c) Resiko infeksi b/d pembedahan pada luka kotor
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
2) Monitor suhu tubuh pasien
3) Pertahankan teknik aseptik pada luka pasien.
d) Resiko kerusakan integritas kulit b/d pasca tindakan operasi
1) Kaji turgor kulit pasien setelah dilakukan operasi
2) Monitor karakteristik luka ( drainase,warna,ukuran,dan bau )
3) Jelaskan apabila ada tanda dan gejala infeksi
e) Elektrik injuri b/d penggunaan alat dengan tegangan listrik
1) monitor keamananan dalam penggunaan alat tegangan listrik
2) perhatikan karakteristik luka operasi untuk penggunaan alat
penghenti pendarahan.

III. POST OPERASI


Post Operatif Pada masa post operatif, perawat harus berusaha
untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi,
khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan
yang mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital
selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan
kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan,
memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan
mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk
mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan
yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar
tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. Awal
masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan
secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan
kondisi optimum klien. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan
kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan
atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan
kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta
mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain
adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti
nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi
pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat
menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-
olah merasa tidak sehat akal karena merasakan nyeri pada daerah yang
sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien
mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh
klien benar adanya.
1) PENGKAJIAN
a) Kaji kesadaran
b) Perhatikan airway (jalan napas) px.
c) Kaji pernapasan
d) Kaji respon nyeri px.
e) Monitor aktivitas px.
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Resiko aspirasi b/d masuknya benda asing dalam jalan napas
b) Pola napas tidak efektif b/d efek anestesi
c) Nyeri b/d luka pasca operasi
d) Perlambatan pemulihan pasca pembedahan b/d riwayat adanya
hiperglikemi
3) INTERVENSI
a) Resiko aspirasi b/d masuknya benda asing dalam jalan napas
1. Monitor pola napas ( rekuensi,kedalaman,usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Monitor sputum px. (jumlah,warna,aroma)
4. pertahankan pengembangan balon ETT
b) Pola napas tidak efektif b/d efek anestesi\
1. monitoring pernapasan
2. berikan bantuan ventilasi
3. manajemen jalan napas
c) Nyeri b/d luka pasca operasi
1. Observasi tandatanda vital
2. kaji status nyeri dengan PQRST
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
sesuai indikasi
d) Perlambatan pemulihan pasca operasi b/d riwayat adanya
hiperglikemi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Tingkatkan personal hygine pada perawatan luka
3. Kaji apabila ada gejala infeksi

DAFTAR PUSTAKA

a. Nurarif & kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction.
b. MelfiawatiS.Kapitaselekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi,edisi
pertama, Jakarta: EGC, 2018: 511-13
c. Yopalika dkk. (2015). Luka Post Operasi. Makalah Higine. Universitas
Diponogoro Semarang. Widi

Anda mungkin juga menyukai