2. Etiologi
KSS disebabkan oleh mutasi atau perubahan DNA, yang memicu sel
skuamosa pada kulit tumbuh tidak terkendali. Mutasi DNA tersebut dapat
dipicu oleh radiasi sinar ultraviolet, seperti paparan sinar matahari
langsung atau tindakan untuk menggelapkan kulit dengan sinar UV
(tanning kulit).
Faktor Risiko Karsinoma Sel Skuamosa
Terdapat sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya
karsinoma sel skuamosa pada seseorang, di antaranya meliputi:
1) Sistem kekebalan tubuh lemah, misalnya pada orang yang menderita
leukemia, limfoma, sedang mengonsumsi obat imunosupresan
(misalnya kortikosteroid), atau baru menjalani transplantasi organ.
2) Warna kulit. Orang berkulit terang lebih rentan mengidap KSS.
3) Riwayat kelainan pada kulit, misalnya pernah mengalami KSS atau
kanker kulit jenis lain, kulit melepuh, gejala keracunan arsenik pada
kulit, atau kulit yang terserang lesi pra-kanker seperti solar keratosis
atau penyakit Bowen.
4) Kelainan genetik, antara lain xeroderma pigmentosum, albinisme,
sindrom Gorlin, dan sindrom Bazex.
5) Usia. Risiko KSS cenderung meningkat sesuai dengan pertambahan
usia.
3. Manifestasi Klinik
Karsinoma sel skuamosa biasanya diawali dengan munculnya
benjolan atau bercak kemerahan pada kulit dan kulit bersisik. Gejala
tersebut umumnya muncul di bagian tubuh yang terpapar sinar matahari
seperti kulit kepala, telinga, atau bibir. Namun demikian, gejala juga bisa
muncul di bagian tubuh mana pun, seperti di dalam mulut, pada kelamin
atau anus.
Pada tahap awal, kulit penderita akan tampak bersisik dan berwarna
kemerahan. Kemudian seiring waktu, timbul benjolan kecil yang terus
tumbuh, dan bisa mengeras atau berdarah sehigga menyebabkan timbulnya
luka. Dalam beberapa kasus, benjolan akan muncul di lesi kulit yang
sudah ada, misalnya pada tahi lalat atau di tanda lahir.
4. Patofisiologi
Karsinoma sel skuamosa biasanya diawali dengan munculnya
benjolan atau bercak kemerahan pada kulit dan kulit bersisik. Gejala
tersebut umumnya muncul di bagian tubuh yang terpapar sinar matahari
seperti kulit kepala, telinga, atau bibir. Namun demikian, gejala juga bisa
muncul di bagian tubuh mana pun, seperti di dalam mulut, pada kelamin
atau anus.
Luka kanker atau dikenal sebagai Fungating wound merupakan
kerusakan integritas kulit yang disebabkan oleh infiltrasi sel maligna.
Luka kanker terjadi ketika kanker yang tumbuh dibawah kulit
merusak lapisan kulit sehingga terbentuk luka. Seperti pertumbuhan
kanker, luka kanker juga akan menyebabkan penghambatan dan merusak
pembuluh darah tipis, dimana daerah tersebut kekurangan oksigen. Hal ini
akan menyebabkan kulit dan jaringan menjadi mati (nekrosis). Selain
jaringan menjadi nekrosis, bakteri atau kuman juga akan mudah
menginfeksi luka sehingga luka akan berbau. Luka kanker akan terlihat
seperti jamur atau cauliflower, maka dari itu luka kanker sering disebut
fungating wound. Daerah sekitar luka kanker juga kemungkinan terjadi
ulcerasi akibat cairan luka yang begitu banyak. Luka kanker dapat
berkembang pada daerah tempat kanker itu muncul pertama kali (primer),
atau ketika kanker telah metastase ke bagian tubuh yang lain (sekunder).
5. Penatalaksanaan
1) Kulit yang terkena kanker akan dipotong dan dijahit.
2) Electrodessiccation and curettage (ED&C). Tumor dihilangkan
dengan cara dikuret, kemudian lapisan dasar kanker dibakar dengan
jarum elektrik.
3) Kuret dan cryotheraphy. Prosedurnya sama seperti ED&C, hanya saja
setelah kuret, area biopsi dibekukan dengan nitrogen cair.
4) Cryosurgery, yaitu prosedur pembekuan sel-sel kanker menggunakan
nitrogen cair.
5) Terapi sinar laser untuk menghancurkan sel kanker.
6) Operasi Mohs, yaitu pengangkatan kanker selapis demi selapis yang
kemudian diteliti di bawah mikroskop. Umumnya digunakan pada
kanker di bagian wajah, seperti hidung atau telinga.
7) Radioterapi. Prosedur ini dilakukan jika kanker sudah menyebar ke
organ lain dan ke kelenjar getah bening, atau jika kanker tidak bisa
ditangani dengan bedah.
8) Kemoterapi dengan obat oles yang mengandung imiquimod atau 5-
fluorouracil.
9) Photodynamic therapy (PDT). Pada prosedur ini, sel-sel kanker akan
dihancurkan menggunakan sinar khusus.
Adapun prinsip manajemen peawatan luka kanker adalah mengontrol
bau tidak sedap pada luka, mengatasi produksi cairan yang berlebihan,
mencegah dan mengontrol tejadinya perdarahan, dapat merawat kulit
disekitar luka, serta mengurangi dan mengontrol nyeri seta kejadian infeksi.
Contoh topikal terapi : caalcium alginate, hidrokoloidd, hidroaktif gel,
activated cachoal dressing,dharmeizin, istanin powder, hydrocellulosa,
metronidazole powder dan gamgee.
6. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan histologik
Pemeriksaan histologik hingga kini masih merupakan cara yang paling
penting untuk menegakkan diagnosa sarkoma. Pada tumor kecil,
jaringan diperoleh dengan cara eksisi. Jika tumor besar dapat
dilakukan eksisi percobaan atau biopsi sebagian. Ada yang
berpendapat bahwa berbahaya untuk melakukan sayatan pada jaringan
tumor dan menunggu 3 – 4 hari sebelum dapat melaksanakan operasi
yang definitif karena ada kemungkinan sel – sel tumor menyebar
melalui pembuluh yang terbuka pada luka sayatan. Jaringan tumor
yang akan diperiksa difisasi dala cairan formalin 10%. Ahli patologi
anatomik mempunyai berbagai cara untuk mengolah jaringan ini. Cara
yang klasik ialah dengan blok paraffin dan dipulas dengan
hematoksilin dan eosin. Cara ini memerlukan waktu 24 jam. Yang
cepat adalah potong beku (frozen section, vriescoupe). Cara ini
banyak digunakan pada operasi cepat. Jaringan segar atau yang telah
difiksasi setelah dibekukan oleh karbon dioksida dipotong dengan
mikrotom atau cryostat. Sediaan histologik dapat diperiksa dalm
beberapa menit dan diagnosis tepat sampai 50 – 95%.Manfaat potong
beku ialaj dapat menentukan keganasan dengan cepat dan menentukan
batas sayatan apakah sudah bebas dari tumor atau tidak.
2) Biopsi jarum – biopsi aspirasi
Cara ini memerlukan ketrampilan ahli klinik dan ahli patologi
anatomik untuk menegakkan diagnosis dari sepotong jaringan kecil
berbentuk toraxs. Penganbilan jaringan dengan membuta, mudah
sekali luput dari suatu tonjolan yang dimaksud. Selainitu dapat terjadi
penyulit berupa perdarahan setelah biopsi atau fistula bilier pada
penderita icterus obstructiva. Cara ini banyak dikembangkan karena
hanya memerlukan sedikit persiapan yaitu hanya anastesi lokal dan
dapat dikerjakan pada penderita yang berobat jalan.