Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan


jiwa di dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak,
ada satu dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan
mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien
gangguan jiwa memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa
adalah suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini
selaras dengan dengan orang lain. Sedangkan menurut American Nurses
Associations (ANA) keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus
dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia
sebagai ilmu dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai caranya
untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa.
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20%
halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan
dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi.
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah satu-
satunya Rumah Sakit Jiwa yang ada di Makassar. Berdasarkan data dari
Rekam medik RSKD Provensi Sulawesi Selatan, pasien halusinasi yang
dirawat pada tahun 2017 dari bulan Januari sampai Desember berjumlah
546 (sumber buku registrasi ruangan rekam medik).
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk
menilai dan berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan
rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk memberikan respon yang
akurat, sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah
penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua panca indera dan terjadi disaat individu sadar
penuh (Depkes dalam Dermawan dan Rusdi, 2013).
Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik) adalah perasaan melihat
sesuatu objek tetapi pada kenyataannya tidak ada. (Maramis, 2004).
Halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang tidak
berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya
(Dermawan dan Rusdi, 2013). Sedangkan menurut Kusumawati (2010)
halusinasi pendengaran adalah klien mendengar suara-suara yang jelas
maupun tidak jelas, dimana suara tersebut bisa mengajak klien berbicara
atau melakukan sesuatu.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis


merumuskan bagaimana cara mengenal dan mengontrol halusinasi Ny. Y
dengan masalah utama gangguan persepsi sensori: Halusinasi Penglihatan
& pendengaran di Ruang Kenanga RSKD Dadi Makassar

C. Tujuan

Adapun tujuan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan umum:
Mendapatkan pengalaman dalam Asuhan Keperawatan pada klien
dengan halusinasi penglihatan & pendengaran di RSKD Dadi Makassar,
yang meliputi pengkajian, penegakkan diagnosa, merencanakan dan
melaksanakan tindakan keperawatan, dan mengevaluasi.

2. Tujuan Khusus:
a. Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan masalah utama
gangguan persepsi sensori: Halusinasi penglihatan & pendengaran.
b. Menganalisa data pada klien dengan gangguan persepsi sensori:
halusinasi penglihatan & pendengaran.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi penglihatan & pendengaran
d. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi penglihatan & pendengaran.
e. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan &
pendengaran.
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi penglihatan & pendengaran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kasus (Masalah Utama)
Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Halusinasi adalah presepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (stimulasi) eksternal (Stuart & Laraia, 2005; Laraia,
2009). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Caroline , Keliat,
BA, Sabri, L (2008) meneliti bahwa dengan pelaksanaan standar asuhan
keperawatan (SAK) halusinasi, maka kemampuan kognitif klien
meningkat 47%, psikomotor meningkat 48%. Pelaksanaan standar asuhan
keperawatan SAK halusinasi juga menurunkan tanda dan gejala halusinasi
sebesar 14%.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempresepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :
Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi
yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa
adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan
sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien (Natsir, 2011).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal. Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi (Stuart & Laraia, 2005).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi
seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan
jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada(Yusuf,
Fitryasari, & Nihayati, 2015).
Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh
klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien
skizofrenia dan psikotik lain 20% mengalami campuran halusinasi
pendengaran dan penglihatan.Pada halusinasi dapat terjadi pada kelima
indera sensoris utama yaitu :
a. Pendengaran terhadap suara
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
b. Visual terhadap penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa
stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.
c. Taktil terhadap sentuhan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
d. Pengecap terhadap rasa
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan
rasa makanan yang tidak enak.
e. Penghidu terhadap bau
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
2. Etiologi
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan
diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan
rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang
dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan).Faktor predisposisi dan presipitasi:
a. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah:
1) Faktor biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA.
2) Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan
adanya kegagalan yang berulang, korban kekerasan, kurangnya
kasih sayang, atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Pasien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi
rendah,riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan
anak, tingkat pendidikan rendah dan kegagalan dalam hubungan
sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pada pasien dengan halusinasi ditemukan
adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak, kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-
kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan
dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien
serta konflik antar masyarakat.
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap
pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi
adalah sebagai berikut:

a. Data Subjektif:
Pasien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif:
a) Bicara atau tertawa sendiri
b) Marah-marah tanpa sebab
c) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
d) Menutup telinga
e) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
f) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h) Menutup hidung.
i) Sering meludah
j) Muntah
k) Menggaruk-garuk permukaan kulit
3. Jenis-jenis Halusinasi
JENIS
KARAKTERISTIK
HALUSINASI
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering
70 % suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai pada percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
20% gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang
rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah,
urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin
atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

4. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,
dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus
panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua
respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal
mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika
interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat
sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon:

Respon Adaptif Respon Maladptif


Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan
pikir/delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi Sulit berespon emosi
pengalaman berlebihan atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh/ Perilaku
disorganisasi
tidak bias
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
5. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan
keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
a. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada
hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress.
Cara ini menolong untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
b. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi.Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya.Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.
c. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi
kesenangan dan rasa aman sementara.
d. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam
waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi
kronik jika tidak dilakukan intervensi.
C. Pohon Masalah
Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya
sehingga bias membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini
terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami
panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain
(homocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga
mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya
halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi social (stuart
dan laria, 2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan
berhubungan social , klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak
selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien
selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan
stimulus eksternal. Ini memicu timbulnya halusinasi.
Efek Risiko perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensori: halusinasi
(pendengaran, penglihatan, penghidu)
Core Problem 
Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Etiologi

1. Masalah keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran, penglihatan,
penghidu
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: menarik diri
d. Risiko perilaku kekerasan
2. Data yang perlu dikaji
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien
dan keluarga(pelaku rawat).
Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan
dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah ibu/bapak mendengar suara-suara
b. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan
c. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan
d. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya
e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak
mengenakkan
f. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat
bayangan tersebut.
g. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang
h. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-
bayang
i. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat
bayangan tersebut
j. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan
melihat bayangan tersebut.
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi
sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkanatau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau
menutup telinga.
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
g. Menutup hidung.
h. Sering meludah
i. Muntah
j. Menggaruk permukaan kulit
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –
tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus
dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi
informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
a. Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang
tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika
halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh
jika halusinasi perabaan.
b. Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan
pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting
untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan
bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c. Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa
yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi
klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat
mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
D. Tindakan Keperawatan
a. Tindakan keperawatan halusinasi (Pasien)
Tujuan :
Pasien mampu :
1) Mengenali halusinasi yang dialaminya : isi, frekuensi, waktu
terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon.
2) Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
3) Mengontrol halusinasi dengan cara menggunakan obat
4) Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
5) Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas

b. Tindakan keperawatan
1) Mendiskusikan dengan pasien isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon terhadap halusinasi
2) Menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi :
a. Menghardik halusinasi
Menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara
menghardik, meminta pasien memperagakan ulang, memantau
penerapan cara ini, dan menguatkan perilaku pasien.
b. Menggunakan obat secara teratur
Menjelaskan pentingnya penggunaan obat, jelaskan bila obat
tidak digunakan sesuai program, jelaskan akibat bila putus
obat, jelaskan cara mendapat obat/berobat, jelaskan cara
menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (benar jenis, guna,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
c. Bercakap-cakap dengan orang lain
d. Melakukan aktivitas yang terjadwal
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur, mendiskusikan
aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien, melatih pasien
melakukan aktivitas, menyusun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan jadwal yang telah dilatih, memantau adwal
pelaksanaan kegiatan, memberikan reinforcement.
c. Tindakan keperawatan halusinasi (Keluarga)
Tujuan :
Keluarga mampu :
1. Mengenal masalah merawat pasien dirumah
2. Menjelaskan halusinasi (pengertian, jenis, tanda dan gejala
halusinasi dan proses terjadinya)
3. Merawat pasien dengan halusinasi
4. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien dengan
halusinasi
5. Mengenal tanda dan gejala kambuh ulang
6. Memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow-up pasien dengan
halusinasi
d. Tindakan keperawatan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan kesehatan meliputi : pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami
halusinasi: menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan
aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah
terjadinya halusinasi
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
untuk follow-up anggota keluarga dengan halusinasi.
E. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)
1. Sesi 1 : mengenal halusinasi
2. Sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan menghardik
3. Sesi 3 : mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
4. Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
5. Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
F. Tindakan Spesialis Keperawatan
1. Terapi individu : Terapi Perilaku, Terapi Perilaku Kognitif
2. Terapi kelompok : Terapi Supportif
3. Terapi keluarga : Triangle Terapi, Family Psikoedukasi Keluarga

BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah melakukan pengkajian dan memberikan asuhan keperawatan pada
Ny. ‘S’ dengan gangguan sensori persepsi atau halusinasi pendengaran dan
penglihatan pada tanggal 13 Agustus 2019, kami memahami bahwa proses
keperawatan yang dilaksanakan tidak jauh berbeda dengan teori yang telah
didapat. Oleh karena itu kami kemudian akan membandingkan adanya
kesenjangan antara teori dan kasus praktek dalam ruang lingkup asuhan
keperawatan jiwa dari pengkajian sampai evaluasi.
A. Pengkajian
Merupakan tahap awal dalam mengumpulkan data pada klien. Secara
teoritis dalam mengumpulkan data selama pemeriksaan fisik, TTV dan
keadaan ibu dikaji dan dicatat. Tanda dan gejala yang mencurigakan dan
ditemukan selama wawancara.
Dalam pengkajian kami tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi
dengan pasien karena pasien komunikatif dan kooperatif. Kami mendapatkan
data hasil pengkajian dari pasien sendiri dengan cara wawancara, dan
observasi. Pada kasus tahap pengkajian pada Ny. S data yang kami dapatkan
klien merasakan melihat sesuatu yang tidak nyata dan mendegar ada suara
yang membisikan sesuatu, klien mengatakan mendengarkan dan melihat
sesuatu ketika pasien dalam keadaan sendiri.

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang didapatkan pada kasus sejalan dengan
teori. Menurut teori diagnose keperawatan yang ditemukan adalah :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan.
2. Gangguan konsep diri.
3. Gangguan interaksi sosial.
4. Distress spiritual.
5. Defisit perawatan diri.
6. Kerusakan komunikasi verbal.
7. Gangguan mobilitas.
8. Ansietas.
9. Gangguan alam perasaan.
10. Gangguan mekanisme koping
Sedangkan menurut tinjauan kasus diagnose keperawatan yang
ditemukan dan dibahas pada pasien Ny. S dengan halusinasi pendengaran dan
penglihatan :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan.
2. Defisit perawatan diri.
Namun ada beberapa diagnose dalam teori yang tidak muncul pada
kasus yang kami dapatkan yaitu diagnose keperawatan:
1. Gangguan konsep diri.
2. Gangguan interaksi sosial.
3. Distress spiritual.
4. Kerusakan komunikasi verbal.
5. Gangguan mobilitas.
6. Ansietas.
7. Gangguan alam perasaan.
8. Gangguan mekanisme koping
Hal ini disebabkan karena tidak ada data yang mendukung untuk
menegakkan diagnose tersebut. Mengingat juga bahwa pasien kami pasien
yang sudah lama dirawat dan berulang kali masuk rumah sakit RSKD
sulawesi selatan.
Dari 1 (dua) diagnose keperawatan yang kami angkat, tidak ada dari
diagnosa dari masalah keperawatan tidak dapat teratasi sesuai dengan waktu
dan criteria hasil yang telah ditetapkan, Sedangkan diagnose keperawatan
Defisit perawatan diri, belum teratasi karena klien masih memerlukan
implementasi lebih lanjut untuk mencapai criteria hasil yang telah ditetapkan.

C. Rencana intervensi Keperawatan


Rencana keperawatan disusun berdasarkan landasan teori yang
disesuaikan dengan kondisi klien berdasarkan masalah yang ditemukan pada
klien saat pengkajian.

D. Implementasi

Pelaksanaan implementasi dilakukan dan sesuai dengan intervensi


yang ada. Adapun kalau dalam pelaksanaan implementasi ada diagnose
keperawatan yang belum berhasil maka akan ditindak lanjuti sesuai dengan
perkembangan klien.

E. Evaluasi
Langkah akhir dan proses keperawatan adalah evaluasi untuk menilai
sejauh mana keberhasilan asuhan keperawatan yang telah diberikan pada
klien. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 13-15 Agustus
2019 dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang didapatkan klien sudah
terpenuhi dan klien dapat memahami serta kooperatif dalam pemberian
tindakan cara menghardik dan minum oba secara teratur.

BAB V

PENUTUP

a. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan observasi dengan memberikan


manajemen asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi
penglihatan dan pendengaran di ruang Kenanga RSKD Dadi Provinsi
SUL-SEL, dapat diambil kesimpulan:
Dari pengkajian pada Nn. Y didapatkan data subjektif :
1. Pasien mengatakan mendengar suara-suara, suara tersebut muncul
pada saat pasien melihat gambar/foto yang hitam putih memanggilnya
pergi. Pasien juga mengatakan melihat bayangan putih ketika pasien
merasa kepanasan atau pada siang hari.
2. Klien mengatakan takut dengan dengan suara tersebut
3. Klien mengatakan mandi setiap hari
4. Klien mengatakan jarang ganti baju
5. Klien mengatakan merasa sedih
6. klien mengatakan malu dengan penyakitnya
7. klien mengatakan tidak mampu menjadi anak yang bail untuk ibunyaa
Sedangkan pada data objektif didapatkan:
1. Kontak mata ada
2. Klien tampak gelisah
3. Klien tampak tegang
4. Klien tampak bicara atau tertawa sendiri
5. Afek labil
6. Kuku kotor
7. Dandanan tidak rapi
8. Makan berantakan
9. Afek tumpul
10. Alam perasaan sedih
Dari klasifikasi data dan analisa data pada kasus Nn. y didapatkan
diagnosa keperawatan:
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Defisit perawatan diri
3. Isolasi sosial
4. Resiko perilaku kekerasan
b. Saran

1. Bagi perawat
Sebagai salah satu masukan bagi perawat sebagai upaya meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang optimal berupa pemantauan,
memberikan informasi serta pelayanan yang tepat dan adekuat dalam
memberikan asuhan keperawatan, khususnya pada kasus Halusinasi
pendengaran dan penglihatan
2. Bagi Institusi dan Pendidikan
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan agar Rumah Sakit dapat lebih meningkatkan mutu
pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada
kasus Halusinasi pendengaran dan penglihatan agar lebih tepat
menangani kasus.
2. Bagi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai sumber bacaan atau referensi untuk
meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan khususnya pada
Halusinasi pendengaran dan penglihatan

3. Bagi pasien dan keluarga


Diharapkan untuk lebih menjaga terhadap kesehatannya agar terdeteksi
lebih dini bila terjadi kegawatan dan mampu memberikan pertolongan
pertama serta cepat mengambil keputusan untuk mencari pertolongan
pertama pada tempat pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Caroline, Keliat, BA, Sabri, L (2008). Pengaruh Penerapan Standar Asuhan


Keperawatan Halusinasi terhadap Kemampuan Klien Mengontrol
Halusinasi di RS Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.

CMHN (2005).Modul basic course community mental health nursing. Jakarta


:WHO-FIK UI.
Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &
Classification, 2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell
Keliat.,(2010).Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC
NANDA, (2011). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Cetakan 2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nasir. A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa, Pengantar dan Teori.Jakarta :


Salemba Medika.
Nurjannah, I.,(2004).Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen,
Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien,
Yogyakarta : Penerbit MocoMedia.
Stuart, G., & Laraia. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing.
Philadelphia: Elseiver Mosby, Alih Bahasa Budi Santoso.

Stuart,G.W. (2009). Principles and Pratice of Psychiatric Nursing. 8th edition.


Missouri: Mosby.
Townsend, M.C. (1998). Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan
psikiatrik pedoman untuk pembuatan rencana perawatan (terjemahan).
Edisi 3. Jakarta:EGC

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai