Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN AKHIR

CASE STUDY PADA PERAWATAN LUKA PADA Tn “M” DENGAN

KASUS ULKUS KAKI DIABETIK DIRUMAH PERAWATAN

LUKA ETN CENTRE

Disusun Oleh :
TRI ARMI SANDY, S.Kep
17 3145 901 106

Dibuat Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Peminatan


Keperawatan Luka

Dibuat Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Ners


Bagian Peminatan Keperawatan Luka
Universitas Mega Rezky
Makassar
2019

1
2

HALAMAN PENGESAHAN

Mahasiswa Profesi Ners Universitas Mega Rezky Makassar telah


melaksanakan kegiatan Praktikum Peminatan Perawatan Luka
di ETN Center Kota Makassar, pada tanggal
10 Desember – 22 Desember 2018

Makassar, 16 Januari 2019

Mengetahui,

Penguji, Pembimbing,

Muhammad Yusuf, S.Kep.,ETN Ns.Eva Arna Abrar.S.Kep

Disahkan oleh :
Ketua Program Studi Ners

Ayu Lestari, S.Kp., M.Kep


3

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb

Puji Syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat

limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya yang senantiasa memberi petunjuk

dan membimbing langkah peneliti, sehingga dapat merampungkan karya tulis

ilmiah ini sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti ujian akhir Profesi Ners

Universitas Mega Rezky Makassar. Kemudian tak lupa pula peneliti haturkan

salawat dan salam kepada Rasulullah SAW sebagai Rasul terakhir pembawa

cahaya kehidupan beserta keluarga, para sahabat, tabi’in, at baut tabi’in dan

orang-orang yang istiqomah mengikuti ajarannya hingga akhir nanti.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini peneliti mengalami beberapa

hambatan namun atas doa, dukungan, dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga

hambatan itu menjadi mudah bahkan menjadi motivasi bagi peneliti untuk lebih

giat lagi.

Untuk itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati peneliti

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda tersayang Aristan

Sandegi dan Ibunda tercinta Mimi Rosmiati Kemala Dewi yang senantiasa

mendidik dan merawat peneliti dengan penuh kasih sayang serta selalu

memberikan doa, perhatian, nasehat, pengorbanan serta motivasi kepada peneliti

dalam menempuh pendidikan hingga selesai.

Terima kasih pula peneliti ucapkan kepada :


4

1. Bapak Dr. H. Alimuddin, SH.,MH.,Mkn selaku Pembina Yayasan

Universitas Mega Rezky Makassar.


2. Ibu Hj. Suryani, SH.,MH selaku Ketua Yayasan Universitas Mega Rezky

Makassar.
3. Bapak Prof. Dr. dr. H. M. Rusli Ngatimin, MPH selaku Ketua Universitas

Mega Rezky Makassar.


4. Ibu Ayu Lestari, S.Kp., M.Kep selaku Ketua Program Studi Profesi Ners

Universitas Mega Rezky Makassar.


5. Pak Muhammad Yusuf,S,Kep. ETN Selaku CI institusi yang telah

memberikan kritik, saran dan masukan yang sangat berharga untuk

penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.


6. Ns,Eva Arna Abrar.S,Kep selaku CI lahan yang telah memberikan kritik,

saran dan masukan yang sangat berharga untuk penyempurnaan karya tulis

ilmiah ini.
7. Dosen dan seluruh karyawan yang telah memberikan bantuan kepada

peneliti selama mengikuti pendidikan di Program Studi Profesi Ners

Universitas Mega Rezky Makassar.


8. Serta keluarga yang sangat saya sayangi Fajar Jadmika, Moh. Rustam, Nurul

Aprillia yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang dan doa kepada

penulis.
9. Sahabat dan teman-teman Profesi Ners gelombang III angkatan VIII

Univertas Mega Rezky Makassar terutama Asmawati Yusman S,Kep, Zam-

Zam S,Kep, Samsia N.Dg.Abu,S.Kep, Nanang Wardani Gentimo,S,Kep, Siti

umrah,S,Kep yang selalu ada baik dalam keadaan susah maupun duka.
10. Kepada Tn.“M“ dan keluarga yang sudah bersedia untuk dijadikan sebagai

kasus kelolaan.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan motivasi, dukungan, sumbangan pemikiran, bantuan materi


5

maupun non materi, Penulis haturkan terima kasih. Semoga Allah SWT

senantiasa membalas pengorbanan tulus yang telah diberikan dengan segala

limpahan rahmat dan hidayah dari-Nya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari

berbagai pihak sangat di harapkan. Semoga karya tulis ilmiah ini bisa

memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.

Makassar, 15 Desember 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
6

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah............................................................................... 3

C. Tujuan...................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum Tentang Anatomi Fisiologi Kulit.................... 4

B. Tinjauan Umum Tentang Luka ..................................................... 15

C. Tinjauaan Umum Tentang Ulkus kaki diabetik ........................ 29

D. Tinjauan Umum Tentang Moderen Dressing.......................... 36

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Indentitas........................................................................................... 53
B. Riwayat Keluhan dan Kesehatan................................................... 53
C. Pengkajian Luka............................................................................... 54
D. Implementasi ...................................................................................... 61

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 66

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
7

Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau


keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas ke jaringan dibawah
kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita penyakit diabetes melitus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat
terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi. (Tarwoto, dkk,
2012).

Menurut Internasional of Diabetic Ferderation (IDF,2015) tingkat


prevalensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari
keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014
menjadi 387 juta kasus. Indonesia merupakan Negara menepati urutan ke 7
dengan penderita DM sejumlah 4,5 juta penderita setelah india, cina, amerika
serikat, federasi rusia, jepang, dan brazil. National Nosocomial Infekction
Surveillance (NNIS) melaporkan bahwa rata rata kejadian infeksi bersih
(clean) 2,1%, bersih terkontaminasi (clean-contaminated) 3,3%,
terkontaminasi (contaminated) 6,4%, dan kotor (dirty) 7,1%. (Jamaluddin,
2018).

Khusus di Indonesia, berdasarkan data riset kesehatan dasar


(Riskesdas) Kementrian Kesehatan RI, terakhir tahun 2013 sudah mencapai
angka 9,1 juta jiwa. Dan jumlah ini terus bertanbah, diprediksi pada tahun
2030 akan mencapai 21,3 juta jiwa. (Riskesdas 2013).

Perawat mempunyai peran yang sangat menentukan dalam merawat


pasien diabetes mellitus dengan cara membuat perencanaan untuk mencegah
timbulnya luka kaki diabetes. Pencegahan terhadap timbulnya luka
memberikan pengaruh positif terhadap pencegahan amputasi pada kaki
diabetik, sehingga diperlukan program penanganan pasien diabetes mellitus
yang komprehensif.

Tidak sedikit Rumah Sakit di Indonesia yang masih menggunakan


balutan konvensional, yaitu menggunakan kasa steril sebagai bahan utama
balutan. Asia Pacific Wound Care Congress (APWCC) mencatat bahwa
8

hingga tahun 2012, di Indonesia setidaknya baru 25 dari 1000 lebih rumah
sakit, khususnya di Pulau Jawa yang telah menerapkan manajemen
perawatan luka modern.(Sutriyanto, 2015)

Konsep manajemen perawatan luka modern dengan basis lembab


(moisture balance) pertama sekali diperkenalkan oleh Winter (1962) , dan
telah diadopsi oleh banyak negara. Keuntungan konsep lembab ini adalah
membuat lingkungan yang mempercepat re-epitalisasi, menjaga kelembaban
akan menurunkan infeksi, dasar luka yang lembab dapat merangsang
pengeluaran growth factor yang mempercepat proses penyembuhan luka
(Halim, Khoo & Saad, 2012).

Sementara angka terjadi pada ETN CENTER tentang penyakit ulkus


kaki diabetik pada tahun 2017 berdasarkan catatan terdapat 205 orang,
Sedangkan ditahun 2018 jumlah ulkus diabetik berjumlah 118 orang.
9

B. Rumusan Masalah

Tidak sedikit Rumah Sakit di indonesia yang masih


menggunakan balutan konvensional, yaitu menggunakan kassa steril
sebagai bahan utama balutan. Setidaknya baru 25 dari 1000 lebih dari
rumah sakit, khususnya di pulau jawa yang telah menerapkan manajemen
perawatan luka modern. Konsep lembab pada perawatan luka modern
diketahui sangat baik untuk mempercepat repitalisasi, menjaga
kelembapan akan menurunkan infeksi, dasar luka yang lembab dapat
mengrasang pengeluaran growth faktor yang mempercepat proses
penyembuhan luka sehingga penulis tertarik untuk membuat laporan kasus
manajemen luka modern pada kasus luka kaki diabetes.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah di lakukan perawatan luka modern, mahasiswa mampu


mengetahui dan memahami tentang perawatan luka ulkus kaki diabetic
berbasis modern dressing
2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu menilai proses perawatan luka modern terhadap


ulkus kaki diadetik
10

b. Mahasiswa mampu menilai perkembangan luka pada pasien ulkus kaki


diabetic setelah diberi perawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Umum Anatomi Fisiologi Kulit


1. Anatomi kulit

Kulit adalah organ tunggal yang terberat di tubuh, yang biasanya


membentuk 15-20% beratt badan total dan pada orang dewasa, memiliki
luas permukaan sebesar 1,5-2 m2 yang terpapar dengan dunia luar
(Anthony L, Mescher 2011).
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan
merupakan proteksi terhadap organ- organ yang terdapat dibawahnya dan
membangun sebuah barrier yang memisahkan organ- organ internal
dengan lingkungan luar dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh
yang vital. 15% dari berat badan (BB) adalah kulit. Kulit menerima 1/3
volume sirkulasi darah tubuh dengan ketebalan bervariasi antara 0,5- 6
mm. Fungsi utama kulit adalah sebagai pelindung. Satu inci (2,5 cm) kulit
terdiri atas 650 kelenjar keringat, 20 pembuluh darah, 600.000 melanosit
dan ribuan saraf tepi, kuku dan kelenjar keringat sebasea (Irma. P. Arisanti
2013).
11

Kulitadalah system organ tubuh yang paling berat dari tubuh,


merupakan organ pembungkus seluruh permukaan tubuh. Kulit
membangun sebuah barrier yang memisahkan organ – organ internal
dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi
tubuh yang vital. Kulit berfungsi untuk menjaga jaringan internal dari
trauma, bahaya radiasi sinar ultra -violet, temperature yang ekstrim, toksin
dan bakteri [CITATION Mar15 \l 1033 ]

2. Bagian – bagian dari lapisan – lapisan kulit

Gambar
1.1
Struktur
Kulit
a. Lapisan kulit

1) Lapisan epidermis ( kutikel)

Gambar 1.2
Lapisan Epidermis
12

Epidermis adalah lapisan kulit luar yang tipis dan avaskuler tidak
ada pembuluh darah. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari
seluruh ketebalan kulit. Ketebalan dari lapisan epidermis ini
bervariasi tergantung pada tepi kulit dalam hal ini, tebal epidermis
berbeda – beda pada berbagai tempat ditubuh. Lapisan epidermis
yang paling tebal terletak pada telapak dan kaki. Lapisan epidermis
ini terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk (skuamosa), yang
mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel [ CITATION
Mar15 \l 1033 ].
Lapisan ini mengalami regenerasi setiap 4 – 6 minggu.
Lapisan epidermis terutama berfungsi sebagai pelindung
(melindungi masuknya bakteri dan toksin), organisasi sel, sintesis
vitamin D dan sitokin, sel pigmentasi (melanosit), pembelahan dan
dan mobilisasi sel, penegenalan allergen (sel Langerhans) dan
untuk keseimbangan cairan secara berlebihan. Lapisan epidermis
terdiri dari lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
paling terdalam), yang asing masing dijelaskan sebagai berikut:
a) Stratum korneum ( lapisan tanduk)

- Terdiri dari sel keratinosit yang elastis dan melindungi sel


hidup sel keratinosit bisa mengelupas dan berganti.

- Berbentuk seperti tanduk

- Lapisannya rata/flat

- Relative tebal dan terdapat sel mati

- Mudah abrasi dan diganti dengan sel baru

b) Srtatum Lucidum (lapisan jernih)

Ciri – ciri lapisan lusidum ini antara lain:


- Berupa garis translusen
13

- Terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan tangan

- Tidak nampak pada kulit tipis

- Sel mengandung protein = eleidin

- Mencegah ultraviolet dan sinar matahari

c) Stratum granulosum ( lapisan berbutir – butir)

- Ditandai dengan 3 – 5 lapis sel polygonal gepeng, intinya


ditengah dan sitoplasma terisi: granula basofilik yang kasar
(yng dinamakan granula keratohilin dan mengandung
protein yang kaya histidine).

- Memicu proses keratinisasi (sel mati)

- Terdapat sel lengerhans (pengenalan allergen)

d) Stratum spinosum (stratum malphigi)

- Sel berbentuk polihedral (multi muka)

- Disebut “prikle cell”

- Terdapat proses aktif sintesa protein

- Tempat berlangsungnya pembelahan sel

- Sel dibentuk untuk mengganti sel diatasnya

- Terdapat sel Langerhans

- Terdapat berkas – berkas filament yang dinamakan


tonofibril.

- Filament- filament tersebut dianggap memang berperan


penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi
terhadap abrasi.
14

- Epidermis pada tempat yang terus-menerus mengalami


gesekan dan tekanan mempunyai lapisan spinosum dengan
lebih banyak tonofibril.

- Lapisan spinosum dan lapisan basale disebut juga sebgagai


lapisan palphigi.

e) Stratum Basale (lapisan basal)/ lapisan Germinativum:

- Terdiri 1 (satu) lapis sel koluimnar/kuboid yang


mengandung melanosit

- Terjadi proses pembelahan sel/mitosis yang hebat dan


bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis
secara konstan.

- Epidermis diperbaharuai setiap 28 hari untuk migrasi ke


permukaan.

- Keratinisasi, maturase dan migrasi pada sel kulit, dimulai


pada lapisan basale yaitu lapisan kulit yang paling dalam.

- Proses kreatinisasi merupakan proses yang terpenting

- Proses kreatinisasi adalah:

 Proses peremajaan sel-sel epidermis yang secara aktif


dan terus-menerus membelah diri dari lapisan basal
menuju kelapisan diatasnya, akhirnya terdesak menjadi
sel-sel yang mati, kering dan pipih dalam stratum
korneum dan membentuk keratin (=zat tanduk).

 Dikenal pula sebagai “turn over time”


15

 Normal berlangsung 21 hari [ CITATION Mar15 \l


1033 ]

2) Lapisan Dermis ( korium, kutis vera, true skin )

Gambar 3.1
Lapisan dermis

Dermis adalah lapisan kedua dari kulit yang merupakan


jaringan ikat (Connective Tissue), memiliki banyak pembuluh
darah, dan dikenal sebagai “pabriknya kulit” karena memiliki
system persarafan dan kelenjar tubuh. Epidermis dan dermis
dipisahkan oleh lapisan tipis yang disebut BMS atau Dermal
Epidermal Junction (DEJ). Lapisan ini mengalami gangguan saat
kejadian bula (Blister).
Dermis banyak pembuluh darah, folikel rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea. Kualitas kulit tergantung banyak
tidaknya derivate epidermis didalam dermis. Secara keseluruhan,
lapisan dermis berfungsi sebagai struktur penunjang, pemberi
nutrisi, faktor pertumbuhan dan perbaikan kulit (remodeling),
keseimbangan cairan melalui pengaturan aliran sarah kulit., dan
termoregulasi melalui pengontrolan aliran darah kulit. Pada daerah
16

ini bisa menyebabkan kulit kehilangan elastisitasnya


(kelemasannya) dan akhirnya timbul keriput [ CITATION Mar15 \l
1033 ].

3) Subkutis/Hipodermis

Gambar 1.4

Lapisan subkutis

Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar


berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir
stoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan
dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut
dengan panikulus adipose, berfungsi sebagai getah bening. Lapisan
lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya berbeda pada
beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih
tebal ( sampai 3 cm).

Lapisan subkutis/subkutan merupakan lapisan dibawah


dermis yang terdiri dari lapisan lemak dan jaringan ikat yang
banyak terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan ini tersusun
17

atas kelompok jaringan adipose (sel lemak) yang dipisahkan oleh


sel fibrous septa. Ketebalan lapisan ini bervariasi, dimana diketahui
lapisan yang paling tebal biasanya terdapat di abdomen dan lapisan
yang paling tipis terdapat kelopak mata dan penis. Jumlahnya dan
ukuranya-pun berbeda-beda menurut daerah tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Makan yang berlebuh akan menimbulkan
penimbunan lemak dibawah jaringan kulit. Jadi, fungsi jaringan
subkutis/ hypodermis, antara lain.:
a) Jaringan subkutis melekat ke struktur dasar
b) Jaringan subkutis dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan
faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
c) Sebagai isolasi panas (pelindung tubuh terhadap dingin) dan
cadangan kalori (tempat penyimpanan bahan bakar), dimana
biasanya terdapat pada bantalan jaringan yang lebih dalam).
d) Control bentuk tubuh

3. Apendiks Kulit
Apendiks – apendik kulit terdiri dari rambut, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat/ekrin, kelenjar apokrin dan kuku. Apendiks – apendiks kulit
masing masing dijelaskan sebagai berikut:
a) Rambut
Tempat asal rambut pada kulit dinamakan folikel rambut. Folikel
rambut dari keratin, tertanam dalam dinamakan epidermis dalam
dermis, kemudian hypodermis. Folikel rambut dikelilingi oleh jaringan
ikat fibrosa pada dermis[ CITATION Mar15 \l 1033 ].
b) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebase sering juga disebut sebagai ‘kelenjar palit’ atau ‘
kelenjar minyak’. Hal ini disebabkan karena kelenjar ini memproduksi
subtansi minyak yang disebut sebum. Funsinya adalah untuk
menghasilkan minyak (sebum) untuk meminyaki kulit dan rambut agar
tidak kering. Kelanjar sebasea paling tampak terlihat pada kulit bagian
18

kepala, muka dan bahu atas. Letak kelenjar sebasea lebih dekat ke
permukaan kulit serta bermuara pada saluran folikel
rambut[ CITATION Mar15 \l 1033 ].

c) Kelenjar ekrin/keringat
1) Kelenjar keringat berfungsi untuk mensekresi keringat.
Sekresi/pengeluaran keringat dari kelenjar ekrin tersebut dapat
diartikan sebagai proses pendinginan tubuh (mengatur suhu tubuh).
2) Kelenjar ini terdapat diseluruh tubuh, berbentuk lebih lansing,
bermuara langsung di permukaan kulit.
3) Jumlah kelenjar ekrin pada saat lahir hapir sama jumlahnya pada
orang dewasa. Namun pada bayi baru lahir, fungsi kelenjar
keringat baru sempurna di usia 40 minggu. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan bayi (khususnya neonates) menghasilkan keringat
tidak sama dengan orang dewasa.
4) Keringat diproduksi dalam suatu tubulus yang terdapat dermis dan
ditransportasikan oleh kelenjar keringat melalui epidermis untuk
dikeluarkan.
d) Kelenjar apokrin
1) Kelenjar apokrin berfungsi mulai usia pubertas, yang
mengeluarkan cairan yang lebih kental dan berbau khas individu.
2) Bau badan seseorang biasanya juga dipengaruhi oleh aktivitas
bakteri pada kulit normal yang berhubungan dengan pengeluaran
keringat.
3) Jumlahnya lebih sedikit, hanya terdapat di ketiak, liang telinga,
puting payudara dan daerah kelamin.
4) Apokrin diproduksi juga pada tubulus yang terdapat pada dermis.
e) Kuku
1) Kuku adalah kulit yang merupakan bagian akhir lapisan tanduk
yang menebal dan terletak pada akhir jari tangan dan kaki.
19

2) Kuku berbentuk plat pada yang terbuat dari keratin.


3) Kuku terdiri dari akar kuku (bagian yang terbenam di dalam kulit
jari) dan bagian yang berada di luar kulit jari.
4) Bagian luar kuku terdiri atas badan kuku (bagian yang menempel
diatas jaringan lunak jari) dan bagian kuku bebas (bagian yang
menonjol keluar).
5) Kuku berfungsi
- Sebagai penghias
- Mengidentifikasi kesehatan seseorang. ( kuku yang berwarna
merah mudah menandakan suplai oksegenasi baik. Sementara
itu, kuku yang panjang dan kotor menandakan sesorang tidak
memperhatikkan kesehatan/kebersihan).
6) Pertumbuhan kuku rata – rata 0,1 mm perhari
7) Pertumbuhan kuku jari kaki lebih lembat dari pada kuku jari
tangan[ CITATION Mar15 \l 1033 ].

4. Fungsi kulit
Berikut ini adalah beberapa fungsi kulit:
a) Fungsi kulit sebagai proteksi/pelindung tubuh
1) Gangguan fisik dan mekanik dari bahan iritan, tekanan dan
gesekan oleh bantalan lemak subkutis sebagai ‘shock absorber’ dan
ketebalan lapisan kulit serta jaringan penunjang.
2) Gangguan suhu panas oleh kelenjar keringat, atau dingin oleh
kontraksi otot.
3) Gangguan sinar ultraviolet atau radiasi yang akan diserap oleh sel
melanosit di lapisan basal.
4) Gangguan bibit penyakit virus, bakteri, jamur dan parasite yang
akan ditanggulangi oleh lemak permukaan kulit, hasil sekresi
kelenjar sebasea yang mempunyai Ph 5,0 – 6,5.
20

5) Jika kulit pecah/retak/terganggu, kulit akan memberikan


perlindungan pertahanan (barrier protection) baik dari trauma
mekanis, kimia maupun organism pathogen.
6) Mempertahankan hidrasi pada jaringan dibawahnya.
7) Pergantian epidermis yang menetap menjaga pathogen dari sisa-
sisa di kulit selama periode waktu yang lama.
b) Fungsi kulit sebagai absorbs
Penyerapan bersifat selektif
Daya serap = oleh ketebalan kulit, kelembaban dan vehikulum (bahan
pembawa obat).
c) Fungsi kulit sebagai ekskresi
1) Kulit mengekskresikan produk -produk sisa, seperti keringat dan
sebum
2) Pada janin kulit mengekskresikan vernix (setara sebum pada orang
dewasa)
3) Produk – produk sisa tersebut seperti cairan yang mengandung
sodium khlorida, urea, sulfat yang diekskresikan oleh kelenjar
keringat.
4) Sebum adalah substansi yang diekskresikan oleh kelenjar sebasea
melalui folikel rambut dan cabang – cabangnya pada permukaan
kulit.
5) Sebum ini memberikan lapisan asam pada kulit.
6) Lapisan asam merupakan substansi anti-bakteri alamiah yang
menunda pertumbuhan mikroorganisme.
7) Resistensi terhadap mikroorganisme pathogen juga diberikan oleh
flora kulit normal melalui gangguan bakteri.
d) Fuksi kulit sebagai sensasi/persepsi/pengindera (alat peraba & perasa):
Sensasi kulit terjadi sebagai berikut:
1) Reseptor-reseptor sraf pada kulit (ujung – ujung saraf sensorik)
sensitive terhadap nyeri, sentuhan, temperature dan tekanan.
21

2) Kombinasi dari empat tipe sensasi tersebut menghasilkan rasa geli


(seperti terbakar), gatal dan sakit.

e) Fungsi kulit sebagai pengaturan suhu tubuh (thermoregulasi)


1) Thermoregulasi diberikan oleh kulit, yang yang bertindak sebagai
“barrier” antara lingkungan luar dan lingkungan dalam untuk
mempertahankan temperature tubuh.
2) Terdapat dua mekanisme termoregulasi utama, yaitu sirkulasi dan
berkeringat.
3) Pada keadaan normal, temperature kulit selalu lebih rendah dari
temperature permukaan luka.
f) Fungsi kulit sebagai pembentukan pigmen: Oleh melanosit.
g) Fungsi kulit dalam proses kretinisasi: Peremajaan kulit sekaligus juga
melepas jasad renik yang menempel.
h) Fungsikulit dalam pembentukan vitamin D
1) Kulit perlu untuk mensintesa vitamin D
2) Sintesa vitamin D terjadi pada kulit dengan adanya sinar matahari.
3) Sinar ultraviolet mengubah sterol (7-dehydrocholestrol) menjadi
cholecalciferol (vitamin D).
4) Vitamin D berpartisipasi dalam metabolesme kalsium dan fosfat.
5) Hal ini penting untuk pembentukan dan pertahanan struktur dan
kekuatan tulang.
i) Fungsi kulit berperan dalam system imunitas
1) System imun kulit memberikan perlindungan terhadap penyebaran
mikroorganisme dan antigen.
2) Sel – sel kulit yang memberikan perlindungan imun adalah sel-sel
Langerhans, sel penghasil antigen yang ditemukan di epidermis,
mikrofags jaringan, yang menelan dan mencerna bakteri dan zat-
zat lain, mast cell yang mengandung histamin (dilepaskan pada
22

reaksi inflamasi), dan dendrosit. Baik makrofags maupun mast


cells ditemukan pada dermis (Auger, 1989: B beyon, 1983 dalam
Maryunani , 2015).

j) Fungsi kulit sebagai ekspresi emosi dan interaksi


1) Kulit merupakan organ komunikasi non-verbal (tersenyum,
merengut/cemberut, mencibir)
2) Wajah dan bibir tersenyum menandakan emosi gembira.
3) Saat sedih seringkali keluar air mata.
4) Saat takut, kulit akan tampaka pucat karena kontraksi pembuluh
darah kapiler kulit, dan sebagainya.
5) Kulit juga merupakan identifikasi (krateristik wajah, pengkajian
internal dan eksternal terhadap kecantikan dan penerimaan).
6) Sensai sentuhan juga dapat mengkomunikasikan perasaan rasa
nyaman perhatian, persahabatan dan cinta.
7) Injuri terhadap kulit dapat mempengaruhi body image.
8) Jaringan parut (skar) dapat menyebabkan perubahan dalam
pemilihan pakaian, menghindari bertemu public dan penurunan
harga diri [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

B. Tinjauan umum tentang luka


1. Definisi luka
Berikut merupakan beberapa definisi dari luka, yaitu antara lain:
a. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan (Agustina, 2009 Dalam Maryunani, 2015).
b. Luka adalah terputusnya kontinutitas jaringan akibat trauma (tajam
atau tumpul), kimia termal (panas atau dingin), listrik, radiasi
(Widhiastuti, 2008 Dalam Maryunani, 2015).
c. Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang menggangu proses
selular normal; luka dapat dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
23

kontinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan


kehilangan substansi jaringan. (InETNA, 2008 Dalam Maryunani,
2015).

2. Klisifikasi luka
luka diklasifikasi dengan berbagai macam cara diantaranya:
a. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:
1) Luka superfisial; terbatas pada lapisan epidermis.
2) Luka “partial thickness”; hilangnya jaringan kulit pada lapisan
epidermis dan lapisan bagian tas dermis.
3) Luka full thickness; jaringan kulit yang hilang pada lapisan
epidermis, dermis , fasia, tidak mengenai otot.
4) Luka mengenai otot, tendon dan tulang. [ CITATION Mar15 \l
1033 ]
b. Luka berdasarka kedalaman dan luasnya, dapat dinyatakan menurut
stadium luka, yaitu sebagai berikut;
1) Stadium I: Luka superfisial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
2) Stadium II: Luka partial thickness yaitu hilangnya lapisan kulit
pada lapisan epidermis dan bagian atas dermis.
3) Stadium III: Luka full thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan
sampai jaringan subkutan yang dapat meluas tetapi tidak mengenai
otot.
4) Stadium IV: Luka full thickness yang telah mencapai lpisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya distruksi/kerusakan yang luas
[ CITATION Mar15 \l 1033 ].
c. Luka diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luasnya dengan
pembagian berdasarkan tingkat keperahannya, dapat dibagi menjadi:
1) Tingkat I: kemerahan (perubahan warna), teraba hangat, bengkak
atau teraba lebih keras.
2) Tingkat II: luka lebih dalam melibatkan sebagain jaringan kulit.
3) Tingkat III: luka melibatkan seluruh jaringan kulit dan bagian
dibawahnya termasuk lemak tetapi tidak menganai fascia.
24

4) Tingkat IV: luka lebih dalam melibatkan otot, atau tulang dan
jaringan sekitarnya. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].
d. Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu
penyembuhan/waktu kejadianya, luka dapat dibagi menjadi luka akut
dan luka kronik:
1) Luka akut:
a) Luka baru, mendadak dan waktu penyembuhannya sesuai
dengan waktu yang diperkiraka.
b) Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
c) Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera
mendapat penaganan dan dapatsembuh dengan baik bila tidak
terjadi komplikasi. Contohnya: luka sayat, luka bakar, luka
tusuk, crush injury.
d) Luka operasi dapat dianggap luka akut yang dibuat oleh ahli
bedah. Contohnya: luka jahit dan skin graft.
e) Dapat disimpulkan bahwa luka akut adalah luka yang
mengalami proses penyembuhan, yang terjadi akibat proses
integritas fungsi dan anatomi secara terus menerus, sesuai
dengan tahap dan waktu yang normal.
2) Luka kronis
Pengantar:
a) Luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen atau endogen.
b) Luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak
berespon abaik terhadap terapai dan punya tendensi untuk
timbul kembali.
c) Luka yang berlangsung lama atau sering rekuren dimana terjadi
ganggauan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifactor dari penderita.
d) Dapat disimpulkan bahwa luka kronik adalah luka yang gagal
melewati proses perbaikan untuk mengembalikan integritas
fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang
normal.

Krakteristik luka kronik


25

a) Luka kronik disebabkan inflamasi kronik yang ditandai dengan


siklus aktivitas sel yang tidak mendukung penyembuhan.

b) Aktifitas proteolitik dapat tidak adekuat (i.e melapaui periode


bermanfaat) sehingga berperan dalam kronisitas luka.

c) Kadar matrix metalloproteinase dan protease serine meningkat


dibandingkan cairan luka akut.

d) Kadar laktat pada luka kronik semakin menurun selama masa


penyembuhan.

e) Pada luka kronik, kadar albumin, protein total, dan glukosa


semakin meningkat menuju masa penyembuhan.

f) Beberpa spesies bakteri bertahan dalam luka kronik yang


lembab sehingga menghambat penyembuhan luka.

Contoh: leg ulcer/ulkus kaki, pressure sores/luka tekan/decubitus,


diabetic ulcer/luka diabetis, malignant ulcer/luka kanker, luka
bakar yang terinfeksi. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

e. Klasifikasi berdasarkan jenisnya

1) Luka memar

2) Luka abrasi/babras/lecet

3) Luka robek/laserasi/vulnus laseratum (lacerated wound)

4) Luka tususuk/punctur/vulnus pinctum (punctured wound)

5) Luka tembak

6) Luka gigitan

7) Luka avulsi
26

8) Luka hancur [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

f. Klasifikasi berdasar tingkat kontaminasi terhadap luka

1) Luka bersih (clean wounds)

2) Luka bersih terkontaminasi (cleand-contamination wounds)

3) Luka terkontaminasi (contaminated wounds)

4) Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds). [ CITATION


Mar15 \l 1033 ].

g. Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan luar/integritas


luka.

1) Luka tertutup (vulnus occlusum)

a) Luka tidak melampaui tebal kulit

b) Luka tanpa robekan pada kulit

c) Contoh: Bagian tubuh yang terpukul oleh benda benda tumpul,


terpelincir, keseleo, daya deselerasi kearah tubuh (fraktur
tulang, robekan pada organ dalam), luka abrasi, kontusio atau
memar.

2) Luka terbuka (vulnus apertum)

a) Luka melampau tebal kulit

b) Terlihata robekan pada kulit atau membrane mukosa.

c) Contoh: Trauma benda tajam atau tumpul (insisi bedah, pungsi


vena, luka tembak).
27

d) Robekan kulit memudahkan masuknya mokroorganisme,


terjadi kehilangan darah dan cairan tubuh melalui luka. Fungsi
bagian tubuh menurun. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

3. Jenis penutupan luka


Penyembuhan luka dapat dijelaskan sesuai dengan jenis/metode penutupan
pada penyembuhan luka berikut ini:
a. Primary Intention
1) Luka, dengan kedalaman luka full thickness ditutup dengan
menggunakan jahitan, staples, atau perekat/plester.
2) Luka yang ditutup dengan mendekatkan jaringan yang terputus
degan jahitan steples atau pelester.
3) Dengan berlalunya waktu, maka terjadi sitesis, siposisi dan saling
silang kolagen yang memeberikan kekuatan dan integritas
penyembuhan jaringan.
b. Secondary Intention
1) Luka, dengan kedalaman luka partial thickness atau full thickness,
dibiarkan terbuka agar penyembuhannya melalui deposisi jaringan
granulasi
2) Luka, yang penutupan lukanya terjadi bila luka berkontraksi secara
biologis.
3) Contoh yang paling jelas adalah luka stump amputasi yang
dibiarkan terbuka.
4) Kegagalan penutupan luka secara spontan akan menghasilkan luka
kronik.
c. Tertiary intention
1) Luka, dengan kedalaman full thickness dibiarkan terbuka untuk
mengupayakan debridement atau penurunan edema sampai kondisi
optimal terpenuhi untuk penutupan luka aktif.
2) Kondisi luka diapproximated/didekatkan
28

3) Jahitan, steples, dan plester digunakan untuk menutupan luka.


[ CITATION Mar15 \l 1033 ].

4. Tahap-tahap proses penyembuhan luka


Menurut Darwis, I (2004), setiap proses penyembuhan luka akan terjadi
melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan,
serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan
adanya morfologis tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
a. Fase inflamasi/eksudasi (tahap pembersihan): menghentikan
perdarahan dan memepersiapkan tempat luka menjadi bersih dari
benda asing atau kuman sebelum dimulai proses penyembuhan.
b. Fase poliferasi/Granulasi (tahap pembersihan): pembetukan jaringan
granulasi untuk menutup defek atau cedera pada jaringan yang luka.
c. Fase maturase/diferensiasi (tahap epitelisiasi): memoles jaringan
penyembuhan yang telah menjadi lebih matang dan fungsional.
[ CITATION Mar15 \l 1033 ].

5. Stadium luka/tingkat luka


Stadium atau tingkat kedalaman dan luasnya luka dapat diklasifikasi
sebagai berikut:
a. Stadium luka
1) Stadium I: luka superfisial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
2) Stadium II: luka partial thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada
jaringan epidermis dan bagian atas dermis.
3) Stadium III: luka full thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan
sampai jaringan subkutan yang dapat meluas tetapi tidak mengenai
otot.
4) Stadium IV: luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
b. Tingkat luka
29

1) Tingkat I: kemerahan (perubahan warna), teraba hangat, bengkak


atau teraba lebih keras.
2) Tingkat II: luka lebih dalam melibatkan sebagian jaringan kulit.
3) Tingkat III: luka melibatkan seluruh jaringan kulit dan bagian
dibawahnya termasuk lemak tetapi tidak menembus fascia.
4) Toingkat IV: luka lebih dalam melibatkan otot atau tulang dan
jaringan di sekitarnya. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

6. Pengkajian warna dasar luka


a. Luka merah/red
1) Merupakan luka dengan dasar luka merah tua atau merah terang
dan selalu tampak lembab.
2) Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya
mudah berdarah.
3) Luka yang berwarna merah muda atau pucat adalah luka sehat pada
fase akhir proses penyembuhan luka.
4) Perawatan yang diberikan adalah dengan mempertahankan
lingkungan luka dalam suasana lembab, bersih serta melindunginya
dari trauma yang merusak.
b. Luka kuning/yellow
1) Luka dengan dasar luka berwarna kuning, kuning kecoklatan,
kuning kehijauan, kuning pucat dapat merupakan luka keadaan
terkontaminasi, terinfeksi, pus, jenis pus, atau jenis nekrosis.
2) Dengan kata lain, yang kuning merupakan campuran dari jaringan
nekrotik yang berhidrasi, bakteri dan leokosit mati, dengan
jaringan fibrosa.
3) Luka yang mayoritas berwarna kuning ini disebut luka bernanah.
4) Nanah adalah jaringan nekrotik yang lembab, longgar dan
berserabut, yang biasanya berwarnah kuning.
30

5) Kondisi luka ini adalah luka yang terkontaminasi atau dapat pula
terinfeksi dan merupakan luka pada keadaan lembab dan jaringan
avaskularisasi.
6) Yang penting diperhatikan bahwa semua jenis luka kronis
merupakan luka yang terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi.
7) Luka terinfeksi juga dapat dinilai dengan adanya peningkatan
jumlah leukosit darah dalam tubuh dan peningkatan suhu tubuh.
8) Jaringan nekrotik yang berwarna kuning ini harus dibersihkan
sebelum perbaikan dan penyembuhan jaringan dapat terjadi.

c. Luka hitam/black
1) Adalah luka dengan dasar luka berwarna hitam, hitam kecoklatan,
hitam kehijauan. Sering disebut dengan nekrosis atau jaringan
mati.
2) Nekrosis berhasil dari Bahasa Yunani (mati) adalah nama yang
diberikan untuk sel dan jaringan hidup yang mati secara tidak
wajar.
3) Luka tertutup oleh jaringan nekrosis atau eschar, radiasi, yang
merupakan jaringan avaskularisasi yang tidak terdapat perdarahan.
4) Eschar tampak seperti jaringan berkulit kering, tebal, dan mungkin
hitam.
5) Jaringan yang mati (jaringan nekrotik) yang menghambat
peyembuhan luka.
6) Nekrosis merupakan kondisi yang irreversible. Berbeda dengan
apoptosis, yaitu pembersihan sel debris oleh fagosit dengan system
imun, secara umum lebih sulit dilakukan.
7) Jaringan nekrosis dapat berbentuk lunak atau dapat membetuk
jaringan parut.
8) Metode destruksi sel dengan neksrosis ini umunya tidak
mengirimkan sinyal ke fagosit terdekat untuk memakan sel yang
mati.tidak adaanya pemberian sinyal ini mempersulit system imun
31

untuk mencari dan mendaur ulang sel yang telh mati melalui
nekrosis dibandingkan sel yang mengalami apoptosis.
9) Pelepasan kandungan intra sel setelah kerusakan membrane sel
adalah penyebab inflamasi pada nekrosis
10) Jaringan nekrotik ini harus di bersihkan sebelum perbaikan dan
penyembuhan jaringan dapat terjadi
11) Penyebab nekrosis
a) Ada banyak sebab terjadinya nekrosis antara lain paparan
terhadap cedera yang cukup lama, infeksi, kanker, infark,
keracunan, dan inflamasi.
b) Nekrosisi dapat terjadi karena perawatan luka yang tidak
sempurna,neksrosi di sertai pelepasan enzim-enzim khusus
yang disimpan oleh lisosos,yang mampu mencerna komponen
sel atau seluruh sel itu sendiri.
c) Cedera yang dialami sel dapat merusak membrane lisosom,atau
dapat mencetuskan reaksi berantai yang tidak terorganisir yang
menyebabkan pelepasan enzim.
d) Tidak seperti asoptosis,sel yang mati akibat nekrosisdapat
melepaskan zat kimia berbahaya yang dapat merusak sel
lain.neksrosis pada materi biopsy di hentikan dengan fiksasi
atau pembekluan.
e) Kerusakan pada salah satu system penting dalam sel
menyebabkan kerusakan sekunder pada system lain,yang di
sebut cascade of effects.[ CITATION Mar15 \l 1033 ].

7. Persiapan dasar luka


a. Kerangka kerja (TIME)
1) Pengantar
Kerangka kerja TIME merupakan suatau pendekatan sistematis
yang bertujuan agar penyembuhan luka kronik dapat tercapai.
Konsep/kerangka kerja ini dikembangkan oleh International
32

Wound Bed Preparation Advisory Board, EWMA Wound Bed Prep


Editorial Advisory Board dan dipublikasikan oleh Falanga et al.,
2003.
Berikut ini merupakan kerangka kerja yang diperkenalkan oleh Dr.
Vincent Flanga (2003).
a) Kerangka kerja TIME yang diperkenalkan oleh Dr. Vincent
Flanga, merupakan singakatan berikut ini:
T Tissue manejement
I Inflammation and infection control
M Moisture balance
E Epithelial (edge) advancement.
b) Menurut kerangka kerja TIME, setiap luka kronik harus dinilai
adanya.
T Untuk tissue manejement = manejement jaringan (tidak ada
atau kurang).
I Untuk inflammation dan infection control =inflamasi dan
pengendalian infeksi.
M Untuk mointure balance = keseimbangan kelembaban
E Untuk epithelial (edge) advancement = perluasan epitel

8. Cairan luka (eksudat)


a. Definisi
1) Eksudat adalah istilah generic yang di gunakan
untukmengidentifikasi yang di hasilkan dari luka.( Thomas et
al.,1997 dalam Maryunani, 2015).
2) Eksudat merupakan “balsam” alami yaitu zat penyembuh
(Paracelsus,1493-1541 dalam Maryunani, 2015)
b. Hal-hal yang perlu di pahami berkaitan dengan eksudat:
1) Luka sehat kan menimbulkan sedikit kelembaban yang tampak
pada permukaannya,sedangkan pada luka kroniktidak dapat di
prediksi.
33

2) Kebocoran eksudat luka kronik dapat menyebabkan degradasi


enzimatikdari kulit sehat yang terpapar atau dasar luka serta
maserasi yang mediasi eksudat.
3) Sebaliknya, diketahui bahwa pembentukan keropeng kering
menghambat penyembuhan luka sempurna,sedangkan lingkungan
dengan kelembaban optimal mempercepat penyembuhan luka
4) Cairan tersebut banyak terjadi pada keadaan luka yang banyak
terdapat lapisan slough/slaft
5) Slough terbentuk ketika sel-sel mati.terdiri dari fibrinogen dan ous
yang terdapat bakteri,terkumpul didasar luka
6) Jaringan fibrosa tampak lunak,berwarna kekuningan-krem yang
terdiri dari sejumlah leukosit
7) Dalam mengkaji eksudat,perlu diperhatikan: tipe/ jenis, jumlah,
warna, konsistensi, bau, kulit sekitar dan infeksi luka
c. Pelepasan eksudat
1) Pelepasan eksudat luka terjadi sebagai akibat vasodilatasi selama
awal inflamasi fase penyembuhan yang di pengaruhi oleh
mediatorinflamasi sepertihistamin dan bradykinin.
2) Eksudat tampak sebagai cairan serosa di dasar luka dan merupakan
bagian dari penyembuhan luka normal pada luka akut.
3) Bila luka menjadi kronik dengan inflamasi abnormal dan perissten
atau bila terjadi infeksi .eksudat berubah secara kuantitatif dan
kualitatif.
4) Pada luka kronik,eksudat mengandung enzim proteolitikdan
komponen lain yang tidak di temukan oda luka akut.
5) Jenis eksudat ini memiliki kemampuan untuk mendegradasi faktor
pertumbuhan dan kulit tepi luka serta merupakan predisposisi
untuk inflamasi. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

9. Tipe/jenis eksudat
a. Pengantar
34

1) Jenis eksudat bergantung pada jenis luka dan muatan bakterinya.


2) Pada luka yang menyembuh akut eksudat encer, berwarna kuning
pucat atau seperti jerami dalam jumlah sedang, dianggap normal.
3) Pada luka kronik, warna, konsistensi, dan jumlah eksudat beruba
sebagai akibat dari berbagai proses fisiologik.
b. Ada yang berbagai tipe/jenis eksudat sebagai berikut:
1) Serous/serosa: cairan berwarna jenrih.
2) Humoserous/hemoserosa: cairan serous yang berwarna merah
terang/cairan serous yang bercampur darah.
3) Sangeunous: cairan berwarna darah kental/pekat.
4) Prulent: cairannya kental mengandung nanah.
c. Ada juga yang membagi tipe/jenis eksudat sebagai berikut:
1) Serosa
a) Warna: Warna jernih seperti jerami
b) Konsistensi: encer, berair
c) Diartikan antara lain sebagai berikut:
i. Normal
ii. Kemungkinan pertanda infeksi
iii. Beberapa bakteri menghasilkan fibrinolisin, yang
memecah bekuan fibrin atau plasma yang membeku.
iv. Beberapa strain Staphylococcus aureus, β-heamolytic
group A streptococci dan bacteroides fragilis,
menghasilkan fibrinosislin.
v. Pseudomonasaeruginosa mengahasilkan enzim non-
spsefik yang menghacurkan fibrin.
2) Fibrinosa
a) Warna: agak keruh
b) Konsistensi: encer,berair
c) Diartikan: mengandung serat-serat protein fibrin.
3) Serosanguinosa
a) Warna: jernih, pink
35

b) Konsistensi: encer, berair


c) Diartikan normal
4) Sanguinosa
a) Warna: merah
b) Konsistensi: encer, berair
c) Diartikan: trauma pada pembuluh darah
5) Seropurulen
a) Warna: keruh, kuning, kopi susu
b) Konsistensi: agak kental, krem
c) Diartikan: infeksi
6) Purulen
a) Warna: kuning, kelabu, hijau
b) Konsistensi: kental
c) Diartikan: infeksi, mengandung organisme piogenik dan sel
inflamasi lain.
7) Hemopurulen
a) Warna: gelap. Berwarna darah
b) Konsistensi: pekat, lengket
c) Diartikan: mengandung neutrophil, bakteri dan sel inflamasi
mati/mau mati. Ini berarti telah terjadi infeksi yang
menyebabkan kerusakan kapiler dermis sehingga terjadi
kebocoran darah.
8) Hemoragik
a) Warna: merah
b) Konsistensi: kental
c) Diartikan:
i. Infeksi
ii. Trauma
iii. Kapiler sangat rapuh sehingga mudah pecah dan terjadi
perdarahan spontan.
36

iv. Jangan dikelirukan dengan eksudat berdarah yang


disebabkan oleh debridement berlebihan. [ CITATION
Mar15 \l 1033 ].

10. Infeksi pada luka


a. Pengertian
1) Infeksi pada luka merupakan gangguan serius terhadap proses
penyembuhan luka.
2) Infeksi pada luka adalah pertumbuhan organisme dalam luka yang
berkaitan dengan reaksi jaringan (Westaby, 1995 Dalam
Maryunani, 2015).
b. Cara mengidentifikasi tanda-tanda infeksi
1) Kejadian infeksi dapat di indentifikasikan dengan adanya tanda-
tanda infeksi secara klinis, penigkatan suhu tubuh dan jumlah
hitungan leukosit yang menigkat; atau
2) Infeksi pada luka dapat diperhatikan, dengan:
a) Adanya proses inflamasi
b) Cairan eksudat
c) Baerbau tidak sedap
3) Tanda infeksi local yang khas adalah;
a) Kemerahan
b) Bengkak
c) Hipertermi
d) Nyeri
e) Fungsi terbatas
4) Tanda-tanda klinis kritikal klonisasi atau infeksi local:
penyembuhan luka terhambat, bau, jaringan granulasi abnormal,
nyeri meningkat dan eksudat berlebihan.
5) Hasil kultur infeksi: mikroorganisme sudah bereplikasi > 105 per
gram jaringan. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

C. Tinjauan Umum Tentang Ulkus Kaki Diabetik


1. Definisi
Ulkus/luka kaki diabetis adalah luka yang tejadi pada penderita
diabetes, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibata diabete
melitus yang tdiak terkendali. Kelainan kaki diabetes dapat disebabkan
37

adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persarafan dan adanya


infeksi (Tambunan, M, 2007 Dalam Maryunani, 2015).
Ulkus kaki merupakan terjadinya luka yang tersering pada penderita
diabetes, dimana neuropati menyebabkan hilangnya rasa pada kondisi
terpotong kaki, blister/bullae atau kallus yang diikuti dengan penurunan
sirkulasi juga penyakit mikrovaskuler (Black, 1998 Dalam Maryunani,
2015).

2. Tanda dan gejala/ gambaran klinis pada pemeriksaan ulkus diabetik


a. Tanda dan gejala
Menurut Fontain, tanda dan gejala klinik dibagi menurut beberapa
satadium, yaitu:
1) Stadium I: Asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan
gringgingen.
2) Stadium II: Klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi lebih
pendek).
3) Stadium III: Nyeri saat istirahat.
4) Stadium IV: Manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia
(nekrosis, ulkus).
b. Tanda dan gejala/manifestasi klinis ulkus diabetik, juga dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1) Neuropati kaki klasik
2) Denyut melompat-lompat
3) Vena membesar
4) Kerusakan ujung saraf perifer
5) Hilangnya modalitas sensor
6) Otot intrinsic mengecil dan melemah
7) Refleks pergelangan kaki hilang
8) Deformitas, jari kaki mengerut, hilangnya lengkung kaki.
9) Peningkatan suhu kulit
10) Tidak berkeringat, kulit kering, pecah-pecah dan kapalan.
11) Osteoartropati charcot
12) Edema
13) Nekrosis (gangrene). [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

3. Etiologi ulkus kaki diabetik


a. Terjadinya ulkus kaki diabetic (diabetic foot ulcers) juga dapat
dijelaskan sebagai beriku :
38

1) Kurangnya control diabetes melitus selama bertahun-tahun sering


kali memicu terjadinya kerusakan syaraf dan / atau masalah
sirkulasi yang serius.
2) Kondisi tersebut dapat menimbulkan efek pembentukan luka pada
kaki.
b. Terdapat 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetic secara umum:
1) Neuropati
a) Neuropati diabetic merupakan kelainan urat syaraf akibat
diabetes melitus (DM) karena kadar gula dalam darah yang
tinggi yang bisa merusak urat syaraf penderita dan
menyebabakan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada
kaki,sehingga apabila penderita mengalami trauma kadang-
kadang tidak terasa.
b) Kerusakan syaraf menyebabkan mati rasa dan menurunnya
kemampuan merasakan sakit, panas atau dingin.
c) Titik tekanan, seperti akibat pemakaian sepatu yang terlalu
sempit menyebabkan kerusakan syaraf yang dapat mengubah
cara jalan pasien.
d) Kaki depan yang lebih banyak menahan berat badan rentan
terhadap luka tekan.
e) Dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala neuropati meliputi :
kesemutan, rasa panas, rasa tebal, ditelapak kaki, kram, badan
sakit semua terutama malam hari.
2) Angiopaty
a) Angiopati diabetic adalah penyempitan pembuluh darah pada
penderita diabetes.
b) Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita diabetes
melitus (DM) mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan
darah.
c) Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/besar pada
tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangrene
diabetic, yaitu luka pada kaki yang yang merah kehitaman dan
berbau busuk.
d) Adapun angipati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotic terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.
39

e) Dengan kata lain, meningkatnya kadar gula darah dapat


menyebabkan pengerasan, bahkan kerusakan pembulih darah
arteri dan kapiler (makro/mikroangiopaty)
f) Hal yang menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi dan
oksigen ke jaringan sehingga timbul risiko terbentuknya
nekrotik. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

4. System derajat/grade wagner untuk lesi kaki diabetik


Berdasarkan berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetes dibagi menjadi
enam derajat menurut Wagner yaitu:
a) Derajat 0: Tidak ada lesi yang terbuka. Bisa terdapat deformitas atau
selulitis (dengan kata lain : kulit utuh,tetapi ada kelainan bentuk kaki
akibat neuropatik).
b) Derajat 1: ulkus/luuka superfisial terbatas pada kulit
c) Derajat 2 : ulkus / luka dalam sampai menembus tendon, atau tulang
d) Derajat 3: ulkus/ luka dalam dengan abses,osteomyelitis atau sepsis
persendian
e) Derajat 4 : gangren setempat ditelapak kaki atau tumit (dengan kata
lain : gangrene jari kaki atau bagian dietal kaki , dengan/ tnpa
selulitis).
f) Derajat 5 : gangrene pada seluruh atau sebagian tungkai bawah.
[ CITATION Mar15 \l 1033 ].

5. Manifestasi kelainan kaki diabetic


a) Derajat satu: normal,tidak terdapat kelainan
b) Derajat 2 : kaki resiko tinggi,deformitas,kelainan kuku,kuku
kering,otot hipotrofi.
c) Derajat 3 : kaki ulkus ulkus pada plantar,neuropai,kalus,ulkus
dasaranya otot.
d) Derajat 4 : kaki infeksi,edema,kulit merah,infeksi,osteomilitis,gejala
sistemik.
e) Derajat 5 : kaki nekrosis/gangrene melibatkan kulit subkutis
f) Derajat 6 : kaki yang yang tidak dapat diselamatkan ,nekrosis
luas,harus amputasi. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

6. Patofisiologi
40

Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang


menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di
sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang
signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut
berperan terhadap timbulnya kaki Diabetik dengan menurunkan jumlah
oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga
menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh.
Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa
penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai
kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan
trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan
terhadap terjadinya kaki Diabetik.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik,
metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi
(hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan
hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme
protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan
pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran
pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah
yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah
terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang
menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau
luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas.
Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati
juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari
martil), dan Charcot Foot.
Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan
kekeringan pada kaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis
pada pasien diabetik karena sirkulasi yang buruk merusak proses
41

penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi, dan kondisi serius


pada kaki.
Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan
dalam timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi.
Infeksi sendiri sangat jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya
kaki diabetik. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai
kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik
dikategorikan menjadi 2 golongan:
a. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia
Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan
patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan
tunika intima “hiperplasia membran basalis arteria”, oklusi
(penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas
tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan
(agregasi).
Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit diabetes melitus
tidak normal sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu.
Demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun
sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk
dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Hal
tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan arteri, namun juga
diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal. Menurut
kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan bertambahnya
reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah
merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan
terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga
akhirnya terjadi gangguan sirkulasi.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara
lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer
(yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki).
Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang
baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
42

nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang


memerlukan/tindakan amputasi.
Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke
tungkai meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki
depan pada saat istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal
atau denyut tibial superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan
lemak subkutan,tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah,
penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai
diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat.
b. Kaki Diabetik akibat neuropati
Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer,
terutama pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol.Di
samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan
mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur
untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai
oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri
anaerob.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya
kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang
menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau
luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas.
Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler,
hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis,
pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi
otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes
(ibujari martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak
adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot.
D. Tinjauan Umum Tentang Modern Dressing

1. Pengertian modern dressing


43

Modern dressing teknik perawatan luka denganmenciptakan kondisi


lembab pada luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan
penyembuhan luka, menggunakan balutan semi occlusive, full
occlusive dan impermeable dressing berdasarkan pertimbangan
biaya(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety).

2. Konsep manejemen luka modern/terkini


Konsep manejeman atau penyembuhan luka dewasa ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat dengan beberapa fungsi kerja umum
maupun spesifik, serat menciptakan kelembababn pada area dan sekitar
luka. Beberapa fungsi kerja manejemen atau perawatan luka yang modern
saat ini, mencakup:
a. Mengoptimalkan kerja dari neurotrofil, makrofag,fibrablast,protease
(enzyme debinder), growth factors.
b. Meminimalkan rasa sakit (mengurangi sakit pada ujung syaraf karena
kondisi luka dalam keadaan lembab)
c. Meminimalkan infeksi (sel-sel meningkatkan daya tahan tubuh, lebih
sedikit jaringan kering yang mati sehingga mengurangi timbulnya
mikroorganisme).
d. Mengurangi kemungkinan adanya luka baru pada saat penggantian
balutan luka.
e. Mengurangi resiko perpindahan mikroorganisme.
f. Mengurangi pencemaan udara pada saat penggantian balutan
g. Menjaga luka pada temperaturoptimum agar penyembuhan luka lebih
cepat
h. Balutan dapat digunakan untuk beberapa hari sehingga mengurangi
frekuensi penggantian balutan. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

3. Tujuan pemilihan balutan luka


Tujuan utama memasang balutan luka adalah untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif terhadap penyembuhan lika. Tidak ada balutan
yang sesuai untuk setia luka atau setiap orang.oleh karena itu,pemilihan
balutan harus ditentukan setelah mengkaji kebutuhan individu dan luka.
Pemahaman tentang fisologi penyembuhan luka dan berbagai macam
44

balutan serta cara kerjanya diperlukan agar dapat diperoleh penyembuhan


yang optimal.
Adapun tujuan pemilihan balutan dan alas an mengapa balutan
diperlukan,antara lain:
a. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap penyembuhan yaitu
dengan mempertahankan kelembaban.
b. Membuang jaringan mati,benda asing dan partikel dari luka
c. Melindungi luka dan jaringan sekitarnya.
d. Mampu mengontrol kejadian infeksi/ melindungi luka dari trauma dan
invasi bakteri
e. Mencegah dan mengelola infeksi klinis pada luka
f. Mengurangi nyeri dengan mengeluarkan udara dari ujung – ujung
syarf
g. Mempertathankan temperature pada luka
h. Mengontrol dan mencegah perdarahan
i. Memberikan kompresi terhadap perdarahan atau statis vena
j. Menampung cairan/eksudat
k. Memobilisasi bagian tubuh yang ter-injury/mengalami trauma
l. Meningkatkan kenyamanan
m. Mengurangi stress pada pasien dan keluarganya dengan melakukan
penutupan luka. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

4. Kriteria balutan yang ideal


Balutan luka yang ideal seharusnya memenuhi hal-hal berikut ini :
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mengangkat eksudat yang berlebihan
c. Mengupayakan pengangkatan eksudat dan benda asing tanpa
menimbulkan trauma terhadap jaringan baru
d. Memungkinkan pertukaran gas (bila diperlukan)
e. Memberikan insulasi thermal.
f. Memberikan barrier (penghalang) terhadap pathogen
g. Tidak meningkatkan thermal
h. Tidak menyebabkan sensitivitas atau reaksi alergi
i. Melindungi terhadap trauma mekanis,misalnya tekanan gesekan atau
pergesera
j. Mudah dalam pemasangan/pemakainnya
k. Nyaman dipakai
l. Dapat berdaptasi pada bagian-bagian tubuh
m. Tidak meganggu fungsi tubuh
n. Cost-effective. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].
45

5. Prinsip pemilihan balutan luka


Menurut Hartman (1999) dan Ovington (1999), pada dasarnya prinsip
pemilihan balutan yang akan digiunakan untuk membalut luka harus
memenuhi kaidah-kaidah berikut ini :
a. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh
luka (mengabsorbsi)
b. Kemampuan balutan untuk megangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme
c. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka
d. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
e. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengankut atau
pendistribusian antibiotic keseluruh bagian tubuh. [ CITATION
Mar15 \l 1033 ].

E. Tinjauan Umum Tentang Modern Dressing


1. Pengertian modern dressing
Modern dressing teknik perawatan luka denganmenciptakan kondisi
lembab pada luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan
penyembuhan luka, menggunakan balutan semi occlusive, full
occlusive dan impermeable dressing berdasarkan pertimbangan
biaya(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety).
2. Konsep manejemen luka modern/terkini

Konsep manejeman atau penyembuhan luka dewasa ini mengalami


perkembangan yang cukup pesat dengan beberapa fungsi kerja umum
maupun spesifik, serat menciptakan kelembababn pada area dan sekitar
luka. Beberapa fungsi kerja manejemen atau perawatan luka yang modern
saat ini, mencakup:
i. Mengoptimalkan kerja dari neurotrofil, makrofag, fibrablast, protease
(enzyme debinder), growth factors.
j. Meminimalkan rasa sakit (mengurangi sakit pada ujung syaraf karena
kondisi luka dalam keadaan lembab)
k. Meminimalkan infeksi (sel-sel meningkatkan daya tahan tubuh, lebih
sedikit jaringan kering yang mati sehingga mengurangi timbulnya
mikroorganisme).
46

l. Mengurangi kemungkinan adanya luka baru pada saat penggantian


balutan luka.
m. Mengurangi resiko perpindahan mikroorganisme.
n. Mengurangi pencemaan udara pada saat penggantian balutan
o. Menjaga luka pada temperaturoptimum agar penyembuhan luka lebih
cepat
p. Balutan dapat digunakan untuk beberapa hari sehingga mengurangi
frekuensi penggantian balutan. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].

3. Tujuan pemilihan balutan luka


Tujuan utama memasang balutan luka adalah untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif terhadap penyembuhan lika. Tidak ada balutan
yang sesuai untuk setia luka atau setiap orang.oleh karena itu,pemilihan
balutan harus ditentukan setelah mengkaji kebutuhan individu dan luka.
Pemahaman tentang fisologi penyembuhan luka dan berbagai macam
balutan serta cara kerjanya diperlukan agar dapat diperoleh penyembuhan
yang optimal.
Adapun tujuan pemilihan balutan dan alas an mengapa balutan
diperlukan,antara lain :
a. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap penyembuhan yaitu
dengan mempertahankan kelembaban.
b. Membuang jaringan mati,benda asing dan partikel dari luka
c. Melindungi luka dan jaringan sekitarnya.
d. Mampu mengontrol kejadian infeksi/ melindungi luka dari trauma dan
invasi bakteri
e. Mencegah dan mengelola infeksi klinis pada luka
f. Mengurangi nyeri dengan mengeluarkan udara dari ujung – ujung syarf
g. Mempertathankan temperature pada luka
h. Mengontrol dan mencegah perdarahan
i. Memberikan kompresi terhadap perdarahan atau statis vena
j. Menampung cairan/eksudat
k. Memobilisasi bagian tubuh yang ter-injury/mengalami trauma
l. Meningkatkan kenyamanan
m. Mengurangi stress pada pasien dan keluarganya dengan melakukan
penutupan luka. [ CITATION Mar15 \l 1033 ].
47

4. Kriteria balutan yang ideal


Balutan luka yang ideal seharusnya memenuhi hal-hal berikut ini :
a. Mempercepat proses penyembuhan luka

b. Mengangkat eksudat yang berlebihan

c. Mengupayakan pengangkatan eksudat dan benda asing tanpa


menimbulkan trauma terhadap jaringan baru

d. Memungkinkan pertukaran gas (bila diperlukan)

e. Memberikan insulasi thermal.

f. Memberikan barrier (penghalang) terhadap pathogen

g. Tidak meningkatkan thermal

h. Tidak menyebabkan sensitivitas atau reaksi alergi

i. Melindungi terhadap trauma mekanis,misalnya tekanan gesekan atau


pergesera

j. Mudah dalam pemasangan/pemakainnya

k. Nyaman dipakai

l. Dapat berdaptasi pada bagian-bagian tubuh

m. Tidak meganggu fungsi tubuh Cost-effective. [ CITATION Mar15 \l


1033 ].

5. Pemilihan Balutan Luka


a. Hydrocolloid
48

- Jenis topikal therapy yang berfungsi untuk


mempertahankan luka dalam keadaan lembab,
melindungi luka dari trauma dan menghindari risiko
infeksi, mampu menyerap eksudate minimal.

- Baik digunakan untuk luka yang berwarna merah,abses


atau luka yang terinfeksi.

- Bentuknya ada yang berupa lembaran tebal dan tipis


serta pasta

- Contohnya: Duoderm extra-thin, Duoderm CGH,


Comfell.

Indikasi:
a) Luka dengan sedikit eksudat – sedang
b) Luka akut atau kronik
c) Luka dangkal
d) Jaringan granulasi
e) Abses
f) Luka dengan epitalisasi luka yang terinfeksi grade 1 dan 2
b. Hydroactive gel

-
-
Merupakan jenis topikal therapy yang dapat membantu
proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri
(disebut “support autolysis debridement”)

- Dapat digunakan terutama pada dasar luka yang


berwarna kuning dan hitam
49

Indikasi:
a) Menciptakan lingkungan luka yang tetap lembab
b) Lembut dan fleksibel untuk segala jenis luka
c) Melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik, tanpa merusak
jaringan sehat.
d) Mengurangi rasa sakit karena mempunyai efek pendingin
Kandungan Hydroactive Gel : air 90-95% dan memiliki sifat semi
transparan daan nonadherent.
c. Metcovacin
Ada beberapa jenis metcovazin, diantaranya adalah :
a) Metcovazin regular

Merupakan salah satu jenis topical therapy yang berbentuk


cream/salf dan digunakan sebagai primary dressing.
Indikasi .
a) Membantu proses penyembuhan luka nekrotik dan semua jenis
luka.
b) Memberikan suasana lembab serta mendukung autolysis.
c) Menghindari trauma saat buka balutan.
d) Untuk luka dengan warna dasar luka: hitam, kuning, hijau,
merah.
e) Bahan dasar: Zinc, Vaselin, Chitosan
Fungsi : Metcovasin memiliki fungsi untuk mendukung
autolytic debridemen,menghindari trauma saat membuka
balutan, mengurangi bau tidak sedap yang ditimbulkan luka
serta mempertahankan suasana lembab.bentuknya salep dalam
kemasan.

b) Metcovazin gold
50

Metcovasin gold adalah topikal terapi yang berbahan dasar zinc,


vaselin dan chitosan efektif digunakan untuk membantu proses
penyembuhan luka nekrotik, infeksi dan semua jenis luka, memberikan
suasana lembab serta support autolysis, menghindari trauma pada saat
buka balutan, dengan warna jaringan hitam, nikrotik, atau kuning.
Indikasi
a) Topical Therapy atau salep luka untuk semua jenis warna dasar
luka yang terinfeksi, karena ada kandungan iodine-cadexomer
sebagai zat yang signifikan menurunkan infeksi.
b) Bahan aktif : Metcovazin Reguler plus iodine-cadexomer.

c) Metcovazin Red

Metcovasin red adalah topikal terapi yang berbahan dasar zinc,


vaselin dan chitosan efektif digunakan untuk membantu proses
penyembuhan luka nekrotik, infeksi dan semua jenis luka, memberikan
suasana lembab serta support autolysis, menghindari trauma pada saat
buka balutan, dengan indikasi topikal therapy atau salep luka untuk
jaringan yang granulasi merah, karena ada kandungan hydrocolloid. Bahan
aktiv metcovazin regular plus hydrocolloid.
51

Indikasi
a) Topical therapy atau salep luka untuk jaringan yang granulasi
merah, karena ada kandungan hydrocoloid.
b) Bahan aktif :Metcovazin Reguler plus Hydrocoloid.

d. Epitel Salf

.
Epital salf adalah cream yang digunakan untuk melembabkan dan
mengurangi sensitivitas jaringan yang mengalami radang,membantu
menghilangkan rasa terbakar, gatal dan nyeri dengan melindungi dari iritasi lebih
lanjut. Cream ini juga membantu mempercepat proses penyembuhan kulit.
Mengandung vitis vinifera, butyrospermum parkii butter, telmesteine
,glycyrrhetinic acid, dan Na hyaluronate , yang merupakan garam natrium dari
hyaluronic acid, suatu senyawa glikosaminoglikan.
Indikasi:
a) Untuk mendukung kelembaban
b) Cocok untuk semua tahap jenis luka (nekroik,slough,granulasi,
epitalisasi)

e. Transparent film

- Jenis topical therapy yang berfungsi untuk


mempertahankan luka akut atau bersih dalam keadaan
52

lembab, melindungi luka dari trauma dan menghindari


resiko infeksi.

- Keuntungan topical terapi ini: waterproof dan gas


permeable, primary/ secondary dressing, support
autolysis debridement dan mengurangi nyeri.

- Kontraindikasi topical ini adalah pada luka dengan


eksudat banyak dan sinus.

- Contohnya: tegaderm, opsite, fixomull transparent.

Indikasi:
a) Dresing primer dan sekunder
b) Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka
waktu yang pendek
c) Luka yang memerlukan dressing fiksasi yang tahan air, sehingga
bisa dipakai pada saat mandi
d) Luka insisi

f. Calcium alginate
53

Balutan topikal yang terbuat dari rumput laut dan telah ada sejak tahun
1984 (smith 1992). Manfaat rumput laut telah diketahui sejak berabad-
abad yang lalu dan rumput laut dikenal sebagai penyembuh pelaut
(jones,1999). Serat calcium dan sodium alginate memiliki kemampuan
menyerap cairan, tidak merekat pada luka .kelebihan bahan topikal ini
adalah mempercepat proses granulasi dan setiap bercampur dengan
cairan luka, akan berubah menjadi gel sehingga muda dilepas dan tidak
menimbulkan sakit saat menggantikan balutan.
Indikasi:
a) Luka dengan eksudat sedang- banyak
b) Menghentikan perdarahan minor
c) Berubah menjadi sel ketika bercampur dengan cairan luka
d) Luka akut atau kronik
e) Luka yang dalam sehingga berlubang

g. Foam
54

- Merupakan absorban dengan kemampuan serap lebih


tinggi, dan nyaman digunakan.

- Komposisi bahan : polyurethane.

- Tidak meninggalkan residu

- Semi permeable dan tidak lengket pada luka.

Indikasi
a) Digunakan pada luka full thickness
b) Luka yang berair
c) Luka dengan eksudat sedang-berat
h. Low Adherent (LA)

Jenis topikal ini berupa tumpukan tahanan balutan yang tebal,


didalamnya terdapat kapas dengan daya serap cukup tinggi, dan
dengan bercampur dengan cairan luka, dapat berubah menjadi gel
contoh produknya adalah disposable pampers, underpad atau pembalut
wanita.
Indikasi
a) Menyerap eksudat sedikit,sedang hingga banyak
b) Mencegah trauma

c) Tidak melengket pada luka

d) Bahan dasar: Fleece (80% Viscose/katun, 20% Polyester fiber)

i. Cadexomer iodine
55

Cadexomer Iodine, sebuah kombinasi Iodine dan polisakarida


kompleks, seperti Iodoflexdan Iodosorb, yang dapat digunakan sebagai
antiseptik, khususnya di luka berongga. Iodine jenis ini dapat
menyerap eksudat, dan melepaskan ion Iodine secara bertahap,
memungkinkan efek antiseptik Iodine bertahan lebih lama dan
memerlukan lebih sedikit penggantian balutan pada luka. Efek
samping Cadexomer Iodine yaitu rasa nyeri seperti terbakar pada area
luka, kemerahan dan eczema. Studi mengenai keamanan Iodine
menunjukkan resiko minimal pada fungsi tiroid. Cadexomer
Iodine berguna saat mengobati luka yang terinfeksi dengan jumlah
eksudat sedang hingga basah. Kemampuannya untuk melepaskan ion
Iodine secara perlahan menyebabkan Iodine jenis ini dianjurkan untuk
digunakan pada luka kronis di mana tidak diperlukan penggantian
balutan yang sering.

j. Hydrophobic / sorbact

Jenis balutan ini mengandung hydrophobik dan menggunakan dialkyl


carbamoyl chloride ( asam lemak natural ), yang berfungsi sebagai
balutan anti microba, cara kerja balutan ini menggunakan prinsip
interaksi hydrophobic yang dapat mengikat mikroba secara fisika
56

molekul air yang berkaitan saat mengguanakan DACC membantu


mencegah pertumbuhan bakteri.
Indikasi:
a) Mengikat bakteri dan mencegah perkembangbiakan
k. Silver

Silver merupakan jenis terapi topikal yang mengandung bakterisida


dan sangat sering digunakan. Proses antimikroba terjadi saat ada
reaksi.
Indikasi
a) Luka terinfeksi
b) Mampu menghancurkan koloni kuman dengan baik
Macam-macam fiksasi
a. Adhesive tape (hypafix)

Adhesive tape (Hypafix), dressing penutup luka lebar yang


berperekat dan terbuat dari bahan non-moven polyster, bersifat
hypoallergic, tembus udara, elastic, dapat di sterilisasi, dan tembus
sinar X. Indikasi :
1) Fiksasi luka besar di area persendian dan lekuk tubuh yang sulit

2) Fiksasi tambahan setelah pemberian moist woung dressing

3) Fiksasi untuk penutup luka lebar pasca operasi


57

4) Cocok untuk semua jenis kulit

b. crepe bandage (elastis verban)

Adalah perban elastis yang digunakan untuk mengikat atau


membebat area persendian baik di kaki maupun tangan akibat
cidera.Tujuannya adalah mencegah serta mengurangi pergerakan pada
area yang cedera tersebut supaya mempercepat penyembuhan dan
mengurangu rasa sakit.
c. Orthopedic wool (kapas gulung)

Adalah kapas gulung orthopedic perban yang biasa digunakan


untuk mengikat / membebat area kaki maupun tangan. Biasa
digunakan pasca-operasi luka, atau digunakan untuk tujuan lain sesuai
dengan instruksi dari dokter.
d. Kasa gulung
58

Adalah perban yang digunakan untuk mengikat atau membebat


area kaki atau tangan yang terdapat luka/cedera.Tujuannya adalah
mencegah serta mengurangi pergerakan pada area yang cedera untuk
membantu penyembuhan dan mengurangu rasa sakit pada luka.

BAB III
BIODATA

A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn “M”
2. Umur : 44 tahun
3. Alamat : Jln. Sultan Hasanuddin
4. Jenis Kelamin : Laki- laki
5. Status perkawinan : Kawin
6. Agama : Islam
7. Suku : Bugis
8. Pendidikan : SMA
9. Pekerjaan : Wiraswasta
10. Tanggal pengkajian : 1-01-2019
11. Sumber informasi : Pasien

B. Riwayat Pasien
1. Keluhan utama :
Luka pada kaki kanan
2. Riwayat Keluhan Utama
Luka pada kaki kanan dialami kurang lebih 2 bulan yang lalu. Klien
mengatakan adanya luka pada telapak kaki kanan lalu di bawa ke RS Laki
Padada, dan dilakukan bedah untuk mengeluarkan cairan. Setelah 5 hari di
RS, kemudian klien dan keluarga memutuskan untuk mendapatkan
perawatan luka di Rumah Perawatan ETN CENTRE
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien dan keluarga klien mengatakan bahwa klien mempunyai riwayat
diabetes melitus ± 5 tahun yang lalu keluarga klien juga mengatakan klien
59

belum pernah mengalami luka sebelumnya dan keluarga tidak ada yang
mengalami riwayat diabetes mellitus.

C. PENGKAJIAN
Selasa 01-01-2019
1. Pengkajian Luka (Umum)
a. Tipe luka ( ) Akut (√) Kronik
b. Tipe penyembuhan :
( ) primary intention healing ( ) delayed intention healing
( √ ) secondary intention healing
c. Kehilangan jaringan :
( ) superfical thickness ( ) partial thickness
( √ ) full thickness
d. Tipe eksudat
Tidak Ada ( ) Serous ( )
Serosanguineus ( ) Bloody( )
Purulent (√ )
e. Jumlah Eksudat
Banyak

Variabel Luka 1 Luka 2


Stadium luka 3 3
Ukuran P:2 x L:2,5 P: 1,5 x L: 0,7
Eksudat :
a. Jumlah Banyak Banyak
b. Tipe Purulent Purulent
Odour Bau tercium jika verban Bau tercium jika verban
dibuka dibuka
Warna dasar luka Granulasi : 65% Granulasi : 65%
Slough : 35% Slough : 35%
Tepi luka Tepi luka belum terbentuk Tepi luka belum terbentuk

No Variabel Penjelasan Skor Luka


60

31
1 Kedalaman Kedalaman luka harus diukur pada bahagian 3
luka yang terdalam. Jika luka tersebut menjadi
dangkal, maka bahagian terdalamlah yang
harus diukur
0. Menyatu
1. Lapisan luar/Epidermis
2. Subkutan/Dermis
3. Tendon
4. Jaringan fascia, otot dan tulang
2 Ukuran Luka diukur berdasarkan panjang dan 2
lebarnya. Panjang luka diukur berdasarkan
ukuran terpanjang dan lebarnya diukur
berdasarkanukuran terlebar yang tegak lurus
dari panjang luka yang diukur. Warna
kemerah-merahaan yang ada disekitar luka
tidak harus diukur. Jika terdapat dua luka atau
lebih yang penyebab dan karakteristiknya
sama maka “ukuran” luka tersebut merupakan
jumlah dari keseluruhan luka yang diukur. Jika
luka tidak bisa diukur secara akurat, seperti
luka yang disertai dengan jaringan nekrotik
atau bentuk luka yang tidak beraturan, maka
“S” harus ditambahkan setelah pemeriksaan
0 Utuh
1. ≤ 1 cm2
2. 1 cm2< ≤4 cm2
3. 4 cm2< ≤9 cm2
4. 9 cm2 < ≤16 cm2
5. 16 cm2 < ≤25 cm2
6. 25 cm2 < ≤36 cm2
7. 36 cm2 < ≤49 cm2
8. 49 cm2 < ≤64 cm2
9. >64 cm2
3 Peniliaian Dibawah ini dijelaskan sistem penilaian luka 4
ukuran kaki diabetes yang dipakai untuk
mengevalauasi proses penyembuhan. Silakan
ikuti instruksi cara perhitungan berikut :
1. Jika seluruh ibu jari terluka, maka
perhitungan ukurannya adalah “1 +1 = 2”
2. A-H : angka yang terdapat pada lingkaran
yang merupakan nilai relatif. Anggaplah
61

bahwa angka 5 merupakan nilai maksimum


atau jumlah dari keseluruhan jari yang ada
pada kaki, lalu berikan penilaian pada
keseluruhan jari dari 1 hingga5 menurut
hasil observasi Anda. Sebagai contoh, jika
luka meliputi keseluruhan jempol kaki dan
meliputi 3/5 (60%) dari tulang metatarsal
pertama, penilaiannya adalah “1 + 1 + 3 =
5” jika Anda menemukan penurunan
penilaian sekitar 2/5 (40%) dari tulang
metatarsal pertama, maka hitunglah dengan
cara “1 + 1 + 2 = 4”.
3. Anda tidak perlu menilai warna kemerah-
merahan (undermining) yang ada disekitar
luka
4. Nilai tidak boleh melampaui 50 %
keseluruhan luka yang diukur

4 Peradangan Osteomielitis dapat ditemukan berdasakan 2


/ infeksi hasil pengamatan klinis atau hasil informasi
catatan klinis.
0 Tidak ada
1 Tanda-tanda peradangan (contohnya:
hangat, kemerah-merahan, bengkak, nyeri)
2 Tanda-tanda infeksi lokal ( contihnya :
indurasi, pus, bau busuk)
3 Osteomielitis
4 Osteomielitis dan tanda infeksi lokal
5 Infeksi sistemik (demam, sepsis)
5 Perbandinga Berilah penilaian sesuai dengan perbandingan 4
n Jaringan jaringan granulasi yang menutupi luka. 100 %
Granulasi merupakan keadaan semua luka yang ditutupi
oleh jaringan granulasi. Ketika luka dipisahkan
62

dengan epitelisasi selama proses


penyembuhan, perbandingan jaringan
granulasi harus dinilai dari jumlah keseluruhan
area luka
0 Tidak ada (granulasi tidak bisa dinilai
karena luka tersebut telah sembuh atau
sudah terlalu dangkal)
1 76-100 %
2 51-75 %
3 26-50 %
4 11-25 %
5 ≤ 10 %
6. Jaringan Jenis jaringan nekrotik : jika terdapat berbagai 2
Nekrotik jenis jaringan nekrotik, maka kondisi yang
a. Jenis dominanlah yang harus dipilih
Jaringan 0 Tidak ada
Nekrotik 1 Jaringan nekrotik yang berwarna putih,
kuning dan/atau abu-abu
2 Jaringan nekrotik yang berwarna hitam
3 Gangren
b. Perbandi Berikanlah penilaian sesuai dengan perkiraan 2
ngan perbandinganjaringan nekrotik yang menutupi
Jaringan ulkus yang harus berhubungan dengan semua
Nekrotik jenis jaringan nekrotik! 100 % adalah keadaan
seluruh luka yang ditutupi oleh jaringan
nekrotik. Jika ulkus terdiri atas beberapa luka,
maka ulkus tersebut harus dinilai secara
keseluruhan
0 Tidak ada
1 ≤ 10 %
2 11-25 %
3 26-50 %
4 51-75 %
5 76-100 %
c. Perbandi Slough merupakan jaringan nekrotik yang 4
ngan lunak. Berikan penilaian yang sesuai dengan
Slough perkiraan perbandingan slough yang menutupi
ulkus. 100 % merupakan keadaan dari
keseluruhan luka yang ditutupi oleh slough.
Jika luka ulkus terdiri atas beberapa luka,
maka luka tersebut dinilai secara keseluruhan.
0 Tidak ada
63

1 ≤ 10 %
2 11-25 %
3 26-50 %
4 51-75 %
5 76-100 %
7 Maserasi Maserasi merupakan kerusakan pada kulit di 1
sekitar luka yang disebabkan oleh karena
kelembaban / eksudat secara terus-menerus.
Kulit disekitar luka dibatasi sebagai area
maserasi sepanjang 2 cm dari sekeliling tepi
luka
0 Tidak ada
1 Sedikit : hanya pada sekitar tepi luka saja
2 Sedang : sekitar area luka
3 Berat : melebihi luka yang ada disekitar
kulit
Luas terlebar maserasi diukur dari tepi luka
(cm)

Tepi Luka

Area Maserasi

8 Tipe Tepi Tipe tepi luka 5


Luka 0 Tidak ada tepi luka (epitelisasi sempurna)
1 Tepi luka yang menyatu (tidak ada bagian
khusus)
2 Tepi luka berwarna merah muda
3 Hiperkeratosis atau lining
4 Tepi luka berwarna merah
5 Tepi luka tidak atau belum berbentuk

9 Tunneling Tunneling : rongga / areaa luka harus diukur 2


pada titik terpanjang
0 Tidak ada
1 ≤2 cm
2 2cm < ≤4 cm
3 4 cm < ≤8 cm
4 8 cm <
Total Skor 32
64

Ket :
Skor minimum = 0
Skor maksimum = 98
Semakin tinggi skor menunjukkan semakin parah luka

Gambar Luka tanggal: 01-01-2019

Luka 1:
65

Luka 2 :

A. Implementasi

Hari Pertama
Jam: 11: 20 wita
66

1. Tissue management :

Luka klien dibersihkan dengan cara mengangkat jaringan mati (slough)


dengan tehnik CSWD (Convervative Sharp Wound Debridement)
merupakan tindakan pembedahan konservatif dibawah anastesi untuk
mengangkat jaringan nikrotik. Tehnik ini menggunakan pinset dan
gunting. Mekanikal debridement dengan menggunakan pinset dan kassa
untuk membersihkan luka, selain itu juga digunakan tehnik autoliysis
debridement yang didukung dengan penggunaan metcovasin.
2. Inflammation /infection control :

Tehnik mencuci luka dengan menggunakan air mineral dan sabun cuci
luka (chlorexdine). Tehnik pencucian luka yaitu dengan menyiramkan
luka secara merata dengan air mineral dan diberikan sabun pencucian luka
(woundclean) , pencucian luka dimulai dari area kulit sekitar luka, kassa
yang telah digunakan kemudian dibuang , setelah itu luka dibilas kembali
dengan menggunakan air mineral hingga bersih , lalu dikeringkan dengan
menggunakan kassa kering. Selanjutnya luka dikompresi dengan
menggunakan cairan PHMB ( Poly hexa methyl biguanide)
3. Moisture balance manajement ( manajemen pengaturan kelembapan
luka)

Dressing primer yang digunakan untuk area luka adalah Salep Metcovasin
(menjaga kelembaban dan perawatan kulit) yang dioleskan pada area
luka,. Dressing sekunder dengan menggunakan kassa kering, dressing
tersier dengan menggunakan kassa gulung.
4. Epitelitation advancemen manajemen ( manajemen tepi luka )

Pada proses ini menggunakan salep metcovazin yang dioleskan pada area
luka.

BAB IV
PEMBAHASAN
67

A. Perawatan Luka

Pada pembahasan ini akan dibahas tentang prosedur perawatan


luka kaki diabetic pada Tn.”M” saat melakukan perawatan luka pada
tanggal 01 januari 2019.
Tindakan keperawatan yang digunakan yaitu tehnik mencuci luka
dengan menggunakan air mineral dan sabun cuci luka (chlorexdine).
Tehnik pencucian luka yaitu dengan menyiramkan luka secara merata
dengan air mineral dan diberikan sabun pencucian luka , pencucian luka
dimulai dari area kulit sekitar luka, kassa yang telah digunakan kemudian
dibuang , setelah itu luka dibilas kembali dengan menggunakan air
mineral hingga bersih , lalu dikeringkan dengan menggunakan kassa
kering. Selanjutnya luka dikompresi dengan menggunakan cairan PHMB
( Poly hexa methyl biguanide)
Air mineral digunakan sebagai pencuci luka yang berfungsi untuk
membersihkan luka atau kotoran yang menempel pada luka. Sedangkan
sabun cuci luka berfungsi sebagai antiseptic dan antimicrobial. Cairan
PHMB (poly hexa methyl biguanide) adalah produk topical primer yang
digunakan pertama sebagai cairan antiseptic untuk perawatan pada kritikal
koloni bakteri atau infeksi akut dan kronis luka diantaranya mengurangi
jumlah mikro-organisme pada permukaan luka.(Geogina Casey,2015).
Karena cairan ini mengandung purified water,coco amino prophyl betaine
dan PHMB, dan berfungsi membersihkan luka serta sebagai
melembabkan.
Sabun pencuci luka (woundclean) berfungsi sebagai antiseptic dan
antimikrobial membersihkan luka serta melembabkan dan membantu
dalam penghampusan kotoran luka yang terdapat dari ulkus,koronis,luka
lecet, bahkan ketika sulit mengakses lipatan kulit.
Tujuan dan pentingnya pencucian luka yaitu
memfasilitasi/memudahkan proses fagositosiidu dengan melunakkan , dan
mengangkat jaringan mati, debris,kontamina,dan residu tosik dari
permukaan luka,memisahkan eskhar (jaringan parut) dan jaringan fibrotic
68

dan jaringan fibrotic dari granulasi. Mengangkat debris organic dan


anorganik , dan materi inflamasi dari permukaan luka. Menurunkan
bacterial load (jumlah bakteri) pada permukaan luka dan mengurangi
isidesi infeksi luka dan kolonisasi yang berlebihan. Memberikan rehidrasi
permukaan pada luka untuk menyediakan lingkungan yang lembab.
Meminimalkan trauma luka pada saat melepaskan material balutan yang
lengket. Memfasilitasi/memudahkan pengkajian luka dengan
mengoptimalkan fisualisasi pada permukaan luka. Membersihkan dari
sisa balutan lama, membuang cairan luka yang berlebihan ,debridement
jaringan nekrotik mempersiapkan luka sebelum dibalut dilakukan setelah
ganti balutan psikologis : bersih dan nyaman (modern wound care anik
maryuni,s.kep.Ns,ETN,WOCN)
Setelah dilakukan pencucian luka kemudian dilakukan
pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan tehnik CSWD
(Convervative Sharp Wound Debridement) merupakan tindakan
pembedahan konservatif dibawah anastesi untuk mengangkat jaringan
nikrotik menggunakan alat gunting, bisturi dan kuret sampai instrument
laser dan ultrasound yang canggih, yang dilakukan oleh praktisi kliniks
terlatih. Tujuannya untuk mengangkat atau membuang jarungan mati.
Tindakan ini dapat berisiko perdarahan pada luka klien.
(Maryunani,2015).
Kemudian dilanjutkan menggunakan metode mekanikal debridement
yang paling sederhana adalah balutan basah ke kering, yang sudah umum
digunakan. Proses pelaksanaannya adalah dengan mengguna kan balutan
kassa yang basah menutupi seluruh luka kemudian dibiarkan hingga
kering. Jaringan nekrotik tersebut akan dengan sendirinya lepas dengan
lengket ke kasa, maka jaringaan nekrotik secara mekanik terlepas dari
luka. Metode ini kemungkinan akan menyebabkan trauma pada jaringan
yang sehat dan prosesnya juga dapat menimbulkan nyeri terutama bila
lukanya bukan karena neuropati. Mekanikal debridement dengan
menggunakan pinset dan kassa untuk membersihkan luka, Selain itu juga
digunakan tehnik Autoliysis Debridement adalah pengangkatan jaringan
69

mati sendiri oleh tubuh dengan menciptakan kondisi lembab pada luka.
yang didukung dengan penggunaan mentcovazin. Autolisis debridement
ini dapat diperoleh melalui balutan yang dapat meretensi kelembaban.
Permukaan luka yang lembab ini mendukung rehidrasi jaringan mati dan
cairan luka yang terdiri dari sel darah putih serta enzim ini akan
memecahkan jaringan nekrotik. (Maryunani,2015)
Setelah selesai dilakukan debridement pada luka kemudian
dianjutkan dengan terapi ozon selama 15 menit. Terapi ozon yang juga
dikenal dengan sebutan tritomikoxigen dan trioxygen memiliki multi efek
terhadap penyembuhan luka, yakni melepaskan oksigen-oksigen baru
yang elah ternbukti memiliki kemampuan bekterisidal dan merangsang
enzim antioksidan. Dalam terapi ozon ini terutama direkomendasikan
untuk mengobati ulkus,gangrene,infeksi jamur,luka bakar,dan lambat
penyembuhan luka. Ozon diklaim sebagai alternative yang potensial
untuk dijadikan agen yang membantu penyembuhan luka selain terapi
konvensial yang sudah ada, hingga saat ini penggunan ozon baik secara
sistemik berupa autohemoterapi maupun topikal telah diaplikasikan untuk
membantu penyembuhan luka seperti luka bakar, luka tembak, ulkus
gangrene diabetikum, ulkus dekubitus,luka post operasi dll. Terapi ozon
untuk luka umumnya diberikan secara topikal sebagai antimikroba (HTA
Indonesia, 2004, dalam Megawati Hakimi, & Sumaryani,2015).
Berdasarkan hasil penelitian dan dilakukan uji Wilcoxon
didapatkan nilai P Value= 0,011 atau p<0,005 berarti HI diterima. Artinya
ada pengaruh terapi ozone bagging terhadap penyembuhan luka pasien
ulkus diabetikum dirumah luka Nirmala Kecamatan Puger Kabupaten
Jember. Berdasarkan nilai yang sering muncul juga didapatkan penurunan
dari nilai 3 menjadi 2. Dalam masing-masing keparahan luka yang ada,
terjadi penurunan skor disetiap keparahan luka, semakin turun tingkat
skor pada instrument BWAT maka semakin baik tingkat keparahan luka.
Dinyatakan bahwa setiap keparahan luka mengalami regenerasi luka,
maka terdapat penyembuhan luka yang bermakna setelah diberi perlakuan
terapi ozon.
70

Setelah dilakukan terapi ozon kemudian dilanjutkan dengan


pengaplikasikan dressing. Dressing primer yang digunakan yaitu zinc
cream (metcovazin). Adapun zinc cream (metcovasin) yang berfungsi
sebagai support autolysis debridement. Zinc cream (metcovazin)
dioleskan pada area luka dan sekitar luka. Adapun bahan dasar : zinc,
vaselin.chitosan yang berfungsi untuk membantu proses penyembuhan
luka nekrotik dan semua jenis luka, memberikan suasana lembab serta
mendukung autolysis debridement.
Sedangkan untuk dressing sekunder menggunakan kassa kering
digunakan untuk menyerap eksudat, mencegah trauma dan tidak
melengket pada luka. Dressing tersier dengan menggunakan kassa gulung
yang berfungsi untuk mengkat atau membebat kaki atau tangan yang
terdapat luka/cedera dan juga sebagai fiksasi (Georgina Casey 2015).

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan perawatan luka pada klien sebanyak 1 kali pada
tanggal 01 Januari 2019 dengan Ulkus Kaki Diabetik penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut.
a. Kondisi luka klien saat dilakukan perawatan luka pada tanggal 01-
01-2019 yaitu ukuran luka 1 : 2cm x 2,5cm dan ukuran luka 2 : 1,5 cm x
0,7cm Dimana Granulasi 65% , Slough 35%. Kedalaman luka stage 3,
terdapat maserasi pada sekitar luka kemudian terdapat tanda-tanda infeksi
71

yaitu dengan adanya bau busuk dari luka dan pus. Selama dilakukan
perawatan belum terdapat perubahan luka atau perkembangan dari luka.
b. Perawatan luka yang dilakukan pada luka klien yaitu mencuci luka
klien dengan cairan PHMB ( Poly hexa methyl biguanide ) kemudian disabuni
menggunakan chlorexidine, kemudian dilakukan debridement dengan
menggunakan tehnik debridement CSWD (Convervative Sharp Wound
Debridement), Mekanikal Debridement dan Autolysis Debridement.
Kemudian terapi ozon selama 15 menit.
Dressing primer menggunakan metcovazin , kemudian dressing
sekunder menggunakan kassa steril, dan dressing tersier menggunakan
kassa gulung.
Tehnik perawatan luka ini dilakukan sudah sesuai dengan
tujuannya yaitu untuk memberikan kesembuhan pada luka pasien ,
kemudian mengurangi risiko infeksi pada luka .

Anda mungkin juga menyukai