Anda di halaman 1dari 52

ANALISIS KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG

MENDERITA SINDROM HEPATORENAL


DI RUANG IGD DI RSUD. HAJI
MAKASSAR
Dari Tanggal 9 maret S/D 9 Maret 2020
Tahun 2020

KARYA LMIAH AKHIR NERS

Disusun Oleh :
Hasmira S.Kep
NIM D 19.07.043

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
T.A 2019/2020
ANALISIS KEPERAWATAN PADA KLIEN YANG
MENDERITA SINDROM HEPATORENAL
DI RUA11NG IGD DI RSUD. HAJI
MAKASSAR
Dari Tanggal 9 Maret S/D 9 Maret 2020
Tahun 2020

KARYA LMIAH AKHIR NERS


Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Ners Pada Program Studi
Profesi Ners Stikes Panrita Husada Bulukumba

Disusun Oleh :
Hasmira S.Kep
NIM D 19.07.043

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
T.A 2019/2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Ilmiah Akhir Ners dengan judul “ Analisis Keperawatan pada klien yang
menderita Sindrom Hepatoreal Diruang IGD RSUD. Haji Makassar
Dari Tanggal 9 Maret S/D 9 Maret 2020
Tahun 2020

Telah disetujui Untuk diujikan pada Ujian siding dihadapan Tim Penguji
Pada tanggal …….2020

Oleh :
HASMIRA S.Kep
D1907043

Pembimbing

AMIRULLAH S.Kep, Ns.,M.Kep


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbingan-Nya saya dapat menyelesaikan (Karya Ilmiah Akhir Ners ) KIAN
ini dengan judul “Analisis Keperawatan Pada Klien Yang Menderita Sindrom
Hepatorenal di Ruang IGD RSUD Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan”
(Karya Ilmiah Akhir Ners) KIAN merupakan syarat untuk memperoleh gelar
(Ners) pada Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Panrita Husada
Bulukumba.
Bersama dengan ini perkenankan saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. H.Muh. Idris Aman, S.Sos selaku Ketua Yayasan Panrita Husada
Bulukumba.
2. Dr. Muriyati, S.Kep, M.Kes selaku Ketua Stikes Panrita Husada
Bulukumba.
3. Dr. A. Suswani Makmur, SKM, S.Kep, Ns, M.Kep Selaku Wakil Ketua
1 Stikes Panrita Husada Bulukumba.
4. Hj. Fatmawati, S.Kep, Ns, M.Kep Selaku ketua Prodi Studi S1
Keperawatan Stikes Panrita Husada Bulukumba.
5. Amirullah, S.Kep, Ns, M,Kep selaku dosen pembimbing utama yang
telah bersedia memberikan bimbingan sejak awal sampai akhir
penyusunan (Karya Ilmiah Akhir Ners ) KIAN ini.
6. Bapak/Ibu dosen dan seluruh staf Stikes Panrita Husada Bulukumba atas
bekal keterampilan dan pengetahuan yang telah diberikan kepada
penulis selama proses perkuliahan.
7. Khususnya kepada ayahanda Naning, ibu Maiyah serta suami tercinta
dan adik-adikku tercinta hormatku kepada mereka yang telah
memberikan doa, bimbingan, dorongan, dukungan moril, serta materi
kepada penulis dalam menuntut ilmu.
8. Teman-teman Ners angkatan 2019 yang telah memberikan dukungan
serta bantuan hingga (Karya Ilmiah Akhir Ners ) KIAN ini dapat
terselesaikan.
Dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan (Karya
Ilmiah Akhir Ners ) KIAN , ini Mohon maaf atas segala kesalahan yang
mungkin telah saya perbuat. Semoga Allah SWT senangtiasa
memudahkan setiap langkah-langkah kita menuju kebaikan dan selalu
menganugrahkan kasih sayang-Nya untuk kita semua. Amin

Bulukumba, September 2020

Hasmira,S.Kep
DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................................
Halaman Persetujuan...............................................................................................
Halaman Pengesahan...............................................................................................
Kata Pengantar.........................................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan.......................................................................................................
1. Tujuan Umum.......................................................................................
2. Tujuan Khusus......................................................................................
D. Ruang Lingkup...........................................................................................
E. Manfaat Penelitian......................................................................................
F. Metode Penelitian ......................................................................................
G. Sistematika Penulisan................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit.............................................................................
1. Definisi ...............................................................................................
2. Etiologi................................................................................................
3. Patofisiologi........................................................................................
4. Manefestasi Klinis..............................................................................
5. Komplikasi .........................................................................................
6. Penatalaksanaan Medis.......................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................
1. Pengkajian Keperawatan ....................................................................
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................................
3. Perencanaan Keperawatan..................................................................
4. Pelaksanaan Keperawatan...................................................................
5. Evaluasi Keperawatan.........................................................................
6. Discharge Planning............................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengajian Keperawatan ...........................................................................
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................
C. Intervensi Keperawatan............................................................................
D. Implementasi Keperawatan......................................................................

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengajian Keperawatan ...........................................................................
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................
C. Perencanaan Keperawatan........................................................................
D. Pelaksanaan Keperawatan........................................................................
E. Evaluasi Keperawatan..............................................................................

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sindrom Hepatorenal adalah suatu kedaan dimana terjadinya gangguan
pada fungsi ginjal pada pasien sirotis hepatis tahap lanjut. Istilah sindrom
hepatorenal digunakan pertama kali pada tahun 1939 untuk mendeskripsikan
gagal hati yang terjadi setelah operasi bilier ataupun trauma pada hati, yang
makin berkembang menjadi berbagai tipe gagal ginjal akut pada penyakit hati.
Sindroma hepatorenal mempunyai gambar klinis berupa terjadi penurunan
GFR tanpa adanya kelainan yang lain pada ginjal. Yang mendasari penyebab
SHR adalah terjadinya vasokonstriksi dan vasodilatasi verifier, tidak disertai
protein uria dan kelainan histology ginjal. Diagnosis SHR ditegakkan pada
pasien sirosis hepatis dengan gangguan fungsi ginjal[ CITATION Pra15 \l
1033 ].
Sirosis dapat dijumpai di seluruh negara termasuk Indonesia dengan
kejadian yang berbeda-beda di tiap negara. Keseluruhan insiden sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Berdasarkan data dari
WHO tahun 2004 sirosis menempati urutan kedelapan belas penyebab
kematian dengan jumlah kematian 800.000 kasus dengan prevalensi 1,3%.2.
Di Amerika Serikat pada tahun 2007, sirosis hati menyebabkan 29.165
kematian dengan angka kematian 9,7 per 100.000 orang 3, Sedangkan di
Eropa sirosis menyebabkan 170.000 kematian per tahun dengan prevalensi
1,8%. Prevalensi sirosis hati di Indonesia belum diketahui secara pasti, hanya
berdasarkan pada penelitian-penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Pemerintah. Angka kematian akibat sirosis hati masih tergolong tinggi di
Indonesia. Berdasarkan profil kesehatan DIY tahun 2008, sirosis hati masuk
dalam sepuluh besar penyebab kematian tertinggi di provinsi DIY dengan
prevalensi 1,87% pada urutan kesembilan. Tingginya angka kematian pasien
sirosis mungkin disebabkan karena proses penyakitnya sendiri atau karena
timbulnya komplikasi. Komplikasi yang sering timbul pada pasien sirosis
adalah sindrom hepatorenal[ CITATION Pat15 \l 1033 ].
Sirosis hati (SH) adalah sekelompok penyakit hati kronik yang
mengakibatkan kerusakan sel hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan
parut sehingga terjadi penurunan jumlah jaringan hati normal. Pasien dengan
sirosis hati dalam perjalanan penyakitnya, sering mengalami gangguan ginjal,
dimana pada stadium awal gangguan fungsi ginjal ini bersifat reversibel, yaitu
dapat membaik dengan intervensi medis.Stadium ekstrim dari gangguan
fungsi ginjal ini adalah sindrom hepatorenal (SHR) yang umumnya bersifat
ireversibel. SHR adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati
tingkat berat baik akut maupun kronik yang bersifat fungsional dan progresif.
Sekitar 20% pasien sirosis hati dengan asites disertai fungsi ginjal yang
normal, akan mengalami SHR setelah 1 tahun, dan 39% setelah 5 tahun
perjalanan penyakit[ CITATION Pol15 \l 1033 ].
Publikasi mengenai prevalensi SHR pada anak tidak banyak. Sekitar
8% pasien dewasa dengan penyakit hati kronis akan berkembang menjadi
HRS, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin untuk risiko penyakit
ini[ CITATION Jur12 \l 1033 ].
Prognosi pasien dengan SHR ini buruk harapan hidup pada bulan
pertama hanya 50% dan enam bulan kemudian hanya 20%.[ CITATION Jur12 \l
1033 ]. Rendahnya angka harapan hidup pada pasien dengan sindrom
hepatorenal sehingga kita perlu mempelajari lebih lanjut tentang sindrom
hepatorenal agar lebih bisa mempersiapkan tindakan apa yang tepat diberikan
pada klien yang menderita Sindrom Hepatorenal.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom
hepatorenal.
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
klien yang mengalami sindrom hepatorenal
b. Tujuan Khusus
Mahasiawa mampu :
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan sindrom
hepatorenal
2. Menetapkan diagnose keperawatan klien dengan sindrom hepatorenal
3. Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan sindrom hepatorenal
4. Melaksakan tindakan keperawatan sesuai perencanaan
5. Melakukan evaluasi keperawatan
6. Menganalisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada kedua kasus serta
menganalisis berdasarkan teori keperawatan
7. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari
solusi/ alternatif pemecahan masalah
8. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan sindrom
hepatorenal
D. RUANG LINGKUP
Asuhan keperawatan dengan Sindrom Hepatorenal di Ruang IGD RSUD
Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan ini dilaksanakan selama 1 Minggu
yaitu mulai tanggal 09 - 14 Maret 2020.
E. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi penulis
Hasil penulisan karya ilmiah akhir Ners (KIAN) ini diharapkan dapat
membantu penulis maupun penulis lainnya untuk mengembangkan
pengetahuan,wawasannya dan menambah pengalaman nyata dalam asuhan
keperawatan pada pasien yang menderita Sindrom Hepatorenal.
2. Bagi Rsud Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan
Hasil karya ilmiah akhir Ners (KIAN) ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi Ruang IGD RSUD Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan dan
menjadi masukan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
yaitu program kesehatan yang ada khususnya tentang untuk Sindrom
Hepatorenal.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil karya ilmiah akhir Ners (KIAN) ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan referensi dan bacaan sehingga dapat menambah wawasan
ilmu pengetahuan, khususnya tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan Sindrom Hepatorenal di Ruang IDG RSUD Haji Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan.
F. METODE PENULISAN
Metode dalam penulisan karya ilmiah akhir Ners (KIAN) ini
menggunakan metode deskripsi yaitu pemaparan kasus yang bertujuan
untuk memecahkan masalah dimulai dengan tahap pengkajian sampai
pendokumentasian dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu terdiri dari 5
BAB yaitu:
1. BAB I PENDAHULUAN
Pada BAB ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan (tujuan umum dan tujuan khusus), ruang
lingkup, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada BAB ini diuraikan tentang tinjauan teori yang terdiri dari konsep
penyakit meliputi: definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, dan konsep
asuhan keperawatan meliputi: pengkajiann keperawatan,diagnosa
keperawatan,perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan
evaluasi keperawatan . Sedangkan untuk.
3. BAB III TINJAUAN KASUS
Pada bab ini berisi laporan kasus asuhan keperawatan dengan Sindrom
Hepatorenal di Ruang IGD RSUD Haji Makassar Provinsi Sulawesi
Selatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan.
4. BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi pembahasan yaitu membandingkan antara tinjauan
teori dengan tinjauan kasus mulai dari pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
5. BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Sindrom hepatorenal adalah kegagalan fungsi renal yang terjadi
pada pasien gagal hepar atau sirosis [ CITATION NMa19 \l 1033 ]
Sindrom hepatorenal suatu kondisi medis yang berbahaya dan
mengancam nyawa yang ditandai dengan perubahan fungsi ginjal yang
terjadi pada pasien sirosis hepatis lanjut atau gagal hati fulminan, yang
ditandai dengan menurunnya laju filtrasi ginjal tanpa adanya penyebab
yang lain. Sindrom hepatorenal biasanya fatal meskipun telah dilakukan
transplantasi hati[ CITATION Jur12 \l 1033 ]
Sindrom hepatorenal (hepatorenal syndrome/ HRS) merupakan
komplikasi terjadinya gagal ginjal pada pasien penyakit hati kronik,
kadang-kadang berupa hepatitis fulminan dengan hipertensi portal dan
ascites.[ CITATION Pra15 \l 1033 ]
B. Klasifikasi
Berdasarkan klinis SHR diklasifikasikan menjadi 2 tipe
1. SHR tipe 1
SHR tipe 1 ditandai oleh kegagalan ginjal yang progresif cepat.
Ditandai dengan peningkatan kreatinin serum 2 kali lipat ( kadar
kreatinin >2,5 mg /dl) dalam waktu kurang dari dua minggu. Pasien
dengan SHR tipe 1 biasanya sakit, mungkin tekanan darah rendah, atau
memerlukan terapi dengan obat-obatan untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi otot jantung (inotropic) atau obat lain untuk menjaga tekanan
darah ( vasopressors ). Terapi pilihan pada tipe ini adalah transplantasi
hati. Prognosis pasien ini tidak baik, dengan angka kematian hampir
100% tanpa transplantasi hati.
2. SHR tipe II
SHR tipe II onset progresifitasnya lebih lambat. Kejadian lebih banyak
dibandingkan dengan tipe I serta lebih berespon terhadap transjugular
intrahepatik portosystemic stent stunting (TIPSS). Peningkatan ureum
kreatinin >133 μmol/L (1.5 mg/dL), kreatinin klearence<40 mL/min,
sodium urin < 10 μmol/L. Terjadinya asites yang resisten terhadap
pemberian diuretik. Kriteria SHR berdasarkan konsensus international
acites club[ CITATION Jur12 \l 1033 ]
C. Etiologi
SHR berkembang biasanya dari penyakit sirosis hepatis maupun
orang yang mempunyai gangguan pembuluh dari portal seperti hipertensi
portal. Selain itu SHR juga dapat berkembang dari penyakit hepatitis
fulminan, sirosis hati fulminan, hepatitis alkoholik, sirosis alkoholik,
maupun gagal hati fulminan. Kadang sindrom hepatorenal dapat
berkembang oleh karena pemberian medikasi (iatrogenik) untuk mengatasi
asites, seperti pemberian diuretik besar-besaran, dan pengeluaran cairan
asites dengan parasentesis tanpa mempertimbangkan terapi kehilangan
cairan dengan penggantian cairan intravena
Faktor pencetus sindrom hepatorenal
Banyak faktor pencetus SHR, tujuh puluh sampai 100% pasien SHR
mempunyai lebih dari 1 faktor. Faktor tersebut antara lain adalah: infeksi
bakteri, large-volume paracentesis, perdarahan gastrointestinal. Pasien
sirosis dengan perdarahan gastrointestinal lebih sering terjadi[ CITATION
Jur12 \l 1033 ].
D. Patofisiologi
SHR merupakan stadium lanjut dari dari sirosis hati. Patofisiologi
SHR sangat kompleks akan tetapi mekanisme yang mendasarinya belum
jelas dipahami. Penyakit ini diduga terjadinya akibat vasokonstriksi ginjal
yang berlangsung bersamaan dengan memburuknya penyakit hati.
Ada 4 jalur kemungkinan yang terlibat dalam patofisiologi SHR
1. Vasodilatasi arteri perifer dengan sirkulasi hiperdinamik yang disertai
dengan vasokonsriksi ginjal. Terjadinya gangguan fungsi hati dan
hipertensi portal akibat dari meningkatnya tahanan aliran darah pada
sirosis sehingga aliran darah ke limpa bertambah, vasodilatasi limpa
dimediasi oleh produksi vasodilator yang poten yaitu nitrit oksida (NO).
Peningkatan produksi NO ini akan meningkatkan regangan pembuluh
darah porta (endothelial shear stress)
Bertambahnya sirkulasi limpa mengakibatkan meningkatnya
produksi vasodilator ( sitokin dan mediator vasoaktif) yang
menyebabkan terjadinya vasodilatasi sistemik. Vasodilatasi sistemik
menyebabkan berkurangnya effective arterial volume (EAV) yang akan
menimbulkan berbagai mekanisme kompensasi seperti meningkatnya
pelepasan renin angiotensin-aldosteron sistem (RAAS), sistem saraf
simpatis serta meningkatnya anti diuretik hormon (ADH) yang akan
menyebabkan terjadinya sirkulasi hiperdinamik disertai dengan
peningkatan cardiac output (CO), penurunan tahanan sistemik,
hipotensi dan vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal. Peningkatan
sintesis vasodilator intrarenal seperti prostaglandin yang dapat
menyebabkan vasokonstriksi ginjal. Keadaan ini akan menyebabkan
menurunnya aliran darah pada ginjal, selanjutnya akan menyebabkan
retensi garam dan air sehingga terjadi asites dan udem. Infeksi bakteri
merupakan faktor pencetus yang paling sering pada SHR. Infeksi ini
akan menghasilkan produksi vasoaktif sitokin dan faktor lain yang
akhirnya akan meningkatkan produksi NO sehingga menyebabkan
vasodilatasi sistemik.
2. Rangsangan sistem saraf simpatik di ginjal Telah diketahui bahwa
terjadi peningkatan sistem saraf simpatis pada pasien dengan sirosis
hepatis dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal dan meningkatnya
retensi natrium. Sistem renin angiotensin dan sistem saraf simpatik
adalah beberapa dari sistem utama yang mempunyai efek vasokonstriksi
pada sirkulasi ginjal yang berperan sebagai mediator utama
vasokonstriksi ginjal pada sindrom hepatorenal. Aktifitas dari sistem
vasokonstriksi ini meningkat pada penderita dengan sirosis dan asites,
terutama penderita dengan sindrom hepatorenal yang berkolerasi
terbalik dengan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
3. Gangguan fungsi jantung yang mempengaruhi perfusi ginjal
Meningkatnya heart rate dan cardiac output merupakan tanda yang
khas pada sirkulasi hiperdinamik dan stadium lanjut dari penyakit hati.
Pada tahap awal sirosis dan hipertensi portal ringan terjadi kompensasi
dengan peningkatan CO akibat resistensi vaskuler. Pada tahap lanjut
dari sirosis terjadi resistensi vaskular dimana jantung tidak sanggup
mengkompensasi lagi sehingga aliran darah sirkulasi berkurang.
Berkurangnya CO bersamaan dengan progresifitas sirosis inilah yang
akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ginjal.
4. Peranan berbagai sitokin dan madiator vasoaktif pada sirkulasi ginjal.
Beberapa fakor yang berperan sebagai agen vasoaktif pada sirkulasi
sitemik dan sirkulasi renal adalah NO, TNF-α, endothelin, endotoksin,
glukagon dan prostaglandin sebagai vasodilatasi intra renal. Nitric
oxide sebagai agen sistemik saat ini telah menjadi perhatian luas para
peneliti, karena produksi NO meningkat pada pasien sirosis disebabkan
meningkatnya aktifitas regulasi endothelial NO synthase (eNOS) akibat
regangan pada pembuluh darah limpa dan sirkulasi sistemik.
[ CITATION Jur12 \l 1033 ]
E. Gejala dan Tanda
SHR melibatkan gangguan fungsi 3 komponen utama yaitu:
a. Gangguan fungsi hati
b. Gangguan sirkulasi
c. Gagguan fungsi ginjal.
Sebagian besar pasien dengan SHR berada dalam keadaan sirosis,
dengan gejala ikterik, perubahan status mental, clubing finger, palmar
eriteme dan spider naevi, asites yang resisten terhadap pemberian diuretik,
terjadinya peningkatan prothrombin time dan trombositopenia. Terjadinya
oliguria akibat kegagalan fungsi ginjal, namun beberapa individu dengan
SHR dapat juga dengan jumlah urin yang normal. Gagal ginjal dapat timbul
secara perlahan atau progresif dan biasanya diikuti dengan retensi natrium
dan air yang menimbulkan asites, edema dan dilusional hiponatremia, yang
ditandai oleh ekresi natrium urin yang rendah dan pengurangan kemampuan
buang air (oliguri –anuria ). Gangguan sirkulasi sistemik yang berat ditandai
dengan tekanan arteri yang rendah, peningkatan cardiac output dan
penurunan total tahanan pembuluh darah sistemik, biasanya terjadi pada
penderita dengan asites resisten diuretik. Harapan hidup penderita dengan
SHR tipe II lebih panjang dari pada SHR tipe I[ CITATION Jur12 \l 1033 ].
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. USG abdomen
G.Penatalaksanaan
Walaupun tidak ada studi prospektif, terapi HRS sebelum
dilakukan transplantasi hati, misalnya pemberian vasokonstriktor, dapat
memperbaiki hasil setelah dilakukan transplantasi. Penurunan serum
kreatinin setelah terapi seharusnya tidak mengubah keputusan untuk
melakukan transplantasi hati, karena prognosis HRS tipe 1 masih buruk.
Rekomendasi Terapi HRS Tipe 1
Pemberian kombinasi Terlipressin (1 mg/4-6 jam secara bolus intravena)
dengan albumin harus dipertimbangkan sebagai lini pertama. Tujuan terapi
ini adalah memperbaiki fungsi ginjal untuk menurunkan kadar kreatinin
serum kurang dari 113μmol/L (1,5 mg/dL), hal ini disebut dengan respons
penuh. Jika kadar kreatinin serum tidak turun minimal bertahap sampai
maksimal 2 mg/4 jam. Untuk pasien dengan respons sebagian (kadar
kreatinin serum tidak turun < 113μmol/L) atau pada pasien tanpa penuru
nan kadar kreatinin serum, terapi harus dihentikan dalam waktu 14 hari
(level A1)
Untuk terapi nonfarmakologis HRS tipe 1 seperti TIPS (transjugular
intrahepatic portosystemic shunt atau transjugular intrahepatic
portosystemic stent shunting) dapat memperbaiki fungsi renal, namun data
penggunaan TIPS pada HRS tipe 1 tidak cukup untuk mendukung
penggunaannya sebagai terapi pasien HRS tipe 1. Terapi pengganti ginjal
(misalnya: hemodialisis atau transplantasi ginjal) berguna pada pasien
yang tidak merespons pemberian vasokonstriktor dan memenuhi kriteria
untuk support renal
Rekomendasi Terapi HRS Tipe 2
Pemberian terlipressin ditambah albumin efektif pada 60-70% pasien HRS
tipe 2, tetapi data mengenai dampak dan hasil klinis dari terapi ini masih
belum cukup (level B1). Transplantasi hati adalah terapi terbaik, baik
untuk HRS tipe 1 maupun HRS tipe 2. HRS seharusnya diberi terapi sejak
sebelum dilakukan transplantasi hati, karena dapat memperbaiki hasil
setelah dilakukan transplantasi hati (level A1).
Terapi
Hemodialisis sering digunakan Untuk mengontrol azotemia dan menjaga
keseimbangan elektrolit sebelum transplantasi hati. Banyak pasien
membutuhkannya dengan interval bervariasi setelah transplantasi.
Hipotensi sering menjadi masalah saat dialisis. Tanpa transplantasi
ketahanan hidup pasien buruk. Dilaporkan 8 dari 30 pasien HRS bertahan
30 hari dengan dialysis atau continuous venovenous hemodialysis di ICU.
Terapi farmakologi banyak digunakan, paling utama adalah
vasokonstriktor. Saat ini, terapi lebih berhasil pada sindrom hepatorenal
tipe 1.[ CITATION Pra15 \l 1033 ]
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Malabar (2013) Pengkajian pada klien dengan sindrom hepatorenal
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada
klien degan sindrom hepatorenal:
1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung,
reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia,
bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan atau tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena,
urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima,
Mual, muntah, Penurunan berat badan atau peningkatan cairan
penggunaan jaringan, Edema umum pada jaringan, Kulit kering,Turgor
buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor hepatikus,
perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan
mental, perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak
jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer,
Perilaku berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,
Ekspansi paru terbatas (asites), Hipoksia
8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik,
ekimosis, petekia.Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan
rambut (dada, bawah lengan, pubis).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berbubungan dengan keterbatasan ekspansi
dada karena hidrotoraks dan ascites.
2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan karena
aldosteron menigkat, dan tekanan osmotic koloid menurun.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti
ikterik, asites, edema, ginekomastia.
5. Nyeri kronik b/d Agen injuri biologis (Hati yang membesar serta nyeri
tekan dan Asites)
C. Intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas berbubungan dengan keterbatasan ekspansi
dada karena hidrotoraks dan ascites.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil : Bebas dispnea dan sianosis, GDA dalam rentang
normal, pola nafas efektif, kapasitas vital alam rentang
normal.
Intervensi:
1. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.
2. Penanganan ascites; istirahat dan diet rendah garam.
3. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.
4. Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernafasan.
5. Selidiki perubahan tingkat kesadaran
Rasional :
1. Mungkin perlu mengobati/mencegah hipoksia. Bila
pernapasan/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai
kebutuhan.
2. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi,
diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari
(awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4
hari tidak terdapat perubahan.
3. Memudahkan pernafasan dengan menurunkan takanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi secret.
4. Pernafasan dangkal cepat/dispnea mungkin ada sehubungan dengan
hipoksia dan atau akumulasi cairan dalam abdomen.
5. Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal
pernafasan yang sering disertai koma hepatik.
2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut (mata
tidak cowong, turgor kulit baik, tidak terjadi anemia),
menunjukkan peningkatan berat badan progresif
mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi :
1. Konsul denga ahli diet untuk emberikan diet tinggi dalam kalori dan
karbohidrat sederhana, rendah lemak dan tinggi protein sedang;
batasi natrium bila perlu. Berikan tambahan cairan sesuai indikasi.
2. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin,
total protein, amonia
3. Berikan obat sesuai dengan indikasi: Tambahan vitamin, thiamin,
besi, asam folat dan Enzim pencernaan
4. Pemberian antiemetik
5. Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
6. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
7. Bantu dan dorong pasien untuk makan; jelaskan alasan tipe diet.
Beri pasien makan bila pasien mudah lelah, atau biarkan orang
terdekat membantu pasien. Pertimbangkan makanan yang disukai.
8. Dorong pasien untuk makan semua makanan atau makanan
tambahan.
9. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional :
1. Kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukannya
dibatasi, karbohidrat memberi ennergi siap pakai. Lemak sulit
diserap. Protein diperlukan untuk menurunkan edema dan
meningkatkan regenerasi sel hati. Catatan: Protein dan makanan
tinggi ammonia dibatasi bila kadar ammonia meninggi atau pasien
mempunyai tanda klinis ensefalopati hepatic.
2. Glukosa menuurn karena gangguan glikogenesis, penurunan
simpanan glikogen, atau masukan tak adekuat. Protein menurun
karena gangguan metabolism, penurunan sintesis hepatic, atau
ascites. Peningkatan kadar ammonia perlu pembatasan masukan
protein untuk mencegah komplikasi serius.
3.  Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D
dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang
menimbulkan anemia. Dan meningkatkan pencernaan lemak dan
dapat menurunkan diare.
4. Untuk menghilangkan mual atau muntah dan dapat meningkatkan
pemasukan oral.
5. Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik.
6. Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan atau
defisiensi.
7. Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin
makan lebih baik bila keluarga terlibat dan makanan yang disuka
sebanyak mungkin.
8. Pasien mungkinmencungkil atau hanya makan sedikit gigitan
karena kehilangan minat pada makanan dan mengalami mual,
kelemahan umum, malaise.
9. Perdarahan dari varises esophagus dapat terjadi pada sirosis berat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan karena
aldosteron menigkat, dan tekanan osmotic koloid menurun.
Tujuan : Mengurangi retensi cairan dalam area ekstravaskuler
Kriteria hasil : Volume cairan stabil, keseimbangan pemasukan dan
pengeluatan, tidak ada edema, berat badan stabil, tanda
vital dalam raentang normal.
Intervensi :
1. Berikan albumin bebas garam atau plasma ekpander sesuai
indikasi.
2. Berikan obat sesuai indikasi : diuretic, contok (aldakton) :
furosemid (lasix)
3. Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif
(pemasukan melebihi pengeluaran). Timbang berat badan tiap hari,
dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
4. Ukur lingkar abdomen.
5. Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional
1. Albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan
osmotic koloid dalam kompartemen vaskuler, sehingga
meningkatkan volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya
asites.
2. Digunakan untuk mengontrol edema dan asites. Menghambat efek
aldosteron, meningkatkan ekskresi air sambil menghemat kalium,
bila terapi konservatif dengan tirah baring dan pembatasan natrium
tidak mengatasi.
3. Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya perbaikan
pindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan
positif/peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan
lanjut.
4. Menunjukkan akumulasi secret (asites) diakibatkan oleh kehilangn
protein plasma/cairan kedalam area peritoneal.
5. Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti
ikterik, asites, edema, ginekomastia
Tujuan : Mempertahankan koping yang efektif.
Kriteria hasil : Pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada
situasi yang ada, mengidentifikasi perasaan dan metode
koping persepsi diri negatif.
Intervensi :
1. Rujuk ke pelayanan pendukung, contoh konselor, psikiatrik,
pelayanan social, pendeta, atau program pengobatan alcohol.
2. Diskusiskan situasi/dorong pernyataan takut/masalah. Jelaskan
hubungan antar gejala dengan asal penyakit.
3. Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan dengan positif,
perilaku
Rasional
1. Peningkatan kerentanan atau masalah sehubungan dengan penyakit
ini memerlukan sumber professional pelayanan tambahan.
2. Pasien sangat sensitive terhadap perubahan tubuh dan juga
mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan
alcohol 80% atau penggunaan obat lain.
3. Pemberi perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian
perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien dan kebutuhan
untuk membuat upaya untuk
5. Nyeri kronik b/d Agen injuri biologis (Hati yang membesar serta nyeri
tekan dan Asites)
Tujuan : Meningkatkan rasa kenyamanan
Kriteria hasil : Mempertahankan tirah baring dan mengurangi aktivitas
ketika nyeri terasa, menggunakan antipasmodik dan
sedatif sesuai indikasi dan resep yang diberikan,
melaporkan pengurangan rasa nyeri dan gangguan rasa
nyaman pada abdomen, mengurangi asupan natrium
dan cairan sesuai kebutuhan hingga tingkat yang
diinstruksikan untuk mengatasi asites, merasakan
pengurangan rasa nyeri.
Intervensi
1. Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa
nyaman pada abdomen
2. Berikan antipasmodik dan sedatif seperti yang diresepkan
3. Kurangi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan
Rasional
1. Mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi hati
2. Mengurangi iritabilitas traktus gastroinstestinal dan nyeri serta
gangguan rasa nyaman pada abdomen
3. Meminimalkan pembentukan asites lebih lanjut
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. Pengkajian
A. Nama Tn M, Umur 56 Tahun, Jenis Kelamin Laki-laki, Agama
Islam Pendidikan SMA, Pekerjaan Wiraswasta Status perkawinan
Menikah,
B. Keluhan Utama/Alasan Masuk RS
Keluhan Utama : Sesak
Alasan Masuk RS : Tn M masuk Rumah Sakit dengan keluhan sesak
napas sejak tadi sore, klien mengatakan lemas, klien mengatakan nyeri
perut, klien mengatakan perut tersa penuh
P : Perut membesar, Nyeri saat bergerak
Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : Daerah perut tembus kebelakan
S : Skala sedang 5
T : Hilang imbul
Klien Nampak meringis, klien nampak lemas, perut nampak membesar,
nampak bengkak pada ekstremitas bawah.
C. Pengkajian Primer
Airway : Jalan napas bebas, klien bisa bicara dengan jelas
Breathing : klien sesak (dispneu) terpasang O2 2-4 liter /menit
Circulation : Nadi : kuat 106 x/m, : < 2 detik, warna kulit kuning tidak
ada nampak perdarahan
Disability : Respon Allert (sadar penuh), pupil isokor, sclera berwarna
kuning, reflex + GCS E : 4 V : 5 M :6
Exposur : Terdapat Edema pada daerah ekstremitas bawah
D. Pengkajian Sekunder
 Keadaan Umum : Klien lemas
 Kesadaran : Komposmentis
 Vital sing : TD: 160/90 mmHg, N : 106 x/m, S : 39oc, P : 39 x/m
 Pemeriksaan Fisik ( Head to toe):
1. Kepala dan rambut : kepala simetris, tidak ada benjolan, rambut
berubang
2. Kulit : warna kulit kuning, bengkak pada daerah ekstremitas
bawah, akral hangat
3. Kuku : kuku pendek
4. Mata / penglihatan : mata kanan dan kiri simetris, penglihatan
kabur, pupil isokor, sclera berwarna kuning, konjungtiva anemis,
reflex +
5. Hidung : hidung simetris , terpasang O2 3-4 l/m
6. Telinga : bentuk telinga simetris antara kanan dan kiri,
pendengaran baik
7. Mulut dan gigi : warna bibir pucat, mukosa kering, gigi sudah tidak
lengkap, warna gigi nampak hitam
8. Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
gangguan menelan
9. Dada : dada simestri antara kiri dan kanan, tidak ada
pembengkakan dan lebam
10. Abdomen : perut nampak membesar
11. Perineum & genetalia : Nampak bersih, terpasang kateter
12. Ekstremitas atas dan Bawah : klien bisa menggerakan ekstremitas
atas dan bawah, Nampak bengkak pada ekstremitas bawah
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Foto Thorax
3. EKG
F. Penatalaksanaan Medik
1. O2 2-4 Liter/menit
2. Terpasang infuse Nacl 0,9 o/o 10 tts / m
3. Injeksi furosimide 2 amp / iv
Injeksi Omeprasole 1 vial/iv
Injeksi paracetamol 1 botol / drips
4. Pemasangan kateter
DATA FOKUS
Nama Pasien : Tn. M
Umur/ J.Kelamin : 65 Tahun/ Laki-laki
Ruang/Kamar : IGD
Diagnosa Medis : Sindrom Hepatorenal

1. Klien mengatakan sesak


2. Klien mengatakan lemas
3. Klien mengatakan nyeri perut
P : Perut membesar, Nyeri saat bergerak
Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : Daerah perut tembus kebelakang
S : Skala sedang 4 dari ( skala 1-10)
T : Hilang timbul
4. Kien mengatakan BAB warna hitam
5. Klien mengatakan perut terasa penuh
6. Klien Nampak meringis
7. Klien Nampak lemas
8. Perut Nampak membesar
9. Nampak edema pada ekstremitas bawah
10. Kulit Nampak berwarna kuning
11. Terpasang O2 3-4 Liter/m
12. Terpasang Kateter
13. Akral teraba hangat
14. Vital sign : TD : 160/90 mmHg
N : 106 x/m
S : 39 oc
P : 39 x/m
KLASIFIKASI DATA
Nama Pasien : Tn. M
Umur/ J.Kelamin : 65 Tahun/Laki-laki
Ruang/Kamar : IGD
Diagnosa Medis : Sindrom Hepatorenal
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Klien mengatakan sesak 1. Klien Nampak meringis
2. Klien mengatakan lemas 2. Klien Nampak lemas
3. Klien mengatakan nyeri perut 3. Perut Nampak membesar
P : Perut membesar, Nyeri saat 4. Nampak edema pada ekstremitas
bergerak bawah
Q : Seperti tertusuk-tusuk 5. Kulit Nampak berwarna kuning
R : Daerah perut tembus 6. Terpasang O2 3-4 Liter/m
kebelakang 7. Terpasang Kateter
S : Skala sedang 4 dari ( skala 1- 8. Akral teraba hangat
10) 9. Vital sign : TD : 160/90 mmHg
T : Hilang timbul N : 106 x/m
4. Kien mengatakan BAB warna S : 39 oc
hitam P : 39 x/m
5. Klien mengatakan perut terasa
penuh
ANALISA DATA
Nama Pasien : Tn. M
Umur/ J.Kelamin : 65 Tahun/Laki-laki
Ruang/Kamar : IGD
Diagnosa Medis : Sindrom Hepatorenal
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O KESEHATAN
1 DS: Klien mengatakan sesak Hambatan upaya Pola napas
DO : napas tidak efektif
Terpasang O2 3-4 Liter/m
P : 39 x/m
2 DS : Klien mengatakan nyeri Agen pencedera Nyeri Akut
perut fisiologis
P : Perut membesar, Nyeri
saat bergerak
Q : Seperti tertusuk-tusuk
R : Daerah perut tembus
kebelakang
S : Skala sedang 4 dari ( skala
1- 10)
T : Hilang timbul
DO :
1. Klien nampak meringis
2. N : 106 x/m
3 DS : - Proses penyakit Hipertermia
DO :
1. Akral teraba hangat
2. S : 39 x/m
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Umur/ J.Kelamin : 65 Tahun/Laki-laki
Ruang/Kamar : IGD
Diagnosa Medis : Sindrom Hepatorenal

N DIAGNOSA TANGGAL TANGGAL


O KEPERAWATAN TITEMUKAN TERATASI
1 Pola napas tidak efektif b.d 10/03/2020
Hambatan upaya napas
2 Nyeri akut b.d Agen pencedera 10/03/2020
fisiologis
3 Hipertermia b.d Proses penyakit 10/03/2020
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Umur/ J.Kelamin : 65 Tahun/Laki-laki
Ruang/Kamar : IGD
Diagnosa Medis : Sindrom Hepatorenal
N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan napas
efektif b.d Hambatan tindakan Observasi
upaya napas keperawatan 1. Monitor pola napas
selama 1x8 jam ( frekuensi,kedalam,
diharapkan pola usaha napas )
napas membaik 2. Monitor bunyi napas
dengan kriteri hasil tambahan
1. Dispnea 3. Monitor sputum
menurun Terapeutik
2. Frekuensi 1. Posisikan semi- fowler
napas atau fowler
membaik 2. Berikan minum hangat
3. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspekto
ran, mukolitik jika
perlu

2 Nyeri akut b.d Agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri


pencedera fisiologis tindakan Observasi
keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
selama 1x8 jam karakteristik, durasi,
diharapkan tingkat frekuensi, intensitas
nyeri menurun nyeri
dengan kriteri hasil 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
2. Meringis memperingan nyeri
menurun 4. Monitor efek samping
3. Frekuensi nadi penggunaan analgetik
membaik Terapeutik
4. Pola napas 1. Berikan teknik
membaik nonfarmakologis
Untuk mengurangi
nyeri
2. Kotrol lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
3. Fasilitasi istirat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
3. Ajarkan teknik
nofarmakologis Untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik
3 Hipertermia b.d Proses Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
penyakit tindakan Observasi
keperawatan 1. Identifikasi penyebab
selama 1x8 jam hipertensi
diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
termoregulasi 3. Monitor haluaran urin
membaik dengan 4. Monitor komplikasi
kriteri hasil akibat hipertermia
1. Menggigil Terapeutik
meningkat 1. Sediakan lingkungan
2. Suhu tubuh yang dingin
membaik 2. Longgarkan atau
3. Suhu kulit lepaskan pakaian
membaik 3. Berikan cairan oral
4. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan tira baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
jika perlu

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Nama Pasien : Tn. M
Umur/ J.Kelamin : 65 Tahun/Laki-laki
Ruang/Kamar : IGD
Diagnosa Medis : Sindrom Hepatorenal
N DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
O KEPERAWATAN
1 Pola napas tidak 02.15 Manajemen Jalan S : Klien
efektif b.d napas mengatakan
Hambatan upaya Observasi masih sesak
napas 1. Memonitor pola O : Nampak
napas terpasang
H/ P: 39 /m O2 3 liter/menit
2. Memonitor bunyi A : Masalah belum
napas tambahan teratasi
H/ Tidak ada bunyi P : Lanjut
napas tambahan Intervensi
3. Memonitor sputum Manajemen jalan
H/ Tidak nampak napas
sputum
Terapeutik
1. Memposisikan
semi- fowler atau
fowler
H/ Klien nyaman
dengan posisi semi
fowler
2. Memberikan
oksigen
H/ O2 3-4
Liter/menit
Edukasi
1. Menganjurkan
asupan cairan 2000
ml/hari
H/ Asupan cairan
diberikan lewat
infuse 20 tts/m
2 Nyeri akut b.d 02.40 Manajemen nyeri S : Klien
Agen pencedera Observasi mengatakan
fisiologis 1. Mengidentifikasi masih nyeri perut
lokasi, karakteristik, Skala 4
durasi, frekuensi, O : - Ku. Lemah
intensitas nyeri - Masih nampak
H/ Lokasi nyeri Meringis
pada daerah perut A : Masalah belum
2. Mengidentifikasi Teratasi
skala nyeri P : Lanjut intervensi
H/ Skala nyeri Manajemen
sedang 5 nyeri
3. Mengidentifikasi
faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
H/ Saat bergerak
Terapeutik
1. Menberikan teknik
nonfarmakologis
Untuk mengurangi
nyeri
H/ Mengajarkan
teknik relaksasi
napas dalam
2. Mengotrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
H/ Klien merasa
nyaman dengan
membatasi
pengunjung
3. Memfasilitasi istirat
dan tidur
H/ Mampu
beristirahat dengan
baik
Edukasi
1. Menjelaskan
penyebab,periode
dan pemicu nyeri
H/ Klien mengerti
dengan informasi
yang deberikan oleh
perawat
2. Menjelaskan
strategi mere
dahkan nyeri
H/ Klien mampu
mengikuti perintah
3. Mengajarkan teknik
nofarmakologis
Untuk mengurangi
nyeri
H/ Mengajarkan
teknik relaksasi
napas dalam
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi
pemberian analgetik
H/ Pemberian obat
injeksi anti nyeri
3 Hipertermia b.d 02.59 Manajemen S : Klien
Proses penyakit hipertermia mengatakan
Observasi badanya masih
1. Mengidentifikasi Panas
penyebab hipertensi O : - Ku. Lemah
H/ Adanya infeksi - Akral masih
dan proses penyakit teraba hangat
2. Memonitor suhu A : Masalah belum
tubuh teratasi
H/ S : 39oc P : lanjut
Terapeutik Intervensi
1. Melonggarkan atau Manajemen
lepaskan pakaian hipertermia
H/ Klien merasa 15.
nyaman dengan
pakaian yang
longgar
2. Memberikan
oksigen
H/ O2 3-4
Liter/menit
Edukasi
1. Menganjurkan tira
baring
H/ Klien bisa
beristirahat dengan
baik
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit jika
perlu
H/ Pemberian
cairan lewat infuse
dan pemberian
injeksi drips
Paracetamol 1 botol
/ Drips

Penyimpangan KDM Sindrom Hepatorenal

Sirosis hepatis
portal hipertensi

vasodilatasi

penurun volume sirkulasi afektif

Activation of rennin-angiotensin-aldosterone system

peningkatan cardiac output

vasokonstriksi ginjal

menyebabkan retensi garam dan air

Asites dan udem

Perut membesar

Infeksi Penekanan pada diafragma


Nyeri

Suhu tubuh Hambatan upaya napas

Hipertermia Gangguan pola napas

BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang
terkait antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan
sindrom hepatorenal di ruang IGD RSUD Haji Makassar yang meliputi
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pada tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami kesulitan karna
penulis mengadakan perkenalan dan penjelasan dan menjelaskan maksud
penulis yaitu Untuk melaksakan asuhan keperawatan pada pasien dan keluarga
terbuka dan mengerti serta kooperatif.
Identitas pasien adalah seorang laki-laki berinisial Tn.M berusia 65 tahun,
beragama islam bahasa yang sering digunakan adalah bahasa Indonesia,
pasien sudah menikah, Pendidikan SMA, Pekerjaan Wiraswasta. Keluhan
utama pasien adalah sesak napas sejak tadi sore, Sesak terjadi karena adanya
asites resisten diuretic, alasan masuk Rs klien juga mengatakan nyeri perut
karena akibat dari kerusakan hati, nyeri tersa seperti tertusuk-tusuk menyebar
pada daerah perut tembus kebelakan dengan skala 6 (sedang) dari 1-10 dan
nyeri hilang timbul, klien mengatakan perut terasa penuh dan membesar.
Klien Nampak meringis, klien nampak lemas, perut nampak membesar,
nampak bengkak pada ekstremitas bawah.
Pada Hasil Anamnesa yang dilakukan oleh Tn.M Tanggal 09 Meret 2020
Di Ruang IGD RSUD Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan di dapatkan
Pada Pengkajian Primer Airway : Jalan napas bebas, klien bisa bicara dengan
Jelas, Breathing : klien sesak (dispneu) terpasang O2 2-4 liter /menit
Circulation : Nadi : kuat 106 x/m, : < 2 detik, warna kulit kuning tidak
ada nampak perdarahan, Disability : Respon Allert (sadar penuh), pupil
isokor, sclera berwarna kuning, reflex + GCS E : 4 V : 5 M :6 Exposur :
Terdapat Edema pada daerah ekstremitas bawah. Sedangkan pada Pengkajian
Sekunder diadapatkan Keadaan Umum : Klien lemas Kesadaran :
Komposmentis Vital sing : TD: 160/90 mmHg, N : 106 x/m, S : 39oc, P : 39
x/m, Pemeriksaan Fisik ( Head to toe): Kulit : warna kulit kuning, bengkak
pada daerah ekstremitas bawah, akral hangat, Mata / penglihatan : mata kanan
dan kiri simetris, penglihatan kabur, pupil isokor, sclera berwarna kuning,
konjungtiva anemis, reflex +, Hidung : hidung simetris , terpasang O2 3-4
l/m, Abdomen : perut nampak membesar Ekstremitas atas dan Bawah : klien
bisa menggerakan ekstremitas atas dan bawah, Nampak bengkak pada
ekstremitas bawah
Dari teori yang di dapatkan tanda dan gejala dari sindrom
hepatorenal adalah Sebagian besar pasien dengan SHR berada dalam
keadaan sirosis, dengan gejala ikterik, perubahan status mental, clubing
finger, palmar eriteme dan spider naevi, asites yang resisten terhadap
pemberian diuretik, terjadinya peningkatan prothrombin time dan
trombositopenia. Terjadinya oliguria akibat kegagalan fungsi ginjal, namun
beberapa individu dengan SHR dapat juga dengan jumlah urin yang normal.
Terjadinya oliguria akibat kegagalan fungsi ginjal, namun beberapa individu
dengan SHR dapat juga dengan jumlah urin yang normal. Gagal ginjal dapat
timbul secara perlahan atau progresif dan biasanya diikuti dengan retensi
natrium dan air yang menimbulkan asites, edema dan dilusional
hiponatremia, yang ditandai oleh ekresi natrium urin yang rendah dan
pengurangan kemampuan buang air (oliguri –anuria ). Gangguan sirkulasi
sistemik yang berat ditandai dengan tekanan arteri yang rendah, peningkatan
cardiac output dan penurunan total tahanan pembuluh darah sistemik,
biasanya terjadi pada penderita dengan asites resisten diuretik. Harapan
hidup penderita dengan SHR tipe II lebih panjang dari pada SHR tipe
I[ CITATION Jur12 \l 1033 ].
Pada etiologi SHR berkembang biasanya dari penyakit sirosis hepatis
maupun orang yang mempunyai gangguan pembuluh dari portal seperti
hipertensi portal. Selain itu SHR juga dapat berkembang dari penyakit
hepatitis fulminan, sirosis hati fulminan, hepatitis alkoholik, sirosis
alkoholik, maupun gagal hati fulminan. Kadang sindrom hepatorenal dapat
berkembang oleh karena pemberian medikasi (iatrogenik) untuk mengatasi
asites, seperti pemberian diuretik besar-besaran, dan pengeluaran cairan
asites dengan parasentesis tanpa mempertimbangkan terapi kehilangan
cairan dengan penggantian cairan intravena[ CITATION Jur12 \l 1033 ].
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang ditemukan, diagnosa yang diprioritaskan pada klien
dengan Sindrom Hepatortenal pada Tn”M” diruang IGD (instalasi gawat
darurat) RSUD. Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan yaitu:
1. Pola napas tidak efektif b.d Hambatan upaya napas. Masalah dan
penyebabnya diangkat berdasarka data subjektif dan objektif yaitu klien
mengatakan sesak Nampak Terpasang O2 3-4 Liter/m, perut membesar
karena adanya asites
2. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis. Masalah dan penyebabnya
diangkat berdasarka data subjektif dan objektif yaitu klien mengatakan
nyeri perut karena akibat dari kerusakan hati, nyeri terasa seperti tertusuk-
tusuk menyebar pada daerah perut tembus kebelakan dengan skala 6
(sedang) dari 1-10 dan nyeri hilang timbul, klien mengatakan perut terasa
penuh dan membesar. Klien Nampak meringis
3. Hipertermia b.d Proses penyakit. Masalah dan penyebabnya diangkat
berdasarka data objektif Akral terabah hangat S : 39 x/m
Pola nafas tidak efektif terjadi karena seorang individu mengalami
Bertambahnya sirkulasi limpa mengakibatkan meningkatnya produksi
vasodilator ( sitokin dan mediator vasoaktif) yang menyebabkan terjadinya
vasodilatasi sistemik. Vasodilatasi sistemik menyebabkan berkurangnya
effective arterial volume (EAV) yang akan menimbulkan berbagai
mekanisme kompensasi seperti meningkatnya pelepasan renin angiotensin-
aldosteron sistem (RAAS), sistem saraf simpatis serta meningkatnya anti
diuretik hormon (ADH) yang akan menyebabkan terjadinya sirkulasi
hiperdinamik disertai dengan peningkatan cardiac output (CO), penurunan
tahanan sistemik, hipotensi dan vasokonstriksi pada pembuluh darah
ginjal. Peningkatan sintesis vasodilator intrarenal seperti prostaglandin
yang dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal. Keadaan ini akan
menyebabkan menurunnya aliran darah pada ginjal, selanjutnya akan
menyebabkan retensi garam dan air sehingga terjadi asites dan udem.
Nyeri terjadi karena terjadi kerusakan pada hati sedangkan hipertemia
terjadi karena adanya Infeksi bakteri merupakan faktor pencetus yang
paling sering pada SHR. Infeksi ini akan menghasilkan produksi vasoaktif
sitokin dan faktor lain yang akhirnya akan meningkatkan produksi NO
sehingga menyebabkan vasodilatasi sistemik[ CITATION Jur12 \l 1033 ].
C. Perencanaan Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan pertama yaitu Menejemen jalan nafas yaitu
Monitor pola napas ( frekuensi,kedalam, usaha napas ), Monitor bunyi napas
tambahan, Monitor sputum, Posisikan semi- fowler atau fowler, Berikan
oksigen.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu Manajemen nyeri Identifikasi
(lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas nyeri), Identifikasi skala
nyeri, Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri, Berikan
teknik nonfarmakologis Untuk mengurangi nyeri, Kotrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri, Fasilitasi istirat dan tidur, Jelaskan penyebab,periode
dan pemicu nyeri, Jelaskan strategi meredahkan nyeri, Kolaborasi pemberian
analgetik.
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu Manajemen hipertermia :
Identifikasi penyebab hipertensi, Monitor suhu tubuh, Monitor haluaran urin,
Monitor komplikasi akibat hipertermia, Sediakan lingkungan yang dingin,
Longgarkan atau lepaskan pakaian, Berikan cairan oral, Berikan oksigen,
Anjurkan tira baring, Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit jika perlu.
D. Penatalaksanaan keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dalam asuhan keperawatan yang
dilakukan dalam melaksanakan intervensi yang dibuat sesuai dengan kondisi
yang ada sehingga masalah dapat teratasi.
Untuk diagnosa keperawatan pertama yaitu Menejemen jalan nafas telah
dilaksanakan tindakan Memonitor pola napas ( frekuensi,kedalam, usaha
napas ), Memonitor bunyi napas tambahan, Memonitor sputum,
Memposisikan semi- fowler, Berikan oksigen 3-4 ltr/m.
Untuk diagnosa keperawatan kedua yaitu Manajemen Nyeri telah di
laksanakan tindakan Mengidentifikasi (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
intensitas nyeri), Mengidentifikasi skala nyeri didapatka skala 6 (sedang)dari
1-10, Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri,
Memberikan teknik nonfarmakologis Untuk mengurangi nyeri yaitu relaksasi
napas dalam, Mengotrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri,
Memfasilitasi istirat dan tidur, Menjelaskan penyebab,periode dan pemicu
nyeri, Jelaskan strategi meredahkan nyeri, Kolaborasi pemberian analgetik
Injeksi Injeksi paracetamol 1 botol / drips.
Untuk diagnosa keperawatan kedua yaitu Manajemen hipertermia : telah
dilaksanakan tindakan Mengidentifikasi penyebab hipertemia, Memonitor
suhu tubuh 39%, Menyediakan lingkungan yang dingin, Melonggarkan atau
lepaskan pakaian, Memberikan cairan oral, Berikan oksigen 3-4 ltr/m
Menganjurkan tira baring, Mengkolaborasi pemberian Antipiretik Injeksi
paracetamol 1 botol / drips.
Pada saat pemberiaan implementasi tidak ada kendala saat tindakan
keperawatan berlangsung. Akan tetapi kami hanya terbatas oleh waktu dalam
pemberian implementasi karena pasien tersebut setelah di observasi ± 5 jam di
instalasi gawat darurat (IGD) sudah pergantian dinas dan pada dinas
selanjutnya pasien sudah pulang karena meninggal .
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan setelah melakukan
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, dan implementasi
keperawatan.
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien sindrom hepatorenal
didapatkan hasil evaluasi (Semua diagnosa yang ditegakkan belum teratasi).
Karena kami dibatasi oleh waktu dalam pemberian implementasi karena
pasien tersebut setelah di observasi ± 5 jam di instalasi gawat darurat (IGD)
sudah pergantian dinas dan pada dinas selanjutnya pasien sudah pulang
karena meninggal
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diambil dari hasil di atas pada pasien sindrom hepatorenal
di Ruang IGD RSUD Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
1. Setelah dilakukan anemnesa di dapatkan Tn.M jenis kelamin laki-
laki,umur 65 tahun, agama islam bekerja Identitas pasien adalah seorang
laki-laki berinisial Tn.M berusia 65 tahun, beragama islam bahasa yang
sering digunakan adalah bahasa Indonesia, pasien sudah menikah,
Pendidikan SMA, Pekerjaan Wiraswasta. Keluhan utama pasien adalah
sesak napas sejak tadi sore, Sesak terjadi karena adanya asites resisten
diuretic, alasan masuk Rs klien juga mengatakan nyeri perut karena
akibat dari kerusakan hati, nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk menyebar
pada daerah perut tembus kebelakan dengan skala 6 (sedang) dari 1-10
dan nyeri hilang timbul, klien mengatakan perut terasa penuh dan
membesar. Vital sing : TD: 160/90 mmHg, N : 106 x/m, S : 39 oc, P : 39
x/m, Pemeriksaan Fisik ( Head to toe): Kulit : warna kulit kuning,
bengkak pada daerah ekstremitas bawah, akral hangat.
2. Diagnosa keperawatan yang di berikan pada Tn.M Berdasarkan hasil
pengkajian di dapatkan masalah pertama adalah pola nafas tidak efektif
b/d Hambatan upaya napas, Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis dan
Hertermia b/d proses penyakit
3. Rencana asuhan keperawatan disusun berdasarkan keluhan utama pasien
dan diagnosa yang di prioritaskan sesuai dengan keluhan pasien. Adapun
rencana asuhan yang akan diberikan yaitu Pada diagnosa keperawatan
pertama yaitu Menejemen jalan nafas yaitu Monitor pola napas Monitor
bunyi napas tambahan, Monitor sputum, Posisikan semi- fowler atau
fowler, Berikan oksigen. Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu
Manajemen nyeri Identifikasi (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
intensitas nyeri), Identifikasi skala nyeri, Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan nyeri, Berikan teknik nonfarmakologis
Untuk mengurangi nyeri, Kotrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri, Fasilitasi istirat dan tidur, Jelaskan penyebab,periode dan pemicu
nyeri, Jelaskan strategi meredahkan nyeri, Kolaborasi pemberian
analgetik. Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu Manajemen
hipertermia : Identifikasi penyebab hipertensi, Monitor suhu tubuh,
Monitor haluaran urin, Monitor komplikasi akibat hipertermia, Sediakan
lingkungan yang dingin, Longgarkan atau lepaskan pakaian, Berikan
cairan oral, Berikan oksigen, Anjurkan tira baring, Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit jika perlu
4. Implementasi dilakukan sesuai rencana keperawatan. Pada saat
pemberiaan implementasi tidak ada kendala saat tindakan keperawatan
berlangsung. Akan tetapi kami hanya terbatas oleh waktu dalam
pemberian implementasi karena pasien tersebut setelah di observasi ± 5
jam di instalasi gawat darurat (IGD) sudah pergantian dinas dan pada
dinas selanjutnya pasien sudah pulang karena meninggal.
5. Evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan didapatkan hasil
evaluasi (Semua diagnosa yang ditegakkan belum teratasi). Karena kami
dibatasi oleh waktu dalam pemberian implementasi karena pasien
tersebut setelah di observasi ± 5 jam di instalasi gawat darurat (IGD)
sudah pergantian dinas dan pada dinas selanjutnya pasien sudah pulang
karena meninggal.
B. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Dalam melaksanakan tugas diperlukan kerjasama dan komunikasi yang
baik antara petugas kesehatan maupun kepada klien sehingga tercapai
tujuan yang diinginkan dan memberikan asuhan keperawatan secara
maksimal.
2. Institusi pendidikan keperawatan
Menjadi tambahan informasi yang bermanfaat bagi pembacanya
khusus bagi mahasiswa Ners Stikes Panrita Husada Bulukumba
mengenai perawatan pada klien yang menderita Sindrom Hepatorenal Di
Ruang IGD RSUD Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnalis, Y. D., Sayoeti, Y., & Julinar. (2012). Sindrom Hepatorenal pada Anak.
Jurnal Kesehatan Andalas.
Patasik, Y. Z., Waleleng, B. J., & Wantania, F. (2015). Profil pasien sirosis hati
yang di rawat inap Di RSUD Prof. DR.R.D Kandau Manado. Jurnal e
Clinic (eCL),Volume 3, Nomor 1 .
Poluan, P. M., Kawengian, V., & Sugeng, C. (2015). Hubungan Derajat
Keparahan Sirosis Hati Dan Nilai Laju Glomerulus Pada Sirosis Hati.
Jurnal e-Clinic (eLl), Volume 3, Nomor 1, .
Pratama, H. (2015). Sindrom Hepatorenal. CDK-224/ vol. 42 no. 1, .
Rehata, N. M., & Dkk. (2019). Anastesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Uniee Malabar (2013).www.academia.edu./laporan pendahuluan sirosis hepatis
(sirosis hati)
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik
Edisi 1. PPNI 2017
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keparawatan
Edisi 1. PPNI 2018.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan
Edisi 1 Cetakan II. PPNI 2019.

Anda mungkin juga menyukai