Oleh
ANI WIDIASTUTI
1006800711
UNIVERSITAS INDONESIA
Oleh
ANI WIDIASTUTI
1006800711
xv
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan YME karena kasih dan karunia-Nya,
akhirnya peneliti dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir (KIA) dengan judul “Analisis
Laporan Praktek Residensi Spesialisasi Keperawatan Medikal Bedah Dengan Penerapan
Teori Konservasi Levine pada Kasus Kardiovaskuler Di Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita Jakarta”. Dalam penyusunan KIA ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Dewi Irawaty, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia
2. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., MN. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
3. Prof. Dra. Elly Nurachmah, SKp, M.App.Sc, D.N.Sc, RN, selaku supervisor utama
yang telah memberikan arahan dan masukan selama penyusunan KIA ini.
4. Tuti Herawati, SKp, MN, selaku supervisor praktek yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penyusunan KIA ini
5. Debie Dahlia, S.Kp., MHSM, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
arahan selama mengikuti residensi
6. Staf akademik dan staf non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia
7. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2010, khususnya Program Residensi Keperawatan
Medikal Bedah spesialisasi kardiovaskuler yang telah saling mendukung dan
membantu selama proses residensi
8. Pimpinan dan rekan-rekan kerjaku di unit Edukasi dan keperawatan rumah sakit
Pondok Indah Jakarta yang telah memberi dukungan dan pengertian yang sangat besar
selama penulis menjalani pendidikan.
9. Pimpinan dan rekan-rekan kerjaku di Fakultas Ilmu-ilmu kesehatan Universitas
Pembangunan Nasional Jakarta program studi ilmu keperawatan yang telah memberi
dukungan selama penulis menjalani pendidikan.
10. Keluarga besarku terutama putra-putri kecilku tercinta Andru dan Naomi yang telah
bersabar menemani, memberi semangat dan membuat peneliti dapat tetap tersenyum
dan optimis menyelesaikan residensi dan KIA ini.
11. Serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan KIA ini.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, akan mendapat berkat dan anugrah yang berlimpah
dari Tuhan YME. Peneliti menyadari tesis ini masih belum sempurna, dengan kerendahan
hati peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan KIA ini.
Peneliti
xv
Ani Widiastuti
Analisis laporan praktek residensi merupakan analisis yang dilakukan selama penulis
menjalankan praktek residensi 1, 2 dan 3 di rumah sakit jantung pusat nasional Harapan
Kita Jakarta. Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1
kasus kelolaan utama, dan 30 kasus resume, dengan penerapan teori keperawatan model
konservasi Levine, pembuatan evidence best nursing serta pembuatan inovasi
keperawatan. Tujuan analisis ini adalah untuk memberikan gambaran peran perawat
dalam penatalaksanaan keperawatan selama praktik residensi spesialis keperawatan
medikal bedah dengan penerapan teori konservasi Levine pada kasus kardiovaskuler di
RS Jantung Harapan Kita Jakarta dan merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban
terhadap pengelolaan kasus pasien acut coronary syndrome dengan intervensi CABG.
Teori Levine tepat digunakan mengingat pasien dengan kasus kardiovaskuler
membutukan kemampuan beradaptasi karena perubahan yang terjadi baik internal
maupun eksternal sehingga tercapai konservasi untuk kesembuhan pasien. Pelaksanaan
EBN (evidence base nursing) dilakukan di unit intermediate bedah yaitu melatih pasien
menggunakan otot-otot diafragma dan nafas dalam untuk memperbaiki ekspansi paru.
Hasil analisa menunjukan terdapat perbedaan yang significan pada oksigenasi pasien
sebelum dan sesudah intervensi (P value<0.05). Kegiatan inovasi dilakukan di unit ICU
yaitu membuat prosedur pemberian obat kewaspadaan tinggi dengan memperhatikan
prinsip safety. Hasil menunjukan perawat dapat menerima perubahan atau prosedur baru
yang bertujuan mencegah kesalahan dalam pemberian obat sesuai six goal patient safety
dari JCI (joint commision International)
Kata kunci : acute coronarry syndroma, teori konservasi Levine, coronarry artery
bypass graft, evidence base nursing, inovasi keperawatan
ABSTRACT
Ani Widiastuti
Analysis of repport specialist practice is analysis as a result of recidence practice 1,2 and
3 in hospital of cardiac centre Harapan Kita Jakarta. The contens of repport are nursing
care patient acute coronarry syndroma with coronarry artery bypass graft (CABG) and 30
cases others that base on Levine conservation nursing Theory, evidence base nursing and
nursing inovation. The purpose of this analysis is give description of nurse roles in
medical surgical nursing with aplication nursing theory Levine conservation and as
responsibility of nurse in nursing care plan. Levine nursing theory has been used because
of need for adaptation by every cardiac surgery patient to get energy conservation. The
aplication of was done at surgical intermediate unit. The result showed that there is a
significant influence of exercise breathing muscle and deep breathing to lung expansion
or oxygenation before and after exercise (p < 0.05). Nursing inovation about high allert
medication aplicate on intensive care unit. The result showed that every nurse can accept
the inovation, they very aware with new procedure about administration of high allert
medication. This inovation base on need of hospital for safety administration of high
allert medication and avoid medication error as one of six goal patient safety from JCI
(joint commision International).
Bibliography, 29 (1999-2012)
xv
6. Komplikasi ............................................................................................... 21
B. Konsep Teori Keperawatan ..................................................................... 21.
1. Model Konservasi Levine ........................................................................ 21
2. Integrasi Teori dalam Proses Keperawatan .............................................. 26
BAB 3. PENERAPAN TEORI KONSERVASI LEVINE PADA
ASKEP PASIEN DENGAN GANGGUAN KARDIOVASKULER ...... 28
A. Gambaran Kasus Kelolaan Utama .......................................................... 28
1. Identitas Pasien ......................................................................................... 2
2. Keluhan utama dan riwayat Kesehatan Sekarang .................................... 28
3. Riwayat Kesehatan Dahulu ...................................................................... 29
4. Riwayat Kesehatan Keluarga .................................................................... 29
B. PENERAPAN TEORI KONSERVASI LEVINE PADA KASUS
KELOLAAN UTAMA............................................................................. 29
1. Pengkajian Teori Konservasi .................................................................... 32
2. Judgement/ Tropicognosis ........................................................................ 32
3. Hipotesis/intervensi ................................................................................... 33
4. Implementasi ............................................................................................. 34
5. Evaluasi .................................................................................................... 34
C. Pembahasan .............................................................................................. 40
D. Analisis Penerapan Teori Konservasi Levine ....................................... 44
E. Analisis kasus Resume ............................................................................ 46
BAB 4. PENERAPAN PRAKTIK BERBASIS PEMBUKTIAN
(EVIDENCE BASED NURSING) ............................................................. 49
A. Penelaahan Kritis ..................................................................................... 49
B. Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian................................. ...... 51
C. Pelaksanaan Penerapan Evidence Based Nursing Practice ...................... 51
1. Rancangan penerapan EBN ................................................................. 51
2. Populasi dan Sampel EBN ................................................................... 52
3. Tempat dan Waktu ................................................................................ 52
4. Prosedur Penerapan EBN ...................................................................... 52
5. Hasil Penerapan EBN ........................................................................... 54
6. Pembahasan ........................................................................................... 54
BAB 5. KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN
xv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Klasifikasi myokard infark menurut waktu kejadian……………………… 10
Tabel 2.2 Lokasi infark, lead EKG dan arteri koroner………………………………. 11
xv
DAFTAR GAMBAR
Hal
Tabel 4.1 Pergerakan otot diafragma........................................……………………… 53
Tabel 4.2 Pursed lip breathing………………………………....................................... 53
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Praktek residensi merupakan kegiatan praktek yang dilaksanakan pada tatanan
nyata dalam hal ini adalah di rumah sakit yang memungkinkan mahasiswa
memiliki pengalaman nyata dalam mengaplikasikan teori sekaligus melakukan
analisis dalam proses tersebut. Praktek residensi terbagi dalam residensi 1, 2 dan 3
yang berlangsung dalam 2 semester. Selama praktek residensi, banyak hal baru
dan menarik yang didapat dan dilakukan mahasiswa sebagai upaya meningkatkan
kemampuan dan pengalaman mahasiswa. Untuk itu perlu dibuat laporan praktek
residensi yang memaparkan dan membahas kegiatan praktek residensi
keperawatan medikal bedah dalam hal ini spesialisasi kardiovaskuler yang
Dilaksanakan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta.
Laporan ini berisi pengalaman dan analisis mahasiswa dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler dengan salah
satu teori keperawatan yang dipilih dan diaplikasikan terhadap kasus yang
Universitas Indonesia
Rumah Sakit Jantung Harapan Kita merupakan rumah sakit jantung pusat nasional
yang menjadi rujukan bukan saja dari Jakarta tetapi dari seluruh pelosok di
Indonesia. Jumlah kunjungan yang mencapai ribuan setiap tahunnya menjadikan
rumah sakit Harapan Kita sebagai centre of science bagi perkembangan ilmu dan
skill dalam penanganan pasien dengan kasus kardiovaskuler baik pada tingkat
Nasional maupun Internasional. Jumlah intervensi bedah yang sangat besar dilihat
dari jumlah tindakan bedah perhari yang mencapai 7-8 pasien dengan daftar
tunggu tindakan yang tidak pernah sepi mendorong pihak managemen Rumah
Sakit terus berbenah diri. Kemajuan diagnostik dan intervensi yang didukung
dengan peralatan terkini yang canggih baik bedah maupun non bedah serta
sumber daya manusia yang terus diperbaharui secara kuantitas dan kualitas
menjadi anadalan Rumah Sakit memberi pelayanan terbaik kepada pasien. Bukti
keseriusan Rumah Sakit terhadap mutu pelayanan juga dibuktikan dengan upaya
Rumah Sakit mengikuti akreditasio Internasional JCI dalam waktu dekat.
Penyakit jantung koroner merupakan bentuk yang paling umum ditemui selama
residensi dari berbagai kasus penyakit jantung yang ada. Menurut data American
Heart Association (AHA), 2006, lebih dari 13 juta penduduk Amerika menderita
penyakit jantung, dan 700 ribu diantaranya meninggal dunia setiap tahun. (
Universitas Indonesia
Intervensi bedah yang utama dan mayoritas pada penyakit jantung koroner adalah
operasi pintas jantung koroner (CABG). Karakteristik pasien yang makin bervariasi
dilihat dari rentang usia penderita penyakit jantung koroner yang makin
memanjang, mendorong penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang
pengelolaan dan asuhan keperawatan pasien dengan penyakit jantung koroner yang
dilakukan intervensi bedah CABG. Penulis juga menggali lebih dalam intervensi
keperawatan yang dapat membantu pasien pasca operasi terhindar dari komplikasi
akibat gangguan ekspansi paru dan komplikasi infeksi sehingga dapat mempercepat
proses penyembuhan, yang penulis kerjakan dalam bentuk kegiatan Evidence Base
Nursing (EBN). Proses penyembuhan yang memerlukan waktu lama
mengakibatkan hari rawat pasien di rumah sakit menjadi bertambah. Kondisi ini
dapat mempengaruhi pasien dan keluarga terutama dari segi finansial, dimana
membutuhkan biaya yang semakin banyak (Smeltzer, 2008).
Universitas Indonesia
Perawat memiliki tanggung jawab pada setiap peran yang dijalankan dari keempat
peran perawat profesional. Pengalaman penulis selama praktik residensi di
Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta menjalankan peran perawat spesialis sebagai
pemberi asuhan keperawatan diberikan kepada pasien dengan berbagai macam
gangguan system kardiovaskuler seperti, gangguan koroner jantung, kongenital,
infeksi dan lain sebagainya namun demikian pada laporan praktek residensi ini
hanya menguraikan beberapa kasus yang pernah ditemukan dan dikelola, yang
penulis fokuskan pada asuhan pasien paska bedah pintas jantung koroner
(CABG).
Universitas Indonesia
Teori konservasi menurut Levine dinilai tepat untuk diterapkan pada kasus bedah
pintas koroner. Mengingat Levine mendasarkan teorinya pada kemampuan pasien
memelihara energi yang ada untuk mempertahankan kesehatan dan penyembuhan.
Pasien paska bedah jantung mengalami penurunan fungsi secara fisiologis dimana
proses operasi yang berlangsung lama serta mekanisme operasi yang dapat
menimbulkan trauma jaringan serta proses hipotermi mendorong pasien untuk
beradaptasi terhadap perubahan tersebut sehingga mendukung terjadinya
konservasi.
Universitas Indonesia
Pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien
paska operasi CABG salah satunya adalah monitoring hemodinamik, monitoring
intake dan output, memperbaiki ekspansi paru dan oksigenasi pasien. Hal inilah
yang membutuhkan peran penting perawat untuk melakukan asuhan secara
komprehensif. Keseluruhan aspek perlu dikaji, dimonitor dan dievaluasi. Setiap
intervensi yang diberikan harus dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Kerjasama
interdisipliner diperlukan untuk dapat memberikan asuhan yang terbaik dan
maksimal kepada pasien.
Peran perawat sebagai innovator dilakukan dengan membuat proyek inovasi berupa
panduan dan SPO ( standard operational Procedure) obat-obatan dengan
kewaspadaan tinggi (high allert medication) di unit ICU ( Intensive care unit).
Inovasi ini bertujuan mengurangi risiko kesalahan yang ditimbulkan akibat
Universitas Indonesia
C. Manfaat
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Analisis pengalaman ini dapat dijadikan sebagai gambaran bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah kardiovaskuler
melalui penerapan teori keperawatan Konservasi menurut Levine yang akan
memberikan masukan tentang pentingnya menggali dan meningkatkan kekuatan
atau energi yang dimiliki pasien oleh perawat dan membantu mengembangkan
teori ini untuk meningkatkan kualitas asuhan kepada pasien.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan tentang konsep-konsep yang mendasari analisis
laporan yaitu tentang acut coronary syndroma, CABG (coronary artery bypass
graft) dan teori konservasi menurut Levine sebagai dasar dalam pengkajian
pasien. Selama menjalankan praktek residensi kejadian penyakit jantung koroner
menjadi mayoritas kasus yang ditemui. Intervensi pilihan terakhir yang dilakukan
untuk mengatasi stenosis koroner yang tidak dapat diatasi dengan intervensi yang
lain adalah intervensi bedah yaitu CABG.
2. Klasifikasi
Penyakit jantung koroner akut atau acute coronary syndome (ACS) merupakan
salah satu dari tiga penyakit jantung yang terjadi akibat gangguan pada arteri
koroner. Penggabungan ketiga hal tersebut dalam satu istilah ACS, didasarkan
kesamaan dalam pathofisiologi, proses terjadinya arterosklerosis serta rupturnya
plak atherosklerosis yang menyebabkan trombosis intravaskular dan gangguan
suplay darah miokard, ketiga diagnosa tersebut adalah :
a. Angina Pektoris tidak stabil ( UAP)
Universitas Indonesia
Merupakan nyeri dada hebat yang terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen
yang tidak adekuat ke sel – sel miokardium. Nyeri yang timbul pada kasus angina
pectoris tidak stabil dapat muncul kapan saja, pada aktifitas maupun istirahat.
Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke
daerah abdomen. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan
oksigen juga meningkat; pada jantung yang sehat, arteri koroner berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung; namun jika arteria
koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis dan tidak
dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka
terjadi iskemi miokardium; sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis
anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara ini tidak efisien dan
menyebabkan terbentuknya asam laktat.(Corwin, 2009)
Kasus Angina pectoris tidak stabil dijumpai pada individu dengan perburukan
penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya terjadi akibat arterosklerosis koroner,
yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spame. Nyeri
seperti tertekan di daerah perikardium, atau substernum dada, kemungkinan
menyebar ke lengan, rahang atau thoraks. Nyeri biasanya berkurang dengan
istirahat dan pemberian nitrat.
b. Infark miokard non ST elevasi ( NONSTEMI)
Merupakan kematian sel – sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen
berkepanjangan, hal ini adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokard
yang tidak teratasi. Sel – sel miokardium mulai mati sekitar 20 menit mengalami
kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan
ATP secara aerobic lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya.
Pada kasus infark myokard ini, gambaran EKG tidak mengalami perubahan, tetapi
enzyme jantung biasanya meningkat dan nyeri dadanya khas infark
myokard.(Doug,
c. Infark miokard dengan ST elevasi (STEMI)
Merupakan infark myokard yang memiliki tanda dan gejala yang khas yaitu
muncul gambaran EKG ST elevasi atau gelombang QS disertai nyeri dada
retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk atau ditindih barang berat.
Universitas Indonesia
Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu leher, rahang bahkan ke
punggung epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectosis dan
tidak responsive terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang terutama pada pasien
diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai
perasaan mual, muntah sesak, pusing keringat dingin, berdebar-debar atau
sinkope. Pasien sering tampak ketakutan, cemas dan gelisah. Kelainan pada
pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Takikardia, kulit
yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relative lebih berat
kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding
dada pada Infark Miokard inferior. (Wood, 2005)
Tabel 2.2. Infark menurut area atau lokasi dan arteri koroner yang terkena.
Arteri koroner yang
Lokasi Infark Lead
terkena
Anterior (V2), V3, V4 LAD
Ventrikel kanan
V3R, V4R RCA
(RV Infark)
(Wood, 2005)
3. Etiologi
Selain hal tersebut diatas, ada faktor-faktor yang mempengaruhi yang disebut
faktor resiko, (Lewis, 2007), yaitu :
Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
a. Usia
Karena pada usia yang makin meningkat terdapat perubahan fisiologis pada
kardiovaskuler, dimana hilangnya elastisitas dan komplians jantung, frekuensi
jantung istirahat, curah jantung dan volume sekuncup pada lansia menurun.
Dinding arteri juga hilang elastisitasnya, tonus vasomotor dan lumennya berubah
karena arteriosclerosis atau aterosklerosis, karena meningkatnya tahanan vaskuler
perifer.
b. Riwayat keluarga positif penderita jantung koroner.
Individu dengan keturunan penyakit jantung koroner dalam keluarga memiliki
kemungkinan lebih sering mengalami penyakit yang sama.
c. Jenis kelamin
Universitas Indonesia
Terjadi tiga kali lebih sering pada pria dibanding wanita, tetapi wanita paska
menopouse, memiliki prevalensi yang sama dengan pria.
Universitas Indonesia
Seperti disebutkan diatas, setelah terjadi plak di arteri koroner baik itu yang
disebabkan oleh arteriosklerosis maupun hal lain, akan meningkatkan aktivasi
platelet dan terjadilah pembentukan thrombus atau penyempitan di daerah arteri
koroner sehingga suply oksigen menjadi berkurang atau tidak mendapatkan
oksigen dan makanan sama sekali dan dapat menyebabkan jaringan menjadi
nekrotik/kematian jaringan miokard dan akibatnya dapat terjadi gangguan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
7. Penatalaksaan
a. Therapi
Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplay
oksigen, yaitu vasodilator (khususnya nitrat), antikoagulan, dan trombolitik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5000 unit intravena dilajutkan dengan infuse 1000 unit/jam selama 4-5 hari
dengan menyesuaikan APTT 1,5 sampai 2 kali nilai normal.
5) Trombolitik
Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap thrombus yang telah
terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya
infark. Agar efektif obat ini harus diberikan pada awal terjadinya nyeri dada,
paling efektif diberikan sebelum 8 jam sejak nyeri dada dan maksimal 12 jam
setelah kejadian. Tiga macam obat trombolitik yang terbukti bermanfaat
melarutkan thrombus (trombolisis) adalah streptokinase, aktifator
plasminogen jaringan, dan anistreptase. Tetapi obat streptokinase bekerja
secara sistemik pada mekanisme pembekuan darah, meskipun obat ini
terbukti dapat melarutkan bekuan darah namun ada resiko terjadi potensial
perdarahan sistemik dan juga mempunyai faktor resiko reaksi alergi dan
terbukti lebif efektif bila diberikan langsung pada arteri koroner. Pemberian
langsung pada arteri koroner memerlukan fasilitas katerisasi jantung.
Sebelum pemberian trombolisis diberikan aspirin 160 mg dikunyah, dan
streptokinase diberikan dalam dosis 1,5 juta unit dalam NaCl 0.9% 100 cc
melalui infuse selama 1 jam.
6) Analgetik
Pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati
dengan nitrat dan antikoagulan, analgetik pilihan masih tetap morfin sulfat
yang diberikan secara intravena dengan dosis 1-2 mg. Respon kardiovaskuler
terhadap morfin dipantau dengan cepat khususnya tekanan darah yang dapat
sewaktu-waktu turun. Tetapi morfin dapat menurunkan preload dan afterload
dan merelaksasi bronchus sehingga oksigenasi meningkat, maka tetap ada
keuntungan teraupetik dengan pemberian obat ini selain menghilangkan
nyeri.
Universitas Indonesia
kateter ini dimasukkan kateter lain yang mempunyai balon diujungnya, pada
lokasi penyempitan balon ini dikembangkan, dan bila balon telah melebarkan
pembuluh darah koroner itu kemudian dikempeskan kembali dan ditarik keluar.
Dilakukan pemasangan stent setelah dilakukan tindakan dibalon, stent yang
berbentuk laksana cincin atau gorong-gorong ini dapat mempetahankan pelebaran
yang dilakukan balon. Dikenal jenis stent yang berlapis berbagai jenis obat yang
mampu mereduksi angka penyempitan ulang hingga dibawah 5 %. Selain itu
dikenal juga tehnik pengeboran sumbatan koroner yang mengeras termasuk
penggunaan laser.
2). CABG (Coroner arteri bypass Graft)
yaitu pembedahan dilakukan dengan tehnik terbuka, yaitu pembedahan di daerah
dada dengan beberapa tehnik pembedahan. Tehnik pembedahan pertama dengan
heart lung machine atau pompa jantung, dan tehnik kedua dengan operasi tanpa
alat pompa (off pump) tehnik ini disebut juga beating heart surgery atau operasi
jantung tanpa menggunakan mesin jantung.
2. Kalsifikasi CABG
Pada operasi bedah jantung akibat penyakit jantung koroner, dapat dilakukan
melalui dua metode yaitu on pump CABG dan off pump CABG
Universitas Indonesia
CABG dilakukan dibawah anastesi umum. dibuat irisan sternotomi median dan
pasien dibawah control mesin pintasan jantung paru. pembuluh darah dari bagian
tubuh lain (misalnya vena safena, arteri mamaria interna) ditandur di distal arteri
koroner “memintas” sumbatan. Setelah selesai penutupan pasien kemudian
dimasukan ke unit perawatan kritis.
4. Pemilihan Arteri
Kemajuan terbaru dalam prosedur pembedahan adalah dalam hal banyaknya
pilihan pembuluh darah yang dapat digunakan untuk pintasan arteri koroner, yang
Universitas Indonesia
paling sering adalah vena safena magna, diikuti vena safena parva, vena sefalika
dan basilica. vena diambil dari tungkai ( atau lengan) dan ditandur ke aorta
asendens dan ke arteri koroner di sebelah distal sumbatan.
a. Vena safena digunakan pada prosedur CABG darurat karena dapat
diperoleh melalui satu kali pembedahan oleh satu tim bedah sementara tim bedah
lainnya melakukan pembedahan dada. Salah satu efek samping penggunaan vena
safena adalah sering terjadi edema pada ekstremitas yang diambil venanya.
derajad edema sangat bervariasi dan menghilang dalam waktu yang lama. Dapat
terjadi perubahan arterosklerotik simtomatis pada vena safena yang digunakan
untuk tandur 5 sampai 10 tahun setelah CABG. Perubahan yang sama juga bisa
terjadi pada vena lengan namun lebih cepat, kira-kira 3-6 tahun setelah
pembedahan.
b. Arteri mamaria kanan dan kiri juga digunakan, tetapi prosedur
pengambilan arteri ini dari dinding dada menyebabkan pasien terlalu lama di
bawah control anastesia dan mesin pintas jantung paru. Kemajuan di bidang
pintasan jantung paru dan anastesia, telah mampu menyingkat waktu yang
diperlukan untuk memulai prosedur pembedahan dan telah menurunkan resiko
panjangnya waktu pembedahan, sehingga timbul kecenderungan untuk kembali
menggunakan arteri untuk CABG. Penelitian menunjukan bahwa tandur arteri
tidak merubah arteriosklerotis dengan cepat dan tidak lebih lama dibanding tandur
vena, sehingga sekarang penggunaan arteri mamaria kanan dan kiri kembali
digunakan. Ujung proksimal arteri mamaria dibiarkan melekat, sedang ujung
distalnya dilepas dari dinding dada.Untuk arteri distal tersebut kemudian
ditandurkan ke artei koroner di distal lesi. Arteri mamaria interna kadang-kadang
kurang panjang selain itu diameternya kadang tidak mencukupi untuk CABG.
Salah satu efek samping penggunaan arteri mamaria adalah kerusakan sensori
saraf ulnaris, yang bisa bersifat sementara maupun permanen.
c. Arteri gastroepiploika ( terletak pada kurvatura mayor gaster) juga bisa
digunakan untuk CABG. Arteri ini suplai darahnya jauh lebih banyak ke
dindingnya, dibanding arteri mamaria interna, sehingga tidak berespon sebaik
arteri mamaria ketika digunakan sebagai tandur. Kerugian lain penggunaan arteri
gastroepiploika adalah irisan dada harus diperpanjang sampai perut sehingga
Universitas Indonesia
pasien terpajan lebih luas terhadap resiko infeksi akibat kontaminasi traktus
gastrointestinal pada tempat irisan.
5. Perawatan Paskaoperasi
a. Perawatan di rumah sakit
Pada mulanya perawatan pasien dipusatkan pada pencapaian atau pemeliharaan
stabilitas hemodinamik dan pemulihan dari anastesi umum. dalam 48 jam pertama
pasien tersebut dipindahkan ke unit elemetri atau bedah. Perawatan pasien
ditujukan pada perawatan luka, kemajuan aktivitas dan diit. selain itu harus
ditekankan pendidikan mengenai pengobatan dan modifikasi factor resiko. Pasien
menjalani rehabilitasi pada fase 1 ketika pasien masih di rawat dan terbaring di
rumah sakit.
b. Perawatan di rumah
Pemulangan pasien dari rumah sakit biasanya dilakukan 5 sampai 10 hari setelah
CABG. Pasien mulai menjalani rehabilitasi fase 2 dimana pasien yang telah
pulang rawat masih harus kembali ke rumah sakit mengikuti proses rehabilitasi
dengan pengawasan tenaga kesehatan. Selanjutnya pasien akan menjalani
rehabilitasi fase 3 dimana pasien dapat mengikuti program rehabilitasi di
masyarakat atau klub senam jantung yang terdapat di masyarakat. Pasien bisa
merasakan gejala penyakit jantung koronernya berkurang dan dapat menikmati
peningkatan kualitas hidup.
6. Komplikasi
Bedah pintas arteri koroner dengan tandur bisa menimbulkan komplikasi seperti
infark miokardium, disritmia dan perdarahan. penyebab dasar jantung koroner
sebenarnya belum dihilangkan, sehingga pasien bisa mengalami angina,
intoleransi aktifitas, atau gejala lain yang dirasakan sebelum CABG. Obat-obat
yang diperlukan sebelum operasi masih perlu dilanjutkan. penyesuaian gaya hidup
yang dianjurkan sebelum pembedahan tetap penting, bukan hanya untuk
penanganan penyakit,namun juga untuk mempertahankan viabilitas tandur yang
baru dipasang. Jadi dapat disimpulkan komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
a. Postperfusion syndrome (pumphead), gangguan neurocognitive berhubungan
dengan cardiopulmonary bypass
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
bahasa, pikiran, sejarah, nilai-nilai, dan keyakinan individu (Alligood & Tomey,
2006).
Universitas Indonesia
Seorang perawat dapat menghargai klien ketika klien dipanggil dengan namanya.
Sikap menghargai tersebut terjadi karena adanya proses nilai personal yang
menyediakan privasi selama prosedur.
e. Konservasi Integritas Sosial
Kehidupan berarti komunitas social dan kesehatan merupakan keadaan social
yang telah ditentukan. Oleh karena itu, perawat berperan menyediakan kebutuhan
terhadap keluarga, membantu kehidupan religius dan menggunakan hubungan
interpersonal untuk konservasi integritas social.
f. Tiga Konsep Utama Dari Model Konservasi
1) Wholeness (Keutuhan)
Erikson dalam Levine (1973) menyatakan wholeness sebagai sebuah sistem
terbuka. Keutuhan menekankan pada suara, organik, mutualitas progresif antara
fungsi yang beragam dan bagian-bagian dalam keseluruhan, batas-batas yang
terbuka. Levine menyatakan bahwa “interaksi terus-menerus dari organisme
individu dengan lingkungannya merupakan sistem yang „terbuka dan cair‟, dan
kondisi kesehatan, keutuhan, terwujud ketika interaksi atau adaptasi konstan
lingkungan, memungkinkan kemudahan (jaminan integritas) di semua dimensi
kehidupan”. Kondisi dinamis dalam interaksi terbuka antara lingkungan internal
dan eksternal menyediakan dasar untuk berpikir holistik, memandang individu
secara keseluruhan.
2) Adaptasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB III
PENERAPAN TEORI KONSERVASI LEVINE PADA
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER
Bab ini akan membahas mengenai peran perawat spesialis sebagai pemberi
asuhan keperawatan yang mempunyai tanggung jawab terhadap kelangsungan dan
pemenuhan asuhan keperawatan terutama sebagai advisor untuk masalah
keperawatan kardiovaskuler. Berikut ini dipaparkan gambaran perawat dalam
mengelola satu kasus utama yaitu pasien dengan post operasi CABG dan
menganalisis 30 kasus kardiovaskuler lainnya dalam bentuk resuma yang dirawat
di rumah sakit Jantung Harapan Kita Jakarta.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Judgement/Trophicognosis
Diagnosa keperawatan didapat setelah melalui analisis dan pengumpulan data.
Adapun diagnosa yang diperoleh
adalah sebagai berikut
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan, luka insisi bedah dan iritasi
akibat pemasangan selang dada
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi
jantung yang terganggu
Universitas Indonesia
c. Risiko gangguan perfusi jaringan perifer dan kardiak b.d penurunan fungsi
pompa jantung, intervensi intrakardiak
d. Resiko kekurangan volume cairan dan keseimbangan elektrolit berhubungan
dengan berkurangnya volume darah yang beredar, perdarahan
e. Risiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan ventilasi
penurunan ekspansi paru
f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi, terpasang alat invasif,
imunosupresi
3. Hipotesis/intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan, luka insisi bedah dan
iritasi akibat pemasangan selang dada.
NOC (nursing outcomes classification) :
1) Pain Level
2) Pain control
3) Comfort level
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, memberitahukan nyerinya)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang denkgan menggunakan manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri diatasi dan berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal
NIC (Nursing Intervention classification)
1) Managemen nyeri : mengkaji skala nyeri, teknik distraksi, relaksasi otot,
2) Managemen lingkungan : cegah kebisingan, cahaya terlalu terang, batasi
pengunjung
3) Mengatur posisi : atur posisi semi fowler atau yang nyaman menurut pasien
4) Menurunkan cemas : support emosional, mendorong coping positif
5) Managemen obat : anestesi, analgesik, sedatif secara iv, im, oral
Universitas Indonesia
Implementasi
1) Mengkaji nyeri, skala nyeri 7, karakteristik nyeri seperti rasa perih dan panas,
lokasi pada luka operasi, lokasi donor (kaki kanan) dan area pemasangan
drain, timbul terutama saat ingin bergerak, batuk atau tarik nafas
2) Mengukur tanda-tanda vital, TD : 150/90 mmHg, nadi 90 x/mnt, suhu :
36.50C
3) Membantu pasien membedakan antara nyeri bedah dengan nyeri angina,
pasien mengatakan nyeri tidak menyebar dan meningkat saat ada pergerakan
4) Mengajarkan pasien untuk menekan dengan tangan dan bantal jika ingin
batuk
5) Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan, mengurangi faktor presipitasi nyeri
dengan membatasi pengunjung.
6) Mengatur posisi nyaman dengan memperbaiki posisi bantal dan posisi tidur,
posisi kaki, membuat elevasi kepala, semifowler
7) Mengajarkan pasien menggunakan teknik relaksasi, distraksi dan imajinasi
saat nyeri timbul
8) Memberi dukungan pasien dan melibatkan keluarga, istri pasien untuk
memberi dukungan, untuk mengurangi cemas dan nyeri
9) Memberikan obat propofol bolus 20 mg iv, selanjutnya drip 20 mg/jam
Evaluasi
S : Pasien menyatakan lebih nyaman setelah posisi tidur diatur kembali, pasien
menyatakan lebih nyaman dengan meletakan bantal di dada saat ingin batuk,
pasien menyatakan masih sakit jika ada pergerakan.Pasien menyatakan lebih
nyaman dengan teknik imaginasi.
O : Pasien masih terlihat agak tegang terutama saat ingin batuk atau bergerak. TD
145/90-162/91 mmHg, nadi 80-96 x/mnt
A : Masalah nyeri masih ada, berkurang dan lebih nyaman dengan pengaturan
posisi, skala nyeri 3-5
P : Motivasi untuk menggunakan teknik imaginasi, teruskan pemberian propofol
drip 20 mg/jam dengan mengkaji terus penurunan nyeri
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Evaluasi
S : Pasien mengatakan tidak ada pusing dan sesak. Pasien mengatakan sudah lebih
enakan.
O : Hasil pengukuran CO : 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2, PCW 15, urine output 60-70
ml/jam, TD : 130/84, nadi 80, RR 18, CRT < 2 detik
A: cardiac output stabil, hemodinamik stabil
P : Monitoring terus urine output, hemodinamik, CRT.
3. Risiko gangguan perfusi jaringan perifer dan kardiak b.d penurunan
fungsi pompa jantung, intervensi intrakardiak.
NOC (nursing outcomes classification) :
1) Status sirkulasi
2) Perfusi kardiak
3) Perfusi renal
4) Perfusi cerebral
Kriteria Hasil :
1) Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
a) Hemodinamik stabil : cardiac output, cardiac indeks
b) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
c) Tidak ada ortostatik hipertensi
d) Urine output 1 ml/kgBB/jam
2) Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
a) berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
b) menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
c) memproses informasi
d) membuat keputusan dengan benar
NIC (Nursing Intervention classification)
1) Managemen sirkulasi : kaji CRT, hemodinamik, tanda-tanda vital, kesadaran
2) Managemen shock : kaji tanda-tanda shock, pucat, sianosis, kaji urine output
3) Managemen sensasi perifer : kaji acral, kekuatan nadi
Universitas Indonesia
Implementasi
1) Mengkaji drain, jumlah cairan drain 40 ml/jam, isi darah.
2) Mengkaji tanda-tanda hipoperfusi : acral hangat, tidak pucat, kesadaran
compos mentis
3) Mengkaji hemodinamik, CO : 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2, PCW 15 mmHg, urine
output 70 ml/jam, TD : 130/78 mmHg, nadi 83 x/mnt, pulsasi kuat, irama
teratur
4) Mengukur intake output/24 jam : intake : 3250/24 jam, output : 2150
5) Mengkaji CTR<2 detik, kesadaran kompos mentis, sudah dilakukan
ekstubasi, pasien sudah mulai minum dan makan bertahap
6) Mengkaji tanda dehidrasi : turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab
7) Memonitor dan memberikan dobutamin 5 mcg/kgBB/mnt
8) Memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
9) Memonitor adanya parestesi atau tidak ada, kemampuan motorik, kekuatan
otot-otot
10) Memotivasi pasien melakukan rehabilitasi dini dan menjelaskan fase atau
tahapan rehabilitasi selanjutnya selama di rumah sakit maupun setelah pulang
atau di rumah
Evaluasi
S : Pasien mengatakan sudah lebih baikan, tidak ada pusing, tidak sesak, nyeri
masih ada, tidak ada penurunan ambang rasa pada kulit
O : Hasil pengukuran CO : 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2, PCW 15 mmHg, urine output
70 ml/jam, TD : 130/78, nadi 83, pulsasi kuat, irama teratur, CRT< 2 detik, hasil
echo ulang EF 28%
A : tidak terjadi masalah perfusi jaringan, fungsi renal baik, produksi urine cukup
P : Monitoring urine output, kekuatan nadi perifer, drainase.
Universitas Indonesia
1) Fluid balance
2) Hydration
3) Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan urine output 0.5-1 ml/kgBB/jam
2) Hemodinamik/tanda-tanda vital dalam batas normal
3) Tidak ada tanda tanda dehidrasi,elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC (Nursing Intervention classification)
1) Managemen cairan : berikan terapi cairan sesuai program, ukur intake output
2) Monitoring cairan : monitor cairan yang masuk, monitor intake output
3) Managemen hipovolemik : kaji CVP, kekuatan nadi, beri cairan sesuai
program
Implementasi
1) Mengukur TD 143/86. Nadi 88, CO : 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2, PCW 15
mmHg, cairan drain 50 ml/jam, urine output 60 ml/jam
2) Monitor nadi perifer, kuat, capillary refill <2 detik, turgor kulit baik,
membrane mukosa baik
3) Memberikan minum teh manis 150 ml dan sirop 200 ml
4) Memberi makan lunak, habis ¾ porsi
5) Memonitor pemberian infus RL 60 ml/jam dan NaCl 3 ml/jam
6) Mengukur intake output/24 jam : intake : 3250 ml/24 jam, output : 2150ml/24
jam
Evaluasi
S : pasien mengatakan sudah mulai minum, sirop dan juice habis 1 gelas
O : Drainage Produksi urine 60-70 ml/jam, balance/24 jam intake : 3250 ml/24
jam, output : 2150 ml
A : Masalah kekurangan cairan tidak terjadi, pasien mulai minum dan makan
bertahap
P : Monitoring intake dan output , monitoring drainase
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
C. Pembahasan
Pembahasan merupakan analisa dari seluruh proses asuhan keperawatan yang
telah dilaksanakan , memaparkan aspek keunggulan dan kelemahan serta kondisi
yang terjadi pada pasien dengan post CABG yang di rawat di ruang ICU rumah
sakit pusat jantung Harapan Kita Jakarta.
1. Proses keperawatan
Pengkajian melalui anamnesa bertujuan untuk mendapatkan riwayat kesehatan
dan faktor risiko serta perubahan spesifik dalam tingkat kesejahteraan dan pola
kehidupan (Potter & Perry, 2006). Dari pengkajian didapatkan data riwayat bahwa
pasien memiliki riwayat hipertensi sudah sekitar 5 tahun, merokok 1 bungkus
perhari, dan kurang berolah raga. Faktor risiko lainnya, pasien juga mempunyai
riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi. Dari beberapa faktor
risiko tersebut memungkinkan pasien yang masih berusia cukup muda ( 44 tahun)
mengalami serangan jantung koroner bahkan didiagnosa CHF karena old anterior
MCI dan hipertensi.
oksigen yang disuplai ke jantung berkurang. Asam nikotinat pada tembakau juga
memicu pelepasan katekolamin, yang menyebabkan konstriksi arteri, aliran darah
dan oksigenasi jaringan menjadi terganggu. Merokok juga meningkatkan adhesi
trombosit, mengakibatkan kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.
(Wood, 2005). Pasien juga menderita tekanan darah tinggi yang menyebabkan
terjadinya gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventikel kiri saat memompa
darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan
oksigen jantung jadi meningkat. Selain itu pasien juga mempunyai kolesterol
darah tinggi, dimana lemak yang tidak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein
yang larut dalam air, yang memungkinkannya dapat diangkut dalam sistem
peredaran darah. ( Ignativicius, 2008).
Pada bulan desember 2012 pasien sudah pernah dirawat selama 5 hari dengan
keluhan nyeri dada disertai sesak nafas dan rasa tertindih beban berat. Pasien
mengeluh makin sesak dengan aktifitas. Pasien dilakukan pemeriksaan koroner
pada tanggal 17 Desember 2012 dengan hasil LM stenosis 30% di distal,
Intermediate stenosis 80% di proximal, LCX, stenosis 80% di OM1, total oklusi
OM2, RCA stenosis 60-70 % di proximal, 70% di distal. Keterlambatan dalam
memeriksakan kesehatan secara intensif dan keteraturan dalam berobat membuat
pasien harus mengalami gagal jantung pada usia yang masih cukup muda dan
produktif. Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien
dengan infark jantung dimana terjadi ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
yang sering dikenal dengani istilah gagal jantung kongestif. (Bruner &Suddart,
2002).
Universitas Indonesia
memungkinkan pasien untuk dilakukan operasi CABG ini supaya kualitas dan
produktifitas pasien dapat ditingkatkan.
Diagnosa keperawatan prioritas utama paska operasi CABG adalah Nyeri akut
berhubungan dengan trauma jaringan, luka insisi bedah dan iritasi akibat
pemasangan selang dada. Nyeri dapat timbul karena beberapa factor, luka operasi
atau tindakan pembedahan salah satu faktor penyebab terjadinya nyeri, apabila
nyeri berkelanjutan tidak dihilangkan akan mengganggu aktivitas fisik yang
akhirnya dapat menyebabkan aliran darah terganggu (Perry & Potter, 2006).
Pasien post operasi jantung akan merasakan nyeri yang spesifik yaitu seperti
tajam dan terbakar pada area luka insisi atau pembedahan serta pada area
pemasangan drain dan area donor yaitu kaki kanan pasien. Nyeri harus dapat
dengan jelas identifikasi untuk membedakan apakah nyeri tersebut adalah nyeri
angina atau infark jantung yang biasanya menyebar ataukan nyeri tersebut lokal
hanya pada area luka operasi.(Ignatificius, 2006). Penatalaksanaan nyeri
difokuskan pada nyeri akibat insisi pembedahan, sehingga pasien diberikan terapi
antinyeri atau anestesi, yaitu propofol bolus 20 mg iv selanjutnya drip 20 mg/jam.
Pasien juga diajarkan teknik relaksasi dengan imagine dan teknik batuk agar
mengurangi perasaan nyeri yaitu dengan menekan dada dengan bantal yang
lembut. Salah satu tindakan yang dilakukan perawat dalam mengatasi nyeri adalah
memberikan arahan, menjelaskan tentang nyeri dan cara mengatasinya, dengan
bahasa yang dapat dimengerti dan sesuai dengan tingkat pendidikan untuk
melakukan relaksasi, distraksi dan imajinasi terbimbing (guided imagery). Upaya
ini dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Perry & Potter, 2006)
Universitas Indonesia
Diagnosa risiko gangguan perfusi jaringan perifer dan kardiak b.d penurunan
fungsi pompa jantung, intervensi intrakardiak juga dirumuskan mengingat kondisi
pasien dengan masalah kardiak yang menyertai serta antisipasi tehdapat terjadinya
gangguan atau kegagalan organ lain seperti gagal ginjal. Masalah tidak terjadi
ditandai dengan produksi urine yang stabil baik yaitu antara 50-100 ml/jam, dan
balance cairan per 24 jam yang stabil cukup yaitu intake : 3250/24 jam, output :
2150.
Diagnosa selanjutnya adalah risiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
ketidakadekuatan ventilasi, penurunan ekspansi paru. Pasien sangat kooperatif dan
mau berpartisipasi dalam latihan batuk dan bernafas secara efektif sehingga
proses weaning dan ekstubasi berjalan lancar sesuai program dan tidak mengalami
kesulitan. Pasien diekstubasi 6 jam paska operasi dan selanjutnya mampu bernafas
spontan tanpa bantuan ventilasi mekanik dengan adequat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Proses keperawatan mulai dari pengkajian didasari oleh teori Levine yaitu
mengkaji perubahan lingkungan eksternal pasien yang mempunyai tiga tingkatan
perseptual, operasional dan konseptual. Adanya tingkatan tersebut memberikan
dimensi dalam interaksi antara individu dan lingkungan. Tingkatan perseptual
meliputi aspek kemampuan pasien dalam menerima dan memahami dunia dengan
indra yang dimiliki. Sedangkan operasional meliputi hal-hal yang mempengaruhi
fisik individu dan konseptual mengandung arti bahwa lingkungan itu dibentuk
dari pola budaya dan dimediasi oleh simbul bahasa ide dan sejarah. Pasien adalah
seorang Bapak dari kultur sunda yang kuat, yang memiliki tatanan kesopanan dan
tanggung jawab yang baik. Pasien dapat mengikuti arahan dengan baik selama
paska operasi, dapat berpartisipasi dengan baik mengikuti latihan pernafasan dan
mobilisasi bertahap yang diajarkan sehingga dapat pulih lebih cepat dan lepas dari
bantuan ventilasi mekanik dengan tepat waktu.
Universitas Indonesia
individu yang sangat unik, yang mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda.
Kemampuan perawat dalam menggali kemampuan adaptasi pasien sangat
diperlukan sehingga tercapai konservasi energi yang diharapkan berguna dalam
proses penyembuhan dan kesehatan.
Kelemahan dari teori Levine ini menurut penulis adalah ada beberapa komponen
dalam pengkajian yang seringkali membuat penulis kesulitan dalam
mengkategorikan seperti pada pengkajian Integritas personal dan integritas sosial,
dimana pada pengkajian kedua integritas tersebut seringkali sama-sama
melibatkan peran dan dukungan keluarga, lingkungan dan masyarakat terkait
nilai-nilai dan kepercayaan pasien serta perannya dalam keluarga dan masyarakat.
Hal ini membuat isi pengkajian sepertinya overlaping atau menjadi duplikasi
penulisan. Untuk mengantisipasi hal tersebut penulis perlu lebih teliti dalam
menyusun dan mengkategorikan hasil pengkajian.
Sosialisasi penggunaan teori Levine ini juga belum banyak dilakukan sehingga
masih jarang digunakan pada pengkajian keperawatan di rumah sakit di indonesia
khususnya di Jakarta. Mahasiswa sebagian besar juga masih pada tahap
mempelajari belum sampai pada tahap mengaplikasikan dalam pengkajian
langsung pasien di rumah sakit. Hal tersebut memungkinkan pengkajian
konservasi menurut model Levine belum banyak dikenal di pelayanan rumah
sakit.
Universitas Indonesia
Pasien dalam kasus resume penulis ambil dari semua unit perawatan baik rawat
inap maupun seperti gedung perawatan, ICU (intensive care unit), intermediate
bedah dan medikal, dan cardiovascular care unit (CVCU) tetapi juga unit non
rawat inap seperti instalasi gawat darurat dan kamar operasi di Rumah sakit pusat
jantung nasional Harapan Kita.
Universitas Indonesia
Masalah utama yang muncul pada sebagian besar kasus adalah nyeri, sesak nafas
dan intoleransi aktifitas. Keluhan nyeri secara umum dapat dikelompokkan
kedalam beberapa penyebab seperti nyeri karena gangguan koroner, sehingga
suply oksigen ke myokardium tidak adequat, seperti kasus ACS (acute coronary
syndrome), pasien dengan PCI (percutaneus coronarry intervention), TPM
(temporary pace maker), arytmia jantung. Nyeri karena proses infeksi jantung
seperti myokarditis, perikarditis, dan gangguan katup jantung akibat jantung
rematik. Nyeri karena tindakan pembedahan yang menyebabkan trauma jaringan
atau agen cedera fisik. Tindakan pembedahan menunjukkan insiden pengalaman
nyeri sedang sampai berat. Nyeri adalah mekanisme yang dimaksudkan untuk
menimbulkan kesadaran bahwa telah terjadi kerusakan jaringan (Sherwood,
2001).
Pompa jantung yang terganggu juga menjadi penyebab tidak adequatnya suply
darah dan oksigen ke organ kardiak dan organ vital lainnya. Hal ini terjadi pada
kasus gagal jantung, ADHF (acute decompensated heart failure) dan PPCM
(postpartum cardiomyopathy).
Nyeri akut terjadi secara akut akibat cedera atau trauma atau penyakit iskemik
atau setelah intervensi bedah dan mempunyai awitan yang cepat dengan intensitas
yang bervariasi (ringan sampai berat). Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi munculnya keluhan nyeri, untuk jenis kelamin tidak berbeda
secara bermakna. Terbukti pada kasus yang dikelola semuanya mengalami nyeri
walau dengan intensitas yang berbeda. Cara individu mengekspresikan nyeri
merupakan sifat kebuadayaan yang lain (Perry & Potter, 2006).
Untuk mengatasi nyeri ada berbagai implementasi yang sudah diberikan mulai
dari intervensi keperawatan berupa teknik relaksasi dan distraksi serta pengaturan
posisi yang nyaman, juga intervensi medis melalui pemberian obat-obatan anti
nyeri yang diberikan secara intravena, bolus maupun drip serta secara oral.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB IV.
PENERAPAN PRAKTIK BERBASIS PEMBUKTIAN
(EVIDENCE BASED NURSING)
Baba ini akan membahas mengenai peran perawat sebagai peneliti, dengan
memberi kontribusi pada praktik keperawatan berdasarkan pembuktian (evidence
based), dengan memaparkan hasil analisa dan sintesa secara kritis terhadap hasil
penelitian terkait dengan gangguan system kardiovaskuler. Pengalaman
melaksanakan evidence based nursing pada kasus yang dikelola selama praktek
residensi spesialis keperawatan dan hasil penelaahan terhadap pengalaman
melakukan evidence based nursing termasuk keunggulan, kelemahan.
Universitas Indonesia
operasi. Paska CABG, pasien akan menggunakan alat bantu pernafasan serta
dipasang slang atau WSD untuk mengeluarkan cairan intratorakal paska operasi.
Salah satu upaya preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi
pasien post CABG adalah melatih pasien nafas dalam sekaligus melatih otot-
pernafasan. Tindakan ini bertujuan meningkatkan expansi paru-paru sekaligus
memperbaiki oksigenasi ke otot jantung. Latihan nafas dalam juga mencegah
atelektasis dan memperbaiki fungsi paru-paru yang dapat dilihat dari
pengembangan paru secara maksimal serta hasil pemeriksaan saturasi oksigen
dengan oksimetri maupun hasil pemeriksaan tekanan oksigen dan CO2 dalam
darah dapat kembali normal paska ekstubasi. Setiap keberhasilan tindakan
membutuhkan peran perawat sebagai petugas yang berada bersama pasien selama
24 jam. Melatih nafas dalam secara teratur paska pasien lepas dari ventilator dapat
memberi hasil yang signifikan terhadap meningkatnya kapasitas volume paru dan
memperbaiki nilai pertukaran gas pada pasien paska CABG. (Westerdahl, 2005).
Fenomena yang terjadi saat ini, pasien post CABG di RS Harapan Kita Jakarta
ruang intermediate bedah telah dilakukan fisioterapi dada dengan melatih batuk
efektif dan nafas dalam, akan tetapi kegiatan ini hanya dilakukan satu kali perhari
oleh petugas fisioterapi yang datang ke unit. Hal ini seringkali kurang efektif
mengingat proses latihan nafas dalam dengan mengembangkan otot-otot
diafragma harus dilakukan secara aktif dan berkelanjutan. (Jayasekara, 2011).
Perawat sebagai petugas yang berada 24 jam bersama pasien mempunyai
kesempatan besar untuk membantu pasien mengatasi permasalahan oksigenasi
paska operasi. Memotivasi dan mengajarkan pasien latihan otot-otot pernafasan
dapat membantu pasien terhindar dari komplikasi paska operasi CABG seperti
atelektasis, pneumonia serta memperbaiki ekspansi paru dan diafragma.
(Schadewalt, 2010).
Peran perawat sebagai peneliti harus dibuktikan melalui kegiatan meneliti dan
mengimplementasikan hasil penelitian tersebut sehingga bermanfaat bagi orang
lain atau bagi pasien. Penelitian keperawatan yang baik melahirkan temuan yang
Universitas Indonesia
akan menjadi dasar tindakan keperawatan yang efektif dan positif bagi usaha
penyembuhan pasien (Danim, 2002). Menurut pendapat Titler , (2008) Hasil
penilitan keperawatan dapat digunakan sebagai dasar perawat melaksanakan
praktik keperawatan. Dengan melaksanakan praktek keperawatan berdasarkan
pembuktian atau Evidence Based Nursing Practice (EBNP), pelayanan
keperawatan akan lebih bermutu dan berhasil guna.
Universitas Indonesia
dilakukan latihan, lalu dilanjutkan pengukuran kedua paska latihan terhadap hasil
tekanan darah, sistole dan diastole, frekuensi jantung, frekuensi nafas, saturasi
oksigen dan ekspresi serta pengalaman atau pendapat pasien paska latihan. Hasil
pre dan post dianalisis untuk melihat perbedaan yang significan hasil pengukuran
sebelum dan setelah latihan
2. Populasi dan Sampel EBN
Populasi adalah pasien post operasi CABG hari pertama yang telah dilakukan
ekstubasi dan masih terpasang WSD. Sampel merupakan sebagian dari populasi
yang di teliti, dalam hal ini diambil 20 pasien sebagai responden, yang dilakukan
intervensi berupa latihan otot pernafasan dan nafas dalam.
3. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di unit intermediate bedah (IW bedah) RS Jantung Harapan
Kita Jakarta, dilaukan pada bulan April minggu pertama sampai minggu ketiga,
atau selama 2 minggu proses intervensi dan pengambilan data pre dan post test.
Pre test dilakukan sebelum intervensi atau latihan yaitu pada saat perawat selesai
memberi penjelasan kepada pasien dan pasien siap melakukan latihan, maka
diambil data-data tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, dan saturasi oksigen.
Setelah intervensi selesai dilakukan dan perawat sudah lebih relaks, maka diambil
data post test.
4. Prosedur Penerapan EBN
a. Latihan otot pernafasan dengan Pernapasan Diaprahma (Westerdahl,
2005).
1) Atur posisi fowler atau semi fowler, punggung dan bahu di sangga
dengan bantal
2) Anjurkan pasien meletakkan tangan dengan rileks di atas dada (di
batas iga, rasakan dengan jari-jari gerakan dada turun.
3) Anjurkan pasien bernapas dengan perlahan-lahan dan dalam, hingga
iga dan otot-otot pernafasan tertarik ke arah dalam
4) Anjurkan pasien tarik nafas dalam melalui hidung dan mulut, biarkan
perut menggembung dan paru-paru terisi udara
5) Anjurkan pasien menahan nafas dalam hitungan 1-5
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.4. Pembahasan
Indikator timbulnya komplikasi pada pasien post CABG seperti atelektasis,
infeksi pneumonia dan masa perawatan yang makin lama di rumah sakit dapat
didapat dari berbagai cara seperti pemeriksaan rontgen thorax, pemeriksaan AGD,
dan pemeriksaan menggunakan spirometri. Tetapi untuk memudahkan perawat
dalam pelaksanaan, maka dapat diambil indikator sederhana melalui tanda-tanda
vital pasien, frekuensi nafas permenit, saturasi oksigen dan pengalaman atau
pendapat pasien setelah latihan. Meskipun tindakan latihan telah dilakukan oleh
petugas fisioterapist, tetapi latihan hanya dilakukan sekali perhari, sehingga masih
kurang efektif. Pada siang, sore atau malam hari ketika pasien dalam keadaan
bangun dan nyaman, pasien dapat dilatih melakukan latihan otot pernafasan dan
nafas dalam oleh perawat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB V.
KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER
A. Analisis Situasi
Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (RSPJNHK) merupakan
rumah sakit yang menjadi rujukan bukan saja dari Jakarta tetapi dari seluruh
pelosok di Indonesia. Dengan visi menjadi institusi kardiovaskuler terpercaya di
Asia Pasifik dan misi menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan pelatihan
serta penelitian kardiovaskuler secara profesional, dan ditopang oleh tata kelola
yang baik, serta dengan moto patient first, maka Rumah sakit ini telah
membuktikan melalui pelayanan yang komprehensif dan terpadu bagi pasien
dengan masalah kardiovaskuler. Rumah sakit juga menetapkan tujuan yang
hendak dicapai yaitu 1). Terselenggaranya pelayanan kardiovaskuler yang berhasil
guna, bermanfaat secara luas, memenuhi standar mutu internasional, 2).
Terselenggaranya pendidikan pelatihan kardiovaskuler bagi tenaga kesehatan
Indonesia dan kawasan regional, 3). Terlaksananya penelitian kardiovaskuler yang
membawa manfaat pada pelayanan kardiovaskuler dan program pendidikan
pelatihan kardiovaskuler.
Jumlah kunjungan yang mencapai ribuan setiap tahunnya menjadikan rumah sakit
Harapan Kita sebagai centre of science bagi perkembangan ilmu dan skill dalam
penanganan pasien dengan kasus kardiovaskuler baik pada tingkat Nasional
maupun Internasional. Jumlah intervensi bedah yang sangat besar dilihat dari
jumlah tindakan bedah perhari yang mencapai 7-8 pasien dengan daftar tunggu
tindakan yang tidak pernah sepi mendorong pihak managemen Rumah Sakit terus
berbenah diri. Kemajuan diagnostik dan intervensi yang didukung dengan
peralatan terkini yang canggih baik bedah maupun non bedah serta sumber daya
manusia yang terus diperbaharui secara kuantitas dan kualitas menjadi anadalan
Rumah Sakit memberi pelayanan terbaik kepada pasien. Bukti keseriusan Rumah
Sakit terhadap mutu pelayanan juga dibuktikan dengan upaya Rumah Sakit
mengikuti akreditasio Internasional JCI dalam waktu dekat.
Universitas Indonesia
B. Kegiatan Inovasi
Inovasi dibuat oleh residensi keperawatan medikal bedah peminatan
kardiovaskuler berdasarkan kebutuhan unit dan kebutuhan Rumah Sakit yang
diperoleh dari analisis terhadap fenomena yang ada serta masukkan dari unit dan
rumah sakit Harapan Kita. Standar ke-3 dari 6 standar The JCI International
Patient Safety Goals (IPSG) adalah meningkatkan keamanan dari penggunaan
obat-obat dengan kewaspadaan tinggi (high alert medication) (JCI, 2010).
Institute for Safe Medication Practices/ISMP (2012), mendefinisikan “High alert
medication” atau obat dengan kewaspadaan tinggi adalah obat yang mempunyai
risiko tinggi yang dapat menyebabkan kerugian yang signifikan ketika terjadi
kesalahan penggunaan (ISMP, 2012). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011, menyebutkan rumah
sakit harus mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai.
Ruang ICU dewasa RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (RS PJNHK)
Jakarta, banyak sekali menggunakan obat-obatan yang termasuk ke dalam
kategori “high alert medication”, seperti pemberian elektrolit konsentrasi tinggi,
pemberian obat intravena secara titrasi, pemberian sedasi, serta beberapa obat
kardiovaskular yang memerlukan pengawasan tinggi, misalnya adrenalin,
dobutamin, dan dopamin. Karena itu diperlukan suatu panduan bagi perawat
dalam memberikan obat “high alert” sehingga risiko kesalahan dapat
diminimalkan. Mengetahui bahwa risiko pemberian obat-obatan terhadap
kesalahan (medication error) sangat tinggi, serta menanggapi tuntutan akreditasi
internasional (JCI) akan pentingnya pengawasan terhadap obat-obatan dengan
kewaspadaan tinggi, maka kelompok kami tertarik untuk membuat sebuah inovasi
sebagai upaya mencegah kejadian kesalahan dalam pemberian obat-obatan
tersebut. Inovasi ini akan memfasilitasi perawat dengan panduan dan standar
operasional prosedur (SPO) sehingga memudahkan perawat dalam bekerja.
Universitas Indonesia
Materi yang disosialisasikan adalah berupa panduan obat-obatan high allert atau
obat-obatan dengan kewaspadaan tinggi. Sosialisasi dilakukan secara bertahap
kepada kepala instalasi, kepala unit, leader, serta perawat pelaksana. Sosialisasi
juga dilakukan secara individu kepada perawat di unit ICU untuk mengetahui
pemahaman perawat terhadap penggunaan panduan dan SPO pemebrian obat-
obatan kewaspadaan tinggi.
Standar prosedur operasional ini dibuat menurut jenis obat atau nama obat guna
mengurangi risiko kesalahan akibat pemberian obat. Mengingat banyaknya jenis
obat kewaspadaan tinggi, maka kami memilih jenis obat yang banyak digunakan
di unit ICU dewasa serta memiliki risiko tinggi timbulnya kesalahan dalam
pemberian, yaitu kalium, adrenalin dan propofol.
Universitas Indonesia
Selama proses diskusi, diperoleh beberapa masukan dari para peserta sosialisasi
yang digunakan untuk melengkapi atau memperbaiki panduan dan SPO
pemberian obat kewaspadaan tinggi sehingga dapat lebih mudah dalam penerapan
oleh perawat. Beberapa masukkan antara lain bahwa SPO perlu dibuat lebih
simple dengan langkah-langkah tindakan lebih sistematis dan minimal. Sistematis
mengandung makna bahwa setiap prosedur harus diawali dengan pengucapan
salam, memastikan identitas pasien, dan menjelaskan tujuan prosedur. Masukkan
lain adalah bahwa perawat dengan standar kompetensi apa yang memiliki
kewenangan memberikan obat kewaspadaan tinggi. Pemberian label warna yang
jelas sesuai standar yang ada untuk masing-masing obat kewaspadaan tinggi juga
disarankan oleh peserta sosialisasi untuk dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi risiko kesalahan dalam pemberian obat. Proses sosialisasi dan diskusi
menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertujuan melengkapi panduan,
prosedur standar operasional dan form ferifikasi.
Universitas Indonesia
penyimpanan obat. ( JCI, 2012). Inovasi ini berguna untuk mencegah kesalahan
yang terjadi akibat pemberian obat kewaspadaan tinggi oleh perawat.
Inovasi dilakukan di ruang ICU (intensive care unit) lantai 2 gedung perawatan 1
RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita melalui tiga tahap yaitu persiapan,
pelaksanaan dan evaluasi. Tahap pelaksanaan, setelah selesai sosialisasi panduan,
standar prosedur operasional dan form ferifikasi (check list) untuk memastikan
perawat bekerja sesuai SPO, maka segera dilaksanakan inovasi di ICU.
Pelaksanaan awal dilakukan dengan pendampingan kepada masing-masing
perawat agar dapat melaksanakan pemberian obat-obatan risiko tinggi sesuai
dengan prosedur dalam inovasi. Ditemukan beberapa kesulitan perawat dalam
pelaksanaan prosedur seperti dosis obat yang perlu disesuaikan dengan
perhitungan di unit.
4. Pelaksanaan Evaluasi
Pada awal implementasi, perawat masih kesulitan membagi waktu untuk
pengisian form check list ferifikasi yang sebagian besar diakibatkan oleh
kesibukan perawatan pasien. Tetapi kesulitan ini sangat individual, dilihat dari
beberapa perawat tetap dapat melakukannya tanpa mengalami kesulitan dalam
pembagian waktu. Hal ini dapat saja dipengaruhi oleh kompleksitas masalah
pasien yang berbeda-beda.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Perawat sebagai Pemberi asuhan keperawatan secara profesional pada pasien
gangguan system kardiovaskuler perlu mendasarkan pemahaman pada anatomi,
fisiologi, patofisiologi, penatalaksanaan keperawatan yang memadai, teori
keperawatan yang mendukung sebagai dasar asuhan keperawatan dan hasil riset
yang dapat dijadikan dasar yang kuat dalam pelaksanaan praktek klinik
keperawatan.
Teori keperawatan Konservasi dari Levine merupakan salah satu model yang
menekankan pada kemampuan adaptasi individu terhadap gangguan atau masalah
yang terjadi dengan menggali dan memanfaatkan energi yang dimiliki sehingga
dapat membantu mengatasi masalah yang dialami kususnya pada gangguan
kardiovaskuler.
Universitas Indonesia
B. Saran
1. Diperlukan penelitian dan metodologi yang memadai serta indikator evaluasi
yang jelas untuk mengevaluasi sejauhmana penerapan teori Konservasi dari
Levine digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
gangguan system kardiovaskuler.
2. Perawat sebagai seorang ners spesialis keperawatan medikal bedah peminatan
system kardiovaskuler, perlu terus mengembangkan diri secara terus menerus
berkelanjutan agar dapat menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan
keperawatan, peneliti, pendidik dan innovator dimanapun perawat bekerja.
3. Manajemen asuhan keperawatan yang sudah dijalankan di RS jantung
Harapan Kita dapat terus ditingkatkan dan dikembangkan, agar lebih
mengacu kepada prosedur standar yang diharapkan sesuai akreditasi nasional
dan internasional.
4. Praktik keperawatan professional yang melibatkan ners spesialis
membutuhkan dukungan dari system pelayanan kesehatan yang ada,
dukungan organisasi profesi, praktek keperawatan berkelanjutan dan
perlindungan perawat berdasarkan undang-undang praktek keperawatan.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Moorhouse & Murr (2006). Nursing Care Plan Guidelines for
Individualizing Client Care Across The Life Span. Philadelphia :
FA Davis co
Universitas Indonesia
Lynne Geddes, E., Darlene Reid, W., Crowe, J., Kelly O'Brien, &
Brooks, D. (2005). Inspiratory muscle training in adults with
chronic obstructive pulmonary disease: A systematic review.
Respiratory Medicine, 99(11), 1440-1458. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.rmed.2005.03.006
Price A. S., & Wilson M.L., (2006). Patofisiologi Konsep klinis Proses-
proses Penyakit, edisi 6 vol 2. Jakarta :EGC
Smeltzer, S. C., Bare B.G., Hinkle J.L., Cheever K.H. (2008). Textbook
of Medical Surgical Nursing, 9th edition, Philadelphia, Lippincot,
Williams & Wilkins
Westerdahl, E., Lindmark, B., Eriksson, T., Örjan Friberg, & al, e.
(2005). Deep-breathing exercises reduce atelectasis and improve
pulmonary function after coronary artery bypass surgery*. Chest,
128(5), 3482-8.
http://www.uiowa.edu/~medtest/iss_reference/High%20Alert%20Medic
ations.pdf
Universitas Indonesia
NO GAMBARAN UMUM KASUS PENGKAJIAN STATUS KESEHATAN, PENGKAJIAN KONSERVASI, DIAGNOSIS, PENETAPAN
TUJUAN, INTERVENSI DAN EVALUASI
SYNDOMA KORONER AKUT DAN CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)
1 Ny. AL, 66 tahun, Pengkajian status kesehatan : mengeluh nyeri dada sudah 1 mgg smrs, cepat lelah, dada rasa berat,
Diagnosis CAD, 3VD, Catetherisasi hasil stenosis 80% di RCA, stenosis 80-90% distal LAD, 50% di LCX distal, 70% OM3.
post PCI, DM tipe 2, Tindakan PTCA 3 stent, 2 di LAD, 1 di RCA. Riw DM tipe 2 dan Hypertensi, EKG sinus rythm, rontgen
hipertensi St 2, MRS 06 cardiomegali, CTR 65%. TD : 140/78 mmHg, Nadi 87 x/mnt, RR : 18 x/mnt. VES (+)
September 2012 Pengkajian konservasi :lingkungan internal : stenosis koroner, infark myokard, mudah lelah dan sesak.
eksternal : jarang cek kesehatan, menopouse, jauh dari fasilitas pelayanan. Konservasi Energi : pasien
makan minum tidak bermasalah, cukup istirahat Integritas Struktur : Pasien mengeluh nyeri pada luka
tusukan di radialis. Kadang muncul VES. Mendapat terapi cordaron, ranitidhin dan omeprazol.Integritas
Sosial : Ibu rumah tangga, mengurus suami dan anak.Diagnosa : Nyeri luka tusukan, Risiko penurunan
cardiac output. Tujuan : Nyeri berkurang, Cardiac pump effektiveness. Intervensi :Dysrytmia management,
pain managemen, medication management, Oksegen management. Evaluasi : Pasien dapat beradaptasi
dengannyeri dan risiko penurunan cardiac output
2 Tn. BD, 44 tahun, ACS, Pengkajian status kesehatan : Mengeluh nyeri dada 3 jam smrs. menjalar ke lengan kiri, disertai sesak
infark di inferior, ST nafas. Keringat dingin, EKG ST elevasi di II, III, aVF. TD : 110/70 mmHg, HR 102 x/mnt
elevasi II. II. aVF, MRS 1
Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Pasien mengalami infark myokard akut, inferior, arytmia,
april 2013 sering timbul VT , Eksternal : Pasien merokok, bekerja terlalu lelah, kurang olah raga. Konservasi Energi :
Pasien pucat, keringat banyak Integritas Struktur : Pasien dilberikan terapi plavik loading, hemodinamik
pasien stabil. Integritas Sosial : Pasien sudah menikah dengan 3 orang anak, istri selalu menunggu di rumah
sakit.Diagnosa : Nyeri dada, penurunan cardiac output Tujuan : Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya.
Cardiac pump effektiveness Intervensi : Pain managemen, cardiac care, medication management, Oksigen
management. Evaluasi : Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya, hemodinamik stabil.
3 Ny. Adel, 82 tahun, ACS, Pengkajian status kesehatan : Mengeluh nyeri dada menjalar ke lengan kiri, disertai sesak nafas.
NSTEMI, TIMI 5/7, ADHF, Cateterisasi 3VD, TD : 159/74, HR : 70, sinus rhytm, RR : 20, SH 36,2, dipasang IABP, echo SV : 53.8 ml,
B. Tujuan
1. Sebagai acuan bagi perawat dalam memberikan obat kewaspadaan tinggi
2. Meningkatkan kewaspadaan perawat dalam memberikan obat kewaspadaan tinggi
sehingga risiko kesalahan obat dapat diminimalkan
3. Meningkatkan keselamatan pasien
C. Sasaran
Perawat yang bekerja di ICU Dewasa RS PJNHK Jakarta.
D. Ruang lingkup
Panduan ini membahas tentang kategori obat dengan kewaspadaan tinggi, peran dan
tanggung jawab perawat, perhatian perawat dalam memberikan obat kewaspadaan tinggi
yang meliputi adrenalin, propofol, dan koreksi kalium, di Ruang ICU Dewasa RS PJNHK
Jakarta
G. Strategi
Strategi yang tepat perlu disusun untuk meningkatkan keamanan pemberian obat
kewaspadaan tinggi. College of Registered Nurses of Nova Scotia/CRNNS (2011),
merumuskan strategi untuk meningkatkan keamanan pada pemberian obat kewaspadaan
tinggi, tercantum dalam tabel 2.
I. Pemberian adrenalin
Adrenalin masuk kedalam jenis obat agonis adrenergik yang termasuk dalam obat
kewaspadaan tinggi. Tata laksana tercantum dalam tabel 3.
J. Pemberian Propofol
Propofol adalah obat general anaestesi yang bekerja cepat dengan efek kerja dicapai dalam
waktu 40 detik. Propofol adalah cairan emulsi yang terdiri dari minyak dan air yang
berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan1% (1ml=10 mg) dan mudah larut
dalam lemak. Propofol masuk ke dalam obat kewaspadaan tinggi. Tata laksana pemberian
propofol tercantum dalam tabel 4.
Rute pemberian a. Pemberian melalui intra vena dengan kontrol infusion pump
b. Pemberian propofol secara bolus tidak dianjurkan, karena dapat
menyebabkan hipotensi, bolus hanya digunakan dalam keadaan
darurat untuk meningkatkan kedalaman sedasi secara cepat
Pengecekan ganda a. Bandingkan label dan isi produk yang diterima dengan instruksi
yang tertulis
b. Lakukan pemeriksaan visual botol obat terhadap partikel dan
perubahan warna
c. Pastikan penghitungan tetesan infus awal tepat sesuai dengan
berat badan pasien, dan tepat memasukkan pada infusion pump,
termasuk mengubah dosis titrasi pasien
Kewaspadaan a. Monitor adanya efek samping yang harus diperhatikan:
perawat 1) Pernafasan: depresi pernafasan, sesak nafas, bronkospasme
dan laringospasme.
2) Kardiovaskular: hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia,
dan hipertensi.
3) Susunan saraf pusat: sakit kepala, pusing, euforia,
kebingungan, gerakan klonik-mioklonik, opistotonus,
kejang, mual dan muntah.
4) Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga
dianjurkan dicampur dengan lidokain pada saat pemberian.
Cara lain untuk mengurangi nyeri pada saat pemberian
propofol adalah dengan cara memilih vena yang besar.
b. Monitor tanda vital tiap 1 jam selama titrasi aktif
c. Berikan bersama dengan analgesik narkose bila perlu, karena
propofol tidak memiliki sifat analgesik
d. Ganti spuit dan selang infus setiap 12 jam, dengan tekhnik
aseptik yang ketat, karena propofol merupakan tempat yang baik
untuk perkembangbiakan mikroorganisme
Lanjutan tabel 4.
Standar prosedur operasional ini dibuat menurut jenis obat atau nama obat guna
mengurangi risiko kesalahan akibat pemberian obat. Mengingat banyaknya jenis obat
kewaspadaan tinggi, maka kami memilih jenis obat yang banyak digunakan di unit ICU
dewasa serta memiliki risiko tinggi timbulnya kesalahan dalam pemberian. Adapun SPO
tersebut adalah sebagai berikut :
10
Ditetapkan
Direktur Utama,
Pengertian Adrenalin adalah obat yang masuk kategori obat kewaspadaan tinggi,
yang dapat menyebabkan kerugian yang signifikan ketika terjadi
kesalahan penggunaan.
Tujuan Meningkatkan keamanan dalam pemberian obat adrenalin
Kebijakan Setiap pasien yang mendapatkan Adrenalin masuk dalam kategori
Obat Kewaspadaan Tinggi, sehingga pemberian Adrenalin harus
terpasang monitor jantung, diberikan melalui vena sentral, dan
dikontrol dengan infusion pump.
Prosedur: 1. Verifikasi instruksi obat. Dokumentasikan obat yang akan
diberikan secara jelas, dokter yang meresepkan, waktu
pemberian, jumlah dosis, rute pemberian, dan cara pemberian
apakah single dose, uptitrasi, sliding scale, atau dosis rentang.
2. Verifikasi indikasi pemberian adrenalin: hipotensi, cardiac output
(CO) dan cardiac index (CI) yang rendah.
3. Pastikan tidak ada kontra indikasi: pasien dengan hipertensi,
cerebral arteriosclerosus, hipertiroidisme, glaukoma sudut
sempit, selama persalinan, atau pada pasien yang menerima obat
digitalis.
4. Validasi instruksi untuk konsentrasi cairan, jumlah tetesan awal,
parameter tekanan darah awal.
5. Pastikan instruksi ditulis dalam bentuk mcg/kg/menit.
6. Lakukan pengecekan ganda (double check) dengan perawat
kedua sebelum diberikan. Pengecekan meliputi:
a. Membandingkan label dan isi produk yang diterima dengan
instruksi yang tertulis di dokumentasi
b. Melakukan verifikasi setiap perhitungan obat yang
membutuhkan persiapan/pencampuran
c. Menjamin akurasi dari program pompa infus intravena
mengalir sesuai program, termasuk memasukkan berat badan
pasien.
7. Buat label obat:
a. Label di tempat infus: nama pasien, obat, jumlah obat yang
11
12
Ditetapkan
Direktur Utama,
Pengertian Propofol adalah obat yang bersifat sedative-hipnotik dimana obat ini
mempunyai risiko tinggi yang dapat menyebabkan kerugian yang
signifikan ketika terjadi kesalahan penggunaan.
Tujuan Meningkatkan keamanan dalam pemberian propofol
Kebijakan 1. Propofol masuk dalam kategori Obat Kewaspadaan Tinggi
2. Pemberian propofol harus terpasang monitor jantung, diberikan
melalui vena sentral dengan kontrol syringe pump.
3. Propofol diberikan untuk pemeliharaan sedasi pada pasien
terintubasi dan penurunan stress pasien
4. Propofol tidak dilakukan pengenceran
5. Propofol hanya diberikan oleh perawat yang telah lulus ACLS
6. Perawat hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri, kecuali
dalam keadaan emergensi yang membutuhkan kerja tim.
7. Dosis pemberian propofol yang direkomendasikan:
a. Dosis awal: 10 mcg/kg/menit
b. Dosis pemeliharaan: 5 mcg/kg/menit
c. Dosis titrasi: 10 mcg/kg/menit setiap 5-10 menit sampai
tingkat sedasi yang diinginkan dicapai
d. Dosis maksimum 50 mcg/kg/menit
8. Pemberian propofol secara bolus tidak dianjurkan, karena dapat
menyebabkan hipotensi. Pemberian bolus hanya digunakan
dalam keadaan darurat untuk meningkatkan kedalaman sedasi
secara cepat
Prosedur: 1. Verifikasi instruksi obat dan tempelkan copy resep di dalam
status pasien.
2. Komunikasikan dengan dokter penanggung jawab bila ada kontra
indikasi
3. Periksa secara visual botol obat terhadap partikel dan perubahan
warna.
4. Lakukan pengecekan ganda (double check) sebelum diberikan.
Pengecekan meliputi:
a. Identifikasi pasien
b. Label dan isi produk yang diterima
c. Verifikasi jumlah dosis
d. Verifikasi tetesan infus di syringe pump
5. Buat label obat:
13
14
Ditetapkan
Direktur Utama,
Pengertian High alert medication” KCl 7,4% adalah obat dengan kewaspadaan
tinggi dimana dalam pemberian memiliki risiko tinggi yang dapat
menyebabkan kerugian yang signifikan ketika terjadi kesalahan
penggunaan.
Tujuan Meningkatkan keamanan dalam pemberian KCl 7,4%
Kebijakan 1. KCl 7,4% masuk dalam kategori Obat Kewaspadaan Tinggi
2. Pemberian KCl 7,4% harus terpasang monitor jantung dengan
kontrol syringe pump
3. Pemberian KCl 7,4% lebih dari 10 mEq harus diberikan melalui
vena sentral
4. KCl 7,4% hanya dapat diberikan setelah didapatkan nilai kalium
melalui pemeriksaan laboratorium
5. Kadar Kalium yang diinginkan adalah 4,0-4,5 mmol/L
6. Pengenceran KCl 7,4% direkomendasikan:
1) Dosis pemeliharaan: 60 mEq per liter
2) Dosis koreksi: 20-25 mEq per 50 ml
3) Vena perifer: 20 mEq per 100 ml atau 40 mEq per 250 ml
4) Vena sentral: 20-25 mEq per 50 ml
7. KCl 7,4% hanya diberikan oleh perawat yang telah lulus ACLS
8. Perawat hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri, kecuali
dalam keadaan emergensi yang membutuhkan kerja tim.
9. KCl 7,4% diberikan secara drip, tidak boleh diberikan secara
bolus atau secara push
10. Pemberian dosis KCl 7,4% dikurangi apabila terdapat gangguan
fungsi renal
11. Dosis total pemberian adalah 20-60 mEq dalam 24 jam dan tidak
boleh lebih dari 200 mEq dalam 24 jam
Prosedur: 1. Verifikasi instruksi obat dan tempelkan copy resep di dalam
status pasien.
2. Pastikan pasien terpasang infus vena sentral, monitor jantung, dan
tersedia syringe pump
3. Verifikasi indikasi pemberian KCl 7,4%
4. Lakukan pengenceran KCl 7,4% sesuai indikasi
5. Lakukan pengecekan ganda (double check) sebelum diberikan.
Pengecekan meliputi:
a. Identifikasi pasien
15
Penutup
Perubahan membutuhkan kesabaran dan keinginan untuk menjadi lebih baik, sehingga
dapat melalui proses pengenalan, pemahaman maupun implementasi dengan hasil yang
baik. Dengan berfokus pada keselamatan pasien (patient safety) serta peningkatan
kualitas pelayanaan, maka perubahan akan terasa ringan dan mudah untuk
dilaksanakan. Atas dasar tersebut, kami dapat memberikan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Pemberian obat kewaspadaan tinggi merupakan salah satu point dari six goal
patient safety menurut JCI dan merupakan tanggung jawab sekaligus tanggung
gugat perawat untuk memberikan obat sehingga dibutuhkan kesungguhan dan
keinginan yang kuat untuk dapat memberikan obat dengan benar sesuai prosedur
standar
16
Laporan Inovasi ini menjadi bukti pelaksanaan kegiatan inovasi di unit ICU RS pusat
jantung nasional harapan kita jakarta sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab kami untuk
dapat menerapkan salah satu dari international patient safety goal dari JCI yang bertujuan
menurunkan risiko cedera pada pasien dengan terapi obat kewaspadaan tinggi. Kami
berharap. Kami berharap, semoga laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dari pihak
managemen rumah sakit dalam menerapkan asuhan keperawatan guna meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan dan keselamatan pasien
17