1. Pengertian keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga, seperti yang dijelaskan oleh Friedmen (1998) dalam
orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau
seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya
sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah, seperti yang dikemukakan oleh
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau
anaknya, atau ibu dan anaknya (UU No. 10 tahun 1992 Suprajitno, 2004, hal 1).
Dari ketiga definisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keluarga
adalah :
3. Tipe keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti dengan ditambah anggota
keluarga lain yang masih hubungan darah (kakek, nenek, paman, dan bibi).
c. Keluarga bentukan kembali (dyaid family) adalah keluarga baru yang terbentuk
d. Orang tua tunggal (singgle parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah
satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangan
f. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah
cohabiting family)
h. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and
lesbian family)
4. Fungsi keluarga
Secara umum fungsi keluarga menurut friedman (1998) dalam Suprajitno (2004, hal
a. Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk
dengan orang lain. Fungsi ini di hubungkan untuk perkembangan individu dan
luar rumah.
keluarga.
d. Fungsi perawatan / memelihara kesehatan (the healht care funcion) yaitu fungsi
kesehatan.
5. Tugas perkembangan keluarga
Menurut Duvall (1985) dalam Suprajitno (2004, hal 03), tugas perkembangan
keluarga adalah :
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain
anak.
d. Keluarga dengan anak usia sekolah
menyenangkan pasangannya.
2) Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi : kehilangan pasangan, kekuatan
mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu di pahami dan dilakukan meliputi :
2) Output Cairan
Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu:
a) Urine : Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus
urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam
kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar
30-50 ml per jam pada orang dewasa.
b) IWL (Invisible Water Loss) : IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit,
Melalui kulit dengan mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal
kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL
per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL
dapat meningkat.
c) Keringat : Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang
panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya
ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan
syaraf simpatis pada kulit.
d) Feces : Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 ml per hari,
yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar
(kolon).
c. Cara menghitung balance cairan :
1) Balance cairan = intake cairan – output cairan
2) Intake / cairan masuk = Output / cairan keluar + IWL (Insensible Water Loss)
Keterangan :
Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan
dalam makanan Klien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat
yang di drip, albumin dll.
Output / Cairan keluar : urine dalam 24 jam, jika Klien dipasang kateter
maka hitung dalam ukuran di urinbag, jika tidak terpasang maka Klien
harus menampung urinenya sendiri, biasanya ditampung di botol air
mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses.
IWL (insensible water loss(IWL) : jumlah cairan keluarnya tidak disadari
dan sulit diitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa nafas. Berikut cara
menghitung IWL.
Cara menghitung IWL pada orang dewasa :
a) Teknik menghitung IWL pada orang dewasa :
IWL = (15 x BB)
24 am
b) Rumus IWL dalam kenaikan suhu :
[(10% x CM) x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal
24 jam
Keterangan :
CM = Cairan masuk
(Smeltzer& Bare, 2001).
d. Faktor yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
menurut syaifuddin, 2006 antara lain :
1) Umur : Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant
dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan
dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
Tabel 1.1 kebutuhan intake cairan berdasarkan umur dan berat badan
No Umur BB (kg) Kebutuhan Cairan (ml)
1 3 hari 3 250-300
2 1 tahun 9,5 1150-1300
3 2 tahun 11,8 1350-1500
4 6 tahun 20 1800-2000
5 10 tahun 28,7 2000-2500
6 14 tahun 45 2200-2700
7 18 tahun 54 2200-2700
2) Iklim : Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban
udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit
melalui keringat.Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang
panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
3) Diet : Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit. Ketika
intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak
sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal
keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini
akan menyebabkan edema.
4) Stress : Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan
retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5) Kondisi Sakit : Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh misalnya :
1) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
2) Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
3) Klien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya
secara mandiri.
e. Masalah-masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurut Aziz
Alimul Hidayat, 2008 yaitu :
1) Hipovolemik atau dehidrasi : Suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstra seluler (CES) dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal,
gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik.
Gejalanya antara lain: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus,
gangguan mental, konstipasi dan oliguri, penurunan TD, HR meningkat, suhu
meningkat, turgor kulit menurun, lidah terasa kering dan kasar, mukosa mulut
kering. Tanda-tanda penurunan berat badan dengan akut, mata cekung,
pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak adanya penurunan jumlah air
mata.
2) Hipervolemik atau overhidrasi
Penambahan/kelebihan volume CES dapat terjadi pada saat:
a) Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.
b) Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
c) Kelebihan pemberian cairan. \Perpindahan cairan interstisial ke plasma.
Gejala: sesak napas, peningkatan dan penurunan TD, nadi kuat, asites, adema,
adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher.
2. Kebutuhan Nutrizi
a. Definisi
Istilah gizi berasal dari bahasa arab gizawi yang berarti nutrisi. Oleh para
ahli istilah tersebut diubah menjadi gizi. Gizi adalah substansi organic dan non
organic yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh agar dapat
berfungsi dengan baik.
b. Fungsi Nutrisi
1) Melindungi tubuh dari serangan penyakit
2) Memberikan energi bagi aktivitas tubuh
3) Membentuk struktur kerangka dan jaringan tubuh
4) Mengatur berbagai proses kimia di dalam tubuh
5) Mengganti sel tubuh yang rusak
6) Mempertahankan vitalitas tubuh
c. Jenis-Jenis Nutrien
1) Karbohidrat : Karbohidrat adalah kelompok nutrient yang penting dalam
susunan makanan.Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen
karbon, hidrogen dan oksigen.Karbohidrat dibagi atas : Karbohidrat
sederhana (gula), Karbohidrat kompleks (amilum), Serat adalah jenis
karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tidak dapat dicerna oleh
tubuh dengan sedikit atau tidak menghasilkan kalori tetapi dapat
meningkatkan volume feces.
2) Lemak : Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan.Lemak dan
minyak terdiri atas gabungan gliserol dengan asam-asam lemak. Fungsi
lemak :
a) Sebagai sumber energi ; merupakan sumber energi yang dipadatkan
dengan memberikan 9 kal/gr.
b) Ikut serta membangun jaringan tubuh dan Perlindungan.
c) Penyekatan/isolasi, lemak akan mencegah kehilangan panas dari
tubuh.
d) Perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan
lambung dan mencegah timbul rasa lapar kembali segera setelah
makan.
e) Vitamin larut dalam lemak.
3. Kebutuhan Oksigenisasi
a. Pengertian
Oksigen adalah salah satu kebutuhan yang paling vital bagi tubuh.Otak
masih mampu mentoleransi kekurangan oksigen antara 3-5 menit.Apabila
kekurangan oksigen berlangsung lebih dari 5 menit, maka terjadi kerusakan sel
otak secara permanen. Selain itu oksigen digunakan oleh sel tubuh untuk
mempertahankan kelangsungan metabolisme sel. Oksigen akan digunakan dalam
metabolisme sel membentuk ATP (Adenosin Trifosfat) yang merupakan sumber
energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara optimal. Oksigenasi adalah
memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
b. Tujuan pemberian oksigenasi
Tujuan pemberian oksigenasi adalah:
1) Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2) Untuk menurunkan kerja paru-paru
3) Untuk menurunkan kerja jantung
c. Faktor-faktor yang memengaruhi kebutuhan oksigen.
1) Faktor Fisiologi
a) Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas bagian atas.
c) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2
terganggu.
d) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka,
dan lain-lain.
e) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik
seperti TBC paru.
2) Faktor Perkembangan
a) Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
b) Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
c) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
d) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
e) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3) Faktor Perilaku
a) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru,
gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet
yang tinggi lemak menimbulkan arterioklerosis.
b) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
d) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi/Fe
menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol, menyebabkan
depresi pusat pernapasan.
e) Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
4) Faktor Lingkungan
1) Tempat kerja
2) Suhu lingkungan
3) Ketinggian tempat dan permukaan laut.
d. Perubahan-perubahan fungsi jantung yang memengaruhi kebutuhan
oksigenasi:
1) Gangguan kondiksi seperti distritmia (takikardia/bradikardia).
2) Perubahan cardiac output, menurunnya cardiac output seoerti pada pasien
dekom menimbulkan hipoksia jaringan.
3) Kerusakan fungsi katup seperti pada stenosis, obstruksi, regurgitasi darah
yang mengakibatkan ventrikel bekerja lebih keras.
4) Myocardial iskhemial infark mengakibatkan kekurangan pasokan darah dari
arteri koroner ke miokardium.
e. Perubahan Fungsi pernapasan
1) Hiperventilasi : Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O 2
dalam paru-paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat
disebabkan karena : Kecemasan, Infeksi/sepsis, Keracunan obat-obatan,
Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolic.
Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek,
nyeri dada (chest pain), menurunkan konsentrasi, disorientasi , tinnitus.
2) Hipoventilasi : Hivoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat
untuk memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup.Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps paru).
Tanda-tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala,
penurunan kesadaran, disorientasi, kardiakdistritmia, ketidakseimbangan
elektrolit, kejang dan kardiak arrest.
3) Hipoksia : Tidak adekuatnya pemenuhan O 2 seluler akibat dari defisiensi O2
yang diinspirasi atau meningkatkan penggunaan O2 pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat disebabkan oleh : Menurunnya hemoglobin , Berkurangnya
konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung, Ketidakmampuan jaringan
mengikat O2 seperti pada keracunan sianida, Menurunnya difusi O 2 dari
alveoli ke dalam darah seperti pneumonia, Menurunnya perfusi jaringan
seperti pada syok, Kerusakan/gangguan ventilasi.
Tanda-tanda hipoksia antara lain : kelelahan, kecemasan, menurunnya
kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam,
sianosis, sesak napas, dan clubbing.
4. Kebutuhan Eliminasi
a. Eliminasi Urine
1) Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
a) Diet dan Asupan (intake) : Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor
utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dapat
menentukan jumlah urine yang dibentuk.Selain itu, juga dapat
meningkatkan pembentukan urine.
b) Respons Keinginan Awal untuk Berkemih : Kebiasaan mengabaikan
keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan
di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
urine.
c) Gaya Hidup : Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.
d) Stres Psikologis : Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih.Hal ini karena meningkatnya sensitivitas
untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e) Tingkat Aktivitas : Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria
yang baik untuk fungsi sfingter.Hilangnya tonus otot vesika urinaria
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan
kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
f) Tingkat Perkembangan: Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga
dapat memengaruhi pola berkemih.Hal tersebut dapat ditemukan pada anak,
yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil.
Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang air kecil.
g) Kondisi Penyakit : Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine,
seperti diabetes melitus.
h) Sosiokultural :Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine, seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk
buang air kecil di tempat tertentu.
i) Kebiasaan Seseorang: Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di
mengalamikesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila
dalam keadaan sakit.
j) Tonus Otot:Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu
proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis.
Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontirolan pengeluaran
urine.
k) Pengobatan :Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada
terjadinya peningkatan atau penurunan -proses perkemihan. Misalnya
pemberian diure;tik dapat meningkatkan jumlah urine, se;dangkan
pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan
retensi urine.
2) Masalah Eliminasi Urin
Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara
umum. Salah satu yang tersering ialah gangguan urine: Retensi, Enuresis,
Inkontinensia.
b. Eliminasi Fekal
1) Faktor – factor yang mempengaruhi proses defekasi :
a) Usia : pada usia bayi kotrol defekasi belum berkembang sedangkan pada
usia lanjut control menurun, Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi
fekal saja,tetapi juga berpengaruh terhadap control eliminasi itu sendiri.
Anak-anak masih belum mampu buang air besar maupun buang air kecil
karena system neuromuskulernya belum berkembang dengan baik.manusia
dalam usia lanjut juga akan mengalami perubahan dalam elimin asi
tersebut.Biasanya terjadi penurunan tonus otot,sehingga feristetik menjadi
lambat. Haltersebut menyababkan kesulitan dalam pengontrolan eliminasi
feses,sehingga pada manusia usia lanjut berosiko mengalami kontifasi
(Asmadi, 2008).
b) Intake cairan : Cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi keras,
intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal dan urine. Bila antake cairan
tidak adekuat atau output cairan yang berlebihan, maka tubuh akan
mengabsorbsi cairan dari usus besar dalam jumlah besar.Hal tersebut
menyebabkan feses menjadi keras,kering,dan sulit melewati saluran
pencernaan (Asmadi, 2008) .
c) Aktivitas : Tonus abdomen sangat membantu defekasi. Latihan fisik
membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot.tonus otot yang
baik dari otot-otot abdominal,otot pelvis,dan digfragma sangat penting bagi
defekasi dan miksi.Latihan fisik merangsang terhadap timbulnya peristaltic
(Asmadi 2008).
d) Fisiologis : Keadaan cemas,takut dan marah akan meningkat. Stres yang
berlebihan akan menpengaruhi eliminasi fekal dan urine.Ketika seseorang
mengalami kecemasan atau ketakutan,terkadang dia akan mengalami diare
ataupun beser.Namun,ada pula yang menyebabkan sulit buang besar
(Asmadi 2008).
e) Temperature : Eliminasi dipengaruhi oleh temperatur tubuh.Seseorng yang
demam akan mengalami peningkatan pemgaruh cairan tubuh karena
meningkatnya aktivitas metabolik.Hal tersebut akan menyebabkan tubuh
akan kekurangan cairan sehingga dampaknya berpotensi terjadi konstipasi
dan pengeluaran urine menjadi sedikit (Asmadi 2008).
f) Gaya hidup : kebiasaan melatih buang air besar sejak kecil secara teratur
g) Prosedur diagnostic : Biasanya dipuasakan atau dilakukan kliman dahulu
agar tidak dapat BAB kecuali setelah makan .
h) Penyakit: Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan
konstipasi
i) Nyeri : Nyeri berpengaruh terhadap pola eliminasi.Seseorang yang berada
dalam keadaan nyeri sulit untuk makan, diet yang seimbang, maupun untuk
melakukan latihan dalam upaya mempertahankan tonus otot dasar panggul
dan perut (Asmadi 2008).
j) Obat-Obatan : Beberapa jenis obat memiliki efek samping yang
berpengaruh terhadap eliminasi.Ada obat yang menyebabkan seorang
menjadi diare pada kondisi organ pencernaan maupun organ
perkemihan.Misalnya obat Analgesik Narkotik (Opiat) dapat manyebabkan
konstipasi karena obat tersebut menekan gerakan peristaltik,obat
Antikolinergik (misal, Atropin) dapat menyebabkan retasi urine (Asmadi
2008).
2) Masalah – masalah umum pada eliminasi fekal
a) Konstipasi : gangguan eliminasi yang di akibatkan adanya feses yang
kurang dan keras melalui anus dan usus besar. Biasanya disebabkan oleh
pola defekasi yang tidak teratur
b) Infeksi fekal : masa feses yang keras dilipatan rectum yang diakibatkan
retensi akumulasi material desil yang berkepanjangan .
c) Diare : keluar feses yang cair dan meningkatkan frekuensi BAB akibat
cepatnya kimas melewati usus besar sehingga usus besar tidak punya
waktu untuk menyerap air
d) Inkontinensi alvi :hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses atau gas yang melalui spinggter anus akibat kerusakan
fungsi
e) Kembung :flatus yang berlebihan di daerah internal sehingga
menyebabkan intensi interna
5. Kebutuhan Istirahat dan tidur
a. Definisi
Istirahat adalah suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun
berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan Tidur merupakan suatu keadaan
yang relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan
urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan
otak dan badaniah yang berbeda.
b. Kegunaan Atau Fungsi Dari Tidur Yang Cukup
1) Regenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi baru.
2) Memperlancar produksi hormon pertumbuhan tubuh.
3) Mengistirahatkan tubuh yang letih akibat aktivitas seharian.
4) Meningkatkan kekebalan tubuh kita dari serangan penyakit.
5) Menambah konsentrasi dan kemampuan fisik
c. Tahapan Tidur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan bantuan alat
elektroensefalogram (EEG), elektro-okulogram (EOG), dan elektrokiogram
(EMG), diketahui ada dua tahapan tidur, yaitu non-rapid eye movement(NREM)
dan rapid eye movement (REM).
1) Tidur NREM : Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang-pendek
karena gelombang otak yang ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih pendek
daripada gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan orang yang sadar. Pada
tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi tubuh. Di samping
itu,semua proses metabolic termasuk tanda-tanda vital, metabolism, dan kerja
otot melambat. Tidur NREM sendiri terbagi atas 4 tahap (I-IV).Tahap I-II
disebut sebagai tidur ringan (light sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur
dalam (deep sleep atau delta sleep).
2) Tidur REM : Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung
selama 5-30 menit.Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian
besar mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM,otak cenderung aktif
dan metabolismenya meninggkat hingga 20%. Pada tahap individu menjadi
sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba, tonus otot
terdepresi,sekresi lambung meningkat,dan frekuensi jantung dan pernapasan
sering kali tidak teratur.
Siklus tidur : Selama tidur , individu melewati tahap tidur NREM dan REM.
Siklus tidur yang komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap
orang biasanya melalui emapt hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus
tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap
NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV
selama ± 20 menit. Setelah itu, individu kembali melalui tahap III dan II
selama 20 menit.Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10
menit.
1. DATA KELUARGA
Nama Kepala Keluarga Ny. J Bahasa sehari-hari Bahasa Bugis dan bahasa indonesia
N Nama Hub Umur JK Suku Pendidikan Pekerjaan Status Gizi TTV (TD, N, S, Status Imunisasi Alat Bantu/
o dgn KK Terakhir Saat Ini (TB, BB, BMI) P) Dasar Protesa
S : 36,3 °c
LANJUTAN
N Nama Penampilan Umum Status Kesehatan Riwayat Penyakit/ Alergi Analisis Masalah Kesehatan
o INDIVIDU
Saat ini
1 Ny. M Kurang baik Saat ini Ny. M dalam kondisi Tidak ada penyakit keturunan -
atau penyakit menular
urang sehat seperti : DM, hipertensi,
TBC, liver, dll yang diderita.
Tn’S’ juga tidak ada riwayat
alergi, baik makanan, cuaca,
dll.
2. DATA PENGKAJIAN INDIVIDU YANG SAKIT (terlampir)
3. DATA PENUNJANG KELUARGA
Rumah dan Sanitasi Lingkungan PHBS Di Rumah Tangga
Kondisi Rumah : Jika ada Bunifas, Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan :
Ya/ Tidak*
Kondisi rumah Ny. M nampak bersih. secara keseluruhan rumah Ny. M Tidak ada
rumahnya cukup besar. Namun keadaan rumah cukup bersih dan tertata
Jika ada bayi, Memberi ASI ekslusif :
rapi. Ya/ Tidak*
Tidak ada
Tempat Sampah:
Ya/Tidak*
Lampiran
Pusing Kesemutan
Distensi Abdomen Kekuatan otot menurun Jaringan parut Memar Laserasi Ulserasi Pus ………
Bising Usus: ................................ Postur tidak normal ................. Bulae/lepuh Perdarahan bawah Krustae
Konstipasi RPS Atas : bebas/ terbatas/ Luka bakar Kulit ...... Derajat ...... Perubahan warna…….
Diare .......x/hr kelemahan/ kelumpuhan Decubitus: grade 3 Lokasi bokong dan punggung
Stomatitis Warna ................... kelemahan/kelumpuhan Keluarga klien mengatakan bahwa klien susah tidur pada malam hari
Riwayat obat pencahar ......... (kanan / kiri)* Waktu tidur tidak menentu
1. Perfusi perifer tidak efektif b/d kurang terpapar informasi tentang proses penyakit ( diabetes mellitus)
2. Gangguan intergritas kulit/jaringan b/d penurunan mobilitas
3. Defisit nutrisi b/d menelan makanan
MENGETAHUI :
A. MONITORING
Tidak terdapat
hambatan dalam
b. Melakukan perawatan luka Mengajarkan keluarga Keluarga klien pelaksanaan
klien tentang cara memperhatiakm tindakan
perawatan luka yang dilakukan
Tidak terdapat
hambatan dalam
b. Melatih ROM (posisi SIM) - Menganjurkan kepada pelaksanaan
- Keluarga klien sangat
keluarga klien untuk membantu dalam
tetap memperhatikan melakukan intervensu
posisi klien agar tetap dengan pengaturan posisi
merasa nyaman
B. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Black Joyce M. dan Jane Hokanson Hawks. (2014).Keperawatan medikal bedah Edisi 8 Buku 2. Jakarta: Elsevier.
Made Ni Riasmini,et.al. (2017). Panduan asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok, dan komunitas dengan
modifikasi nanda, ICNP,NOC,NIC di puskesmas dan masyarakat. Jakarta: UI-Press
Ns. Tantut Susanto, M. Kep. Sp. Kep. Kom. (2012). Buku ajar keperawatan keluarga: aplikasi pada praktik asuhan
Setiadi. (2008). Konsep dan proses keperawatan keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setiawati S., dan Citra A. (2008). Penuntun praktis asuhan keperawatan keluarga. Jakarta: Trans Info Media.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. PPNI 2017
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keparawatan Edisi 1. PPNI 2018.