Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KELUARGA PADA NY. S DENGAN MASALAH CHF

DIDUSUN GODONGAN DESA SUGIHAN KECAMATAN TOROH

Disusun Oleh :
NI KADEK AYU TRISNA MEILINDA 2001022

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
TAHUN 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

I. Konsep Keluarga

A. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup


bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masingmasing yang merupakan bagian dari keluarga
( friedman, 2010). Menurut bailon yang di kutip Efendi, F &
Makhfudli (2009)menjelaskan keluarga adalah dua atau lebih individu
yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah,
perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang
lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan satu budaya.

Menurut undang-undang no. 10 tahun 1992 tentang perkembangan


kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami isteri atau suami
isteri dan anaknya atau, ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya
(Setiadi, 2008).

B. Struktur Keluarga

1. Patrilineal

Patrilineal merupakan sistem kekeluargaan yang menarik garis


keturunan pihak laki-laki atau ayah. Suku-suku di Indonesia rata-rata
menggunakan struktur keluarga patrilineal.
2. Matrilineal

Matrilineal merupakan sistem garis keturunan yang menempatkan


ibu sebagai penentu garis keturunan. Suku Padang merupakan salah
satu contoh suku yang menggunakan struktur keluarga matrilineal.

3. Matrilokal

Matrilokal merupakan sepasang suami istri yang tinggal bersama


sedarah istri

4. Patrilokal

Patrilocal merupakan sepasang suami istri yang tinggal bersama


sedarah suami.

5. Keluarga kawinan

Keluarga kawinan merupakan hubungan suami istri sebagai dasar


bagi pembinaan keluarga, serta berapa banyak anak saudara yang
manjadi bagian keluarga dikarenakan adanya hubungan dari suami
atau istri.

C. Ciri-Ciri Struktur Keluarga

Ciri – Ciri Struktur Keluarga

1. Terorganisasi

Menurut Makhfludi, Efendy (2009) Keluarga adalah cerminan


sebuah organisasi, dimana setiap anggota keluarga memiliki peran
dan fungsinya masing-masing, sehingga tujuan keluarga dapat
tercapai. Organisasi yang baik ditandai dengan adanya hubungan
yang kuat antara anggota sebagai bentuk saling ketergantungan
dalam mencapai tujuan.
2. Keterbatasan

Dalam mencapai tujuan setiap anggota keluarga memiliki peran


dan tanggung jawabnya masing-masing. Sehingga dalam
berinteraksi setiap anggota tidak bisa semena-mena tetapi
mempunyai keterbatasan yang dilandasi oleh tanggung jawab
masing-masing anggota keluarga Makhfludi, Efendy (2009).

3. Perbedaan dan kekhususan

Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan bahwa


masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi
yang berbeda dan khas seperti halnya. Peran ayah sebagai pencari
nafkah utama dan peran ibu yang merawat anak-anak.

D. Pembagian Tipe Keluarga

menurut Sussman (1974) dan Maclin (1988)

1. Keluarga tradisional

a. Keluarga inti : keluarga yang terdiri atas ayah ibu dan anak

b. Pasangan inti : keluarga yang terdiri atas suami dan istri saja

c. Keluarga dengan orang tua tunggal satu orang sebagai kepala


keluarga, biasanya bagian dari konsekuensi perceraian

d. Lajang yang tinggal sendirian

e. Keluarga besar yang mencakup tiga generasi

f. Pasangan usia pertengahan atau pasangan lanjut usia

g. Jaringan keluarga besar

2. Keluarga non-tradisional

a. Pasangan yang memiliki Anak tanpa menikah.


b. Pasangan yang hidup bersama tanpa menikah (kumpul kebo).

c. Keluarga homoseksual (gay dan atau lesbian).

d. Keluarga komuni: keluarga dengan lebih dari satu pasang monogami


dengan anak-anak secara bersama-sama menggunakan fasilitas
serta sumber-sumber yang ada.

E. Tahap Perkembangan

Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik,


namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Rodgers
cit Friedman, 199:

1. Pasangan baru (keluarga baru)

Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan


perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing :

a) Membina hubungan intim yang memuaskan

b) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok


social

c) Mendiskusikan rencana memiliki anak

2. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)

Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi


kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia
30 bulan :

a) Persiapan menjadi orang tua

b) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,


hubungan sexual dan kegiatan keluarga
c) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan

3. Keluarga dengan anak pra-sekolah

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan
berakhir saat anak berusia 5 tahun :

a) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan


tempat tinggal, privasi dan rasa aman

b) Membantu anak untuk bersosialisasi

c) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan


anak yang lain juga harus terpenuhi

d) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun


di luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)

e) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang


paling repot)

f) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga

g) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak

4. Keluarga dengan anak sekolah

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan
berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk :

a) Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan

b) Mempertahankan keintiman pasangan

c) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin


meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan
anggota keluarga
5. Keluarga dengan anak remaja

Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya


berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak
meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah
melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan
yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :

a) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung


jawab, mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan
meningkat otonominya

b) Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga

c) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan


orangtua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan

d) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh


kembang keluarga

6. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)

Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan
berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya
tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada
anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua :

a) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besa

b) Mempertahankan keintiman pasangan

c) Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki


masa tua

d) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat


e) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga

7. Keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah
dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :

a) Mempertahankan kesehatan

b) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman


sebaya dan anak-anak

c) Meningkatkan keakraban pasangan

8. Keluarga usia lanjut

Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah


satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal
damapi keduanya meninggal :

a) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

b) Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman,


kekuatan fisik dan pendapatan

c) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat

d) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial


masyarakat

e) Melakukan life review (merenungkan hidupnya).


II. Konsep Dabetes Militus

A. Definisi Diabetes mellitus

Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan


hiperglikemia dan glukosuria disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut maupun kronik, sebagai akibat kurangnya insulin di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai dengan gangguan metabolik lemak dan protein (Aspiani,
2014).

Diabetes Mellitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang


ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemi) disebabkan
karena ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan insulin. Insulin
dalam tubuh dibutuhkan memfasilitasi masuknya glukosa glukosa dalam
sel agar dapat digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel.
Berkurangnya atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di
dalam darah dan menimbulkan peningkatan gula darah, sedangkan sel
menjadi kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan
dan fungsi sel (Tarwoto, 2012).

Diabetes Mellitus adalah salah satu penyakit dimana kadar gula di dalam
darah meningkat tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan insulin secara
adekuat (Nabyl R.A, 2012).

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya


gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dalam tubuh.
Gangguan tersebut disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin yang
diperlukan dalam proses perubahan gula menjadi tenaga. Kekurangan
insulin menyebabkan terjadinya peningkatan kadar gula dalam darah atau
terdapatnya kandungan gula dalam air kencing (Iskandar,2009).
B. Etiologi

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), etiologi diabetes mellitus adalah :

1. Diabetes Mellitus tipe I

Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel


beta pankreas yang disebabkan oleh :

a) Faktor genetic

Penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi


suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes mellitus tipe I.

b) Faktor imunologi

Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana


antibodi terarah pada ringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.

c) Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang


menimbulkan ekstruksi sel beta.

2. Diabetes Mellitus tipe II

Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.


Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
mellitus tipe II antara lain :

a) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun,
tetapi pada usia remaja pun diabetes mellitus dapat terjadi juga
pada umur 11 sampai 13 tahun karena sejak awal pankreas tidak
menghasilkan insulin.

b) Obesitas

Karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh akan membuat


hormon insulin tidak dapat bekerja secara maksimal dalam
menghantar glukosa yang ada dalam darah. Pengurangan berat
badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas
insulin dan pemulihan toleransi glukosa. Obesitas terjadi karena
tubuh kelebihan lemak minimal 20 % dari berat badan ideal.

Menurut Adriani (2021) obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok


meliputi :

1) Obesitas ringan : Kelebihan berat badan 20-40%.

2) Obesitas sedang : Kelebihan berat badan 41-100%.

3) Obesitas berat : Kelebihan berat badan >100%.

c) Riwayat dalam keluarga

Pada riwayat keluarga yang salah satunya memiliki riwayat


diabetes mellitus bisa diturunkan sejak remaja pada anaknya.
Kaum pria sebagai penderita sesungguhnya dan perempuan sebagai
pihak pembawa gen atau keturunan. Gen yang mempengaruhi pada
diabetes tipe II adalah gen TC7L2. Gen ini sangat berpengaruh
pada pengeluaran insulin dan prouksi glukosa.

C. Patofisiologi

Menurut (Corwin, EJ. 2009), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu
terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena selsel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping
itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan.

Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan


cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan
menggangu metabolisme protein danlemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan gluconeogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan


gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi
resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).Diabetes tipe II paling
sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan
obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

D. Manifestasi Diabetes Mellitus

Gejala yang ditemukan pada tahap awal menurut Price dan Wilson, (2010)
adalah :

a. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak kencing.

b. Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan


banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum.

c. Polipagi (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami


starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut
hanyaakan berada sampai pada pembuluh darah.

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,
maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh
yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar,
maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di
tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien
dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.

e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol


fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.

E. Pemeriksaan Penunjang

1) Kadar glukosa darah

a. Kadar Glukosa darah sewaktu (mg/dl) menurut Nurarif & Kusuma


(2015)

Kadar glukosa darah sewaktu

Kadar Glukosa darah sewaktu DM Belum pasti DM

Plasma vena >200 100-200

Darah Kapiler >200 80-100

b. Kadar glukosa darah puasa (mg/d) menurut Nurarif & Kusuma


(2015)

Kadar glukosa darah puasa

Kadar glukosa darah puasa DM Belum pasti DM

Plasma vena >120 110-120

Darah kapiler >110 90-110


2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian


sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial
(pp) >200 mg/dl)

3) Tes Laboratorium DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.

4) Tes saring

Tes-tes saring pada DM

a. GDS

b. Tes glukosa urine

c. Tes konvensional (metode reduksi/benedict)

d. Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexodinase)

5) Tes Diagnostik

Tes-tes duagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa


darah 2 jam post prandial), Glukosa jam ke 2 TTGO.

6) Tes monitoring terapi

a. GDP plasma vena, darah kapiler

b. GD2PP :plasma vena

c. Alc darah vena, darah kapiler


7) Tes untuk mendeteksi komplikasi

a. Mikroalbuminuria urine

b. Ureum, kreatinin, asam urat

c. Kolesterol total plasma vena (puasa)

d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)

e. Kolesterol HDL :Plasma vena (puasa)

f. Trigliserida : plasma vena (puasa )

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DM menurut Shadine (2010) antara lain :

a. Farmakologi

Terapi di berikan dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya


hidup sehat). Terapi yang di berikan pada DM terdiri dari obat oral dan
obat suntikan yaitu :

1) Obat Antihiperglikemia Oral

2) Obat Antihiperglikemia Suntikan

3) Terapi Kombinasi

b. Non Farmakologi

Di mulai dengan menerapkan pola hidup sehat dan pemantauan


mandiri penderita DM. Pengetahuan tentang pengetahuan mandiri
dapat dilakukan setelah pasien mendapat pelatihan khusus meliputi :

1) Edukasi

2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)


3) Latihan Jasmani

G. Pencegahan Diabetes Mellitus

Tips umum dalam upaya pencegahan penyakit diabetes mellitus menurut


Nabyl R.A (2012) dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Bila kegemukan segera turunkan berat badan

2. Lakukan latihan aerobik (berenang, bersepeda, joging, dan jalan cepat)


paling tidak dilakukan 3 kali seminggu.

3. Minum gula sedikit mungkin atau seperlunya karena bukan merupakan


bagian penting dari diet. Zat karbohidrat ( misal beras sereal, bakmi,
roti, kentang )

4. Setelah umur 40 tahun, periksa kadar gula urine anda setiap tahun,
terutama bagi anda dengan riwayat keluarga diabetes mellitus.
PATWAY
DM TIPE I DM TIPE II

Reaksi autoinum Idiopatik, Usia, Genetik

Sel & pancreas hancur Jumlah sel


pancreas

Defisiensi insulin

Hiperkemia Katabolisme protein meningkat Lipolisis


meningkat

Pembatasan diit

Fleksibilitas darah Intake tidak adekuat Penurunan BB


merah

Resiko Nutrisi
Pelepasan O2 Poliuri Deficit Kurang
Volume
Cairan
Hipoksia perifer Perfusi
Jaringan
Perifer
Nyeri
tidak
efektif

Diuresis osmotik

Poliphagi

Polidipsi

Poliurea Ketidastabilan
kadar glukosa
1. Konsep keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan salah satu tahap penting dari proses

pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutahan dari

individu, oleh karena itu pengkajian yang lengkap, akurat dan jelas yang

sesuai dengan kenyataan dan kebenaran data sangatlah penting untuk

melakukan langkah selanjutnya dalam asuhan keperawatan yang sesuai

dengan respon individu (Yeni & Ukur, 2019).

Tujuan dari pengkajian keperawatan ialah untuk mengkaji secara

umum status serta keadaan klien, mengkaji fisiologi, serta patologi

pengkajian yang dilakukan, mengidentifikasi penyebab masalah

keperawatan, merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada

dan menghindari masalah yang mungkin terjadi (Yeni & Ukur, 2019).

Hal-hal yang perlu di gali dalam pengkajian sebagai berikut :

a. Pengumpulan data

1) Data umum

a) Identitas kepala keluarga, yang terdiri dari nama, umur,

pekerjaan, pendidikan, alamat, serta nomor telpon dari

kepala keluarga.

b) Komposisi keluarga, mengidentifikasi seluruh anggota

keluarga

c) Genogram ialah untuk mengetahui faktor keturunan

terjadinya gout arthritis


Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Ikatan pernikahan

: Tn. X/ Klien

: Sudah meninggal

………... : Tinggal Serumah

: Cerai

: keturunan

d) Tipe keluarga, yaitu keluarga dalam tipe keluarga yang

mana.

e) Suku bangsa, untuk mengetahui bahasa dan karakter

keluarga.

f) Agama, untuk mengetahui agama/ kepercayaan yang dianut

keluarga.

g) Status sosial ekonomi keluarga, berapa pendapatan dan

kebutuhan dari keluarga.

h) Aktifitas rekreasi keluarga, yaitu bagaimana cara keluarga

mengisi waktu luang untuk menghilangkan kepenatan

seperti menonton TV, bercengkerama, atau pergi berwisata

2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

a) Tahap perkembangan keluarga saat ini, dapat dilihat dari usia


tertua dari keluarga.

b) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,

mengenai tugas keluarga yang belum terpenuhi dan kendala

yang ditemui.

c) Riwayat keluarga inti, mengenaiiwayat terbentuk keluarga

inti, riwayat penyakit menular dan tidak menular dari

anggota keluarga.

d) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya, mengenai riwayat

gaya hidup yang mempengaruhi kesehatan, riwayat penyakit

penyakit keturunan dan penyakit menular.

3) Data lingkungan

a) Karakteristik rumah, yaitu tentang keadaan rumah seperti

luas rumah, memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu

ruang keluarga, satu dapur, dan satu kamar mandi.

b) Karakteristik tetangga dan komunitas, mengenai tetangga

apakah ingin tinggal dengan satu suku saja, aturan penduduk

setempat, dan kesehatan yang dipengaruhi oleh budaya.

c) Mobilitas geografis keluarga, sudah berapa lama keluarga

tinggal dan apakah sering berpindah-pindah.

d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat,

mengenai aktivitas keluarga untuk berkumpul mengikuti

organisasi sosial di masyarakat.


e) Sistem pendukung keluarga, mengenai jumlah anggota

keluarga sehat, fasilitas penunjang keehatan dari keluarga

dan masyarakat saat membutuhkan bantuan dan dukungan

baik formal maupun non-formal.

4) Struktur keluarga

a) Pola komunikasi keluarga, bagaimana cara komunikasi yang

dilakukan dalam keluarga, adakah komunikasi disfungsional

(komunikasi mengendalikan, mengkitik, tidak mampu

mengekspresikan perasaan, ketidakefektifan komunikasi

dengan pasangan, sistem komunikasi tertutup).

b) Struktur kekuatan keluarga, bagaimana kemampuan anggota

keluarga menangani masalah kesehatan. Siapa yang

mengambil keputusan bila keluarga menghadapi masalah,

siapa yang mengelola dan mengatur uang, dan siapa yang

menentukan pilihan- pilihan dalam keluarga (misal: dimana

anak diperiksa, dimana anak disekolahkan).

c) Stuktur peran, mengenai peran masing-masing dari anggota

keluaga secara formal maupun non-formal.

d) Nilai dan norma keluarga, bagaimana nilai dan norma

keluarga (misal: nilai kejujuran, kesopanan, kebersihan,

keindahan), adakah nilai nilai yang tidak sesuai

dikomunitasnya dan mempengaruhi status kesehatan

keluarga.
5) Fungsi keluarga

a) Fungsi afektif, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan

psikososial dalam mempersiapkan anggota keluarga

bersosialisasi dengan lingkungan. Apakah kebutuhan

anggota keluarga telah terpenuhi; apakah perhatian, perasaan

akrab, kasih sayang dan keintiman telah tercipta diantara

anggota keluarga.

b) Fungsi sosialisasi, mengenai cara melatih anggota keluarga

untuk besosialisasi dengan lingkungan sekitar rumah,

tentang kedisiplinan, norma, budaya dan perilaku keluarga.

Bagaimana anak dihargai untuk mendapatkan fungsi

sosialisasi, keyakinan

budaya/ faktor sosial yang mempengaruhi pola membesarkan

anak, apakah lingkungan rumah memenuhi anak untuk bermain.

c) Fungsi perawatan keluarga, yaitupenyediaan kebutuhan fisik,

tempat tinggaldan perawatan anggota keluarga yang sakit.

Dapat dibagi menjadi:

Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

1. Mengenal masalah kesehatan, yaitu bagaimana

pemahaman keluarga tentang penyakit hipertensi,

adakah keinginan atau hambatan keluarga dalam

menangani nyeri kepala hipertensi.

2. Kemampuan keluarga mengambil keputusan, yaitu

bagaimana pemilihan perbaikan perilaku sehat,


keputusan dalam menjangkau pengobatan, apakah

fasilitas kesehatan dapat terjangkau, dan adakah rasa

menyerah saat nyeri kepala hipertensi muncul.

3. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga

yang sakit, yaitu tanggung jawab dalam pemenuhan

praktik kesehatan, yaitu bagaimana tindakan untuk

menguangi faktor resiko dan pengendalian kesehatan

4. Kemampuan keluarga dalam memelihara lingkungan

yang sehat, yaitu mengenai pemeliharaan

lingkungan yang sehat dan bagaimana upaya

pencegahan penyakit.

5. Kemampuan menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan, yaitu pengetahuan tentang keberadaan

fasilitas kesehatan, pemahaman dengan keuntungan

yang diperoleh dari pelayanan kesehatan,

kepercayaan keluarga pada pelayanan kesehatan,

dan apakah fasilitas kesehatan terjangkau.

Kebutuhan nutrisi keluarga, yaitu bagimana konsumsi

makanan pada keluarga.Adakah diet tertentu yang

dilakukan atau munculnya mal nutrisi pada anggota

keluarga.

Kebutuhan tidur, istirahat dan latihan, yaitu adakah

perubahan pola tidur dan kebiasaan olah raga dari

keluaga.
a) Fungsi reproduksi, berhubungan dengan adanya ibu

hamil, perawatan dan kelahiran.

b) Fungsi ekonomi, yaitu pemenuhan kebutuhan keluarga.

Adakah krisis finansial atau pengeluaran lebih besar dari

pendapatan.

6) Stress dan koping keluarga

a) Stress jangka pendek dan jangka panjag, yaitu adanya

masalah yang dihadapi keluarga kurang dari 6 bulan

(stressor jangka pendek) dan yang dihadapi lebih dari 6

bulan (stressor jangka panjang.

b) Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor, yaitu

bagaimana keluarga menyikapi stressor. Adakah pemilihan

pemilihan penyelesaian yang sesuai dalam mengatasi stress,

adanya upaya keluarga menjelaskan dampak stress yang

dihadapi terhadap pertumbuhan keluarga.

c) Strategi koping yang digunakan, yaitu adakah perawatan

yang mengabaikan kebutuhan klien, pengabaian dalam

pengobatan, kekhawatiran berlebih pada klien.

d) Strategi adaptasi disfungsional, yaitu adakah kekerasan

keluarga (pasangan, anak, saudara), perlakuan kejam

terhadap anak, mengancam, otoriter, dan mengabaikan anak.

7) Pemeriksaan fisik tiap individu anggota keluarga, yaitu

pemeriksaan meliputi vital sign, rambut, kepala, mata mulut,


telinga, thorak, abdomen, ekstremitas, sistem genetalia , dan

kesimpulan pemeriksaan fisik dari seluruh anggota keluarga.

8) Harapan keluarga, yaitu harapan untuk memahami masalah

kesehatan dan harapan dalam memperoleh bantuan dari tenaga

kesehatan dalam penyelesaian masalah.

2. Perumusan diagnosis keperawatan keluarga

Tipologi diagnosis keperawatan keluarga yaitu: aktual berupa

masalah keperawatan yang perlu tindakan cepat; resiko berupa

masalah belum terjadi tetapi ada tanda masalah aktual; potensial

berupa keadaan sejahtera, keluarga mampu memenuhi kebutuhan

dan adanya sumber penunjang kesehatan(Cahyani, 2020).

3. Penilaian (scoring)

Tabel : 2.1 Scoring

No Kriteria Skor Bobot Pembenaran


Nilai
1. Sifat masalah 1 rasionalisme yang
skala : Aktual 2 memperjelaskan
Resiko 3 tentang pilihan sifat
Potensial 1 masalah yang yang
ditunjang dengan data-
data yang mendukung
dan relevan.
2. Kemungkinan 2 Adakah faktor dibawah
masalah dapat ini semakin lengkap
diubah skala : 2 semakin mudah
mudah 1 masalah dapat diubah.
Sebagian 0 1. Pengetah
Tidak uan yang
dapat ada,teknologi,tin
dakan untuk
menangani
masalah.
1. Sumber
daya keluarga:
fisik, keuangan,
dan tenaga.
2. Sumber
daya tenaga
kesehatan.
3. Sumber
daya lingkungan
fasilitas,
organisasi dan
dukungan sosial.
3. Potensial 1 Adakah faktor dibawah
masalah untuk ini semakin kompleks,
dicegah 3 semakin lama semakin
Skala : Tinggi 2 rendah potensi untuk
Cukup 1 dicegah :
Rendah 1. Kepelika
n/kompleksitas
masalah
berhubungan
dengan penyakit
dan masalah
kesehatan.
1. Lamanya
masalah (jangka
waktu masalah)
2. Tindaka
n yang sedang
dijalankan atau
yang tepat untuk
perbaikan
masalah.
3. Adanya
kelompok resiko
untuk dicegah
agar tidak aktual
atau semakin
parah.
4. Menonjolnya 1 Rasional yang
masalah skala : menjelaskan tentang
masalah berat 2 pilihan menonjolnya
Harus ditangani 1 masalah yang ditunjang
Ada masalah 0 dengan data-data yang
tapi tidak perlu mendukung dan relevan
segera ditangani baik data subyektif
Masalah tidak maupun obyektif
dirasakan
Total score

(Cahyani,2020;Kurniawati,2020)

Skoring :

1. Tentukan skor untuk tiap kriteria

2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot


Skor X bobot

Angka tertinggi

1) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum Klien

1) Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis

2) Berat badan : Biasanya normal

3) Tinggi badan : Biasanya normal

b. Tanda-Tanda Vital

1) TD : Biasanya menurun (<120/80mmHg)

2) Nadi : Biasanya menurun (<90x/mnt)

3) RR : Biasanya normal (18-24 x/mnt)

4) Suhu : Biasanya meningkat (>37.5 °C)

c. Pemeriksaan Head to Toe

1) Kepala

Inspeksi : Bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan kepala

Palpasi : Adanya massa, benjolan ataupun lesi

2) Mata

Inspeksi : Sklera, conjungtiva, iris, korne serta reflek pupil dan


tanda-tanda iritasi

3) Telinga
Inspeksi : Daun telinga, liang telinga, membran tympani, adanya
serumen serta pendarahan

4) Hidung

Inspeksi : Lihat kesimetrisan, membran mukosa, tes penciuman serta


alergi terhadap sesuatu

5) Mulut

Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan


tonsil

6) Leher

Inspeksi : Kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar tyroid dan JVP


Palpasi : Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid, adanya
massa atau benjolan

7) Thorax / Paru

Inspeksi : Bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas

Palpasi : Vocal remitus

Perkusi : Batas paru kanan dan kiri

Auskultasi : Suara nafas

8) Kardiovaskuler

Inspeksi : Ictus cordis

Palpasi : Ictus cordis

Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri

Auskultasi : Batas jantung I dan II

9) Abdomen
Inspeksi : Asites atau tidak

Palpasi : Adanya massa atau nyeri tekan

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus

10) Kulit

Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan parut atau lesi
dan CRT.

Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu
daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan
bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau
d’orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil
berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa
pecah.

11) Ekstremitas

Kaji nyeri, kekuatan dan tonus otot.

5) Nursing Care Plan (Rencana Asuhan Keperawatan)

a. Diagnosa Keperawatan (SDKI)

Diagnosa yang muncul menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia


atau SDKI adalah :

1) (D. 0027) Ketidastabilan gula darah

Definisi: variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal.

2) (D.0056) Intoleransi Aktivitas


Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

b. Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI)

1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah (L. 03022)

Kriteria Hasil :

a. Pusing (5)

b. Lesu (5)

c. Kadar glukosa (5)

d. Rasa haus (5)

2) Intoleransi Aktivitas ( L.05047)

a. Kemudahan dalam melakukan aktivas sehari-hari

b. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat

c. Keluhan lelah menurun

c. Intervensi

1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah ( I. 03115)

Intervensi :

a. Observasi

- Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia

- Monitor kadar glukosa darah

- monitor tanda dan gejala hiperglikemia

b. Terapeutik
- Berikan asupan cairan oral

- konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
dan memburuk

c. Edukasi

- Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari


250 mg/dl

- Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri

d. Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian insulin

- Kolaborasi pemberian kalium

- Kolaborasi pemberian carian IV

2) Ketidakefektifan perfusi jaringan parifer ( I. 06195)

Intervensi:

a. Observasi

- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

- Monitor pola dan jam tidur

- Monitor kelelahan fisik dan emosional

b. Terapeutik

- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus

c. Edukasi

- Anjurkan tirah baring

- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap


d. Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan


makanan
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Sari. (2015). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Ernawati. (2013). Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu


Dengan Penerapan Teori Keperawatan Self Care Orem. Jakarta: Mitra Wacana
Media.

Najib Bustan, M. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular.


Jakarta: Rineka Cipta.

Novitasari, Retno. (2012). Diabetes Melitus Dilengkapi Senam DM. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsesus


pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia. Jakarta

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Price & Wilson. (2014). Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC

Mubin, dkk. (2018). Mubin Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosis
Dan Terapi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai