Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


ENDOKRIN : DIABETES MELLITUS

A. Konsep Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga
selalu berinteraksi satu sama lain (Harmoko, 2012). Menurut Departemen
Kesehatan RI, 1998 keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Sutanto (2012) yang dikutip dari Bailon dan Maglaya (1997)
keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga,
saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
keluarga adalah sistem sosial yang terdiri dari dua atau lebih yang
dihubungkan karena hubungan darah perkawinan atau adopsi, tinggal
Bersama untuk menciptakan budaya tertentu.
2. Karakteristik Keluarga
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama dan jika terpisah mereka
tetap memerhatikan satu sama lain
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial sebagai suami, istri, anak, kakak dan adik
d. Mempunyai tujuan menciptakan, mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
3. Jenis Keluarga
a. Secara Tradisional
1) The Nuclear family (Keluarga inti) yaitu keluarga yang terdiri dari
suami istri dan anak (kandung atau angkat).
2) The dyad family , suatu rumah tangga yang terdiri dari suami istri
tanpa anak.
3) Keluarga usila, Keluarga terdiri dari suami dan istri yang sudah usia
lanjut, sedangkan anak sudah memisahkan diri.
4) The childless, Keluarga tanpa anak karena telambat menikah, bisa
disebabkan karena mengejar karir atau pendidikan.
5) The Extended family , keluarga yang terdiri dari keluarga inti
ditambah keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek dan lain-
lain.
6) “Single parent” yaitu keluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan
anak(kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
perceraian atau kematian).
7) Commuter family, kedua orang tua bekerja diluar kota, dan bisa
berkumpul pada hari minggu atau libur saja.
8) Multigeneration family, Beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah.
9) Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau
saling berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan
seperti dapur, sumur yang sama.
10) Blended family, keluarga yang dibentuk dari janda atau duda dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
11) “Single adult living alone” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
satu orang dewasa.
b. Tipe keluarga non tradisional
1) The unmarried teenage mother, Keluarga yang terdiri dari satu orang
dewasa terutama ibu dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
2) The Step parent family, keluarga dengan orang tua tiri.
3) Commune family, yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian darah
yang hidup serumah.
4) The non marrital heterosexual cohabiting family, keluarga yang hidup
bersama, berganti-ganti pasangan tanpa nikah.
5) Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan sex
tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
6) Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena alasan tertentu.
7) Group marriage family, beberapa orang dewasa yang telah merasa
saling menikah, berbagi sesuatu termasuk sex dan membesarkan
anak.
8) Group network family, beberapa keluarga inti yang dibatasi oleh
norma dan aturan, hidup berdekatan dan saling menggunakan
barang yang sama dan bertanggung jawab membesarkan anak.
9) Foster family, keluarga yang menerima anak yang tidak ada
hubungan saudara untuk waktu sementara.
10) Homeless family, keluarga yang terbentuk tanpa perlindungan yang
permanen karena keadaan ekonomi atau problem kesehatan mental.
11) Gang, Keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional, berkembang dalam kekerasan dan kriminal.
4. Tugas Keluarga
Friedman (2002) membagi 5 peran kesehatan dalam keluarga yaitu:
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan tiap anggotanya
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
c. Menberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan
yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya
yang terlalu muda.
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungjan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan kepribadian anggota keluarga dan lembaga-
lembaga kesehatan, yang menunjukan pemanfaatan dengan baik
fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada
5. Tahap-tahap keluarga
Tahap perkembangan dibagi menurut kurun waktu tertentu yang dianggap
stabil. Menurut Rodgers cit Friedman (1998), meskipun setiap keluarga
melalui tahapan perkembangan secara unik, namun secara umum seluruh
keluarga mengikuti pola yang sama.
Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall dan Milller (Friedman, 1998)
a. Tahap I- Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki
(suami) dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan
yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing. Meninggalkan
keluarga bisa berarti psikologis karena kenyataannya banyak keluarga
baru yang masih tinggal dengan orang tuanya.
Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan
penyesuaian peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama
serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, misalnya
makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya
Tugas perkembangan
1) Membina hubungan intim danmemuaskan.
2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok
sosial.
3) mendiskusikan rencana memiliki anak.
4) Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga
suami, keluarga istri dan keluarga sendiri.
b. Tahap II-Keluarga “child bearing” kelahiran anak pertama
Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai
anak berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.
Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:
1) Persiapan menjadi orang tua
2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,
hubungan sexual dan kegiatan.
3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman


orang tuan berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi
hubungan orang tua dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan
kasih sayang antara bayi dan orang tua dapat tercapai.
c. Tahap III-Keluarga dengan anak pra sekolah
Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir
saat anak berusia 5 tahun.
Tugas perkembangan :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman.
2) Membantu anak untuk bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain
juga harus terpenuhi.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga
maupun dengan masyarakat.
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
d. Tahap IV- Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan
berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya
keluarga mencapai jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk.
Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki minat sendiri.
Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga :
1) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan
lingkungan.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota
keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi
kesempatan pada anak untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di
sekolah maupun di luar sekolah.
e. Tahap V- Keluarga dengan anak remaja
Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun
kemudian. Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta
kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi orang
dewasa.
Tugas perkembangan :
1) Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3) Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang
tua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik
orang tua dan remaja.
f. Tahap VI- Keluarga dengan anak dewasa
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada
saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung
jumlah anak dan ada atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan
tetap tinggal bersama orang tua.
Tugas perkembangan :
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Membantu orang tua memasuki masa tua.
4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g. Tahap VII- Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada
beberapa pasangan fase ini dianggap sulit karena masa usia lanjut,
perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.
Tugas perkembangan :
1) Mempertahankan kesehatan.
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya
dan anak-anak.
3) Meningkatkan keakraban pasangan.
Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet
seimbang, olah raga rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain
sebagainya.
h. Tahap VIII- Keluarga usia lanjut
Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan
keduanya meninggal.
Tugas perkembangan :
1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan
fisik dan pendapatan.
3) Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5) Melakukan life review.
6) Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas
utama keluarga pada tahap ini.
6. Struktur Keluarga
Ciri-ciri struktur keluarga:
a. Terorganisasi, yaitu saling berhubungan, saling ketergantungan antara
anggota keluarga.
b. Ada keterbatasan, dimana setiap anggota keluarga memiliki kebebasan
tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi
dan tugas masing-masing.
c. Ada perbedaan dan kekhususan, yaitu setiap anggota keluarga
mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing
Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga
melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya.
a. Dominasi jalur hubungan darah
1) Patrilineal : keluarga yang berhubungan atau disusun melalui jalur
garis keturunan ayah.
2) Matrilineal : keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur
garis keturunan ibu. 2.
d. Dominasi keberadaan tempat tinggal
1) Patrilokal : keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal
dengan keluarga sedarah dari pihak suami
2) Matrilokal : keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal
dengan keluarga sedarah dari pihak istri 3.
e. Dominasi pengambilan keputusan
1) Patriakal : dominasi pengambilan keputusan ada di pihak suami
2) Maritriakal : dominasi pengambilan keputusan ada di pihak istri
3) Equlitarian : yang memegang keputusan dalam keluarga adalah Ayah
dan Ibu.

Ada beberapa variabel atau faktor yang mempengaruhi keputusan dalam


keluarga :
1) Hirarki kekuasaan keluarga.
2) Tipe bentuk keluarga (orangtua tunggal, keluarga campuran,
keluarga inti dua-orang tua tradisional, dll)
3) Pembentukan koalisi/persatuan
4) Jaringan komunikasi keluarga
5) Kelas sosial
6) Tahap perkembangan keluarga
7) Latar belakang budaya dan religius
Sementara itu terdapat empat elemen struktur keluarga :
a. Struktur dan peran keluarga, menggambarkan peran masing masing
anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya di lingkungan
masyarakat atau peran formal dan informal
b. Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang
dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan
c. Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan pola
komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak dengan
anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan keluarga
inti
d. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota
keluarga untuk memengaruhi dan mengandalikan orang lain untuk
mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.
7. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola
perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut:
a. Peranan Ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
b. Peranan Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan
pendidik anakanaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari
peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai
dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
8. Fungsi Keluarga
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut :
a. Fungsi Biologis
1) Untuk meneruskan keturunan
2) Memelihara dan membesarkan anak
3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
4) Memelihara dan merawat anggota keluarga.
b. Fungsi Psikologis
1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman
2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga
3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
4) Memberikan Identitas anggota keluarga.
c. Fungsi Sosialisasi
1) Membina sosialisasi pada anak.
2) Membentuk norma-norma perilaku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa yang akan
datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua, dsb.
e. Fungsi Pendidikan
1) Menyekolahkan anak untuk memberi pengetahuan, keterampilan
dan membentuk perilaku anak sesuai bakat dan minat yang
dimilikinya.
2) Mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan dewasa yang akan
datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Dari berbagai fungsi di atas ada 3 fungsi pokok kelurga terhadap


keluarga lainnya, yaitu :
1) Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,
kehangatan,pada anggota keluarga sehingga memungkinkan
mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
2) Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak
agar kesehatannya selalu terpelihara sehingga memungkinkan
menjadi anak-anak sehat baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
3) Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap
menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan
masa depannya
B. Konsep Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
komplikasi pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Nugroho, 2011
hlm. 258). Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskuler, dan neuropati (Yuliana elin, 2009 dalam
NANDA NIC-NOC, 2013). Diabetes melitus secara umum adalah suatu
keadaan dimana tubuh tidak bisa mengahasilkan hormon insulin sesuai
kebutuhan atau tubuh tidak bisa memanfaatkan secara optimal insulin yang
dihasilkan, sehingga terjadi kelonjakkan kadar gula dalam darah melebihi
normal. Diabetes melitus bisa juga terjadi karena hormon insulin yang
dihasilkan oleh tubuh tidak dapat bekerja dengan baik (Fitriana, 2016 hlm.
10). Jadi dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah penyakit
metabolik dengan karakteristik peningkatan gula darah (hiperglikemia) dan
disebabkan karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang di produksi.
2. Fakror resiko Diabetes Mellitus
a. Faktor genetik
Orang yang bertalian darah dengan orang yang mengidap diabetes
lebih cenderung mengidap penyakit ini ketimbang mereka yang tidak
memilikinya di dalam keluarga. Resikonya tergantung pada jumlah
anggota keluarga yang memiliki diabetes semakin banyak jumlah
sanak saudara yang mengidap diabetes, semakin tinggi resikonya.
Ada resiko 5% untuk mengidap diabetes jika orangtua atau saudara
kandung mengidap diabetes. Resikonya bisa meningkat menjadi 50%
juka berat badan berlebih (Ramaiah, 2008).
b. Obesitas
Obesitas dapat menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi
terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh mengalami persaingan ketat
dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya, organ
pankreas akan dipacu dengan keras untuk memproduksi insulin
sebanyak-banyaknya sehingga membuat organ ini menjadi kelelahan
dan akhirnya rusak. Oleh karena itu, penting untuk menghindari
konsumsi makanan yang tinggi kalori (Fitriana, 2016).
c. Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang
mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital
seperti jantung, liver, ginjal, dan juga pankreas (Fitriana, 2016).
d. Usia
Resiko diabetes meningkat sejalan bertambahnya usia, terutama
setelah usia 40 tahun, karena jumlah sel-sel beta di dalam pankreas
yang memproduksi insulin menurun seiring bertambahnya umur
(Ramaiah, 2008)
e. Stress
Stres adalah suatu kekuatan yang memaksa seseorang untuk
berubah, bertumbuh, dan berjuang, beradaptasi atau mendapatkan
keuntungan (Swarth, 2006).
3. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut Corwin, (2009); PERKENI, (2011)
a. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat
ketiadaan abdolut insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut
sebagai diabetes melitus dependen insulin (IDDM). (Corwin, 2009
hlm. 625).
b. Diabetes melitus tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit
hiperglikemia akibat resistensi insulin disertai defisiensi relatif sampai
yang dominan defek sekresi insulin (PERKENI, 2011 hlm. 4). Pada
diabetes melitus tipe 2 meskipun kadar insulin mungkin sedikit
menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap
rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat.
c. Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil
yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Meskipun diabetes ini
membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita mengidap kelainan
ini tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan
berakhir. Bahkan, jika membaik setelah persalinan, resiko untuk
mengalami diabetes tipe 2 setelah sekitar 5 tahun pada waktu
mendatang lebih besar daripada normal (Corwin, 2009 hlm. 629).
d. Diabetes melitus tipe lain
Diabetes melitus tipe ini berhubungan dengan keadaan atau sindrom
tertentu hiperglikemik karena penyakit lain seperti penyakit pankreas,
hormonal, bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin atau
sindrom genetik tertentu (PERKENI, 2011 hlm. 4)
4. Etiologi
Klasifikasi etiologi diabetes melitus, menurut Black and Hawks (2014);
PERKENI, (2011); Corwin, (2009); Fitriana, (2016)
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 diperkirakan terjadi akibat dekstruksi otoimun sel-sel
beta pulau Langerhans. Individu yang memiliki kecenderungan
genetik penyakit ini tampaknya menerima faktor pemicu dari
lingkungan yang menginisiasi proses otoimun. Sebagai contoh faktor
pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti gondongan
(mumps), rubella, atau sitomegalovirus (CMV) kronis. Pajanan
terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu
serangan otoimun ini (Corwin, 2009 hlm. 625). Faktor lingkungan
seperti virus tampaknya memicu proses autoimun yang merusak sel
beta. Cell Antibody Islet (ICAs) muncul, jumlah meningkat selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun sesuai kerusakan sel beta.
Hiperglikemia puasa (peningkatan kadar glukosa darah) terjadi ketika
80-90% massa sel beta telah rusak (Black and Hawks, 2014 hlm.632)
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Untuk kebanyakan individu, diabetes melitus tipe 2 tampaknya
berkaitan dengan kegemukan. Selain itu, kecenderungan pengaruh
genetik, yang menentukan kemungkinan individu mengidap penyakit
ini, cukup kuat. Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik yang belum
teridentifikasi yang menyebabkan pankreas mengeluarkan insulin
yang berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara
kedua tidak dapat berespon secara adekuat terhadap insulin.
Terdapat kemungkinan lain bahwa kaitan rangkai genetik antara yang
dihubungkan dengan kegemukan dan rangsangan berkepanjangan
reseptor reseptor insulin. Rangsangan berkepanjangan atas reseptor-
reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan jumlah reseptor-
reseptor insulin yang terdapat di sel tubuh. Penelitian lain menduga
bahwa deficit hormon leptin, yang sering disebut gen obesitas pada
hewan, mungkin termasuk manusia, gagal berespons terhadap tanda
kenyang, dan itulah mengapa mengapa gemuk dan menyebabkan
intersensitivitas insulin (Corwin, 2009 hlm. 627).
c. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional merupakan penyakit diabetes yang
disebabkan tubuh tidak bisa merespon hormon insulin karena adanya
hormon penghambat respon yang dihasilkan oleh plasenta selama
proses kehamilan (Fitriana, 2016). Penyebab diabetes gestasional
dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar
estrogen serta hormone pertumbuhan yang terus menerus tinggi
selama kehamilan (Corwin, 2009 hlm. 629).
d. Diabetes Melitus Tipe Lain
Penyebab tipe lain dari penyakit diabetes melitus ini adalah
berhubungan dengan kecacatan, penyakit atau sindrom tertentu.
Dalam kelompok ini termasuk cacat genetik fungsi sel-β. Sebagian
besar tanda klinisnya adalah hiperglikemia pada usia dini. Mereka
sering disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY). Sebagai
ciri adalah gangguan sekresi insulin dengan sedikit atau tidak ada
cacat dalam kerja insulin. Mereka mewarisi autosomal dominan tetapi
heterogen (Lim, 2014 hlm. 77)
5. Patofisiologi
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang
mempunyai predisposisi genetik. Diabetes melitus terjadi kurang dari
1%. Lingkungan telah lama dicurigai sebagai pemicu diabetes melitus
tipe 1. Insiden meningkat, baik pada musim semi maupun musim
gugur, dan onset sering bersamaan dengan epidemik berbagai
penyakit virus. Autoimun aktif langsung menyerang sel beta pankreas
dan produknya. ICA dan antibodi insulin secara progresif menurunkan
keefektifan kadar sirkulasi insulin. Hal ini secara pelan-pelan terus
menyerang sel beta dan molekul insulin endogen sehingga
menimbulkan onset mendadak diabetes melitus. Hiperglikemia dapat
timbul akibat dari penyakit akut atau stress, dimana meningkatkan
kebutuhan insulin melebihi cadangan dari kerusakan massa sel beta.
Ketika penyakit akut atau stress terobati, klien dapat kembali pada
status terkompensasi dengan durasi yang berbeda-beda dimana
pankreas kembali mengatur produksi insulin secara adekuat. Status
kompensasi ini disebuat sebagai periode honeymoon, secara khas
bertahan untuk 3-12 bulan. Proses berakhir ketika massa sel beta
yang berkurang tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk
meneruskan kehidupan. Klien menjadi bergantung kepada pembeian
insulin eksogen (diproduksi diluar tubuh) untuk bertahan hidup (Black
and Hawks, 2014 hlm. 634)
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 memiliki respons terbatas sel beta terhadap
hiperglikemia tampak menjadi faktor major dalam perkembangannya. Sel
beta terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi
secara progresif kurang efisien ketika merespons peningkatan glukosa
lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat kembali dengan
menormalkan kadar glukosa. Resistensi terhadap aktivitas insulin
biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut
sebagai resistensi insulin. Orang dengan diabetes melitus tipe 2 memiliki
penurunan sesitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang
mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai
dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan
ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan
glukosa. Mekanisme penyebab resistensi insulin perifer tidak jelas.
Namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap reseptor
pada permukan sel (Black and Hawks, 2014 hlm. 634).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut Black and Hawks, (2014);
Corwin (2009) dan Fitriana, (2016) adalah:
a. Poliuri (peningkatan pengeluaran urin)
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus)
c. Polifagi (peningkatan rasa lapar)
d. Penurunan berat badan
e. Rasa lelah
f. Pengelihatan kabur
g. Sering kesemutan
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa Darah : Darah arteri/kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah
vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan
deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
b. Glukosa urine : 95% glukosa terabsorpsi tubulus, bila glukosa darah >
160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji
dalam urine + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yangg
populer carik celup memakai GOD.
c. Benda keton dalam urine : bahan urine segar karena asam asetosetat
cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai natroprusid,
3-hidroksibutirat tidak terdeteksi.
d. Pemeriksaan lain : fungsi ginjal (ureum, creatinin) lemak darah
)kolesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula
langerhans (islet cellantibody).
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan menurut PERKENI, 2011 menjelaskan diabetes
melitus adalah
a. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda diabetes melitus,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
glukosa darah.
b. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
diabetes melitus.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian


glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan proil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku. Secara garis besar, semua tindakan yang
dapat di lakukan dalam usaha mengendalikan kadar glukosa darah pada
pasien diabetes melitus tipe 2.

a. Perencanaan makan
Penelitian yang dilakukan oleh Trapp (2012), menjelaskan bahwa
perencanaan makan seperti halnya pendekatan yang mengakibatkan
penurunan berat badan, sebuah perencanaan pola makan dapat
mengurangi resiko terjadinya perkembangan diabetes tipe 2.
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (Continuous,
rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220 – umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
c. Obat berkhasiat hipoglikemik
1) Insulin
Menurut PERKENI tahun 2011 insulin diperlukan pada keadaan:
a) Penurunan berat badan yang cepat
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c) Ketoasidosis diabetik
d) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
g) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
i) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Pemberian insulin secara konvensional tiga kali sehari dengan


memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan
dosis terbagi insulin kerja menengah dua kali sehari dan
kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat di mana perlu
sesuai dengan respons kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat
juga pasien langsung diberikan insulin campuran kerja cepat dan
menengah dua kali sehari. Kombinasi insulin kerja sedang yang
diberikan malam hari sebelum tidur dengan sulfonilurea
tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan
insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin campuran.
Keuntungannya pasien tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien
tentu lebih besar (Suyono, 2009)
d. Penyuluhan
Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang
lebih baik. Edukasi adalah bagian integral dari asuhan perawatan pasien
diabetes (Suyono, 2009)
8. Komplikasi
a. Komplikasi akut diabetes militus
1) Hipoglikemia
Keadaan klinis berupa gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah atau sutu sindrom yang kompleks berawal dari suatum
gangguan metabolisme glukosa, dimana konsentrasi serum glukosa
menurun sampai tidak dapat memenuhi kebutuahan metabolik sistem
saraf. Tanda hipoglikema mulai timbul bila gula darah <50mg/dl.
(Fitriana, 2016).
2) Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis merupakan komplikasi akut yang ditandai dengan
perburukan semua gejala diabetes. Ketoasidosis diabetik dapat
terjadi setelah stres fisik seperti kehamilan atau penyakit akut dan
trauma.
3) Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis (NHNK) Adalah komplikasi
dari diabetes melitus yang ditandai denganhiperosmolaritas dan
kehilangan cairan berat, asidosis ringan atau tanpa ketosis, terjadi
koma dan kejang lokal (Fitriana, 2016)
b. Komplikasi Jangka Panjang
1) Makrofaskular
a) Penyakit Arteri Koroner
Penyakit arterikoroner adalah atipikal atau diam, dan sering
gangguan pencernaan atau gangguan jantung tidak dapat di
jelaskan, dispenea pada saat aktifitas berat, atau nyeri
epigastrik. (Black & Hawks, 2014).
b) Penyakit Serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular terutama infark aterotromboembolik
dimanifestasikan dengan serangan iskemik transien dan
cerebrovascular attack (stroke), lebih sering dan berat pada
klien dengan DM (Black & Hawks, 2014).
c) Hipertensi Adalah faktor resiko mayor untuk stroke dan
nefropati. Hipertensi yang diobati tidak adekuat memperbesar
laju perkembangan nefropati (Black & Hawks, 2014).
2) Mikrovaskuler
a) Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah penyebab utama kebutaan diantara
klien dengan DM; sekitar 80% memiliki beberapa bentuk
retinopati 15 tahun setelah diagnosis. Ada tiga tipe retinopati
diabetik:
(1) Nonproliferatif : retinopati diabetik fase awal retinopati.
(2) Praproliferatif : retinopati diabetik yang melibatkan
perkembangan lanjut hemoragi dan penurunan ketajaman
penglihatan. Hal ini biasanya berkembang ke proliferatif
retinopati diabetik.
(3) Proliferatif : retinopati diabetik fase akhir dan tipe paling
mengancam penglihatan. Pembuluh darah rusak dan
lemah yang telah proliferasi, atau membentuk, dalam
merespons iskemik mungkin ruptur, menyebabkan
hemoragi retina dan eksudat (Black & Hawks, 2014).
b) Nefropati
Merupakan penyebab tunggal paling sering dari penyakit
ginjal kronis tahap 5, dikenal sebagai penyakit ginjal tahap
akhir (end-stage renal disease (ESRD). (Black & Hawks,
2014). Di ginjal, yang paling parah mengalami kerusakan
adalah kapiler glomerulus akibat hipertensi dan glukosa
plasma yang tinggi menyebabkan penebalan membran basal
dan pelebaran glomerulus. Lesi-lesi sklerotik nodular, yang
disebut nodul Kimmelstiel-Wilson, terbentuk di glomerulus
sehingga semakin menghambat aliran darah dan akibatnya
merusak nefron (Corwin, 2009).
c) Neuropati
d) Merupakan komplikasi kronis paling sering dalam diabetes
melitus. Karena serabut saraf tidak memiliki suplai darah
sendiri, saraf bergantung pada difusi zat gizi dan oksigen
lintas membran. Ketika akson dan dendrit tidak mendapat zat
gizi, saraf mentransmisikan impuls pelan-pelan. Selain itu,
akumulasi sorbitol di jaringan saraf, selanjutnya mengurangi
fungsi sensoris dan motoris. (Black & Hawks, 2014).
C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
Keperawatan Keluarga adalah rangkaian kegiatan yang diberikan melalui
praktik keperawatan dengan sasaran keluarga dan tujuannya untuk
menyelesaikan masalah keluarga berdasarkan pendekatan proses keperawatan
keluarga (Setiawan, 2016)
Data Yang Perlu dikaji :
1. Pengkajian tahap I
Data umum:
a. Identitas kepala keluarga (nama, alamat, pekerjaan, pendidikan).
b. Komposisi keluarga (daftar anggota keluarga dan genogram).
c. Tipe keluarga: Tipe keluarga beserta kendala atau masalah yang terjadi
dengan jenis tipe keluarga tersebut.
d. Suku bangsa (etnis): identifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait
dengan kesehatan.
e. Agama: kaji agama yang dianut serta kepercayaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
f. Status sosial ekonomi: tentukan pendapatan keluarga, serta kebutuhan
dan penggunaannya.
g. Aktifitas rekreasi keluarga: rekreasi dirumah (nonton TV, mendengarkan
radio), jalan-jalan ke tempat rekreasi.
Genogram
Genogram adalah struktur atau kerangka dari beberapa generasi keluarga.
Ini termasuk struktur dan komposisi keluarga, menggunakan simbol untuk
menggambarkan keanggotaan keluarga, hubungan biologis, emosional, dan
hukum, dan ketergantungan antar anggota. (McGoldrick et al., 1999).
Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini.
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.
c. Riwayat penyakit keluarga: riwayat penyakit keturunan, riwayat
kesehatan masing-masing keluarga, status kesehatan anak (imunisasi),
sumber pelayanan kesehatan yang bisa digunakan keluarga serta
pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
Lingkungan
a. Karakteristik rumah: luas, tipe rumah, jumlah ruang, pemanfaatan rumah,
peletakan perabot rumah tangga, sarana eliminasi (tempat, jenis, jarak
dari sumber air), sumber air minum.
b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW: kebiasaan, lingkungan fisik,
nilai, budaya yang mempengaruhi kesehatan.
c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat.
d. Mobilitas geografis keluarga: ditentukan dengan kebiasaan keluarga
berpindah tempat.
e. Sistem pendukung keluarga: jumlah anggota yang sehat, fasilitas untuk
penunjang kesehatan, fasilitas kesehatan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap semua anggota keluarga serta interpretasi hasil
pemeriksaan fisik tersebut.
Pengkajian pada Pasien Diabetes Mellitus :
a. Aktifitas dan istirahat : kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dan tidur, tachicardia/tachipnea pada waktu
melakukan aktivitas
b. Sirkuasi : riwayat hipertensi, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering merah, bola mata cekung
c. Eliminasi : poliuri, nocturia, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung
dan pucat
d. Nutrisi : nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
e. Neurosensori : sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri : pembengkakan pada perut, meringis
g. Respirasi : tachipnea, kussmaul, rochi, wheezing dan sesak nafas
h. Keamanan : kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum
i. Seksualitas : adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria.
Harapan Keluarga
Keinginan keluarga terhadap perawat keluarga terkait permasalahan
kesehatan yang dialami keluarga.
2. Pengkajian Tahap II
a. Kaji pengetahuan, kemampuan, kemauan keluarga terhadap tugas
keluarga
b. Pengkajian terhadap tugas keluarga, apakah ada ketidakmampuan
dalam mengenal masalah, mengambil keputusan, merawat
anggota keluarga, memelihara lingkungan dan ketidakmampuan
menggunakan fasilitas kesehatan.
3. Diagnosa Keperawatan Keluarga
Ketidakefektifan managemen kesehatan di keluarga
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Data
Kode Diagnosa Kode Hasil Kode Interensi
Data pendukung masalah keluarga dengan Hipertensi
 Keluarga tidak 00080 Ketidakefektifan Keluarga mampu mengenal masalah Keluarga mampu mengenal
mampu manajemen tentang pengetahuan kesehatan dan masalah psikososial dan
melakukan kesehatan di perilaku sehat perubahan gaya hidup
perawatan keluarga 1831 Pengetahuan : managemen hipertensi 5510 Pendidiakan kesehatan :
 Keluarga tidak 1802 Pengetahuan : anjuran pengaturan diet pengajaran proses penyakit
mampu 1813 Pengetahuan : regimen pengobatan yang dialami
menghindari 6502 Pengajaran proses penyakit
faktor resiko 5614 Pengajaran diet yang
 Keluarga tidak tepat/dianjurkan
mengerti 5616 Pengajaran : pengobatan yang
tentang ditentukan/diresepkan
hipertensi, Keluarga mampu untuk memutuskan Keluarga mampu memutuskan
penyebab, dan untuk merawat, meningkatkan atau untuk merawatan anggota
tanda gejala memperbaiki kesehatan keluarga yang sakit,
hipertensi 1606 Berpartisipasi dalam memutuskan membangun diiri sendiri,
 Keluarga tidak perawatan kesehatan membangun kekuatan,
mengetahui 2202 Kesiapan caregiver dalam perawatan di beradaptasi dengan perubahan
dampak rumah fungsi, atau mencapai fungsi
hipertensi 1700 Kepercayaan Kesehatan/Health Beliefs yang lebih tinggi :
 Tidak mampu 2605 Partisipasi keluarga dalam perawatan 5250 Dukungan membuat keputusan
menyiapkan profesional 5370 Dukungan emosional
lingkungan 7040 Dukungan caregiver
dengan baik 5310 Membangun harapan
seperti lantai Keluarga mampu merawat anggota Keluarga mampu merawat
licin, keluarga untuk meingkatkan atau anggota keluarga yang sakit
penerangan memperbaiki kesehatan dan memberikan dukungan
kurang 1622 Perilaku kepatuhan : menyiapkan diet dalam meningkatkan status
yang tepat kesehatan
1632 Perilaku kepatuhan : melakukan 1100 Manajemen nutrisi yang tepat
aktivitas yang tepat 5246 Konseling nutrisi
1605 Kontrol nyeri 1400 Manajemen nyeri
1602 Perilaku meningkatkan kesehatan 7040 Dukungan pemberi perawatan
2205 Kemampuan keluarga memberikan 7130 Proses pemeliharaan keluarga
perawatan langsung 7140 Dukungan keluarga
7110 Peningkatan keterlibatan
keluarga
Keluarga mampu memodifikasi Keluarga mampu memodifikasi
lingkungan : kontrol resiko dan lingkungan dalam hal :
keamanan 6490 Pencegahan jatuh
1908 Deteksi risiko 6485 Manajemen lingkungan : rumah
1828 Pengetahuan tentang pencegahan jatuh yang aman
2009 Dukungan keluarga selama pengobatan 7180 Bantuan pemeliharaan rumah
1909 Perilaku pencegahan jatuh 5440 Peningkatan support sistem
1910 Menyiapkan lingkungan rumah yang 6480 Manejemen lingkungan
aman
Keluarga mampu memanfaatkan Keluarga mampu
fasilitas kesehatan memanfaatkan fasilitas
1806 Pengetahuan tentang sumber kesehatan
kesehatan 7400 Panduan pelayanan kesehatan
1603 Perilaku mencari pelayanan kesehatan 7560 Mengunjungi fasilitas
2605 Partisipasi keluarga dalam perawatan kesehatan
keluarga 7400 Bantuan sistem kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Black, J., and Hawks, J. H, 2014, Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8, Vol.2, Singapura: Elsivier.
Corwin, E.J, 2009, Buku Saku Patofisiologi Edisi 3, Jakarta: EGC.
Fitriana, R dan Rachmawati, S, 2016, Cara Ampuh Tumpas Diabetes,
Yogyakarta: Medika
Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), 2011, Konsensus
Pengelolaanmdan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia,
Jakarta : PB. PERKENI.
Rahayu, Puji Astuti Indah. 2016. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan
Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Dr. Suyoto Bintaro. Diakses dari
https://docplayer.info/59270520-Laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan-diabetes-melitus-di-rumah-sakit-dr-suyoto-bintaro.html
pada tanggal 15 Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai