Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Stase Keperawatan Komunitas dan Keluarga

Disusun oleh:

AUTIN SAKNOHSIWY

A1C122104

CI INSTITUSI CI LAHAN

…............................. …..........................

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran,
dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya,
dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari
tiap anggota keluarga ,Duvall dan Logan (2010).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka
saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing
dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Bailon dan Maglaya
(2008).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Departemen Kesehatan RI (2005)
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah :
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik
4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
2. Struktur Keluarga
a. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
ayah
b. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis
ibu
c. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
ibu
d. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami
e. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga
karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
3. Ciri-Ciri Struktur Keluarga
a. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota
keluarga
b. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka
juga mempunyai keterbatasan dalam mejalankan fungsi dan tugasnya
masing-masing
c. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai
peranan dan fungsinya masing-masing.
4. Macam-Macam Struktur / Tipe / Bentuk Keluarga
a. Tradisional :
1. The nuclear family (keluarga inti) Keluarga yang terdiri dari suami,
istri dan anak.
2. The dyad family Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa
anak) yang hidup bersama dalam satu rumah
3. Keluarga usila Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua
dengan anak sudah memisahkan diri
4. The childless family Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah
dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan
karena mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita
5. The extended family (keluarga luas/besar) Keluarga yang terdiri dari
tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear
family disertai : paman, tante, orang tua (kakak-nenek), keponakan,
dll)
6. The single-parent family (keluarga duda/janda) Keluarga yang terdiri
dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya
melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi
hukum pernikahan)
7. Commuter family Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda,
tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua
yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada
saat akhir pekan (week-end)
8. Multigenerational family Keluarga dengan beberapa generasi atau
kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah
9. Kin-network family Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu
rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang
dan pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi,
telpon, dll)
10. Blended family Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang
menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya
11. The single adult living alone / single-adult family Keluarga yang
terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau
perpisahan (separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati
b. Non-Tradisional
1. The unmarried teenage mother Keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah
2. The stepparent family Keluarga dengan orangtua tiri
3. Commune family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang
tidak ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah,
sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi
anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan anak bersama
4. The nonmarital heterosexual cohabiting family Keluarga yang hidup
bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
5. Gay and lesbian families Seseorang yang mempunyai persamaan sex
hidup bersama sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners)
6. Cohabitating couple Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu
7. Group-marriage family Beberapa orang dewasa yang menggunakan
alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling menikah
satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan
membesarkan anaknya
8. Group network family Keluarga inti yang dibatasi oleh set
aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan
bertanggung jawab membesarkan anaknya
9. Foster family Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga yang aslinya
5. Tahap-Tahap Kehidupan / Perkembangan Keluarga
Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik,
namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Rodgers
cit Friedman, 2006:
a. Pasangan baru (keluarga baru) Keluarga baru dimulai saat masing-
masing individu laki-laki dan perempuan membentuk keluarga melalui
perkawinan yang sah dan meninggalkan (psikologis) keluarga masing-
masing :
1. Membina hubungan intim yang memuaskan
2. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial
3. Mendiskusikan rencana memiliki anak
b. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama) Keluarga yang
menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi kelahiran anak
pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30 bulan :
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,
hubungan sexual dan kegiatan keluarga
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan
c. Keluarga dengan anak pra-sekolah Tahap ini dimulai saat kelahiran anak
pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat anak berusia 5 tahun :
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman
2. Membantu anak untuk bersosialisasi
3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak
yang lain juga harus terpenuhi
4. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar
keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang
paling repot)
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak
d. Keluarga dengan anak sekolah Tahap ini dimulai saat anak masuk
sekolah pada usia enam tahun dan berakhir pada usia 12 tahun.
Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota keluarga maksimal,
sehingga keluarga sangat sibuk :
1. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan
2. Mempertahankan keintiman pasangan
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga
e. Keluarga dengan anak remaja Dimulai pada saat anak pertama berusia 13
tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat
anak meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah
melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang
lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :
1. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab,
mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat
otonominya
2. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
3. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua.
Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
4. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga
f. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan) Tahap ini dimulai pada saat
anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir
meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak
dalam keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga dan tetap
tinggal bersama orang tua :
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2. Mempertahankan keintiman pasangan
3. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki
masa tua
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
g. Keluarga usia pertengahan Tahap ini dimulai pada saat anak yang
terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu
pasangan meninggal :
1. Mempertahankan kesehatan
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya
dan anak-anak
3. Meningkatkan keakraban pasangan
h. Keluarga usia lanjut Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai
pada saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan
meninggal samapi keduanya meninggal :
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
2. Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan
fisik dan pendapatan
3. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
5. Melakukan life review (merenungkan hidupnya).

B. Konsep Dasar Hipertensi


1. Definisi
Hipertensi adalah kondisi ketika darah memberikan gaya atau dorongan
yang lebih besar dibandingkan kondisi normal secara persisten pada sistem
sirkulasi. Hipertensi adalah ketika tekanan darah mencapai ≥140 mmHg
(sistolik) dan/atau ≥90 mmHg (diastolik). Seseorang juga dikategorikan
menderita hipertensi ketika tekanan darahnya mencapai 160/90 mmHg yang
diukur sebanyak tiga kali dan tekanan darah tersebut bertahan selama dua
bulan (M. Ridwan, 2017).
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan dan mungkin klien tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun sampai terjadi kerusakan organ
yang bermakna, untuk itu hipertensi dijuluki sebagai silent killer. Hipertensi
merupakan penyakit akibat gangguan sirkulasi darah yang masih menjadi
masalah dalam kesehatan di masyarakat. Bila klien kurang atau bahkan
belum mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dalam mengontrol tekanan
darah, maka angka mordibitas dan mortalitas akan meningkat dan masalah
kesehatan dalam masyarakat semakin sulit untuk diperbaiki (Karia, 2020).
2. Etiologi
Menurut Bustan, (2007) dalam (Faizal, 2016) penyebab hipertensi dibagi
menjadi dua tipe :
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab dari hipertensi ini belum diketahui, sementara penyebab
sekunder dari hipertensi esensial juga tidak ditemukan. Pada hipertensi
esensial tidak ditemukan penyakit seperti gagal ginjal, penyakit
renivaskuler maupun penyakit lainnya, genetik serta ras menjadi suatu
bagian dari penyebab timbulnya hipertnesi esensial termasuk gaya hidup
yang kurang sehat seperti merokok, pecandu alkohol, stress dan
lingkungan (>90% penderita).
b. Hipertensi sekunder
Berbeda dengan hipertensi esensial, hipertensi sekunder dapat
disebabkan oleh penyakit komorbid seperti gangguan kelenjar tiroid
(hipertiroid), penyakit parenkimal, kelainan pembuluh darah ginjal dan
hiperaldosteronisme (<10 penderita).
3. Faktor resiko
Hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor resiko (Faizal, 2016) :
1. Usia
Usia merupakan salah satu faktor resiko yang sangat berpengaruh
terhadap terjadinya hipertensi karena semakin usia bertambah maka
semakin tinggi pula resiko untuk terjadinya hipertensi. Hipertensi terus
meningkat seiring bertambahnya usia, hal ini disebabkan oleh perubahan
alamiah dalam tubuh yang dapat mempengaruhi pembuluh darah,
hormon serta jantung.
2. Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi adalah
kegemukan atau obesitas. Penderita obesitas sangat beresiko karena pada
penderita obesitas daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang memiliki berat badan
yang cenderung normal.
3. Lingkungan
Faktor lingkungan seperti stress juga dapat berpengaruh, dalam keadaan
stress akan terjadi respon sel-sel saraf yang dapat menyebabkan kelainan
pengeluaran atau pengangkutan natrium. Hubungan antara stress dengan
hipertensi terjadi melalui aktivitas saraf simpati yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap.
4. Kopi
Kafein sebagai anti adenosine berperan untuk mengurangi relaksasi
pembuluh darah dan kontraksi otot jantung sehingga dapat menyebabkan
tekanan darah turun dan membeikan efek rileks, menghambat reseptor
untuk berkaitan dengan adenosine sehingga menstimulus sistem saraf
simpatis dan pumbuluh darah berkontraksi dan terjadilah peningkatan
tekanan darah.
5. Merokok
Di dalam rokok terdapat nikotin yang berbahaya bagi kesehatan selain
dapat membuat darah dalam pembuluh darah menggumpal, nikotin juga
dapat mengakibatkan dinding pembuluh darah mengalami pengapuran.
6. Ras
Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar dari pada yang
berkulit putih untuk menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar
renin plasma yang rendah mengurangi kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kadar natrium yang berlebih.
7. Genetik
Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80 % dan sering terjadi pada
kembar monozigot (satu telur) dari pada heterozigot (beda telur).
Hipertensi disebut juag penyakit turunan karena apabila keluarga
memiliki riwayat hipertensi juga dapat memicu seseorang menderita
hipertensi.

4. PATOFISIOLOGI
Vasomotor medulla pada otak merupakan pusat yang mengontrol
mekanisme kontraksi dan relaksasi pembuluh darah. Pusat Vasomotor
medulla menghantarkan rangsangan menuju ganglia simpatis dalam bentuk
impuls melalui saraf simpatis, kemudian dilanjutkan dengan pelepasan
asetilkolin di neuron preganglion sehingga merangsang pergerakan saraf
pascaganglion menuju pembuluh darah untuk melepaskan norepinefrin
yang mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Kamila, 2017).
Menurut Smeltzer & Bare, 2008 dalam (Kamila, 2017; J. Ridwan, 2019),
mekanisme hormonal sama halnya dengan mekanisme saraf yang ikut
berperan dalam mengatur tekanan pembuluh darah. mekanisme tersebut
antara lain :
1) Mekanisme vasokonstriktor norepinephrine-epinephrine
Perangsangan sistem saraf simpatis menyebabkan eksitasi pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, pada saat bersamaan medulla
adrenal juga terangsang menyebabkan sekresi hormon kortisol,
norepinephrine, epinefrin dan steroid lainnya ke dalam darah. Hormon
tersebut akan merangsang pembuluh darah untuk vasokonstriksi. Respon
vasokonstriksi pembuluh darah diperkuat karena adanya faktor eksternal
seperti kecemasan dan ketakutan.
2) Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal
mengakibatkan pelepasan renin. Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan
memecah plasma menjadi substrat renin sehingga terjadi pelepasan
angiotensin I, kemudian diubah menjadi angiotensin I yang merupakan
vasokonstriktor kuat yang pada masanya akan merangsang korteks
adrenal untuk mensekresi aldosteron. Hormon tersebut yang
menyebabkan retensi natrium dan air di tubulus ginjal sehingga terjadi
peningkatan volume intravaskuler. Perubahan struktural dan fungsional
pada sistem pembuluh darah perifer ini cenderung menjadi pencetus
perubahan tekanan darah seperti hipertensi.

5. KLASIFIKASI

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi Pada Orang Dewasa menurut JNC VII
Kategori Sistole Diastol
e
Normal <120 Dan <80
Pre-hipertensi 120-139 Atau 85-89
Hipertensi stage 140-159 Atau 90-99
1
Hipertensi stage ≥160 Atau ≥100
2
Sumber : (Green, 2003)

6. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang khas yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekana arteri oleh dokter yang
memerksa. Kesimpulannya hipertensi arterial tidak akan bisa terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang umum
Sering dikatakan bahwa gejala yang umum muncul yang dapat menyertai
hipertensi adalah nyeri kepala dan kelelahan. Namun, dalam
kenyataannya yang merupakan gejala yang umum yang mengenai
kebanyakan pasien yaitu seperti mengeluhkan sakit kepala atau pusing,
lemas atau kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual dan muntah, kesadaran
menurun.
Menurut (Azwar, 2021) gejala hipertensi seringkali ditemukan setelah
terjadi komplikasi pada otak dan jantung, diantaranya :
1) Nyeri kepala disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan
intrakranial
2) Penglihatan kabur karena kerusakan retina akibat hipertensi
3) Ayunan langkah tidak normal akibat kerusakan susunan saraf pusat
4) Pendengaran yang berdengung
5) Kaku kuduk
6) Insomnia (sulit tidur)
7. KOMPLIKASI
Menurut Elizabeth, J. Corwin, 2009 dalam (Azwar, 2021) komplikasi
hipertensi sebagai berikut :
a. Stroke, adanya pendarahan akibat tekanan tinggi di otak atau akibat
emboli yang terlepas dari pembuluh non otak.
b. Infark miokardium, ketika arteri koroner mengalami aterosklerosis
sehingga tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
akibat dari terbentuknya trombus sehingga menghambat aliran darah
yang melalui pembuluh darah tersebut.
c. Gagal ginjal, karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler- kapiler ginjal.
d. Ensefalopati (kerusakan otak), terjadi pada penderita hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat)
e. Kolesterol, karena peningkatan lemak dalam darah yang mengakibatkan
pembentukan plak dalam pembuluh arteri (Faizal, 2016)
f. Diabetes melitus, tingginya kadar glukosa dalam darah menyebabkan
rusaknya organ dan jaringan tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya
aterosklerosis, penyakit ginjal, dan penyakit arteri koronaria yang
nantinya akan mempengaruhi tekanan darah (Faizal, 2016)
g. Apnea saat tidur (mendengkur), beberapa penelitian menyatakan adanya
hubungan antara pernapasan yang berhenti dengan berkurangnya
pasokan oksigen yang menyertai apnea saat terjadinya hipertensi.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang memperkuat diagnosa hipertensi yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat juga mengindikasikan faktor resiko
seperti hipokoagulabilitas dan anemia.
2. BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang fungsi ginjal .
3. Glucosa : DM merupakan faktor pencetus hipertensi dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4. Urinalisa : darah, glukosa, protein, menandakan disfungsi ginjal dan
juga terdapat DM
b. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
c. EKG : menunjukan renggangan, luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
d. IUP : mengenali penyebab hipertensi seperti batu ginjal dan perbaikan
ginjal
e. Foto thorax : menunjukan distruksi klasifikasi pada area katup dan
pembesaran jantung.
9. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
a. MEDIS
1. Deuretik : mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di
tubuh berkurang dan akan mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan.
2. Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin, dan reserpin) : untuk
menghambat ativitas saraf simpatis.
3. Betabloker (metopronol, propanolol, dan atenolol) : untuk
menurunkan daya pompa jantung, tidak dianjurkan untuk penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial dan pada penderita diabetes militus dapat menutupi gejala
hipoglikemia.
4. Vasidilator (prasonin, hidralasin) : dapat bekerja secara langsung
pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.
5. ACE inhibitor (captopril) : mengahambat pembentukan zat
angiotensin II dan mempunya efek samping seperti pusing, batuk
kering, dan lemas.
6. Pengahambat reseptor angiotensin II (valstaram) : menghalangi
penempelan zat angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan
daya pompa jantung.
7. Antagonis kalsium (diltiasem dan verapamil) : menghambat
kontraksi jantung.
b. KEPERAWATAN
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan mengubah gaya
hidup seperti olahraga teratur 3 kali seminggu (menurunkan 4-9 mmHg
tekanan darah sistolik), menghindari stress, tidak mengkonsumsi
alkohol (menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 2-4 mmHg),
mengkonsumsi sayur, buah (2 buah pisang ambon dalam sehari
menurunkan 10% tekanan darah dalam seminggu), produk susu rendah
lemak tinggi potasium dan kalsium (menurunkan 8-14 mmHg tekanan
darah sistolik), serta melakukan diet sehat seperti diet rendah garam
(menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg), diet rendah kolesterol,
dan diet tinggi serat. Modifikasi gaya hidup berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi, rekomendasi JNC
VII mengatakan bahwa menurunkan 10 kg berat badan akan
mengurangi 5-20 mmHg tekanan darah sistolik (Azwar, 2021)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dalam proses keperawatan
dengan mengadakan kegiatan mengumpulkan data-data atau
mendapatkan data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2017). Proses kesehatan
fungsional menurut gordon yaitu
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea
2. Sirkulasi Gejala :
1) Riwayat hipertensi, ateroklerosis, penyakit jantung koroner,
dan penyakit serebrovaskuler
2) Episode palpitasi Tanda :
a. Peningkatan tekanan darah
b. Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
takikardia
c. Katup senosis murmur
d. Distensi vena jugularis
e. Kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
f. Pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda
3. Integritas ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian,
ansietas, faktor stressor (keuangan, pekerjaan, dll)
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, menghela napas, peningkatan
pola bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat
penyakit ginjal pada masa lalu
5. Makanan/cairan Gejala :
a. Makanan yang disukai meliputi makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol
b. Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini Riwayat
penggunaan diuretik Tanda :
1) Berat badan abnormal atau obesitas
2) Adanya edema
3) Glikosuri
6. Neurosensori Gejala :
a. Keluhan pusing/pening, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
b. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatann kabur,
epistaksis) Tanda :
1. Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara efek proses pikir
2. Penurunan kekuatan genggaman tangan
3. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : angina (penyakit arteri koroner), sakit kepala
Deskripsi verbal tentang nyeri. Klien merupakan penilai
terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta
untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya. Informasi
yang diperlukan haruss menggambarkan nyeri klien dalam
beberapa cara :
P (Provokatif), faktor yang mempengaruhi gawat darurat dan
nyeri ringannya
Q (kualitas), seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau
tersayat) R (region), daerah perjalanan nyeri
S (Skala nyeri), intensitas/ intensitas nyeri
T (time), lama/waktu serangan/ frekuensi nyeri.
7. Pernapasan Gejala :
a. Dispnea yang berhubungan dengan aktivitas/kerja, takipnea,
ortopnea, dispnea
b. Batuk dengan atau tanpa dahak
c. Riwayat merokok Tanda :
1. Distres respirasi,pengggunaan otot aksesoris pernapasan
2. Bunyi napas tambahan (mengi/wheezing)
3. Sianosis
8. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan, hipotensi posrural Tanda
:
a. Faktor risiko keluarga : hipertensi, ateroklerosis, penyakit
jantung, diabetes melitus, penyakit ginjal
b. Faktpr lain : risiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon,
penggunaan alkohol atau obat
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubuhan irama
jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas,
perubahan preload, perubahan afterload dibuktikan dengan
perubahan irama jantung (palpitasi, brakikardi/takikardi, gambaran
EKG aritmia/gangguan konduksi), perubahan preload (lelah,
edema, distensi vena jugularis, central venous pressure/CVP
meningkat atau menurun, hepatomegali), perubahan afterload
(dispnea, tekanan darah meningkat/menurun, nadi perifer teraba
lemah, capillary refill time >3 detik, oliguria, warna kulit pucat atau
sianosis), perubahan kontratilitas (paroxysmal nocturnal
dyspnea/PND, ortopnea, batuk, terdengar suara jantung S3 dan/atau
S4, Ejection fraction/EF menurun), cemas, gelisah
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbanagn antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas,
gaya hidup monoton dibuktikan dengan mengeluh lelah, frekuensi
jantung meningkat
3. >20% dari kondisi istirahat, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa
tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah
berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan
aritmia saat/setelah aktivitas, menunjukkan iskemia, sianosis
4. Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra,
kerusakan arkus refleks, blok spingter, disfungsi neurologis (mis.
trauma, penyakit saraf), efek agen farmakologis (mis. atropine,
belladonna, peikotropik, antihistamni, opiate) dibuktikan dengan
sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/anuria, distensi
kandung kemih, dribbling, inkontinesia berlebih, residu urin 150 ml
atau lebih
5. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium, gangguan aliran
balik vena, efek agen farmakologis (mis. kartikosteroid,
chlorpropamide, tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine)
dibuktikan dengan ortopnea, dispnea, paroxymal nocturnal dypsnea
(PND), edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan
meningkat dalam waktu singkat, jugular venous pressure (JVP)
dan/atau central venous pressure (CVP) meningkat, refleks
hepatojugular positif,, distensi vena jugularis, terdengar suara napas
tambahan, hepatomegali, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih
banyak dari output (balans cairan positif), kongestif paru
6. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan, hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding dada, deformitas
tulang dada, gangguan neuromuskular, gangguan neurologis (mis.
elektroensefalogram/EEGG positif, cedera kepala, gangguan
kejang), imaturittas neurologis, penurunan energi, obesitas, posisi
tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi,
kerusakan intervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), cedera
pada medula spinalis, efek agen farmakologis, kecemasan
dibuktikan dengan dipsnea, penggunaan otor bantu napas, fase
ekspirasi memanjang, pola napas abnormal (mis. takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, chyne-stokes), ortopnea,
pernapasan pursed lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas
vital menurun, tekanan espirasi menurun, tekanan inspirasi
menurun, ekskursi dada berubah
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan SLKI Intervensi SIKI
1 (D.0056) Dalam 3x24 jam maka toleransi aktivitas (I.05178) Manajemen Energi
Intoleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil (L.05047) : Observasi
1. Frekuensi nasi meningkat 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. saturasi oksigen meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. kemudahan dalam melakukan aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
sehari-hari meningkat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
4. Kecepatan berjalan meningkat Terapeutik
5. Jarak berjalan meningkat
1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis:
6. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
cahaya, suara, kunjungan)
7. Kekuatan tubuh bagian bawah
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
meningkat
3. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
8. Toleransi dalam menaiki tangga
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
meningkat
berjalan
9. Keluhan lelah menurun
10. Dispnea saat aktivitas menurun Edukasi
11. Dispnea setelah aktivitas menurun 1. Anjurkan tirah baring
12. Perasaan lemah menurun 2. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
13. Aritmia saat beraktivitas menurun 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
14. Aritmia setetlah beraktivitas menurun tidak berkurang
15. Sianosis menurun 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
16. Warna kulit membaik Kolaborasi
17. Tekanan darah membaik 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
18. Frekuensi napas membaik makanan
19. EKG Iskemia
2. (D.0050) Dalam 3x24 jam maka eliminasi urine (I.04164) Perawatan Kateter Urine
Retensi urin membaik dengan kriteria hasil (L.04034) : Observasi
1. Sensasi berkemih meningkat 1. Monitor kepatenan kateter urine
2. Desakan berkemih (urgensi) menurun 2. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran kemih
3. Distensi kandung kemih menurun 3. Monitor tanda dan gejala obstruksi aliran urine
4. Berkemih tidak tuntas menurun 4. Monitor kebocoran kateter, selang dan kantung urine
5. Monitor input dan output cairan (jumlah dan karaktersitik)
5. Volume residu urine menurun
Terapeutik
6. Frekuensi urin membaik
1. Gunakan teknik aseptik selama perawatan kateter urine
7. Karakteristik urine membaik
2. Pastikan selang kateter dan kantung urine terbebas dari lipatan
3. Pastikan kantung urine diletakkan di bawah ketinggian kandung
kemih dan tidak dilantai
4. Lakukan perawatan perineal minimal 1 kali sehari
5. Lakukakn irigasi rutin dengan cairan isotonis untuk mencegah
kolonisasi bakteri
6. Kosongkan kantung urine jika kantung urine telah terisi
setengahnya
7. Ganti kateter dan kantung urine secara rutin sesuai protokol atau
sesuai indikasi
8. Lepaskan kateter urine sesuai kebutuhan
9. Jaga privasi selama melakukan tindakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan risiko sebelum pemasangan
kateter
NO Diagnosa Tujuan SLKI Intervensi SIKI
Keperawatan
3. (D.0022) Dalam 3x24 jam maka (I.03114) Manajemen Hipervolemia
Hipervolemia keseimbangan cairan Observasi
meningkat dengan kriteria 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. ortopnea, dipsnea, edema, JVP/CVP
hasil (L.03020) : meningkat, refleks hepatojugular, suara napas tambahan)
1. Asupan cairan 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
meningkat 3. Monitor status hemodinamik (mis. frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP,
2. Haluaran urine PAP, POMP, CO, CI), jika tersedia
meningkat 4. Monitor intake dan output cairan
3. Kelembaban membran 5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar natrium, BUN, hematocrit, berat jenis
mukosa meningkat urine)
4. Asupan makanan 6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis. kadar protein dan albumin
meningkat meningkat)
5. Edema menurun 7. Monitor kecepatan infus secara ketat
6. Dehidrasi menurun 8. Monitor efek samping diuretik (mis. hipotensi ortorstatik, hipovolemia, hipkalamia,
7. Asites menurun hiponatremia)
8. Konfusi menurun Terapeutik
9. Tekanan darah 1. Timbang berat badan setaip hari pada waktu yang sama
membaik 2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1kg dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan haluaran cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
3. Kolaborasi pemberian continous renal replacement (CRRT), jika perlu
4. (D.0005) Dalam 3x24 jam maka pola (I.01011) Manajemen Jalan Napas
Pola napas tidak napas membaik dengan kriteria Observasi
efektif hasil (L.01004) : 5. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
1. Ventilasi semenit meningkat 6. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
2. Kapasitas vital meningkat kering)
3. Dispnea menurun 7. Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)
4. Penggunaan otot bantu Terapeutik
menurun
5. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-lift (jaw-thrust jika curiga
5. Pemanjangan fase ekspirasi
trauma servikal)
menurun
6. Posisikan semi fowler atau fowler
6. Ortopnea menurun
7. Berikan minuman hangat
7. Pernapasan cuping hidung
8. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
menurun
9. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
8. Frekuensi napas membaik
10.Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan andotrakeal
9. Kedalaman napas membaik
11.Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
12.Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
5. Anjurkanasupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
6. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
(I.01014) Pemantauan Respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
1. Monitor adanya produksi sputum
2. Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. Palpasi kesimetrisan eksspansi paru
4. Auskultasi bunyi napas
5. Monitor saturasi oksigen
6. Monitor nilai AGD
7. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
sumber : (PPNI, 2018)
D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan suatu penerapan atau juga sebuah tindakan yang dilakukan dengan berdasarkan suatu rencana
yang telah/sudah disusun ayau dibuat dengan cermat serta juga terperinci sebelumnya. Iplementasi juga diartika sebagai
suatu tindakan atau juga bentuk aksi nyata dalam melaksanakan rencana yang sudah dirancang dengan matang. Dengan
kata lain, implementasi ini hanya dapat dilakukan apabila sudah terdapat perencanaan (Sihaloho, 2021).
E. EVALUASI
Evaluasi adalah suatu proses identifikasi untuk mengukur/menilai suatu kegiatan atau juga program yang dilaksanakan itu
sesuai dengan perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi disusun menggunakan SOAP (Sihaloho, 2021) :
S: Ungkapan perasaan atau keluhan secara subjektif oleh keluarga atau klien setelah diberikan impelementasi
keperawatan O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang objektif
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif
P: Planning atau perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
DAFTAR PUSTAKA

Azwar. (2021). Terapi Non Farmakologi Pada Pasien HipertensI (N.


Qalby (ed.)). Pustaka Taman Ilmu.
Faizal, B. (2016). Pengaruh Konsumsi Pisang Ambon (Musa Paradisiaca
S)Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sidumulyo Samarida.
Green, L. (2003). JNC 7 express: New thinking in hypertension treatment.
American Family Physician, 68(2).
Hidayat, A. A. A. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan dan
Kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Kamila, M. (2017). Efektivitas Slow Deep Breathing Dan Pemberian
Aroma Terapi Kenanga (Cananga Odorata) Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Puskesmas
Karangdoro. 51, 2016–2017.
https://doi.org/http://repository.unimus.ac.id/911/
Karia, R. (2020). Efektivitas Pemberian Bawang Putih (Alium Sativum)
Dan Bulu Jagung Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Makassar.
Universitas Megarezky.
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia; Definisi dan
Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia; Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan
Tindakan Keperawatan, (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Ramli, D., & Karani, Y. (2018). Anatomi dan Fisiologi Kompleks Mitral.
Jurnal Kesehatan Andalas, 7, 103.
https://doi.org/10.25077/jka.v7i0.837
Ridwan, J. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Genggam Jari Dan Nafas
Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Makassar.
Universitas Megarezky.
Ridwan, M. (2017). Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer,
“Hipertensi.”
Hikam Pustaka, 2017.
Sihaloho, A. A. (2021). Implementasi dan Evaluasi Keperawatan. OSF
PrePrints, 19(10), 13. https://doi.org/10.31219/osf.io/nujbe

Anda mungkin juga menyukai