Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

Devi Trismia Puspitasari


NIP.198603052010012008

UPT PUSKESMAS SUKOREJO


LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn.A


LAPORAN INI DIBUAT UNTUK PERSYARATAN UJI KOMPETENSI

NAMA : DEVI TRISMIA PUSPITASARI


NIP. : 198603052010012008

MENGETAHUI
KEPALA UPT PUSKESMAS SUKOREJO

Drg.WISMA YUNIAR
197704062010012003
BAB 1
LAPORAN
PENDAHULUAN

A. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota
keluarga ,Duvall dan Logan (2010).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi
satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya. Bailon dan Maglaya (2008).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Departemen Kesehatan RI
(2005)
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah :
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai
peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik
4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

2. Struktur Keluarga
1. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah
2. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu
3. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu
4. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami
5. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga,
dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan dengan suami atau istri.
3. Ciri-Ciri Struktur Keluarga
1. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga
2. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga
mempunyai keterbatasan dalam mejalankan fungsi dan tugasnya masing-masing
3. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai peranan
dan fungsinya masing-masing.
4. Macam-Macam Struktur / Tipe / Bentuk
Keluarga
1. Tradisional :
a. The nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan
anak. b. The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama
dalam satu rumah
c. Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah
memisahkan diri
d. The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak
terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan
yang terjadi pada wanita
e. The extended family (keluarga luas/besar)
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah
seperti nuclear family disertai : paman, tante, orang tua (kakak-nenek),
keponakan, dll)
f. The single-parent family (keluarga duda/janda)
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini
terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan
(menyalahi hukum pernikahan)
g. Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota
tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa
berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end)
h. Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama
dalam satu rumah
i. Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan
dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya :
dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll)
j. Blended family
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali
dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya
k. The single adult living alone / single-adult
family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya
atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati
2. Non-Tradisional
a. The unmarried teenage mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan
tanpa nikah
b. The stepparent family
Keluarga dengan orangtua
tiri c. Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,
pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok /
membesarkan anak bersama
d. The nonmarital heterosexual cohabiting family
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan e. Gay and lesbian families
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana pasangan
suami-istri (marital partners)

f. Cohabitating couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa
alasan tertentu
g. Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang
merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk
sexual dan membesarkan anaknya
h. Group network family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama
lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan
dan bertanggung jawab membesarkan anaknya
i. Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam waktu
sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya
j. Homeless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen
karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau
problem kesehatan mental
k.. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang
dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
5. Tahap-Tahap Kehidupan / Perkembangan Keluarga
Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun
secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Rodgers cit Friedman, 2006:
1. Pasangan baru (keluarga baru)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan perempuan
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan (psikologis)
keluarga masing-masing :
a. Membina hubungan intim yang memuaskan
b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok
sosial c. Mendiskusikan rencana memiliki anak
2. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi kelahiran
anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30 bulan :
a. Persiapan menjadi orang tua
b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual
dan kegiatan keluarga
c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan
3. Keluarga dengan anak pra-sekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat
anak berusia 5 tahun :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain
juga harus terpenuhi
d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar
keluarga
(keluarga lain dan lingkungan
sekitar)
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang paling repot)
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak
4. Keluarga dengan anak
sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan
berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota
keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk :
a. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan
lingkungan b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga
5. Keluarga dengan anak
remaja
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir
sampai
6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orangtuanya.
Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta
kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat
remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya
b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam
keluarga
c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga
6. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan
berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung
dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga
dan tetap tinggal bersama orang tua :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga
besar b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa
tua d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
7. Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :
a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak c. Meningkatkan keakraban pasangan
8. Keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu
pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal damapi keduanya
meninggal a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

b.Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik


dan pendapatan
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial
masyarakat e. Melakukan life review (merenungkan
hidupnya).

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian tuberkulosis paru

Tuberkulosis (TB) paru merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberkulosis (M.tuberkulosis) yang menyerang jaringan parenkim paru


(Dewi, 2019). TB paru adalah suatu penyakit menular pada saluran pernapasan bagian

bawah disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang masuk kedalam jaringan paru

melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus

primer dari ghon (Wijaya & Putri, 2014). TB paru ditandai oleh pembentukan

granuloma serta menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan

dapat menular dari penderita kepada orang lain (Manurung, Suratun, Krisanty, &

Ekarini, 2013).

2. Etiologi tuberkulosis paru

Penyebab tuberkulosis paru adalah basil Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman

yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron

(Manurung et al., 2013). Struktur kuman yang terdiri atas lipid (lemak) menyebabkan

kuman lebih tahan terhadap asam serta berbagai gangguan kimia dan fisik (Ardiansyah,

2012). Sifat kuman ini dapat bertahan terhadap pencucian, pewarnaan dengan asam

alkohol sehingga sering disebut dengan Basil Tahan Asam (BTA) (Kunoli, 2012).

Kuman Mycobacterium tuberculosis memiliki kemampuan tumbuh yang lambat,

koloni akan tampak setelah kurang lebih 2 minggu atau bahkan terkadang setelah 6-8

minggu. Lingkungan hidup optimal pada suhu 37o C dan kelembaban 70%. Kuman

tidak dapat tumbuh pada suhu 25o C atau lebih dari 40o C. Kuman ini dapat mati oleh

sinar matahari (ultraviolet) langsung sekitar 5-10 menit (Widyanto & Triwibowo, 2013).

Namun kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin

(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada

dalam sifat dormant yaitu dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif

kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob yang menunjukkan bahwa kuman lebih

menyukai jaringan dengan kandungan oksigen tinggi. Tekanan bagian apikal paru-paru
lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini menjadi tempat

predileksi penyakit tuberkuloisis (Wahid & Suprapto, 2013).

3. Faktor yang mempengaruhi penularan tuberkulosis paru

Faktor yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru antara lain sebagai

berikut.

a. Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap penyebaran tuberkulosis paru erat

kaitannya dengan kondisi rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, serta

lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk. Selain itu, pendapatan keluarga

yang kurang mengakibatkan keluarga tidak mampu memenuhi kehidupan yang layak

sesuai dengan syarat-syarat kesehatan. Kondisi demikian memudahkan penyebaran

bakteri tuberkulosis paru dari satu individu ke individu lainnya (Naga, 2014).

b. Status gizi

Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain (malnutrisi) akan

mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap berbagai penyakit

termasuk tuberkulosis paru (Naga, 2014).

c. Usia

Penyakit tuberkulosis dapat menyerang berbagai kelompok usia, baik itu anak- anak,

usia produktif, maupun lansia. Penyakit tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada

usia produktif yaitu 15-50 tahun. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis

mengalami penurunan sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk

tuberkulosis paru (Naga, 2014).

d. Individu imunosupresif
Individu imunosupresif termasuk lansia, pasien dengan kanker, seseorang yang

dalam terapi kortikosteroid, atau seseorang yang terinfeksi dengan HIV sangat rentan

terpapar bakteri tuberkulosis paru (Smeltzer & Bare, 2013).

4. Tanda dan gejala tuberkulosis paru

Gejala utama TB paru yang sering terjadi adalah batuk berdahak selama dua minggu

atau lebih serta dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,

batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

malaise, berkeringat di malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari

satu bulan (Widyanto & Triwibowo, 2013). Secara lebih terperinci gejala TB paru

dibagi menjadi 2 diantaranya gejala respiratorik dan gejala sistemik.

a. Gejala respiratorik

1) Batuk

Batuk merupakan reflex pertahanan tubuh yang timbul sebagai mekanisme fisiologis

yang penting untuk bertahan melawan bahan-bahan pathogen dan membersihkan

saluran napas bagian bawah (percabangan trakeobronkial) dari sekresi, partikel asing,

debu dan aerosol yang merusak (iritatif) (Bararah & Jauhar, 2013). Batuk merupakan

gejala awal yang paling sering dikeluhkan oleh penderita TB paru. Batuk ini bersifat

persisten karena perkembangan penyakitnya lambat (Djojodibroto, 2014). Batuk

berdahak terjadi selama lebih dari dua minggu dengan spuntum yang bersifat mukoid

atau porulen (Ardiansyah, 2012).

2) Batuk darah

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Kondisi batuk darah yang

timbul dipengaruhi dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuh darah tidak
selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, namun juga dapat terjadi

karena ulserasi pada mukosa bronkus (Manurung et al., 2013). Batuk darah yang

dikeluarkan berupa garis atau bercak-bercak darah dan gumpalan- gumpalan darah atau

darah segar dalam jumlah yang sangat banyak (Muttaqin, 2008).

3) Sesak napas

Sesak napas (dispnea) merupakan gejala umum yang dialami saat terjadi kelainan

pulmonal dan jantung terutama jika terdapat peningkatan kekauan paru dan tahanan

jalan napas (Smeltzer & Bare, 2013). Sesak napas pada pasien TB paru ditemukan pada

penyakit yang sudah lanjut ketika kerusakan parenkim paru sudah

luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks,

anemia, dan lain-lain (Wahid & Suprapto, 2013).

Pada pasien TB paru sering terdengar suara ronkhi kasar dan nyaring akibat

peningkatan produksi sekret pada saluran pernapasan (Somantri, 2012). Karakteristik

suara ronkhi terdengar perlahan, nyaring dan seperti suara mengorok yang terjadi terus

menerus (Wahid & Suprapto, 2013). Frekuensi pernapasan pada pasien tuberkulosis

paru yang mengalami gejala sesak napas akan mengalami perubahan. Pada orang

dewasa normal, frekuensi pernapasan normal adalah 12-18 kali per menit dengan irama

dan kedalaman yang teratur. Pada penderita tubekulosis paru frekuensi napas cenderung

akan mengalami peningkatan (Smeltzer & Bare, 2013).

4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang bersifat perlahan-lahan dan

persisten. Gejala ini timbul apabila peradangan sudah menginfeksi sistem pernapasan di

pleura (Wahid & Suprapto, 2013).

b. Gejala sistemik

1) Demam

Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan

malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza, hilang timbul dan semakin

lama maka semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan

semakin pendek. Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41o C. Keadaan ini

tergantung dari daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman

tuberkulosis yang masuk (Manurung et al., 2013).

2) Malaise

Tuberkulosis paru bersifat radang menahun, maka dapat menyebabkan terjadinya

rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin kurus, sakit

kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid

(Manurung et al., 2013).

5. Klasifikasi

• Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari,

2019)

1. Tuberkulosis paru

TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap

sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.

2. Tuberkulosis ekstra paru


TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya kelenjar limfe, pleura,

abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi dan tulang

• Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1. Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan

TB paru sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang

dari satu bulan (< 28 dosis).

2. Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah

menelan OAT selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).

3. Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:


a. Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn

sembuh dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil

pemeriksaan bakteriologi

b. Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru

yang pernah diobati dan gagal pada pengobatan terakhir.

c. Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up): klien TB paru yang pernah diobati dan

dinyatakan lost to follow-up (dikenal sebagai pengobatan

klien setelah putus berobat).

d. Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil

akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui

• Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat:

Pengelompokkan penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan

contoh uji dari mycobacterium tuberculosis terhadap OAT:

a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis

OAT lini pertama saja.

b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis
OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)

secara bersamaan.

c. Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid

(H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.

d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus

resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon

dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan

(Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin).

e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap

Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain

yang terdeteksi

• Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:

a. Klien TB dengan HIV positif

b. Klien TB dengan HIV negatif

c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui

6. Patofisiologi

Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet

nuclei dari pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet

nuclei ini mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron

dan akan melayang-layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung

basil TB. Saat Mikrobacterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-

paru maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk

globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri TB

paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di


sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan

dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan

bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk

dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada

pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan

melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan

banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan)

basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan

penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan

bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah

pemajanan.

Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan

gumpalan basil yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa

jaringan -jaringan fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut

tuberkel ghon dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.

Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa.

Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah

pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif

karna gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun.

Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri

dorman. Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan

seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,

mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang

menyerang membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi


lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih

lanjut.

7. Penularan TB

Daya penularan dari seorang TB paru ditentukan oleh:

(Notoatmodjo,2011)

1. Banyak nya kuman yang terdapat dalam paru penderita.

2. Penyebaran kuman di udara


3. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet yang berada

disekitar TB paru.

Kuman pada penderita TB paru dapat terlihat oleh mikroskop

pada sediaan dahaknya (BTA positif) dan infeksius. Sedangkan

penderita TB paru yang kumannya tidak dapat dilihat langsung oleh

mikroskop pada sediaan (BTA negatif) dan kurang menular. Pada

penderita TB ekstra paru tidak menular kecuali pada penderita TB paru.

Penderita TB BTA positif mengeluarkan kuman di udara dalam bentuk

droplet pada saat batuk atau bersin. Droplet ini mengandung kuman TB

dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Jika droplet ini

terhirup oleh orang lain dan menetap dalam paru yang menghirupnya

maka kuman ini akan berkembang biak dan terjadi infeksi. Orang yang

serumah dengan penderita TB paru BTA positif adalah orang yang

kemungkinan besar terpapar kuman TB.

8. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru

yaitu :

• Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan :

kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

• Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis

(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di

paru.

• Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian,

ginjal dan sebagainya.

• Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).

• Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang

mengakibatkan kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau

tersumbatnya jalan pernafasan

9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu

diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

a. Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung,

penderita TB diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktupagi-sewaktu).

b. Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari pemeriksaan

hasilnya BTA positif.

2. Pemeriksaan dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Pemeriksaan dilakukan dengan

cara mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari

kunjungan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :


S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung pertama

kali ke pelayanan kesehatan. Saat pulang pasien membawa

sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari

kedua

P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun tidur.

Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan

kesehatan.

S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat menyerahkan

dahak pagi.

b. Pemeriksaan biakan Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi

mycbacterium tuberculosis.

3. Pemeriksaan uji kepekaan obat Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan

ada tidaknya resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.

Pemeriksaan uji kepekaan obat harus dilakukan oleh laboratorium yang telah

lulus uji pemantapan mutu atau quality assurance. (Kemenkes,2014).

4. Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada

TB paru meliputi :

a. Laboratorium darah rutin LED normal/meningkat, limfositosis

b. Pemeriksaan sputum BTA Untuk memastikan diagnostik paru,

pemeriksaan ini spesifikasi karena klien dapat didiagnosis TB paru

berdasarkan pemeriksaan ini.

c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase

Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining

untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.


d. Tes Mantoux/Tuberkulin Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai

alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap

basil TB.

e. Teknik Polymerase Chain Reaction Deteksi DNA kuman melalui

amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam

spesimen dapat mendeteksi adanya resistensi.

f. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC) Deteksi

Growth Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme

asam lemak oleh kuman TB.

g. Pemeriksaan Radiologi Gambaran foto thorak yang menunjang

didiagnostis TB paru yaitu :

1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apical

lobus bawah.

2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.

3) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.

4) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.

5) Bayangan millie

10. Penatalaksanaan
1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):

a. Tujuan pengobatan Pengobatan TB paru untuk

menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan, mencegah

kematian, memutuskan rantai penularan serta mencegah

resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.

b. Prinsip pengobatan Pengobatan yang dilakukan harus

memenuhi prinsip sebagai berikut: OAT yang diberikan

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah


resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, obat ditelan

secara teratur dan diawasi oleh PMO sampai selesai.

c. Tahapan pengobatan pengobatan TB diberikan dalam dua

tahap yaitu tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan.

1) Tahap awal Pada tahap awal, penderita mendapatkan

obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung guna

mencegah terjadinya resisten obat.

2) Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan, penderita

mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit tetapi dalam

jangka waktu lebih lama.

d. Obat anti tuberkulosis

1) Isoniazid (H

Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat

ini memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis

perifer dan hepatotoksik. Tanda dari neuritis perifer

yaitu mati rasa dan rasa gatal pada tangan dan kaki.

Sedangkan hepatotoksik jarang terjadi, mungkin terjadi

pada anak dengan TB berat dan remaja (Astuti,2010).

2) Rifampisin (R)

Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna

orange pada urine dan air mata dan gangguan saluran

pencernaan.

3) Etambutol (E)

Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap

obat yang lain.


4) Pirazinamid (Z)

Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping

rasa mual yang disertai nyeri ulu hati dan muntah.

5) Streptomisin Efek samping dari obat streptomisin yaitu

rasa kesemutan didaerah mulut dan muka setelah obat

disuntikan.

2. Panduan OAT di Indonesia

a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4H3R

Obat diberikan selama dua bulan 2 (HRZE). Kemudian

dilanjutkan pada tahap lanjutan yang diberikan tiga kali

dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).

b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 Obat ini diberikan

pada pasien BTA positif yang pernah diobat sebelumnya.

3. Hasil pengobatan TB paru.

a. Sembuh

Penderita telah menyelesaikan pengobatan dan

pemeriksaan dahak ulang hasilnya negatif pada AP ( akhir

pengobatan ) dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

b. Pengobatan lengkap Penderita yang menyelesaikan

pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil pada

pemeriksaan dahak ulang di akhir pengobatan.

c. Meninggal Penderita yang meninggal saat masa

pengobatan.

d. Pindah penderita yang dipindah ke unit pencatatan &

pelaporan lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.


e. Putus berobat penderita TB yang tidak berobat selama 2

bulan atau lebih sebelum masa pengobatan selesai.

f. Gagal Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak positif

atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih

saat masa pengobatan.

g. Keberhasilan pengobatan (Treatment succes) Penderita

yang sembuh dan sudah menyelesaikan pengobatan

lengkap.

4. Penatalaksanaan Non Farmakologi

a. Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan

vibrasi dada. Tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam

pembuangan sekresi bronkhial, memperbaiki fungsi

ventilasi, dan meningkatkan efisiensi dari otot-otot sistem

pernafasan agar berfungsi secara normal (Smeltzer &

Bare,2013).

Drainase postural adalah posisi yang spesifik dengan gaya

gravitasi untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi

bronkial. Perkusi adalah suatu prosedur membentuk

mangkuk pada telapak tangan dengan menepuk ringan

pada dinding dada dalam. Gerakan menepuk dilakukan

berirama diatas segmen paru yang akan dialirkan

(Smeltzer & Bare,2013).


Vibrasi dada adalah tindakan meletakkan tangan

berdampingan dengan jari-jari tangan dalam posisi

ekstensi diatas area dada (Somantri,2012).

b. Latihan batuk efektif Latihan batuk efektif yaitu tindakan

yang dilakukan agar mudah membuang sekresi dengan

metode batuk efektif sehingga dapat mempertahankan

jalan nafas yang paten (Smeltzer & Bare,2013).

c. Penghisapan Lendir Penghisapan lendir atau suction

merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan

sekret yang tertahan pada jalan nafas. Penghisapan lendir

bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.

Pathway Invasi Mycobacterium tuberculosis

Infeksi Primer Sembuh


Infeksi pasca primer (reaktivasi) Bakteri dorman

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi infeksi/inflamasi dan meruSak parenkim paru

Reaksi sistemik
Produksi sputum Kerusakan Perubahan cairan
meningkat, membrane intrapleura
pecahnya alveolar-kapiler
pembuluh darah merusak pleura,
atelektasis
Sesak napas Lemah
Anoreksia, mual
Batuk produktif, dan muntah
batuk darah Sesak napas,
ekspansi thoraks
Intoleransi
pola napas tidak aktivitas
efektif
bersihan jalan Defisit nutrisi
napas tidak efektif Gangguan
pertukaran gas

Suplai oksigen
menurun

Pembentukan ATP
menurun
Sianosis jaringan
perifer

Energy
menurun
Mono
perfusi perifer tidak
efektif
kelemahan

Gangguan
BABmobilitas
III fisik
PENGKAJIAN ASKEP KELUARGA

Pengkajian Keluarga 8 Januari 2022

1. Struktur Dan Sifat Keluarga


a. Kepala Keluarga
Nama kepala keluarga : Tn. A
Umur KK : 50 Tahun
Alamat dan telepon :Jl. Kampar Gg II Kel.Tanjungsari kecamatan sukorejo
Blitar
Pekerjaan KK : Petani
Pendidikan KK : SD
Agama KK : Islam
Suku KK : Jawa
b. Komposisi keluarga
No. Nama JK Hub. Dg Umur Pendidikan Agama Pekerjaan
Kk
1. Tn. I L Mertua 78 tahun - - Sakit
1. Ny. K P Mertua 70 tahun - - Sakit
2. Ny. T P Istri 44 tahun SD Tani Sehat
3. Nn. S P Anak 17 tahun SLTA - Sehat
4. An. AK L Anak 12 tahun SD - Sehat

c. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Sakit

: Tinggal serumah
d. Type Keluarga
Jenis : Extended

2. Faktor Sosio-Budaya-Ekonomi
a. Penghasilan Dan Pengeluaran
Sumber penghasilan adalah dari kegiatan bertani yang dilakukan oleh kepala keluarga
bersama istri, yaitu sekitar  Rp.700.000/perbulan. Pengeluaran perbulan untuk
keperluan makan sekitar  Rp.400.000 dan sisanya untuk keperluan lain –lain seperti
membayar listrik, kebutuhan anak sekolah.
b. Pendidikan
Anggota keluarga semuanya berpendidikan semuanya berpendidikan tingkat dasar,
kecuali kedua mertua yang tidak sekolah, dan anak pertama yang sedang sekolah kelas
11 (SMA kelas II). Berkaitan dengan penyakit TBC yang diderita Tn. A, keluarga
mengatakan tidak tahu bagaimana cara penularan TB paru kepada orang lain dan
bagaimana cara pencegahan terhadap anggota keluarga yang lain. Setelah dijelaskan
tentang pengertian penyakit, cara pencegahan dan pengobatannya, Tn. A dan Ny. T
belum bisa menjawab pertanyaan sederhana perawat
c. Suku Dan Agama
Keluarga merupakan suku Jawa dan beragama Islam, dalam menjalankan perintah
agama keluarga cukup taat dan rajin mengikuti kegiatan keagamaan seperti sholat
jamaah di Musholla, sholat Jumat di Mesjid, acara tahlilan/yasiinan (bapak-bapak dan
ibu-ibu).

3. Kegiatan Sehari - Hari


a. Nutrisi
keluarga lebih sering memasak sendiri dari pada membeli, dengan komposisi sebagai
berikut: makanan pokok yaitu nasi, tempe dan tahu, sayuran yang didapat dari kebun,
jarang makan buah dan minum susu. Keluarga dalam memasak sayur dengan mencuci
dulu lalu dipotong – potong. Keluarga makan tiga kali dalam sehari dengan porsi yang
cukup. Pemberian makan sama rata untuk seluruh anggota keluarga. Cara
menghidangkannya terbuka di atas meja. Alat makan digunakan bersama atau tidak ada
pemisahan dalam pemakaiannya. Pantangan makan tidak ada.
b. Eliminasi
Pola BAB anggota keluarga sehari sekali dan BAK tiga-empat kali sehari. Pada anggota
keluarga tidak ada yang mengalami gangguan dalam eliminasi. Tempat BAB adalah di
sungai atau menumpang di WC tetangga.
c. Olah Raga
Kepala keluarga mengatakan tidak menyediakan waktu khusus untuk melakukan olah
raga. Pagi berangkat kerja sebagai pekerja bangunan. Begitu pula dengan istri yang tidak
menyediakan waktu untuk olahraga. Anak-anak tidak ada kegiatan olah raga di rumah,
sedangkan di sekolah sesuai jadwal olah raga di sekolah masing-masing.
d. Kebersihan Diri
Kepala keluarga mandi 2 kali sehari, yaitu berangkat pagi sebelum bekerja dan pada sore
hari setelah pulang dari kerja. Istri mandi 2 kali sehari pagi hari dan sore hari. Anak-anak
mandi 2 kali sehari sebelum berangkat sekolah dan pada sore hari. Kebersihan mandi dua
kali sehari dengan menggunakan sabun mandi, menggosok gigi sekali sehari dengan
pasta gigi serta mencuci rambut tiga hari sekali dengan menggunakan sampho, kebiasaan
mandi keluarga di rumah dengan air sumber yang berasal dari mata air Tambakrejo.
Berkaitan dengan TBC, keluarga mengatakan tidak mengerti mengenai sanitasi yang
sehat yang dapat mencegah penularan TB paru. Tn. A mengatakan tidak mempunyai
tempat khusus untuk pembuangan dahak, biasanya meludah di halaman atau dimana saja
saat ia berada.
e. Waktu Senggang/Hiburan/Rekreasi
Penggunaan waktu senggang oleh anggota keluarga dengan santai–santai atau digunakan
untuk membicarakan masalah keluarga. Anggota keluarga dalam menggunakan waktu
senggangnya sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Untuk mendapatkan hiburan keluarga
melihat televisi dan radio.
f. Istirahat
Pola istirahat keluarga jarang tidaur siang, kalau sempat tidur siang biasanya selama 1 –
2 jam mulai pukul 12.30 – 14.30. Kebiasaan tidur pada malan hari jam 22.00 – 05.00.
Pada Tn. A tidurnya sering terganggu oleh karena sering batuk pada malam hari, dan
sering berkeringat dingin pada malam hari.
g. Kebiasaan Sosial
Semua anggota keluarga terlibat aktif dalam kegiatan sosial masyarakat seperti kegiatan
tahlilan, yasinan dan lain-lain. Kepala keluarga yaitu Tn. A dahulu merupakan perokok
berat dengan frekuensi 1 pak perhari. Sejak sakit frekwensi merokok dikurangi sekitar ½
pak perhari.

4. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga saat ini berada pada tahap ke III, yaitu keluarga dengan
anak usia sekolah. Anak pertama perempuan, masih sekolah di SLTA dengan usia 17
tahun, sedangkan anak kedua laki-laki berusia 12 tahun dan masih sekolah dibangku
SD.
c. Riwayat Keluarga Inti
Keluarga tidak mempunyai penyakit keturunan. Riwayat kesehatan masing masing
keluarga baik kecuali Tn. A yang mempunyai riwayat TBC. Kebiasaan anggota
keluarga apabila ada yang sakit periksa ke Bidan Desa atau ke Mantri. Untuk mengatasi
penyakit yang diderita saat ini, Tn. A berobat rutin ke Puskesmas Bakung, dan sekarang
ini obat sudah dapat diambil di Polindes.

d. Riwayat Keluarga Sebelumnya


Riwayat kesehatan sebelumnya, keluarga mengatakan tidak pernah sakit serius. Kedua
mertua Tn. A saat ini sudah lanjut usia, mertua yang laki – laki mengalami sakit batuk-
batuk dan linu-linu, belum pernah periksa lab/dahak, hanya berobat kalau linu-linunya
dirasa sangat mengganggu, mertua yang perempuan juga mengalami linu – linu tapi
tidak pernah berobat ke puskesmas hanya kalua linu kambuh minum obat setelan keju
linu.

5. Faktor Lingkungan
a. Karakteristik Perumahan
Perumahan yang digunakan adalah semi permanen dan miliknya sendiri. Luas
pekarangan 5 x 9meter dengan bangunan rumah 8 x 12 meter. Lantai rumah sebagian
dari plester semen dan sebagian masih tanah, atap dari genting. Ventilasi ada beberapa
yaitu: di ruang tamu ada jendela, disekitar kamar dan ruang tengah serta dapur, disetiap
kamar dan ruang tengah serta dapur ada lubang angin, Penerangan menggunakan lampu
listrik. Kamar tamu ada sebuah lampu neon 15 watt, ruang tengah terdapat bola lampu
20 watt, masing–masing kamar dan dapur terdapat lampu pijar 10 watt.
Ruang tamu cukup rapi dan bersih, terdapat perabotan (kursi), ruang tidur, dapur
berdinding bambu anyam dan lantai tanah. Keluarga mempunyai kamar mandi tapi tidak
ada WC, bila buang air besar di sungai atau numpang di WC tetangga. Halaman rumah
tampak kurang bersih oleh rerumputan disekitar rumahnya.
Keluarga menggunakan air sumber dari mata air Tambakrejo untuk minum dan
memasak, keadaan air secara fisik jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Keluarga
menyimpan air dari sumur dalam gentong yang kebersihannya cukup dan tertutup.
Keluarga mempunyai tempat pembuangan limbah yang dibuang langsung di belakang
rumah dan dibiarkan terbuka.
Keluarga mempunyai ternak sapi dengan kandang menempel di belakang dapur.
Pembuangan kotoran ternak berupa jurang terbuka berjarak 3 meter dari kandang.

b. Denah rumah

keterangan :
LKT = Limbah kotoran ternak
LKM = Limbah kamar mandi
LD = Limbah dapur
LKT
= Pintu
= Jalan kampung/gang
= Batas pekarangan

Kandang LD
sapi
LK
Kamar
M Dapur
mandi
R. Tidur R.Tidur
An. AK Tn. I & Ny. K

R. Tidur Tn. AG Ruang keluarga/


dan Ny.T R. Makan

R. Tamu
R. Tidur Nn.S

Keterangan denah rumah:


Rumah keluarga Tn. A terdiri dari 1 ruang tamu; 1 ruang keluarga yang sekaligus
sebagai tempat makan; 4 kamar tidur masing-masing untuk Nn. S, Tn. A bersama Ny. T,
Tn. I dan Ny. K dan An. AK; 1 dapur; 1 kamar mandi tanpa WC; dan kandang ternak.
Masing-masing kamar mempunyai ventilasi sekaligus sebagai pencahayaan sinar
matahari tapi masih terlalu sempit, kurang dari 10% luas lantai kamar. Pencahayaan dan
ventilasi ruang tamu cukup. Pencahayaan ruang keluarga kurang, sinar matahari kurang
dapat menyinari lantai ruang tamu. Sumber air bersih yang digunakan untuk mandi dan
memasak berasal dari mata air Sumberawan. Tempat pembuangan air limbah dari kamar
mandi berupa selokan terbuka, pembuangan air limbah dari dapur tidak ada tempat
khusus, langsung dibuang atau dialirkan ke belakang dapur dan dibiarkan meresap
sendiri.
c. Macam Tempat Tinggal
Keluarga bertempat tinggal di pedesaan jarak antara rumah satu dengan yang lainnya
berdekatan tapi tidak berhimpitan/menempel.
d. Karakteristik Tetangga Dan Komunikasi RW
Tetangga di sekitar keluarga Tn. A adalah bersuku Jawa, bahasa komunikasi sehari-hari
yang digunakan adalah bahasa jawa, sebagian tetangga Tn. A bermata pencaharian
sebagai pekerja bangunan juga ada yang bermata pencaharian sebagai petani. Keluarga
mempunyai alat komunikasi seperti televisi dan radio. Jika ada kegiatan sosial
kemasyarakatan biasanya diumumkan melalui pengeras suara yang ada di musholla atau
mesjid.
e. Mobilitas Geografis Keluarga
Keluarga Tn. A jarang pergi ke tempat-tempat yang jauh. Kegiatan rutin harian adalah
bekerja sebagai pekerja bangunan. Tempat tinggal keluarga juga tidak berpindah –
pindah. Sanak famili dari Tn. A maupun Ny. T juga berada di sekitar tempat tinggalnya
(masih satu desa).

f. Perkumpulan Keluarga Dan Interaksi Keluarga Dengan Masyarakat.


Komunikasi antar keluarga/warga biasanya dilakukan saat mereka melakukan kegiatan
keagamaan seperti tahlilan, yasiinan, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
g. Sistem Pendukung Keluarga
Jarak rumah ke Polindes sekitar ½ km, jarak ke puskesmas pembantu sekitar 1,5 km,
jarak ke Puskesmas sekitar 5 km. Keluarga juga mempunyai jaminan pemeliharaan
kesehatan keluarga miskin (Askes Maskin).
6. Struktur Keluarga
a. Pola Komunikasi Keluarga
Keluarga Tn. A dalam berkomunikasi menggunakan bahasa jawa. Dalam keluarga
mempunyai kebiasaan berkomunikasi setiap saat dan waktu santai. Komunikasi saat
makan sering dilakukan, dan terbiasa makan bersama.
b. Struktur Kekuatan Keluarga
Keluarga tidak mempunyai peran dalam masyarakat, hal ini terbukti dengan
ketidakmampuan keluarga Tn. A dalam mempengaruhi tetangga. Kekuatan dalam
keluarga yang dapat digunakan untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah Tn. A dan
Ny. T cukup bijaksana, tampak sabar dalam menghadapi penyakit atau masalah yang
dialami oleh anggota keluarga, sehingga dapat mendorong Tn. A untuk berobat secara
teratur sampai sembuh. Ny. T sering mengingatkan Tn. A jika lupa minum obat.
c. Struktur Peran (Formal Dan Informal)
Keluarga dalam struktur peran formal tidak ada atau tidak mempunyai peran. Begitu
juga dalam perannya secara informal.
d. Nilai Dan Norma Keluarga
Keluarga Tn. A menganut agama Islam, dalam kehidupan keseharian diwarnai dengan
kebiasaan secara agamis. Disamping itu keluarga menganut kebudayaan Jawa, norma
yang dianut juga kebudayaan jawa. Dalam kebiasaan keluarga Tn. A tidak ada yang
bertentangan dengan kesehatan.

7. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Dalam kehidupan keseharian, keluarga Tn. A sangat harmonis, rukun dan tentram.
Semua keluarga merasa saling memiliki, apabila ada keluarga yang sakit atau ditimpa
musibah, maka anggota keluarga yang lain ikut merasakan akan hal yang sama yaitu
keadaan sakit atau ditimpa musibah.
b. Fungsi Sosialisasi
Hubungan dalam keluarga Tn. A menganut kebudayaan jawa. Dalam berhubungan
dengan anggota masyarakat, keluarga tidak tampak kaku. Keluarga sangat membaur
dengan budaya yang ada disekitarnya.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga Tn G mampu untuk kurang mengenal dengan baik masalah kesehatan yang
dialami oleh salah satu anggota keluarga yaitu Tn. G dengan TB paru. Hal ini dibuktikan
dengan bahwa keluarga belum mampu untuk menyebutkan tentang tanda dan gejala serta
faktor penyebab dari TB paru.
Kemampuan keluarga untuk mengerti tentang sifat masalah sudah tampak, karena
keluarga tidak menganggap bahwa batuk – batuk yang dialami oleh Tn. A dianggap
sebagai batuk biasa dan keluarga sudah memeriksakannya ke Puskesmas Bakung dan
sudah mendapat terapi sejak bulan Nopember 2017. Sejak awal pengobatan, Tn. A
mengatakan sudah berobat secara teratur. Kalau obat habis, keluarga langsung pergi ke
Puskesmas untuk mengambil obat. Tn. A mengatakan sebenarnya malas minum obat
karena setelah minum obat, ia merasa mual dan kembung. Tapi Tn. A ingin cepat
sembuh, sehingga walaupun malas ia tetap meminum obatnya.
Pemanfaatan fasilitas kesehatan, keluarga Tn. A mampu untuk memanfaatkannya, karena
Tn. A selama sakit berobat ke Puskesmas Bakung.
d. Fungsi Reproduksi
Jumlah anak yang dimiliki oleh Tn. A adalah 2 orang, Ny. T menggunakan KB Suntik.

e. Fungsi Ekonomi
Keluarga Tn. A termasuk keluarga yang kurang mampu hal ini dapat dilihat dari
penghasilan tiap bulannya hanya sekitar Rp.1.000.000/perbulan. Dalam pemenuhan
sandang, pangan dan papan keluarga Tn. A sangat sederhana. Untuk memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari, Tn. A juga menanam sayur di pekarangan rumahnya yang
tidak terlalu luas. Jika ingin makan lauk-pauk, Tn. A biasa mencari ikan di sungai dekat
rumahnya.

8. Stres Dan koping Keluarga


a. Stressor Jangka Pendek Dan Panjang
Keluarga Tn. A mengatakan hampir tidak pernah mengalami stress baik itu stess jangka
pendek ( < 6 bulan ) maupun jangka panjang ( > 6 bulan ). Tetapi keluarga Tn. A hanya
mengalami stress biasa yang dapat dengan segera diatasi.
b. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Situasi/Stressor
Pola pemecahan masalah dalam keluarga Tn. A adalah dengan cara musyawarah antar
anggota keluarga, kadang juga melibatkan anaknya. Misalnya dalam menentukan
pengobatan Tn. A, dalam pengambilan keputusan di keluarga yang paling menonjol
adalah Tn. A
c. Strategi Adaptasi Disfungsional
Dalam menghadapi suatu permasalahan keluarga Tn. A biasanya mengkonsentrasikan
pada bagaimana cara pemecahan masalah tersebut. Sehingga keluarga tidak terganggu
dalam melakukan pekerjaan keseharian.

9. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Tn. A
Riwayat kesehatan sekarang \: sejak enam bulan yang lalu Tn. A sering batuk yang
disertai adanya dahak yang warnanya kekuningan dan kadang disertai darah dalam
dahaknya, demam di malam hari, nafsu makan menurun, berat badan agak menurun.
Riwayat kesehatan masa lalu: Tn. A tidak pernah menderita penyakit yang berat,
kronis atau penyakit yang menular. Tn. A tidak pernah minum – minuman keras, tapi
merupakan perokok berat dengan frekwensi 1 – 1,5 pak perhari.
Pemeriksaan Fisik:
Tanda vital: tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84/menit, respirasi 22/menit, tinggi
badan 162 cm, berat badan 48 kg.
Bentuk kepala bulat, ukuran sedang dan simetris. Kulit kepala tidak ada luka, ketombe
dan bersih. Pertumbuhan rambut merata, warna hitam dan putih, tidak rontok. Wajah
agak pucat. Struktur simetris dan tidak ditemukan kesan sembab.
Mata lengkap, simetris, skelera tidak ikterus, tidak ada peradangan, konjungtiva agak
anemis, tidak ada benjolan abnormal, penglihatan agak kabur.
Telinga lengkap, simetris bilateral, pendengaran baik, tidak ada radang atau benjolan
yang abnormal.
Mulut dan faring: bibir tidak sianosis, kering dan tidak ada luka, gigi dan gusi normal,
adanya sisa makanan, caries tidak ada, terdapat karang gigi dan tidak ditemukan
perdarahan. Lidah berwarnah merah merata. Bau nafas tidak ada, uvula simetris, tonsil
tidak meradang dan tidak ada perubahan suara.
Hidung bersih, tidak ada secret, tidak terdapat tanda radang, tidak terjadi deviasi septum
nasi, tidak terdapat polip. Pernafasan cuping hidung tidak ada.
Leher, posisi trachea simetris, tidak ditemukan pembesaran tyroid dan perubahan suara
serta pembesaran kelenjar limfe.
Thorak: bentuk normal, frekwensi pernafasan 22 permenit, terdapat retraksi intercosta
dan batuk produktif serta pergerakan dada kanan dan kiri sama. Fokal fremitus lebih
bergetar paru kiri dari pada kanan, perkusi suara dullness. Suara nafas bronchial dan
bronkho-vesikuler terdapat ronkhi basah. Jantung suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
tanda – tanda pembesaran jantung. Kelainan tulang belakang tidak ditemukan.
Abdomen turgor baik, bentuk perut cekung, bising usus 12/menit, perkusi tympani,
hepar, lien tidak ada kelainan
Ekstrimitas simetris, tidaki terdapat edema, tidak ada varieses, kekuatan otot empat.

b. Pemeriksaan Fisik Ny. T


Riwayat Kesehatan masa lalu: Ny. T tidak pernah menderita penyakit yang berat, kronis
atau penyakit yang menular.
Tanda vital: tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80/menit, respirasi 14/menit, tinggi
badan 152 cm, berat badan 52 kg.
Tidak tampak gejala-gejala penyakit yang serius, tanda-tanda penularan kuman TBC
dari Tn. A ke Ny.T. Fungsi pernafasan baik, tidak mengeluh batuk-batuk yang menetap.
Juga tidak mengeluhkan gejala-gejala penyakit yang lain.

c. Pemeriksaan Fisik An. AK


Riwayat Kesehatan masa lalu: An. AK tidak pernah menderita penyakit yang berat,
kronis atau penyakit yang menular.
Tanda vital: tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80/menit, respirasi 18 x/menit, tinggi
badan 144 cm, berat badan 38 kg.
Tidak tampak gejala-gejala penyakit yang serius, tanda-tanda penularan kuman TBC
dari Tn. A ke An.AK. Fungsi pernafasan baik, tidak mengeluh batuk-batuk yang
menetap. Juga tidak mengeluhkan gejala-gejala penyakit yang lain.

d. Pemeriksaan Fisik Nn. S


Riwayat Kesehatan masa lalu: menurut Ny. T Nn. S tidak pernah menderita penyakit
yang berat, kronis atau penyakit yang menular. Saat kumnjungan pertama, perawat tidak
berjumpa dengan Nn. S karena belum pulang dari sekolahnya.
e. Pemeriksaan Fisik Tn. I
Riwayat kesehatan masa lalu; menurut Ny. T, Tn. I sudah lama mempunyai penyakit
linu dan batuk tapi tidak pernah diperiksakan
Tanda vital: TD: 150/90 mmHg, nadi 67 x/menit, respirasi 18 x/menit, tinggi badan: 170
kg, berat badan: 56 cm
Wajah agak pucat. Struktur simetris dan tidak ditemukan kesan sembab.
Mata lengkap, bola mata keruh, penglihatan agak kabur.
Telinga lengkap, simetris bilateral, fungsi pendengaran menurun
Leher, posisi trachea simetris, tidak ditemukan pembesaran tyroid dan perubahan suara
serta pembesaran kelenjar limfe.
Thorak: bentuk normal, frekwensi pernafasan 16 x/menit. Jantung suara S1 dan S2
tunggal, tidak ada tanda – tanda pembesaran jantung. Tulang belakang agak
membungkuk.
Ekstremitas: terjadi penurunan fungsi gerak (gerakan agak terbatas). Tidak ada edema
ekstremitas. Kekuatan otot nilia 4.
f. Pemeriksaan Fisik Ny.M
Riwayat Kesehatan masa lalu: menurut Ny. T, Ny.M sudah lama mempunyai penyakit
linu-linu.
Tanda vital: tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 76/menit, respirasi 16 x/menit, tinggi
badan 150 cm, berat badan 50 kg.
Wajah agak pucat. Struktur simetris dan tidak ditemukan kesan sembab.
Mata lengkap, bola mata keruh, penglihatan agak kabur.
Telinga lengkap, simetris bilateral, fungsi pendengaran menurun
Leher, posisi trachea simetris, tidak ditemukan pembesaran tyroid dan perubahan suara
serta pembesaran kelenjar limfe.
Thorak: bentuk normal, frekwensi pernafasan 16 x/menit. Jantung suara S1 dan S2
tunggal, tidak ada tanda – tanda pembesaran jantung. Tulang belakang agak
membungkuk.
Ekstremitas: terjadi penurunan fungsi gerak (gerakan agak terbatas). Tidak ada edema
ekstremitas. Kekuatan otot nilia 4.

10. Harapan Keluarga


Keluarga berharap agar batuk Tn. A segera sembuh sehingga tidak mengalami gangguan
jika bekerja sebagai pekerja

B. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. DS: Pemeliharaan Ketidak
- Tn. A mengatakan biasa Kesehatan Tidak mampuan
membuang ludah di halaman, membuat
tidak ada tempat khusus. Efekfif penilaian
- Tn. A mengatakan belum tahu yang tepat
akibat bila tidak melakukan
tindakan pencegahan pada
keluarga.
- Ny. T mengatakan kurang
mengerti tentang pencegahan TBC
- Keluarga tidak tahu bagaimana
cara penularan TB paru kepada
orang lain dan bagaimana cara
pencegahan terhadap anggota
keluarga yang lain.
- Keluarga mengatakan tidak
mengerti mengenai sanitasi yang
sehat yang dapat mencegah
penularan TB paru.
DO:
- Lantai rumah sebagian terbuat dari
tanah, tampak lembab dan kotor.
- Tidak ada tempat khusus untuk
membuang dahak
- Alat makan keluarga tidak ada
pemisahan atau digunakan
bersama
- Pencahayaan rumah (kamar tidur)
kurang.

DS: Manajemen Kurang


- Keluarga mengatakan sejak lima Kesehatan pengetahuan
bulan yang lalu sering batuk yang Keluarga Tidak tentang
disertai dahak. Efektif program
- Keluarga mengatakan bahwa Tn. terapeutik
A sakit paru-paru, tapi tidak tahu
jenis penyakit, penyebab,
pencegahan, perawatan dan
pengobatannya.
- Tn. A mengatakan, “saya belum
tahu akibat yang terjadi, bila
penyakit saya tidak diobati “.

DO:
- Keluarga tidak bisa menjawab
pertanyaan tentang pengertian
penyakit, pencegahan, perawatan
dan pengobatannya
- Pendidikan Tn. A dan Ny. T SD
- Tidak ada tempat khusus untuk
membuang dahak
- Tidak ada tempat khusus untuk
pembuangan limbah rumah.
- Alat makan keluarga tidak ada
pemisahan atau digunakan
bersama
- Pencahayaan rumah (kamar tidur)
kurang.

D. Prioritas Masalah
1. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efekfif berhubungan dengan ketidakmampuan
membuat penilaian yang tepat dibuktikan dengan keluarga kurang menunjukkan
perilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan, keluarga kurang mampu
menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat, keluarga tidak mampu
menjalankan perilaku hidup sehat.
NO Kreteria Perhit Nilai Pembenaran
1 Sifat masalah: 2/3 X 1 2/3 Klien telah berobat secara
ancaman teratur, tapi biasa meludah di
sembarang tempat, aktif dalam
kegiatan perkumpulan di
masyarakat, tidur sekamar
dengan istri
Kemungkinan masalah 2/2 X 2 2 Selama pasien berobat secara
2 untuk diubah : mudah teratur, kuman TBC
kemungkinan besar tidak akan
aktif. Tapi perlu didukung oleh
perubahan perilaku yang lebih
higienis
Potensial masalah 3/3 X 1 1 Penyebaran kuman TB paru
untuk dicegah: tinggi dapat dicegah asal keluarga
3 mau hidup sehat dan hubungan
dengan petugas kesehatan
cukup baik.
Menonjolnya masalah: 1/2 1/2 Keluarga tahu bahwa penyakit
keluarga tahu ada Paru yang dialami Tn.A bisa
masalah tapi merasa menular tapi merasa bukan
4 bukan sebagai bahaya sebagai bahaya.

Jumlah 4 1/6

2. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif berhubungan dengan kompleksitas


program perawatan atau pengobatan dibuktikan dengan keluarga mengungkapkan
tidak memahami masalah kesehatan yang diderita, aktivitas keluarga untuk
mengatasi masalah kesehatan tidak tepat
N Kreteria Perhit Nilai Pembenaran
O
1 Sifat masalah: aktual 3/3 X 1 1 Keluarga tidak memahami
dengan baik masalah kesehatan
yang dialami Tn. A

2 Kemungkinan masalah ½X2 1 Pemberian informasi tentang


dapat diubah: hanya penyakit dan kebutuhan
sebagian perawatan akan sulit dipahami
karena kemampuan keluarga
menyerap informasi kurang
baik, pendidikan rendah

3 Potensial masalah 2/3 X 1 2/3 Membantu keluarga memaha-


untuk dicegah: cukup mi masalah kesehatan bisa
dilakukan melalui bahasa
keluarga dengan mediasi
anaknya pertamanya yang
sekolah SMA.

4 Menonjolnya masalah: 2/2 x 1 1 Keluarga tidak merasakan


keluarga menyadari adanya masalah yang harus
bahwa mereka kurang segera ditangani
paham dan mereka
ingin diberi penjelasan
yang lebih rinci

Jumlah 3 2/3

Maka prioritas masalahnya sebagai berikut:


1. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efekfif berhubungan dengan ketidakmampuan
membuat penilaian yang tepat dibuktikan dengan keluarga kurang menunjukkan
perilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan, keluarga kurang mampu
menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat, keluarga tidak mampu
menjalankan perilaku hidup sehat.
2. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif berhubungan dengan kompleksitas
program perawatan atau pengobatan dibuktikan dengan keluarga mengungkapkan
tidak memahami masalah kesehatan yang diderita, aktivitas keluarga untuk
mengatasi masalah kesehatan tidak tepat
. Rencana Asuhan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI

1. Pemeliharaan Kesehatan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan


Tidak Efekfif keperawatan maka Observasi
berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
ketidakmampuan meningkat dengan kriteria informasi.
membuat penilaian yang hasil: 2. Identifikasi factor – factor yang dapat
tepat dibuktikan dengan 1. Keluarga mampu meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
keluarga kurang menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat.
menunjukkan perilaku adaptif meningkat Terapeutik
adaptif terhadap 2. Keluarga mampu 3. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
perubahan lingkungan, menunjukkan pemahaman 4. Jadwalkan pendidikan kesehtan sesuai
keluarga kurang mampu perilaku sehat meningkat kesepakatan.
menunjukkan 3. Keluarga mampu 5. Berikan kesempatan untuk bertanya.
pemahaman tentang menjalankan perilaku sehat Edukasi
perilaku sehat, keluarga meningkat 6. Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi
tidak mampu kesehatan.
menjalankan perilaku 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
hidup sehat. 8. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Manajemen Kesehatan Setelah dilakukan tindakan Dukungan keluarga merencanakan perawatan
Keluarga Tidak Efektif keperawatan maka managemen Observasi
berhubungan dengan kesehatan keluarga meningkat 1. Identifikasi kebutuhan dan harapan keluarga
kompleksitas program dengan kriteria hasil: tentang kesehatan.
perawatan atau 1. Keluarga mampu 2. Identifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan
pengobatan dibuktikan menjelaskan masalah bersama keluarga.
dengan keluarga kesehatan TBC yang di 3. Identifikasi sumber – sumber yang dimiliki
mengungkapkan tidak alami meningkat keluarga.
memahami masalah 2. Aktivitas keluarga 4. Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan
kesehatan yang diderita, mengatasi masalah keluarga.
aktivitas keluarga untuk kesehatan tepat meningkat Terapeutik
mengatasi masalah 5. Motivasi pengembangan sikap dan emosi yang
kesehatan tidak tepat mendukung upaya kesehatan.
6. Gunakan sarana dan fasilitas yang ada dalam
keluarga.
7. Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara
optimal.
Edukasi
8. Informasikan fasilitas kesehatan yang ada di
lingkungan keluarga.
9. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan yang
ada.
10. Ajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan
keluarga.

Anda mungkin juga menyukai