Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh
kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi
dirinya sebagai bagian dari keluarga. Keluarga juga merupakan suatu
kelompok kecil yang unik, dengan individu yang saling terkait dan
bergantung secara erat. Individu-individu tersebut dikelola menjadi
sebuah unit tunggal untuk memperoleh fungsi atau tujuan keluarga
(Friedman, 2014). Selain itu, Sayekti (2008) dalam Ningsih (2019)
juga berpendapat bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan
hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis
yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan
yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri
atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
2. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2014), mengemukakan ada 5 fungsi
keluarga yaitu:
a. Fungsi afektif: Berhubungan dengan fungsi-fungsi internal
keluarga, pelindung dan dukungan psikososial bagi para
anggotanya. Keluarga menyelesaikan tugas-tugas yang mendukung
kesehatan perkembangan dan pertumbuhan anggotanya dengan
memenuhi kebutuhan sosio-emosional anggotanya, dimulai pada
tahun-tahun awal kehidupan individu dan berlanjut selama masa
hidupnya. Citra diri individu dan rasa memilikinya berasal dari
interaksi kelompok primer (keluarga). Oleh karena itu, keluarga
berfungsi sebagai sumber cinta, pengakuan, penghargaan, dan
dukungan primer.
b. Fungsi sosialisasi dan status sosial: Proses perkembangan dan
perubahan yang dilalui individu melaksanakan sosialisasi dimana
anggota keluarga belajar disiplin, norma budaya prilaku melalui
interaksi dalam keluarga selanjutnya individu mampu berperan
dalam masyarakat.
c. Fungsi reproduksi: untuk mempertahankan kontinuitas keluarga
selama beberapa generasi dan untuk keberlangsungan hidup
masyarakat.
d. Fungsi ekonomi: menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan
alokasi efektifnya.
e. Fungsi perawatan kesehatan: menyediakan kebutuhan fisik seperti
makanan, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan.
3. Tipe/Bentuk Keluarga
Beberapa bentuk keluarga menurut Susman (2015) dalam
Ningsih (2019), membedakan 2 bentuk keluarga, yaitu:
a. Keluarga Tradisional (Traditional Family)
Keluarga yang terbentuk karena/tidak melanggar norma-norma
kehidupan masyarakat yang secara tradisional dihormati bersama-
sama, yang terpenting adalah keabsahan ikatan keluarga.
1) Keluarga Inti (Nuclear Family): Keluarga yang terdiri dari
suami, istri serta anak-anak yang hidup bersama-sama dalam
satu rumah tangga.
2) Keluarga Inti diad (Nuclear Dyad Family): Keluarga yang
terdiri dari suami dan istri tanpa anak, atau anak mereka tidak
tinggal bersama.
3) Keluarga orang tua tunggal (Single Parent Family): Keluarga
inti yang suami atau istrinya telah meninggal dunia.
4) Keluarga orang dewasa bujangan (Single Adult Living Alone):
Keluarga yang terdiri dari satu orang dewasa laki-laki atau
wanita yang hidup secara membujang.
5) Keluarga tiga generasi (Three Generation Family): Keluarga
inti ditambah dengan anak yang dilahirkan oleh anak-anak
mereka.
6) Keluarga pasangan umur jompo atau pertengahan (Middle Age
or Aldert Couple): Keluarga inti diad yang suami atau istrinya
telah memasuki usia pertengahan atau lanjut.
7) Keluarga jaringan keluarga (Kin Network): Keluarga inti
ditambah dengan saudara-saudara menurut garis vertikal atau
horizontal, baik dari pihak suami maupun istri.
8) Keluarga karier kedua (Second Carrier Family): Keluarga inti
diad yang anak-anaknya telah meninggalkan keluarga, suami
atau istri aktif lagi kerja.
b. Keluarga Non Tradisional
Keluarga yang pembentukannya tidak sesuai atau dianggap
melanggar norma-norma kehidupan tradisional yang dihormati
bersama. Yang terpenting adalah keabsahan ikatan perkawinan
antara suami-istri. Dibedakan 5 macam sebagai berikut:
1) Keluarga yang hidup bersama (Commune Family): Keluarga
yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang tinggal
bersama, berbagi hak dan tanggungjawab bersama serta
memiliki kekayaan bersama.
2) Keluarga dengan orang tua tidak kawin dengan anak
(Unmarried Parents and Children Family): Pria atau wanita
yang tidak pernah kawin tetapi tinggal bersama dengan anak
yang dilahirkannya.
3) Keluarga pasangan tidak kawin dengan anak (Unmarried
couple with children Family): Keluarga inti yang hubungan
suami-istri tidak terikat perkawinan sah.
4) Keluarga pasangan tinggal bersama (Combifity Family):
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama
tanpa ikatan perkawinan yang sah.
5) Keluarga homoseksual (Homoseksual Union): Keluarga yang
terdiri dari dua orang dengan jenis kelamin yang sama dan
hidup bersama sebagai suami istri (Ningsih, 2019).

4. Tahap Perkembangan Keluarga


Delapan tahap perkembangan keluarga menurut Friedman
(2014), antara lain:
a. Tahap I: Keluarga pasangan baru (beginning family)
Tahap ini juga disebut tahap pernikahan. Pasangan yang
baru menikah, saat ini membuat porsi rumah tangga menjadi lebih
kecil daripada beberapa dekade sebelumnya. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini antara lain:
1) Membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain.
2) Secara harmonis berhubungan dengan sanak saudara.
3) Perencanaan keluarga (keputusan tentang menjadi orangtua).
Perhatian pelayanan kesehatan:
1) Pendidikan dan konseling keluarga berencana.
2) Pendidikan dan konseling untuk menjadi orangtua.
b. Tahap II: Keluarga dengan kelahiran anak pertama (child
bearing family)
Tahap II mulai dengan kelahiran anak pertama dan
berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan. Transisi ke masa menjadi
orangtua adalah salah satu kunci dalam siklus kehidupan keluarga.
Hadirnya bayi baru ke dalam rumah menciptakan perubahan bagi
setiap anggota keluarga dan bagi setiap perangkat hubungan.
Seorang anak asing telah diakui masuk kedalam kelompok
pertalian tertutup, dan tiba-tiba keseimbangan keluarga berpindah
setiap anggota keluarga memperoleh peran baru dan mulai
hubungan yang baru. Selain bayi yang baru dilahirkan, seorang ibu,
ayah, dan kakek atau nenek juga dilahirkan. Istri saat ini harus
berhubungan dengan suami dan memperlakukannya sebagai
seorang pasangan dan seorang ayah, dan sebaliknya. dalam
keluarga yang telah memiliki anak, dampak kehadiran bayi baru
bagi seorang kakak sama pentingnya dengan dampak yang dialami
oleh orangtua baru. Tugas perkembangan pada masa ini antara lain:
1) Membentuk keluarga muda sebagai suatu unit yang stabil
(menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga).
2) Memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai
tugas perkembangan dan kebutuhan berbagai anggota keluarga.
3) Mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
4) Memperluas hubungan dengan keluarga besar dengan
menambah peran menjadi orangtua dan menjadi kakek nenek.
Perhatian pelayanan kesehatan:
1) Persiapan untuk pengalaman melahirkan.
2) Transisi menjadi orangtua.
3) Perawatan bayi.
4) Perawatan bayi yang sehat.
5) Mengenali secara dini dan menangani masalah-masalah fisik
anak dengan tepat.
6) Imunisasi.
7) Pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
8) Tindakan untuk keamanan.
9) Keluarga berencana.
10) Interaksi keluarga.
11) Praktik kesehatan yang baik (misal: tidur, nutrisi, olahraga).
c. Tahap III: Keluarga dengan anak pra sekolah (families with
preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahirn anak berusia 2,5 tahun dan
berakhir saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua
beradaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak
prasekolah dalam meningatkan pertumbuhannya. Kehidupan
keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan anak sangat bergantung
pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya
sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak, suami/istri, dan
pekerjaan (punya waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain


sebagai berikut:
1) Memenuhi kebutuhan keluarga akan rumah, uang, privasi dan
keamanan yang memadai.
2) Mensosialisasikan anak.
3) Mengintegrasikan anak kecil sebagai anggota keluarga baru
sementara tetap memenuhi kebutuhan anak lain.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat didalam keluarga
(hubungan pernikahan dan hubungan orang tua-anak) dan
diluar keluarga (hubungan dengan keluarga besar dan
komunitas).
Perhatian pelayanan kesehatan:
1) Penyakit menular pada anak-anak.
2) Pencegahan kecelakaan dan keamanan rumah (misal: jatuh,
luka bakar, keracunan).
3) Hubungan pernikahan.
4) Hubungan sibling.
5) Keluarga berencana.
6) Kebutuhan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
7) Isu-isu tentang hal menjadi oangtua.
8) Penganiayaan dan pengabaian anak.
9) Praktik kesehatan yang baik (misal tidur, nutrisi, olahraga).
d. Tahap IV: Keluarga dengan anak sekolah (families with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki
sekolah pada usia 5 tahun dan berakhir pada usia 13 tahun. Tugas
orangtua pada masa ini adalah mempelajari untuk beradaptasi
dengan perpisahan anak atau yang lebih sederhana melepaskan
anak. Hubungan teman sebaya dan aktifitas diluar rumah semakin
memainkan peranan yang lebih besar dalam kehidupan anak usia
sekolah. Masa ini diisi dengan aktifitas keluarga, tetapi juga
terdapat kekuatan yang secara bertahap mendorong anak untuk
berpisah dari keluarga sebagai persiapan untuk masa remaja.
Selama tahap ini, orangtua merasa adanya tekanan kuat dari
komunitas luar yaitu melalui sistem sekolah dan asosiasi diluar
keluarga lainnya untuk menyesuaikan diri dengan standar
komunitas untuk anak. Hal ini cenderung mempengaruhi keluarga
kelas menengah untuk lebih menekankan pada nilai pencapaian
dan produktifitas yang tradisional, dan menyebabkan keluarga
kelas pekerja dan banyak keluarga miskin merasa terasing karena
dengan nilai-nilai sekolah atau komunitas. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1) Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi
sekolah dan membantu hubungan anak-anak yang sehat dengan
teman sebaya.
2) Mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
3) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
Perhatian pelayanan kesehatan:
1) Tantangan kesehatan pada anak (misal: penglihatan,
pendengaran, dan kemampuan bicara).
2) Kesehatan gigi.
3) Penganiayaan dan pengabaian anak.
4) Penyalahgunaan zat.
5) Penyakit menular.
6) Penyakit kronik.
7) Masalah perilaku.
8) Praktik kesehatan yang baik (misal: tidur, nutrisi, olahraga).
e. Tahap V: Keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan
biasanya berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak
meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuannya keluarga melepas
anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang
lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain


sebagai berikut:
1) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggungjawab pada saat
anak remaja telah dewasa dan semakin otonomi.
2) Memfokuskan kembali hubungan pernikahan.
3) Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dengan
anak. Perhatian pelayanan kesehatan:
1) Kecelakaan (misal: mengemudi).
2) Cedera akibat olahraga.
3) Penyalahgunaan alkohol dan obat.
4) Kontrasepsi.
5) Kehamilan yang tidak diinginkan.
6) Pendidikan seks.
7) Hubungan pernikahan.
8) Hubungan orangtua remaja.
9) Praktik kesehatan yang baik (misal: tidur, nutrisi, olahraga).
f. Tahap VI: Keluarga melepaskan anak dewasa muda
(lounching center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan
rumah. Lamanya tahap ini bergantung pada banyaknya anak dalam
keluarga atau jika anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal
bersama orang tua. Tujuan utama pada tahap ini adalah
mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap berperan dalam
melepas anaknya untuk hidup sendiri. Keluarga mempersiapkan
anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan tetap
membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak
meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan membina
hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orang tua akan
merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa kosong
karena anak-anaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:
1) Memperluas lingkaran keluarga terhadap anak dewasa muda,
termasuk memasukan anggota keluarga baru yang berasal dari
pernikahan anak-anaknya.
2) Melanjutkan untuk memperbarui dan menyesuaikan kembali
hubungan pernikahan.
3) Membantu orang tua, suami dan istri yang sudah mneua dan
sakit.
Perhatian pelayanan kesehatan:
1) Komunikasikan isu antara orangtua dan anak dewasa muda.
2) Masalah transisi peran bagi suami dan istri.
3) Kedaruratan masalah kesehatan kronik.
4) Perencanaan keluarga bagi anak dewasa muda.
5) Perhatian terhadap menopous.
6) Efek yang berkaitan dengan meminum alkohol, merokok, dan
praktik diet yang buruk yang telah berlangsung dalam jangka
panjang.
7) Gaya hidup sehat.
g. Tahap VII: Orang tua paruh baya (middle age families)
Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, merupakan
tahap masa pertengahan bagi orangtua, dimulai ketika anak
terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau
kematian salah satu pasangan. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini atara lain adalah:
1) Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.
2) Mempertahankan kepuasan dan hubungan yang bermakna
antara orangtua yang telah menua dan anak mereka.
3) Memperkuat hubungan pernikahan.
Perhatian pelayanan kesehatan:
1) Praktik kesehatan yang baik (misal: tidur, nutrisi, olahraga).
2) Hubungan pernikahan.
3) Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, keluarga dari
pasangannya, cucu, dan orantua yang telah menua.
4) Perhatian pemberi asuhan.
5) Penyesuaian terhadap perubahan fisiologis dan penuaan.
h. Tahap VIII: Keluarga lansia dan pensiunan
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu
pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses
usia lanjut dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat
dihindari karena berbagai proses stresor dan kehilangan yang harus
dialami keluarga. Stresor tersebut adalah berkurangnya pendapatan,
kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan serta
perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi kesehatan.
Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan
merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut
umumnya lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada
tinggal bersama anaknnya.
Tugas perkembangan tahap ini adalah:
1) Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan.
2) Menyesuaikan terhadap penghasilan yang berkurang.
3) Mempertahankan hubungan pernikahan.
4) Menyesuaikan terhadap kehilangan pasangan.
5) Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi.
6) Melanjutkan untuk merasionalisasi keberadaan anggota
keluarga (peninjauan dan integrasi kehidupan).
Perhatian pelayanan kesehatan:
1) Disabilitas fungsional meningkat.
2) Gangguan mobilitas.
3) Penyakit kronik.
4) Kekuatan dan fungsi fisik menghilang.
5) Layanan perawatan dalam jangka panjang.
6) Memberikan asuhan.
7) Isolasi sosial.
8) Berduka atau depresi.
9) Gangguan kognitif.
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses
penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-
perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi
juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah, 2011 dalam
Kholifah, 2016). Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
menurut Kholifah (2016), antara lain:
1) Perubahan Fisik
a) Sistem Indra
Sistem pendengaran: Prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60
tahun.
b) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi,
kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan
kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak.
Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada
kulit dikenal dengan liver spot.
c) Sistem Muskuloskeletal: Perubahan sistem muskuloskeletal
pada lansia: Jaaringan penghubung (kolagen dan elastin),
kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai
pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan
yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada
persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi,
sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya
kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap
gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah
diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan
mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot:
perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif. Sendi: pada lansia, jaringan
ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.
d) Sistem kardiovaskuler: Perubahan pada sistem
kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung bertambah,
ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan
jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan
lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat.
e) Sistem respirasi: Pada proses penuaan terjadi perubahan
jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume
cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan
ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.
f) Pencernaan dan Metabolisme: Perubahan yang terjadi pada
sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai
kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi,
indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan
rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran
darah.
g) Sistem perkemihan: Pada sistem perkemihan terjadi
perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami
kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan
reabsorpsi oleh ginjal.
h) Sistem saraf: Sistem susunan saraf mengalami perubahan
anatomi dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia.
Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
i) Sistem reproduksi: Perubahan sistem reproduksi lansia
ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi
atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat
memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan
secara berangsur-angsur.
2) Perubahan Kognitif
a) Memory (Daya ingat, Ingatan)
b) IQ (Intellegent Quotient)
c) Kemampuan Belajar (Learning)
d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
g) Kebijaksanaan (Wisdom)
h) Kinerja (Performance)
i) Motivasi
3) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan
ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan
dengan teman dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.
4) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam
kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
5) Perubahan Psikososial
a) Kesepian: Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman
dekat meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan
kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b) Duka cita (Bereavement): Meninggalnya pasangan hidup,
teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia.
Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
c) Depresi: Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan
perasaan kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk
menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi.
Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan
menurunnya kemampuan adaptasi.
d) Gangguan cemas: Dibagi dalam beberapa golongan: fobia,
panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah
trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-
gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda
dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian
mendadak dari suatu obat.
e) Parafrenia: Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai
dengan waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya
mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya.
Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau
menarik diri dari kegiatan sosial.
f) Sindroma Diogenes: Suatu kelainan dimana lansia
menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu.
Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-
main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang
dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali.
5. Tugas Kesehatan Keluarga
Dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan, tugas
keluarga merupakan faktor utama untuk pengembangan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Tugas kesehatan keluarga menurut
Ningsih (2019), adalah sebagai berikut:
a. Mengenal gangguan perkembangan masalah kesehatan setiap
anggotanya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan yang
tepat.
c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit
dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri.
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timabal-balik antara keluarga
lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan manfaat fasilitas
kesehatan dengan baik.
6. Peran Perawat Keluarga
Menurut Ningsih (2019), peran perawat keluarga adalah
sebagai berikut:
a. Sebagai pendidik, perawat bertanggung jawab memberikan
pendidikan kesehatan kepada keluarga,terutama untuk
memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
memiliki masalah kesehatan.
b. Sebagai koordinator pelaksana pelayanan keperawatan, perawat
bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif.
c. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan, pelayanan keperawatan
dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak pertama dengan
anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan.
d. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan, perawat melakukan
supervise ataupun pembinaan terhadap keluarga melalui kunjungan
rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi
maupun yang tidak.
e. Sebagai pembela (advokat), perawat berperan sebagai advokat
keluarga untuk melindungi hak-hak keluarga sebagai klien.
f. Sebagai Fasilisator, perawat dapat menjadi tempat bertanya
individu, keluarga, dan masyarakat untuk memecahkan masalah
kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari serta
dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi
masalah.
g. Sebagai peneliti, perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat
memahami masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh anggota
keluarga.
h. Sebagai Modifikasi lingkungan, perawat komunitas juga harus
dapat memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah,
lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekitarnya agar dapat
tercipta lingkungan yang sehat.
Dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga, perawat perlu
memerhatikan prinsip-prinsip berikut:
a. Melakukan kerja bersama keluarga secara kolektif.
b. Memulai pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan
keluarga.
c. Menyesuaikan rencana asuhan keperawatan dengan tahap
perkembangan keluarga.
d. Menerima dan mengakui struktur keluarga.
e. Menekankan pada kemampuan keluarga.
B. Konsep Dasar Anak Usia Sekolah Lansia
1. Definisi

Anak usia sekolah merupakan suatu periode yang dimulai saat


anak masuk sekolah dasar sekitar usia 6 tahun sampai menunjukan
tanda akhir masa kanak-kanak yaitu 12 tahun.
Langkah perkembangan selama anak mengembangkan
kompetensi dalam ketrampilan fisik, kognitif, dan psikososial. Selama
masa ini anak menjadi lebih baik dalam berbagai hal, misalnya mereka
dapat berlari dengan cepat dan lebih jauh sesuai perkembangan
kecakapan dan daya tahannya.
2. Kelompok Anak
a. Usia prasekolah : 2 – 5 tahun
b. Usia sekolah : 6 – 12 tahun
c. Anak usia 6-7 tahun : membaca seperti mesin mengulangi tiga
angka mengurut ke belakang membaca waktu untuk seperempat
jam anak wanita bermain dengan wanita anak laki-laki bermain
dengan laki-laki cemas terhadap kegagalan kadang malu atau
sedih peningkatan minat pada bidang spiritual.
d. Anak usia 8-9 tahun: kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik
meningkat menggunakan alat-alat seperti palu peralatan rumah
tangga ketrampilan lebih individual ingin terlibat dalam segala
sesuatu menyukai kelompok dan mode mencari teman secara
aktif.
e. Anak usia 10-12 tahun: pertambahan tinggi badan lambat
pertambahan berat badan cepat perubahan tubuh yang
berhubungan dengan pubertas mungkin tampak mampu
melakukan aktivitas seperti mencuci dan menjemur pakaian
sendiri memasak, menggergaji, mengecat menggambar, senang
menulis surat atau catatan tertentu membaca untuk kesenangan
atau tujuan tertentu teman sebaya dan orang tua penting mulai
tertarik dengan lawan jenis sangat tertarik pada bacaan, ilmu
pengetahuan
f. Usia remaja : 13 - 18 tahun

3. Ciri-ciri Anak Usia Sekolah


a. Label yang digunakan oleh orang tua
1) Usia yang menyulitkan karena anak tidak mau lagi menuruti
perintah dan lebih dipengaruhi oleh teman sebaya dari pada
orang tua ataupun anggota keluarga lainnya
2) Usia tidak rapi karena anak cenderung tidak memperdulikan
dan ceroboh dalam penampilan
3) Usia bertengkar karena banyak terjadi pertengkaran antar
keluarga dan membuat suasana rumah yang tidak
menyenangkan bagi semua anggota keluarga
b. Label yang digunakan pendidik/guru
1) Usia sekolah dasar : anak diharapkan memperoleh dasar-dasar
pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan
penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan mempelajari
perbagai ketrampilan penting tertentu baik kurikuler maupu
ekstrakurikuler
2) Periode kritis dalam berprestasi : anak membentuk kebiasaan
untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses yang
cenderung menetap sampai dewasa
c. Label yang digunakan oleh ahli psikologi
1) Usia berkelompok : perhatian utama anak tertuju pada
keinginan diterima oleh teman-temansebaya sebagai anggota
kelompok
2) Usia penyesuaian diri : anak ingin menyesuaikan dengan
standar yang disetujui oleh kelompok dalam penampilan,
berbicara dan berperilaku
3) Usia kreatif :suatu masa yang akan menentukan apakah anak
akan menjadi konformis (penciptakarya baru) atau tidak
4) Usia bermain : suatu masa yang mempunyai keinginan bermain
yang sangat besar karena adanya minat dan kegiatan untuk
bermain
4. Masalah yang sering muncul pada anak usia sekolah
a. Bahaya Fisik
1) Penyakit
Penyakit palsu/khayal untuk menghindari tugas-tugas yang
menjadi tanggung jawabnya. Penyakit yang sering dialami
adalah yang berhubungan dengan kebersihan diri.

2) Kegemukan
Bahaya kegemukan yang dapat terjadi :

Anak kesulitan mengikuti kegiatan bermain sehingga


kehilangan kesempatan untuk keberhasilan social. Teman-
temannya sering mengganggu dan mengejek sehingga anak
menjadi rendah diri.

3) Kecelakaan
Meskipun tidak meninggalkan bekas fisik, kecelakaan sering
dianggap sebagai kegagalan dan anak lebih bersikap hati-hati
akan bahayanya bagi psikologisnya sehingga anak merasa takut
dan hal ini dapat berkembang menjadi rasa malu yang akan
mempengaruhi hubungan social.
4) Kecanggungan
Anak mulai membandingkan kemampuannya dengan teman
sebaya bila muncul perasaan tidakmampu dapat menjadi dasar
untuk rendah diri.

5) Kesederhanaan
Hal ini sering dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa
memandangnya sebagai perilaku kurang menarik sehingga anak
menafsirkannya sebagai penolakan yang dapat mempengaruhi
konsep diri anak
b. Bahaya Psikologis

1) Bahaya dalam berbicara

Ada 4 (empat) bahaya dalam berbicara yang umum terdapat pada


anak-anak usia sekolah yaitu :

a) Kosakata yang kurang dari rata-rata menghambat tugas-tugas


di sekolah dan menghambatkomunikasi dengan orang lain.

b) Kesalahan dalam berbicara, cacat dalam berbicara (gagap)


akan membuat anak jadi sadar diri sehingga anak hanya
berbicara bila perlu saja.

c) Anak yang kesulitan berbicara dalam bahasa yang


digunakan dilingkungan sekolah akanterhalang dalam usaha
untuk berkomunikasi dan mudah merasa bahwa ia berbeda.

d) Pembicaraan yang bersifat egosentris, mengkritik dan


merendahkan orang lain, membual akan ditentang oleh
temannya
2) Bahaya hubungan keluarga
a) Sikap terhadap peran orang tua, orang tua yang kurang
menyukai peran orang tua dan merasa bahwa waktu, usaha
dan uang dihabiskan oleh anak cenderung mempunyai
hubungan yangburuk dengan anak-anaknya.
b) Harapan orang tua, kritikan orang tua pada saat anak gagal
dalam melaksanakan tugas sekolah dan harapan-harapan
orang tua maka orang tua sering mengkritik, memarahi dan
bahkan menghukum anak
c) Metode pelatihan anak, disiplin yang otoriter pada
keluarga besar dan disiplin lunak pada keluarga kecil
yang keduanya menimbulkan pertentangan dirumah dan
meyebabkan kebencian pada anak. Disiplin yang demokratis
biasanya menghasilkan hubungan keluarga yang baik.
d) Status sosial ekonomi, bila anak merasa benda dan rumah
miliknya lebih buruk dari temannya maka anak sering
menyalahkan orang tua dan orang tua cenderung membenci
hal itu
e) Pekerjaan orang tua, pandangan mengenai pekerjaan ayah
mempengaruhi persaan anak dan bila ibu seorang karyawan
sikap terhadap ibu diwarnai oleh pandangan teman-temannya
mengenai wanita karier dan oleh banyaknya beban yang
harus dilakukan di rumah.
f) Perubahan sikap kepada orang tua, bila orang tua tidak
sesuai dengan harapan idealnya anak, anak cenderung
bersikap kritis dan membandingkan orang tuanya dengan
orang tua teman- temannya.
g) Pertentangan antar saudara, anak-anak yang merasa orang
tuanya pilih kasih terhadap saudara-saudaranya maka anak
akan menentang orang tua dan saudara yang dianggap
kesayangan orangtua.
h) Perubahan sikap terhadap sanak keluarga, anak-anak tidak
menyukai sikap sanak keluarga yang terlalu memerintah
atau terlalu tua dan orang tua akan memarahi anak serta
sanak keluarga membenci sikap sianak
3) Bahaya emosi
Anak akan dianggap tidak matang bila menunjukan pola-pola
emosi yang kurang menyenangkanseperti marah yang berlebihan,
cemburu masih sangat kuat sehingga kurang disenangi orang lain.

4) Bahaya bermain
Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa
kekurangan kesempatan untuk mempelajari permainandan olah
raga untuk menjadi anggota kelompok, anak dilarang berkhayal,
dilarang melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan menjadi
anak penurut yang kaku.
C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks
dengan menggunakan pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan
keluarga dan individu sebagai anggota keluarga. Tahapan proses
keperawatan keluarga meliputi pengkajian keluarga dan individu dalam
keluarga, perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana
keperawatan, pelaksanaan asuhan keperawatan dan evaluasi (Ningsih,
2019).
1. Pengkajian Keperawatan Keluarga
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh
perawat untuk mengukur keadaan klien (keluarga) yang memakai
patokan norma-norma kesehatan pribadi maupun sosial serta integritas
dan kesanggupan untuk mengatasi masalah (Ningsih, 2019). Menurut
Murwani, 2015, sumber data yang bisa digunakan dalam melauan
pengkajian pada keluarga adalah:
a. Wawancara
Wawancara bisa dilakukan dengan angota keluarga yang berkaitan
dengan riwayat kesehatan dan gaya hidup, wawancara harus
berfokus, disusun berdasarkan struktur dan bertujuan.
b. Observasi
Hal ini dialakukan secara objektif, dengan melakuan pengamatan
terhadap linkungan perumahan dan fasilitas-fasilitasnya.
c. Informasi
Informasi tertulis maupun lisan dari berbagai lembaga yang
menangani kesehatan keluarga maupun dari anggota tim kesehatan.
Format pengkajian keluarga model Friedman (2010) dalam
Ningsih (2019), yang diaplikasikan meliputi:
a. Data umum
Menurut Friedman (2010) dalam Ningsih (2019), data
umum yang perlu dikaji adalah:
1) Nama kepala keluarga dan anggota keluarga, alamat, jenis
kelamin,umur, pekerjaan dan pendidikan.
2) Tipe keluarga: Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga
beserta kendala ataumasalah-masalah yang terjadi dengan
jenis/tipe keluarga
3) Status sosial ekonomi Keluarga: Status sosial ekonomi
keluarga ditentukan oleh pendapatan baik darikepala keluarga
maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu sosialekonomi
keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan
yangdikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang
dimiliki olehkeluarga.
b. Riwayat Keluarga dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini: Tahap perkembangan
keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga ini.
2) Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi:
Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum
terpenuhi,menjelaskan mengenai tugas perkembangan
keluaruarga yang belumterpenuhi oleh keluarga serta kendala-
kendala mengapa tugasperkembangan tersebut belum terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti: Menjelaskan mengenai riwayat keluarga
inti meliputi riwayat penyakitketurunan, riwayat kesehatan
masing-masing anggota keluarga,perhatian keluarga terhadap
pencegaha penyakit termasuk statusimunisasi, sumber
pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluargadan
pengalaman terhadapa pelayanan kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya: Menjelaskan mengenai riwayat
kesehatan keluarga dari pihak suami dan istri.
c. Pengkajian lingkungan
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat tipe
rumah,jumlahruangan, jenis ruang, jumlah jendela, jarak septic
tankdengan sumber air,sumber air minum yang digunakan, tanda
catyang sudah mengelupas, sertadilengkapi dengan denah rumah.
d. Fungsi keluarga
1) Fungsi afektif: Hal yang perlu dikaji seberapa jauh keluarga
saling asuh dan salingmendukung, hubungan baik dengan
orang lain, menunjukkan rasaempati, perhatian terhadap
perasaan.
2) Fungsi sosialisasi: Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan
dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin,
penghargaan, hukuman, sertamemberi dan menerima cinta.
3) Fungsi keperawatan
a) Keyakinan, nilai, dan prilaku kesehatan: menjelaskan nilai
yangdianut keluarga, pencegahan, promosi kesehatan yang
dilakukandan tujuan kesehatan keluarga.
b) Status kesehatan keluarga dan keretanan terhadap sakit
yang dirasa: keluarga mengkaji status kesehatan, masalah
kesehatan yangmembuat kelurga rentan terkena sakit dan
jumlah kontrol kesehatan.
c) Praktik diet keluarga: keluarga mengetahui sumber
makanan yang dikonsumsi, cara menyiapkan makanan,
banyak makanan yang dikonsumsi perhari dan kebiasaan
mengkonsumsi makanan kudapan.
d) Peran keluarga dalam praktik keperawatan diri: tindakan
yang dilakukan dalam memperbaiki status kesehatan,
pencegahan penyakit, perawatan keluarga dirumah dan
keyakinan keluargadalam perawatan dirumah.
e) Tindakan pencegahan secara medis: status imunisasi
anak,kebersihan gigi setelah makan, dan pola keluarga
dalam mengkonsumsi makanan.
4) Fungsi reproduksi: Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi
reproduksi keluarga adalah berapa jumlah anak, apa rencana
keluarga berkaitan dengan jumlah anggota keluarga, metode
yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah
anggota keluarga.
5) Fungsi ekonomi: Data ini menjelaskan mengenai kemampuan
keluarga dalam memenuhi sandang, pangan, papan, menabung,
kemampuan peningkatan status kesehatan.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga,
metode yangdigunakan sama dengan pemeriksaan fisik klinik
head to toe.
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga
Menurut Murwani (2014), perumusan diagnosis keperawatan
keluarga aturan sebagai berikut:
a. Masalah (problem, P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota
keluarga (individu).
b. Penyebab (etiologi, E) adalah suatu pernyataan yang menyebabkan
masalah dengan mengacu pada 5 tugas keluarga, yaitu mengenal
masalah, mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota
keluarga, memelihara lingkungan, atau memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehat an.
c. Tanda (sign, S) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang
diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak
langsung yang mendukung masalah dan penyebab.
Menurut Murwani (2014), tipologi diagnosis keperawatan
keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Aktual, adalah masalah keperawatan yang sedang dialami oleh
keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.
b. Resiko, adalah masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi
tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi
dengan cepat apabila tidak segera mendapat bantuan perawat.
c. Wellness atau sejahtera adalah suatu keadaan sejahtera dari
keluarga ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan
kesehatan dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang
memungkinkan dapat ditingkatkan.
Diagnosis keperawatan yang mungkin tepat untuk suatu
keluarga yang sedang berkembang pada tahap perkembangan keluarga
anak usia sekolah berdasarkan SDKI, 2017, adalah:
a. Defisit pengetahuan tentang KB berhubungan dengan kurang
terpapar informasi.
b. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan kurang
terpapar informasi.
c. Peningkatan menejemen kesehatan
Begitu masalah keperawatan keluarga teridentifikasi, masalah
tersebut perlu disusun dalam daftar berdasarkan prioritas kepentingan
keluarga (Friedman, 2014). Menurut Marwani (2014), menetapkan
prioritas masalah atau diagnosa keperawatan keluarga adalah dengan
proses skoring yang menggunakan skala. Proses skoringnya dilakukan
pada setiap diagnosis keperawatan keluarga yang telah ditetapkan,
sebagai berikut:
a. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat oleh perawat.
b. Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan kebalikan dengan
bobot: Skor yang diperoleh
X Bobot
Skor tertinggi

c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama


dengan jumlah bobot yaitu 5).

Tabel 2.1 Skala untuk Menentukan Prioritas Asuhan


Keperawatan Keluarga.
NO KRITERIA NILAI BOBOT
1. Sifat masalah
1
Skala: 3
a. Aktual 2
b. Resiko 1
b. Potensial
2. Kemungkinan masalah dapat
diubah
Skala:
3 2
a. Dengan mudah
2
b. Hanya sebagian
0
b. Tidak dapat
3. Potensial masalah untuk
dicegah
Skala: 3
1
a. Tinggi 2
b. Cukup 0
b. Rendah
4. Menonjolnya masalah
Skala:
a. Masalah berat harus 3
ditangani 2 1
b. Masalah yang tidsk perlu
segera ditangani 0
c. Masalah tidak dirasakan
TOTAL 5
Sumber: Murwani (2014)
Catatan: Skor dihitung bersama dengan keluarga. Dalam menentukan
prioritas perawat harus memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi yaitu:
Faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas:
a. Kriteria 1: Sifat masalah skor yang lebih berat diberikan pada
tidak/kurang sehat karena yang pertama memerlukan tindakan
segera dan biasanya disadari dan dirasakan oleh keluarga
b. Kriteria 2: Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu
memperhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut:
c. Kriteria 3: Potensi masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu
diperhatikan:
1) Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit
atau masalah.
2) Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu
masalah itu ada.
3) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan
yang tepat dalam memperbaiki masalah.
4) Adanya kelompok “high risk” atau kelompok yang sangat peka
menambah potensi untuk mencegah masalah.
d. Kriteria 4: Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi
atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai
skor tertinggi yang terlebih dahulu dilakukan intervensi
keperawatan keluarga.
3. Intervensi Keperawatan Keluarga
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan
pengkajian, diagnosis keperawatan, pernyataan kekuatan dan
perencanaan keluarga, dengan merumuskan tujuan, mengidentifikasi
strategi intervensi alternatif dan sumber, serta menentukan prioritas.
Intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau berstandar, tetapi dirancang
bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang bekerja.
(Friedman, 2014). Perencanaan keperawatan menurut SDKI, 2017
a. Defisit pengetahuan tentang KB berhubungan dengan kurang
terpapar informasi.
Tujuan Umum : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga
diharapkan kecukupan informasi kognitif bisa meningkat. Dengan
kriteria hasil :
Tingkat Pengetahuan (L.12111)
1) Perilaku sesuai anjuran
2) Verbalisasi minat dalam belajar
3) Pertanyaan tentang masalah yag dihadapi
4) Persepsi yang keliru terhadap masalah
Intervensi
Bimbingan Sistem Kesehatan (l.12360)
Tujuan Khusus : Mengidentifikasi dan mengembangkan kemampuan
untuk mengatasi masalah kesehatan
1) Identifikasi masalah kesehatan keluarga
2) Fasilitasi pemenuhan kebutuuhan kesehatan
3) Siapkan pasien untuk mampu berkolaborasi dan bekerjasama dalam
pemenuhan kebutuhan kesehatan
4) Bimbing untuk bertanggung jawab mengidentifikasi dan
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah kesehatan
secara mandiri
b. Manajemen ksehatan tidak efektif berhubungan dengan kurang
terpapar informasi
Tujuan umum : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
keluarga diharapkan keluarga mampu menangani masalah kesehatan
bisa meningkat.
Kriteria hasil :
Manajemen Kesehatan (L.12104)
1) Melakukan tindakan untuk mengurangi faktor resiko
2) Aktivitas hidup sehar-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan
3) Verbalisasi kesulitaan dalam menjalani program
perawatan/pengobatan
Intervensi :
Edukasi kesehatan (I.12383)
Tujuan khusus : mengajarkan pengelolaan faktor resiko dan perilaku
hidup bersih serta sehat.
1) Identifkasi kesiapan dan kemampun menerima informasi
2)Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkat dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
3) Sediakan materi pendidikan kesehatan
4) Jadwalkan pendkes sesuai kesepakatan
5) Jelaskan faktor resiko dapat mempengaruhi kesehatan
6) Ajarkan perilaku hidup dan sehat
4. Implementasi Keperawatan Keluarga
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan
keperawatan oleh perawat dank lien atau keluarga. Dalam kegiatan
implementasi perawat perlu melakukan kontrak waktu sebelumnya
(saat mensosialisasikan diagnose keperawatan) untuk pelaksanaan
yang meliputi kapan dilaksanakan, berapa lama waktu yang
dibutuhkan, materi/topic yang didiskusikan, siapa yang melaksanakan,
anggota keluarga yang perlu mendapat informasi (sasaran langsung
implementasi), dan bila perlu peralatan yang perlu dipersiapkan
keluarga. Kegiatan ini bertujuan agar keluarga dan perawat
mempunyai kesiapan secara fisik dan psikis pada saat implementasi
(Murwani, 2014).
Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup lima tugas
kesehatan keluarga menurut Ningsih (2019), yaitu:
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai
masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan
informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang
kesehatan dan endorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang
tepat dengan cara mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan
tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga,
mendiskusikan tentang konsekwensi tiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga
yang sakit dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan,
menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah, mengawasi
keluarga melakukan perawatan.
d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat
lingkungan menjadi sehat, dengan cara menemukan sumber-
sumber yang dapat digunakan keluarga, melakukan perubahan
lingkungan dengan seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada dengan cara memperkenalkan fasilitas kesehatan yang ada di
lingkungan keluarga dan membantu keluarga menggunakan
fasilitas kesehatan.
5. Evaluasi Keperawatan Keluarga
Menurut Murwani (2014), evaluasi merupakan kegiatan
membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria yang telah
ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Kegiatan evaluasi meliputi
mengkaji kemajuan status kesehatan keluarga, membandingkan respon
keluarga dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil kemajuan
masalah dan kemajuan pencapaian tujuan keperawatan. Bila hasil
evaluasi tidak atau berhasil sebagian, perlu disusun rencana
keperawatan yang baru. Dalam menelaah kemajuan keluarga untuk
pencapaian hasil, perawat akan mencatat salah satu dari keputusan
berikut dalam lembar evaluasi atau catatan kemajuan pada saat
ditentukan untuk melakukan evaluasi:
a. Lanjutkan: diagnosa masih berlaku, tujuan dan kriteria standar
masih relevan
b. Direvisi: diagnosa masih berlaku tapi tujuan dan tindakan
keperawatan memerlukan perbaikan
c. Teratasi: tujuan keperawatan telah tercapai, dan rencana perawatan
tidak dilanjutkan
Evaluasi disusun menggunakan SOAP (Suprajitno, 2013 dalam
Ningsih (2019):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang obyektif.
A: Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif
dan obyektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
DAFTAR PUSTAKA

Ahsan., Kumboyono., Faizah, M.N. 2018. Hubungan Pelaksanaan Tugas Keluarga


dalam Kesehatan dengan Kemandirian Lansia dalam Pemenuhan Aktifitas
Sehari-hari. J.K. Mesencephalon Vol 3 No. 3 April 2018. Diunduh pada 26
Februari 2021 <http://garuda.ristekdikti.go.id>

Badan Pusat Statistik. 2015. Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DI


Yogyakarta 2010-2020. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bulechek, G.M., Butchear, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. 2013. Nursing
Intervention Classification (NIC): Edisi Keenam. Jakarta: Moco Media.

Djibrael, F. F. 2018. Asuhan Keperawatan Lansia Ny F.P Dengan Demensia Di


Wisma Teratai UPT Panti Sosial Penyantun Lanjut Usia Budi Agung
Kupang. Karya Tulis Ilmiah. Diunduh pada 8 Februari 2021
<http://respiratory.poltekeskupang.ac.id>

Friedman, M. M., dkk. 2014. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, teori dan
Praktik Edisi 5. Jakarta: EGC.

Guriti & Ismarwati. 2020. Peran Keluarga pada Perawatan Lansia. Jurnal
Keperawatan Volume 12 Nomor 2 Juni 2020. Diunduh pada 26 Februari
2021 <http://doi.org>

Herdman, T. H & Kamitsuru, S. NANDA (Diagnosa Keperawatan: Definisi &


Klasifikasi 2015-2017). Jakarta: EGC.

Kholifah, S. N. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Lestari, N. F.A. 2019. Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Ny. M dan Tn.K
dengan Depresi yang Mengalami Masalah Keperawatan Ketidakefektifan
Koping di UPT Pelayananan Sosial Tresna Werdha Jember Tahun 2019.
Laporan Tugas Akhir. Jember: Universitas Jember

Moorhead,S., Jhonson, M., Maas, M.L., Swanson, E. 2016. Nursing Outcome


Classification (NOC): Edisi Kelima. Jakarta: Moco Media.
Murwani, A. 2014. Keperawatan Keluarga dan Aplikasinya. Yogyakarta:
Fitramaya.

Ningsih, G. 2019. Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. B Khususnya Ny. A


Denggan Pemberian Refleksi Pijat Kaki Pada Penderita Hipertensi di
Jorong Ladang Hutan Kecamatan Baso Kabupaten Agam Tahun 2019.
Karya Tugas Akhir Ners (KIA-N). Diunduh pada 14 Februari 2021
<http://repo.stikesperintis.ac.id>

Anda mungkin juga menyukai